Share

LEGENDA KAMESWARA
LEGENDA KAMESWARA
Author: Nandar Hidayat

Bab 001

last update Last Updated: 2024-11-18 10:18:19

Kameswara keluar dari rumah kecilnya kemudian menutup rapat pintu rumahnya. Di sudah berpakaian sangat rapi dan gagah.

"Mau kemana, sepagi ini kau sudah tampak rapi?" tanya Surya Kanta yang keheranan melihat bocah yang baru berumur delapan tahun itu.

Surya Kanta adalah tetangga sebelah Kameswara. Dia merasa kasihan karena di usianya yang masih anak-anak, Kameswara sudah sebatang kara.

"Hari ini perguruan Sangga Buana menerima murid baru," jawab Kameswara dengan gembira.

Sifat bocah ini memang periang, selalu tampak gembira. Hampir tak pernah melihatnya mengeluh atau bersedih. Sehingga banyak orang yang suka.

Surya Kanta kerutkan kening mendengar jawaban Kameswara. "Percaya diri sekali bocah ini, padahal dia mempunyai kualitas tulang paling rendah," batinnya.

"Mau jadi pendekar, ya?"

"Iya, Paman, terpaksa hehehe...!" Kameswara garuk-garuk kepala.

"Terpaksa?" Surya Kanta makin mengerenyit keningnya.

"Aku selalu ditindas, Paman. Mentang-mentang aku orang lemah," kali ini Kameswara memasang muka murung.

Rasa kasihan terhadap anak itu makin bertambah. Memang benar yang dikatakan Kameswara.

Dia juga sering melihat anak-anak sebayanya menghina dan menindas Kameswara.

Kameswara anak baik. Karena sebatang kara, dia mencari makan dengan cara membantu para tetangga yang membutuhkannya termasuk Surya Kanta. Dia termasuk anak rajin dan pekerja keras.

"Ya, sudah, aku doakan semoga kau berhasil!"

"Terima kasih, Paman!"

Kameswara berlalu dari hadapan Surya Kanta. Dia hendak menuju lereng gunung Cakrabuana yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Di lereng gunung itu tempat berdirinya perguruan Sangga Buana yang kabarnya membuka penerimaan murid baru.

Kameswara ingin jadi murid perguruan yang sudah terkenal ti tatar Sunda-Galuh itu. Seperti yang dikatakannya tadi, alasannya karena tidak ingin ditindas lagi.

Dia sudah kebal dengan segala hinaan dan caci maki karena kondisi fisiknya yang tidak bisa belajar ilmu silat.

"Hei, anak lemah!"

"Dasar sampah!"

"Tak berguna, mau jadi apa nantinya?"

Kalau cuma hinaan dan cacian yang keluar dari mulut, dia tidak menghiraukannya. Dia selalu membalas dengan senyum seolah tidak terjadi apa-apa.

Biarkan saja mereka mengoceh. Toh sama saja ocehan itu tidak berguna baginya. Tapi kalau hinaan itu sudah menjurus ke perlakuan atau tindakan buruk dan semena-mena. Itu lain lagi ceritanya.

Tidak jarang karena Kameswara selalu cuek atas hinaan yang diterimanya telah menyulut kemarahan orang yang mengejeknya.

Akhirnya anak-anak itu melakukan tindakan kekerasan, seperti memukul dan menendang. Tubuh Kameswara yang lemah dalam hal ilmu silat tak mampu menahan serangan itu.

Dia hanya pasrah saja ketika tubuhnya dihujani pukulan dan tendangan.

Karena hal itulah Kameswara tidak mau diperlakukan seperti itu lagi. Maka, terpaksa dia harus jadi pendekar.

Perjalanan menuju gunung Cakrabuana memakan waktu lumayan lama. Bisa sampai setengah hari.

Sepanjang jalan Kameswara selalu ceria, menyapa setiap orang baik yang dikenalnya atau tidak.

Kadang-kadang dia tidak sungkan-sungkan membantu orang yang kebetulan membutuhkan.

Seperti mengatur hewan ternak, membawakan barang seorang kakek yang sudah tidak kuat lagi mengangkat beban. Dan hal baik lainnya.

