Kameswara dirawat di ruang pengobatan perguruan Sangga Buana. Dia merasakan sakit yang teramat sangat di bagian rusuk dan punggungnya, tapi dia tidak sampai pingsan.
Kakek Ranu Baya yang tadi siang bertugas menjadi pemeriksa kelayakan tulang telah mengobatinya dengan melumurkan ramuan obat ke tubuhnya. Selain itu dia juga sempat meminum rebusan jamu. Rasanya pahit, tapi Kameswara tak tak peduli. Dia ingin cepat sembuh dan pulang. "Kek, saya sudah boleh pulang?" Ranu Baya mendekatinya lalu duduk bersila di sampingnya. Dengan perlahan Kameswara juga bangun. "Hari sudah malam, besok saja kau boleh pulang," "Saya bisa sembuh lagi, kan?" Kameswara meraba dadanya. Masih terasa sakit. "Makanya sekarang istirahat saja, besok kau pasti sembuh dan bisa pulang!" "Baiklah, terima kasih, Kek!" Kemudian Kameswara kembali berbaring dan memejamkan matanya. Tubuhnya memang terasa lelah dan mengantuk. Ranu Baya hanya tersenyum ramah. Seandainya saja anak ini memiliki tulang yang layak, pasti bakatnya akan meningkat dengan pesat. Sekecil ini sudah memiliki jiwa besar. Tadi sore ketika Kupra dan dua kawannya hendak di 'diskualifikasi', dengan santai Kameswara meminta agar jangan dilakukan. Mereka tetap diterima sebagai murid. Dengan harapan semoga kelak setelah dididik dan dilatih mereka menjadi pendekar berhati baik. Mungkin karena masih anak-anak, jadi wajar saja mereka bersikap seperti itu. Selain itu, Kameswara tidak ingin membuat orang tua mereka malu apalagi sampai dendam kepadanya. Pagi-pagi sekali Kameswara bangun. Tubuhnya sudah terasa segar bugar. Dada dan punggungnya tidak sakit lagi. Jamu dan ramuan kakek Ranu Baya ternyata sangat manjur. Walaupun matahari belum menampakkan diri, tapi perguruan Sangga Buana sudah disibukkan dengan berbagai kegiatan. Dari mulai mengambil air, mengumpulkan kayu bakar, memasak, mencuci dan lain sebagainya. Kameswara ingin berpamitan segera pulang, tapi tidak ada siapa-siapa di ruangan itu. Setelah merapikan pakaiannya dia keluar ruangan lalu mencari pintu gerbang. Sampai di pintu gerbang dia bertemu Prayoga, murid senior yang kemarin menolongnya. "Kebetulan, saya mau pamit pulang, Paman!" "Oh, Kameswara, kau sudah baikan?" "Iya, Paman, terima kasih atas pertolongan Paman!" "Tidak perlu sungkan, sudah menjadi kewajibanku menolong sesama," "Baiklah, Paman. Saya pamit, sampurasun!" "Rampes!" Prayoga memandang kepergian Kameswara dengan senyum ramah. "Semoga hidupmu beruntung!" gumamnya. Hampir tengah hari Kameswara baru sampai ke rumahnya. Suasana terlihat sepi. Surya Kanta juga tidak kelihatan ada di rumah. Mungkin orang-orang sedang sibuk di kebun. Kameswara masuk ke rumahnya. Dia langsung mencari air minum. Sepanjang perjalanan dia belum minum. Dia juga mencari bahan makanan. Dia menemukan ubi. Segera saja merebusnya. Belum lama dia merebus ubi, terdengar pintu rumah diketuk. "Eh, Paman Surya!" sapa Kameswara begitu melihat siapa yang datang. Surya Kanta dipersilakan masuk. Lelaki berumur empat puluh tahun ini membawa bakul yang berisi makanan. "Aku ingin makan bersamamu, aku kira kau belum makan setelah pulang dari perguruan Sangga Buana," Surya Kanta duduk di ruang depan langsung menyajikan makanan yang dia bawa. "Paman jangan repot-repot, aku jadi tidak enak!" Kameswara tersenyum canggung. "Sudahlah, ayo kita makan!" Mereka pun makan bersama. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Surya Kanta mengajak makan bareng. Ini yang pertama kalinya lelaki itu datang sendiri ke rumah Kameswara sambil membawa makanannya. Karena biasanya Kameswara yang dipanggil ke rumah Surya Kanta. "Bagaimana, kau diterima?" tanya Surya Kanta setelah selesai makan. "Aku belum beruntung," Kameswara tersenyum malu. Surya Kanta sudah menebaknya. Inilah yang membuatnya kagum. Kameswara sama sekali tidak merasa sedih atau kecewa walaupun gagal masuk perguruan. "Aku turut prihatin," "Kata kakek Ranu Baya, tulangku termasuk jenis tulang Jelata. Dan syarat untuk menjadi murid di sana minimal harus tulang Tembaga tingkat tiga," "Benar, tulang Jelata divonis tidak mampu belajar ilmu silat," "Memangnya ada berada jenis tulang, Paman?" Kemudian Surya Kanta menjelaskan bahwa ada empat jenis tulang yang dimiliki manusia. Pertama tulang Jelata, tulang dengan kualitas paling rendah dan paling lemah, juga tidak ada tingkatannya. "Di atas tulang Jelata ada tulang Tembaga," lanjut Surya Kanta. "Kemudian tulang Perak dan paling atas tulang Emas," Masing-masing tukang memiliki tingkatan dari satu sampai sepuluh. "Apa tulangku bisa meningkat jadi tulang Tembaga?" tanya Kameswara. "Bisa, bahkan jadi tulang emas pun bisa!" Sinar mata Kameswara berbinar-binar mendengarnya. Dia jadi antusias. "Bagaimana caranya?" "Berlatih fisik dan mengkonsumsi sumber daya," "Sumber daya?" Kameswara kerutkan kening. "Ramuan obat dari tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat meningkatkan kualitas tulang," "Dari mana mendapatkannya?" Surya Kanta melihat ada kemauan yang begitu besar dalam diri anak ini. Sepertinya dia benar-benar ingin jadi pendekar. "Bisa membelinya di warung perguruan," "Pasti mahal," Kameswara garuk-garuk kepala. Wajahnya tampak tidak semangat. Tentu saja anak delapan tahun ini memikirkan cara mendapatkan kepeng lebih banyak. Bahkan kalau bisa kepeng emas. "Apa kau benar-benar ingin mengubah kualitas tulangmu?" "Aku ingin mengubah nasibku!" tegas Kameswara. "Baiklah, aku akan membantumu!" "Benarkah?" Wajah Kameswara kembali ceria. Dia berniat akan melakukan apa saja jika diperintah oleh tetangganya ini. Demi mendapatkan sumber daya untuk meningkatkan kualitas tulangnya. "Ya, aku akan memberimu pekerjaan, sebagai upahnya aku akan memberikan sumber daya yang bagus untukmu," "Baiklah, Paman, aku siap menerima tugas apapun yang paman berikan!" Kameswara tak bisa menahan kegembiraannya. Besoknya Kameswara mulai bekerja. Dia hanya disuruh merawat tanaman di kebun-kebun dan huma milik Surya Kanta dari pagi sampai sore. Selain upah utama yang berupa sumber daya, tentunya makan dan minum sebagai kebutuhan pokok juga dia dapatkan. Selain itu, tanpa sadar Kameswara juga digembleng latihan fisik secara tidak langsung. Dengan kegiatan seperti mencangkul, menebang pohon, memotong bahkan mengangkat barang dengan beban berat secara bertahap. Karena sebenarnya Surya Kanta adalah seorang pendekar Utama tingkat tiga yang sedang menyembunyikan identitasnya. Dia merasa tidak ada salahnya melatih Kameswara secara diam-diam. Anak itu punya kemauan keras. Setiap empat belas hari sekali Kameswara menerima sumber daya yang berupa jamu godokan. Sebelum diminum, ramuan itu direbus dulu dengan takaran air yang sudah ditentukan. Setelah air menjadi berwarna hitam, baru bisa diminum. Rasanya sangat pahit, tapi demi kualitas tulang, Kameswara tak mempedulikannya. Sumber daya godokan ini bisa direbus sampai tiga kali pemakaian. Setelah itu habis khasiatnya. Surya Kanta tidak asal menyuruh Kameswara menggodok ramuan sumber daya itu. Setelah meminumnya Kameswara diajari cara bersemedi dan mengatur pernapasan agar sumber daya itu bekerja dalam tubuhnya. Begitulah seterusnya sampai lima purnama berlalu. Sebenarnya pekerjaan Kameswara itu tidak sebanding nilainya dengan sumber daya yang ia dapatkan. Karena sumber daya yang dibeli oleh Surya Kanta bukan kualitas rendahan tapi juga bukan kualitas terbaik. Namun, Surya Kanta sengaja melakukannya. Dia kasihan terhadap anak sebatang kara itu. Tidak ada salahnya kalau dia menganggap