Jika di antara mereka ada yang memberinya imbalan, maka Kameswara menolak pemberian itu dengan sesopan mungkin. Namun, jika ada yang memaksa, maka dia pun terpaksa menerima.

"Mau kemana, Kameswara?"

"Ke lereng, Ki!"

"Oh, hati-hati, Jang!"

"Terima kasih, Ki!"

Tak terasa karena sepanjang jalan selalu gembira, seolah-olah hendak bertemu dengan orang istimewa. Akhirnya Kameswara sampai di bawah lereng gunung Cakrabuana.

Ternyata banyak orang yang hendak naik ke lereng itu. Jumlahnya sampai ratusan. Rata-rata mereka seumuran dengannya, dan diantar oleh orang tua atau kerabatnya.

Mereka sangat antusias ingin menjadi murid perguruan Sangga Buana. Begitu juga Kameswara.

Dia merasa percaya diri walaupun banyak orang bilang kualitas tulangnya tak kan mampu kalau dia belajar silat.

"Mencoba adalah pengalaman," gumamnya menirukan sebuah pepatah.

Jalan menuju lereng tampak menanjak. Lama-lama kaki Kameswara terasa pegal. Walaupun sering kerja keras, tapi kalau jalannya nanjak terus, ya, capek juga. Lalu dia menepi ke pinggir jalan.

Kameswara melepas lelah dengan menyandar ke sebuah pohon. Orang-orang lain yang melihatnya menertawakan dirinya.

"Payah, hahaha...!"

"Wah, anak lemah. Jangan mimpi!"

"Baru belajar berjalan sudah lempoh!"

"Memalukan!"

Tapi Kameswara sama sekali tak peduli dengan semua ejekan itu. Dia menunggu sampai tenaganya kembali pulih. Dia minum air yang dibawanya dalam kantong perbekalan.

Setiap orang yang lewat dan melihatnya tak henti-hentinya menertawakan Kameswara. Anak ini tetap cuek, sama sekali tidak tersulut emosinya.

Setelah menempuh jalan yang menanjak beberapa lamanya, akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Air minum perbekalannya hampir habis.

Orang-orang yang hendak mendaftar itu menuju sebuah lapangan besar yang dikelilingi oleh beberapa bangunan yang berdiri megah.

Seorang penjaga pintu masuk memberikan Kameswara sebuah lencana tanda antrian.

Kebanyakan calon murid semuanya anak seumuran Kameswara. Walau masih ada juga yang lebih tua atau lebih muda, tapi jumlahnya hanya sedikit saja.

Cukup lama menunggu, akhirnya giliran Kameswara maju ke tempat seleksi yang pertama.

Yaitu pemeriksaan kualitas tulang. Sambil tersenyum ramah, Kameswara menghampiri seorang kakek yang duduk di belakang meja.

"Sampurasun, Kek!"

"Rampes!" Si kakek yang menjadi petugas pemeriksa kualitas tulang membalas dengan senyum lembut dan berwibawa. Namanya kakek Ranu Baya.

"Kek, apa saya bisa jadi murid di sini?" tanya Kameswara antusias sambil terus tersenyum.

Terdengar beberapa anak mengejeknya di belakang.

"Mari, aku periksa dulu tulangmu, ya, Nak!"

Pertama kakek Ranu Baya memandangi Kameswara dari atas ke bawah. Kemudian tangannya meraba dari pundak hingga kaki. Wajah si kakek menunjukkan kesedihan. Tapi Kameswara tetap tersenyum.

"Waduh, siapa namamu?"

"Kameswara!"

"Kameswara, sayang sekali jenis tulangmu tidak mendukung,"

"Memangnya tulang saya seperti apa, Kek?" Sama sekali Kameswara tidak menunjukan raut muka sedih.

"Kamu memiliki jenis tulang Jelata yang tidak akan mampu menjadi seorang pendekar,"

Seketika terdengar riuh suara mengejek di belakang Kameswara.

"Terus harus seperti apa syaratnya?"

"Minimal memiliki jenis Tulang Tembaga tingkat tiga,"

Kameswara manggut-manggut, tidak peduli suara cemoohan di belakang sana. Diam-diam kakek Ranu Baya kagum melihat sikap Kameswara yang tahan terhadap hinaan.

"Kapan lagi ada penerimaan murid baru, Kek?"

"Dua tahun lagi!"

"Kalau begitu baiklah, dua tahun lagi saya datang lagi!"

Si kakek tersenyum ramah sebelum Kameswara memberi salam pamit. Ketika anak delapan tahun ini melangkah meninggalkan lapangan, tak henti-hentinya hinaan dan ejekan diarahkan padanya.

Tapi dia tetap cuek. Malah sengaja tersenyum terhadap orang yang menghinanya. Ternyata sikapnya itu telah menyulut kemarahan seorang anak yang sering menindasnya.

Anak bernama Kupra ini berdiri menghadang jalannya Kameswara. Dua orang teman Kupra tampak berdiri di samping kanan kirinya.

"Hei, makhluk lemah! Sudah tak berguna, masih saja bersikap sombong!"

Kameswara tetap cuek. Dia malah garuk-garuk kepala membuat Kupra semakin naik darah. Dia maju mendekati Kameswara.

"Tidak tahu malu, tidak tahu diri, rasakan ini!"

Tinju Kupra melayang menghantam wajah Kameswara. Anak ini langsung tersungkur. Semua anak lain yang melihatnya tak ada satupun yang melerai atau menolong.

Kejap berikutnya Kupra bersama dua temannya menendang-nendang Kameswara dalam keadaan meringkuk di tanah.

Kameswara berusaha menahan rasa sakit di badannya. Dia tak bisa menjerit karena pukulan dan tendangan bertubi-tubi menghujani tubuhnya. Sampai anak ini tak bisa berkutik lagi.

Pada saat itu tiba-tiba datang seseorang menghentikan perbuatan mereka. Seorang lelaki muda berumur dua puluh tujuh tahun. Dia salah satu murid senior perguruan Sangga Buana.

"Ada apa ini?"

"Dia anak lemah tidak berguna tidak pantas berada di sini!" tuding Kupra ke arah Kameswara.

"Apa salah dia?"

"Pokoknya dia tidak pantas jadi murid perguruan ini. Hanya akan membuat malu saja!"

"Aku tanya apa salah dia?" suara lelaki itu agak keras sambil menatap tajam wajah Kupra.

Seketika Kupra jadi kelu merasakan hawa yang menekan dirinya dan juga dua temannya.

"Apakah dia menyakitimu, mencuri barangmu?"

Mendadak jadi sepi. Orang-orang di sekitar tempat kejadian itu juga tampak terdiam.

Murid senior yang bernama Prayoga ini mendekati Kupra yang tampak mengerutkan badan karena takut.

"Aku tanya, untuk apa kau ke sini?"

"Menjadi murid perguruan, Paman!"

"Kenapa ingin jadi murid di sini?"

"Ingin jadi pendekar!"

"Bagaimana sifat seorang pendekar?"

"Membela kebenaran, membasmi kejahatan!"

"Apakah dia jahat?" Prayoga menunjuk Kameswara yang masih meringkuk.

Kupra terdiam. Prayoga memandang dua teman Kupra lalu bertanya. "Terus apalagi sifat seorang pendekar?"

"Menolong dan melindungi yang lemah,"

Prayoga pelototkan matanya hingga wajahnya tampak menyeramkan bagi Kupra dan kedua temannya.

"Katanya dia anak lemah, tapi mengapa kau menganiayanya, bukan menolong atau melindungi? Berarti kalian tidak memiliki sifat pendekar. Kalian sama saja dengan orang jahat yang harus dibasmi!"

Tiga anak ini jadi ketakutan setengah mati.

***

Related chapters

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 002

    Kameswara dirawat di ruang pengobatan perguruan Sangga Buana. Dia merasakan sakit yang teramat sangat di bagian rusuk dan punggungnya, tapi dia tidak sampai pingsan.Kakek Ranu Baya yang tadi siang bertugas menjadi pemeriksa kelayakan tulang telah mengobatinya dengan melumurkan ramuan obat ke tubuhnya. Selain itu dia juga sempat meminum rebusan jamu.Rasanya pahit, tapi Kameswara tak tak peduli. Dia ingin cepat sembuh dan pulang."Kek, saya sudah boleh pulang?"Ranu Baya mendekatinya lalu duduk bersila di sampingnya. Dengan perlahan Kameswara juga bangun."Hari sudah malam, besok saja kau boleh pulang,""Saya bisa sembuh lagi, kan?" Kameswara meraba dadanya. Masih terasa sakit."Makanya sekarang istirahat saja, besok kau pasti sembuh dan bisa pulang!""Baiklah, terima kasih, Kek!"Kemudian Kameswara kembali berbaring dan memejamkan matanya. Tubuhnya memang terasa lelah dan mengantuk.Ranu Baya hanya tersenyum ramah. Seandainya saja anak ini memiliki tulang yang layak, pasti bakatnya a

    Last Updated : 2024-11-18
  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 003

    Dengan caranya sendiri Surya Kanta menguji kekuatan fisik Kameswara. Cara yang tidak mencolok seperti guru silat saat menguji muridnya. Surya Kanta hanya menyuruh Kameswara melakukan sesuatu.Dari caranya itu dia bisa membaca kualitas tulang hasil gemblengan dan mengkonsumsi sumber daya.Ternyata hasilnya lumayan signifikan. Selama lima purnama telah menaikkan jenis tulang Kameswara menjadi tulang Tembaga tingkat tiga.Bukan hanya karena sumber daya dan gemblengannya. Tapi juga karena kemauan kuat yang dimiliki Kameswara.Suatu sore ketika Kameswara selesai bekerja, Surya Kanta memanggilnya."Ada apa, Paman?""Aku lihat kau mengalami kemajuan, apa yang kau rasakan?"Kameswara berpikir sejenak. "Tubuhku terasa lebih kuat. Setiap harinya aku mampu mengangkat beban lebih berat dari sebelumnya,""Bagus, apa kau ingin tahu jenis tulangmu sekarang?""Iya, dong, Paman!" Kameswara tersenyum lebar."Tapi aku tidak tahu cara memeriksanya," Darna Salira berbohong.Kameswara garuk-garuk kepala de

    Last Updated : 2024-11-18
  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 004

    Cuaca hari ini begitu cerah. Udara yang berhembus juga terasa segar. Sehingga panas mentari tak terasa terik. Kameswara masih di atas pohon.Setelah beberapa saat menunggu akhirnya dari arah jalan besar sebelah kanan Kameswara muncul satu rombongan kereta kuda yang bentuknya terbuka tanpa dinding hanya ada tiang penyangga atap.Di depan kereta kuda ada enam pengawal berkuda dengan senjata lengkap. Di samping kanan dan kirinya masing-masing tiga prajurit berjalan kaki juga dengan senjata lengkap. Dan di belakang ada dua pengawal berkuda.Pandangan orang-orang tertuju pada sosok yang ada di kereta kuda. Seorang gadis yang cantiknya bagai dewi. Berkulit kuning langsat, halus dan bersih. Berpakaian dan perhiasan yang mewah. Semua orang memujinya."Gusti putri Kentring Manik sangat cantik, ya?""Ya, pasti cantik. Kan, putri raja!""Tapi tidak sama dengan putri yang lain!""Ya, benar!""Saking cantiknya sampai-sampai Raden Marugul sendiri yang menjadi kusirnya!""Wajar saja demi menjaga kea

    Last Updated : 2024-11-18
  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 005

    Ketika Kameswara sampai di pintu gerbang perguruan Sangga Buana, keadaanya sudah bersih dan rapi kembali.Karena sebelumnya dia telah membersihkan luka-luka dan juga pakaiannya di sebuah mata air yang terdapat di lereng gunung.Dua orang murid berumur belasan tahun yang kebagian berjaga hari itu langsung menghadang Kameswara dengan pandangan merendahkan."Tidak ada pendaftaran murid baru sekarang, tunggu satu setengah tahun lagi!" Salah satunya langsung menghardik.Kameswara cuma kerenyitkan keningnya. Wajahnya agak mendongak karena penjaga itu lebih tinggi badannya. Siapa juga yang mau mendaftar? Dia cuma menjalankan tugas."Pulanglah, jangan mengganggu tugasku!" usir yang satunya.Main usir saja nih murid belagu!"Aku datang hendak menyampaikan pesan kepada Kakek Ranu Baya," Kameswara juga langsung menjelaskan tujuannya. Dalam hati dia 'ngedumel'."Ah, siapa kau, orang penting juga bukan! Berani-beraninya sok kenal sama guru Ranu Baya!""Aku cuma menjalankan tugas!""Tugas?"Kedua

    Last Updated : 2024-11-18
  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 006

    Yang berdiri di tengah lapangan adalah pemuda gagah berumur dua puluh lima tahun. Namun, ketampanan wajahnya tertutupi sifat angkuh dengan sorot mata bengis mengintimidasi setiap mata yang mencoba memandangnya dari jarak dekat."Itu Raden Marugul, kan?" tanya Kameswara memastikan."Kau sudah tahu rupanya!""Iya, Kek. Tadi di perjalanan aku melihatnya. Orang-orang menyebutnya Raden Marugul,""Aku berdiri di sini bermaksud ingin menguji calon adik iparku!" teriak Raden Marugul lantang. Suaranya menggema hingga ke setiap sudut perguruan."Sifat arogannya tidak juga hilang!" ujar Ranu Baya pelan tapi masih terdengar di telinga Kameswara."Mereka datang ke sini cuma mau pamer-pameran, Kek?"Ranu Baya mendelik mendengar ucapan Kameswara. Anak ini berani lancang juga. Dia berkata tanpa beban.Tanpa berpikir bagaimana kalau didengar langsung oleh yang bersangkutan.Namun, di sisi lain Ranu Baya tahu ini hanya aji mumpung Raden Marugul yang ingin mempermalukan calon adik iparnya. Lalu mengerti

    Last Updated : 2024-11-18
  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 007

    Kameswara baru sampai di rumah ketika sudah larut malam. Seandainya sampai tengah malam atau dini hari pun dia akan tetap pulang hari itu juga. Dia tidak mau, misalnya numpang menginap di rumah orang.Buntalannya digantung di tiang rumah. Karena ngantuk dan kelelahan, dia tidak sempat mandi atau makan dulu.Kameswara langsung meluruskan punggungnya di tempat tidur dan terlelap setelah beberapa saat.Pagi harinya setelah membersihkan diri, dia sudah siap bekerja lagi. Segera dia ke rumah sebelah sambil membawa surat balasan dari Ranu Baya. Soal kitab Sumber Daya, dia akan membacanya nanti malam."Kalau kau masih lelah, istirahat saja dulu!" ujar Surya Kanta setelah membaca isi pesan yang disimpan dalam bumbung bambu."Aku siap kerja, Paman!""Baiklah kalau begitu!"Kameswara pun pamit menuju ladang setelah menyiapkan sesuatu yang harus dibawa hari itu. Surya Kanta menatap kepergian anak yang seolah tak pernah padam semangatnya.Surya Kanta memikirkan pesan Ranu Baya. Rupanya anak itu t

    Last Updated : 2024-11-18
  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 008

    Hari ini Kameswara heran. Sampai lewat tengah hari melakukan pekerjaan rutinnya di kebun, orang bertopeng belum menampakan dirinya. Dia menunggu terus sampai waktu pulang tiba.Orang yang ditunggu tidak muncul juga. Akhirnya Kameswara pulang setelah pekerjaan selesai dengan sebuah pertanyaan mengganjal di benaknya.Beberapa tombak lagi menuju rumahnya, telinga Kameswara mendengar suara keributan.Segera saja dia waspada walaupun tidak tahu apa yang terjadi. Dia percepat jalannya. Ternyata suara keributan itu berasal dari halaman depan rumah Surya Kanta.Kameswara tidak segera menghampiri ke sana, tapi bersembunyi di salah satu sisi rumah Surya Kanta. Dia mengintip apa yang sedang terjadi.Ada lima orang yang pakaiannya seragam bentuknya. Warnanya merah darah. Celana komprang hitam.Orang-orang ini semuanya berbadan kekar dan wajah sangar. Rambut gimbal dengan ikat kepala yang sewarna dengan bajunya.Yang membuat Kameswara terkejut, kelima orang ini memakai kalung berbandul tengkorak m

    Last Updated : 2024-11-18
  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 009

    Sejak kecil Surya Kanta terkenal nakal dan bandel. Dia selalu menindas anak lain yang terlihat lemah. Dia banyak dibenci dan ditakuti anak-anak lain.Banyak orang tua anak lain yang mengadukan kenakalannya kepada orang tuanya. Akibatnya Surya Kanta selalu menjadi sasaran kemarahan ayahnya. Tapi dia tidak pernah kapok.Kabar tentang kenakalan Surya Kanta menarik perhatian seorang pendekar aliran hitam yang menjadi pemimpin Laskar Siluman Merah. Dia menyuruh anak buahnya untuk menculik Surya Kanta.Tidak ada yang merasa kehilangan ketika Surya Kanta dikabarkan lenyap entah kemana. Menurut seseorang ada yang menyaksikan Surya Kanta dibawa orang tak dikenal.Di usia sepuluh tahun Surya Kanta sudah direkrut jadi anggota Laskar Siluman Merah. Dia dididik langsung oleh Ki Rembong, sang pimpinan Laskar Siluman Merah.Ternyata Surya Kanta memiliki bakat luar biasa. Dengan mudah dia bisa menyerap dan menguasai setiap ilmu yang diajarkan Ki Rembong.Sehingga dalam usia lima belas tahun, Surya Ka

    Last Updated : 2024-11-18

Latest chapter

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 215

    Kameswara melangkah mendekat ke gubuk. Ayu Citra mengikuti sambil menggandeng tangan sang suami. Sampai setengah tombak di depan gubuk Kameswara berhenti.Dari balik bajunya Kameswara mengambil sesuatu lalu diulurkan ke pintu gubuk yang tidak memiliki daun. Sebuah batang bambu kecil yang dibuat sedemikian rupa.Benda yang mengingatkan Eyang Gading Wulung kepada Raden Pamanah Rasa waktu kecil. Rupanya benda ini masih disimpan. Sekarang dibawa Kameswara sebagai bukti.Satu tangan terjulur dari dalam mengambil benda tersebut."Kau mau apa?" tanya si kakek suaranya lebih pelan sekarang.Namun, Ayu Citra masih berjaga-jaga takutnya tiba-tiba menyentak lagi.Kemudian Kameswara mengeluarkan Labu Penyedot Sukma. Memperlihatkan kepada orang yang belum juga memunculkan dirinya."Saya harus menanam ini ke dasar gunung," jawab Kameswara.Agak lama tidak ada jawaban. Lalu dari dalam gubuk kecil ini keluar satu sosok sang pem

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 214

    Kemegahan istana Pakuan yang kini banyak orang menyebutnya Pajajaran masih terbayang di pelupuk mata. Siapapun ingin tinggal dan hidup di sana.Namun, ada takdir yang menuntun apakah seseorang bisa menjadi bagian istana tersebut atau tidak?Termasuk sepasang suami istri pendekar muda Kameswara dan Ayu Citra, mereka tidak ditakdirkan hidup di sana. Bukan karena tidak mau atau tidak ada kesempatan.Prabu Siliwangi menawarkan sebuah jabatan untuk Kameswara, tapi pemuda ini menolak dengan halus. Sewaktu di istana Kawali juga sudah pernah ditawari, jawabannya sama.Kameswara mendengarkan nasihat istrinya, makanya dia menolak jabatan tersebut."Aku tidak ingin menjadi gelap mata, Kang. Mungkin sekarang masih bisa tahan godaan, tapi entah nanti. Lihatlah para menteri yang mendapatkan hukuman kemarin,""Kenapa dengan mereka, Nyai?""Setelah diselidiki, ternyata sebagian dari mereka hanya ingin memenuhi tuntutan istrinya yang sem

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 213

    Belum juga perintah memanah turun, tiba-tiba alun-alun sudah dikepung prajurit khusus. Senapati Raga Kusuma terkejut bukan main. Bagaimana pasukan khusus ini tiba-tiba saja mengepung, apa maksud mereka?Semua yang hadir di sana pun heran kecuali Kameswara dan dua prajurit yang berlutut di sampingnya.Satu sosok gagah tinggi besar dengan pakaian kebesarannya melangkah lebar ke tengah alun-alun menghampiri senapati Raga Kusuma."Senapati utama Yudha Manggala," sebut sang senapati sambil menjura. "Ada apa ini?"Senapati utama Yudha Manggala mendongak dengan wajah angkuh, tapi mengandung wibawa yang begitu tinggi. Semua tahu kedudukan dan kewibawaan sang senapati utama ini."Senapati Raga Kusuma, Menteri Surabraja, Menteri Waragati, Menteri Gunayasa, Menteri Yamaseta dan semua yang terlibat kalian ditangkap!"Suara senapati utama Yudha Manggala menggelegar lalu dituruti belasan prajurit khusus yang langsung meringkus orang-orang yang

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 212

    Jaya Permana masih penasaran, dia belum juga menemukan Ayu Citra. Kemana wanita berkerudung itu pergi? Dia sudah menyusuri setiap tempat.Yang belum di periksa adalah istana Suradipati, tempat kediaman keluarga raja.Melalui jalan samping yang agak jauh, dia berniat menuju belakang bangunan megah paling belakang ini.Semenjak beristrikan Nyai Subang Larang, di belakang istana ini didirikan bangunan kecil yang disebut surau. Digunakan untuk melakukan ibadah dan belajar mengaji putra-putri Nyai Subang Larang.Saat itu hari baru carangcang tihang, jadi masih agak gelap. Dari surau itu terlihat seseorang keluar. Jaya Permana langsung membelalakkan mata."Sudah kuduga, dia pasti ada di sini!"Sang menteri muda langsung bergerak cepat menghampiri, tidak peduli melanggar aturan. Justru dalam hati dia bertanya-tanya kenapa Ayu Citra bisa masuk ke istana Suradipati?"Ayu Citra, akhirnya kutemukan juga!""Mau apa kau?" Ay

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 211

    Kameswara memutuskan kembali lagi ke kamarnya dengan maksud menunggu apa yang akan dilakukan orang-orang ini.Kalau dilihat dari segi kependekaran, mereka bukan apa-apa, tapi setiap orang memiliki keahlian masing-masing. Mungkin saja Kameswara unggul dalam ilmu kanuragan, tapi belum tentu dalam hal politik.Namun, keduanya dimiliki maharaja saat ini. Mungkin bagi maharaja ini suatu kewajiban agar mudah dalam menjalankan roda pemerintahan.Setelah dekat ke kamarnya Kameswara usap bahu kanan. Begitu masuk ke dalam dia dikejutkan oleh sesuatu.Apa itu?***Pagi-pagi buta sekitar waktu 'balebat' (subuh), ketika Kameswara sedang khusyuk wiridan mumpung ada kesempatan karena sangat jarang dia melakukannya. Terdengar suara banyak kaki melangkah mendekati kamarnya.Brak!Pintu kamar dibuka secara kasar. Jaya Permana masuk dengan angkuh. Sementara Kameswara tetap acuh sambil menuntaskan bacaannya."Aku kemari he

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 210

    Kameswara memutar badan lalu bangun. Tatapan Ayu Citra begitu memburu ingin lekas tahu jawaban dari sang suami. Dia menduga ada satu hal yang menyakiti Kameswara.Nyatanya Kameswara tidak segera menjawab, dia tidak melihat ke arah istrinya melainkan ke kotak kecil berisi perhiasan yang masih tergeletak di lantai."Kang..." Ayu Citra pegang tangan Kameswara. Hatinya tegang. Dia berharap sentuhan tangannya bisa melunakkan hati sang suami.Wajah Kameswara tidak seceria sebelumnya. Ayu Citra semakin menduga-duga. Kedua matanya pun berkaca-kaca. Dia ingin bertanya apa kesalahannya, tapi takut salah bicara.Bahkan suara helaan napas Kameswara terdengar begitu keras saking karena suasana yang begitu sunyi. Kamar mewah ini jadi terasa hambar."Nyai, apa kau ingin aku jadi pejabat?" tanya Kameswara tanpa melihat ke istrinya. Ini cukup mengejutkan Ayu Citra. Apa yang ada di benak Kameswara sehingga bertanya demikian?"Maksud Akang?" Dugaan

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 209

    Tujuh hari kemudian kereta kuda yang membawa Kameswara beserta istri sampai juga di kota Pakuan.Selama perjalanan memang tidak ada lagi gangguan yang merintangi, tapi kalau sekedar mengikuti secara diam-diam masih ada.Mereka tidak berani lagi menghalangi Kameswara. Karena berbagai cara sudah digunakan, tapi tidak membawa hasil sama sekali.Kameswara memasuki gerbang kota sebelum tengah hari. Cuaca tampak cerah. Meski hampir tengah hari, udara tetap sejuk karena sebagian tempat berada di kaki gunung.Di sebelah selatan tampak menjulang gunung Salak. Gunung ini terlihat bagaikan tepat berada di belakang lingkungan istana Pakuan."Tuan Sena dan Tuan Koswara sudah pulang?" tanya salah satu penjaga gerbang kota."Ya, akhirnya aku bisa kembali ke Pajajaran," jawab Sena dengan napas lega. Lega karena tidak ada lagi rintangan begitu sampai di kota."Pajajaran?" penjaga gerbang heran mendengarnya."Benar, kota raja di

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 208

    "Sepertinya begitu!" jawab Sena.Memang aneh, ketika melihat ke belakang yang terlihat adalah hutan belantara sementara di depan laut luas bagai samudera."Coba putar balik!" ujar Koswara sambil menarik tali kekang.Ketika kereta sudah berbalik mereka dikejutkan lagi dengan perubahan yang terjadi. Hutan belantara berubah jadi lautan api."Aku yakin ini tidak nyata, tapi tetap saja mengganggu, terutama pikiran," kata Sena.Beberapa saat mereka terdiam seolah menunggu sihir itu hilang dengan sendirinya, tapi sampai kapan? Sampai dunia berakhir?Ini sama saja upaya menghalangi Kameswara agar tidak sampai ke istana jadi berhasil. Menunggu pertolongan, siapa yang akan menolong?Jalan keluar satu-satunya harus dipecahkan mereka sendiri."Tuan punya cara?" tanya Koswara."Aku tidak mengerti dan menguasai hal semacam ini," jawab Kameswara.Sena tampak menghela napas panjang. Tidak ada manusia yang meng

  • LEGENDA KAMESWARA   Bab 207

    Si kakek gemuk jatuh berlutut, tapi wajahnya masih menengadah memandang Kameswara."Sejak menyanggupi membunuhmu dan menerima bayaran harga diriku sudah hilang, tapi sejak melihat kau bangkit dan membalikkan keadaan, jiwa kependekaranku kembali lagi,"Si kakek menarik napas agak kesulitan layaknya seorang lanjut usia biasa yang sudah kehilangan tenaga."Jiwa pendekar akan bahagia jika mendapatkan kekalahan dari suatu pertarungan. Mati dengan terhormat karena mendapatkan lawan yang tangguh,"Si kakek kini duduk melipat lutut karena sudah tak kuat lagi menopang tubuhnya.Sementara Kameswara melihat si kakek ini berubah menjadi bijak. Sepertinya kakek gemuk ini ingin mengatakan kata-kata terakhirnya."Terkadang pendekar yang sesungguhnya tidak mencari kemenangan dalam setiap pertarungan, tapi kekalahan,""Aku tidak mengerti apa itu jiwa pendekar, mati terhormat atau mencari kekalahan," ujar Kameswara. "Sebab aku jadi pendek

DMCA.com Protection Status