Kameswara seperti anak sendiri. Selain itu, dia juga harus punya pewaris ilmu-ilmunya walau berjalan secara lambat. ***Dengan caranya sendiri Surya Kanta menguji kekuatan fisik Kameswara. Cara yang tidak mencolok seperti guru silat saat menguji muridnya. Surya Kanta hanya menyuruh Kameswara melakukan sesuatu.Dari caranya itu dia bisa membaca kualitas tulang hasil gemblengan dan mengkonsumsi sumber daya.Ternyata hasilnya lumayan signifikan. Selama lima purnama telah menaikkan jenis tulang Kameswara menjadi tulang Tembaga tingkat tiga.Bukan hanya karena sumber daya dan gemblengannya. Tapi juga karena kemauan kuat yang dimiliki Kameswara.Suatu sore ketika Kameswara selesai bekerja, Surya Kanta memanggilnya."Ada apa, Paman?""Aku lihat kau mengalami kemajuan, apa yang kau rasakan?"Kameswara berpikir sejenak. "Tubuhku terasa lebih kuat. Setiap harinya aku mampu mengangkat beban lebih berat dari sebelumnya,""Bagus, apa kau ingin tahu jenis tulangmu sekarang?""Iya, dong, Paman!" Kameswara tersenyum lebar."Tapi aku tidak tahu cara memeriksanya," Darna Salira berbohong.Kameswara garuk-garuk kepala de
Cuaca hari ini begitu cerah. Udara yang berhembus juga terasa segar. Sehingga panas mentari tak terasa terik. Kameswara masih di atas pohon.Setelah beberapa saat menunggu akhirnya dari arah jalan besar sebelah kanan Kameswara muncul satu rombongan kereta kuda yang bentuknya terbuka tanpa dinding hanya ada tiang penyangga atap.Di depan kereta kuda ada enam pengawal berkuda dengan senjata lengkap. Di samping kanan dan kirinya masing-masing tiga prajurit berjalan kaki juga dengan senjata lengkap. Dan di belakang ada dua pengawal berkuda.Pandangan orang-orang tertuju pada sosok yang ada di kereta kuda. Seorang gadis yang cantiknya bagai dewi. Berkulit kuning langsat, halus dan bersih. Berpakaian dan perhiasan yang mewah. Semua orang memujinya."Gusti putri Kentring Manik sangat cantik, ya?""Ya, pasti cantik. Kan, putri raja!""Tapi tidak sama dengan putri yang lain!""Ya, benar!""Saking cantiknya sampai-sampai Raden Marugul sendiri yang menjadi kusirnya!""Wajar saja demi menjaga kea
Ketika Kameswara sampai di pintu gerbang perguruan Sangga Buana, keadaanya sudah bersih dan rapi kembali.Karena sebelumnya dia telah membersihkan luka-luka dan juga pakaiannya di sebuah mata air yang terdapat di lereng gunung.Dua orang murid berumur belasan tahun yang kebagian berjaga hari itu langsung menghadang Kameswara dengan pandangan merendahkan."Tidak ada pendaftaran murid baru sekarang, tunggu satu setengah tahun lagi!" Salah satunya langsung menghardik.Kameswara cuma kerenyitkan keningnya. Wajahnya agak mendongak karena penjaga itu lebih tinggi badannya. Siapa juga yang mau mendaftar? Dia cuma menjalankan tugas."Pulanglah, jangan mengganggu tugasku!" usir yang satunya.Main usir saja nih murid belagu!"Aku datang hendak menyampaikan pesan kepada Kakek Ranu Baya," Kameswara juga langsung menjelaskan tujuannya. Dalam hati dia 'ngedumel'."Ah, siapa kau, orang penting juga bukan! Berani-beraninya sok kenal sama guru Ranu Baya!""Aku cuma menjalankan tugas!""Tugas?"Kedua
Yang berdiri di tengah lapangan adalah pemuda gagah berumur dua puluh lima tahun. Namun, ketampanan wajahnya tertutupi sifat angkuh dengan sorot mata bengis mengintimidasi setiap mata yang mencoba memandangnya dari jarak dekat."Itu Raden Marugul, kan?" tanya Kameswara memastikan."Kau sudah tahu rupanya!""Iya, Kek. Tadi di perjalanan aku melihatnya. Orang-orang menyebutnya Raden Marugul,""Aku berdiri di sini bermaksud ingin menguji calon adik iparku!" teriak Raden Marugul lantang. Suaranya menggema hingga ke setiap sudut perguruan."Sifat arogannya tidak juga hilang!" ujar Ranu Baya pelan tapi masih terdengar di telinga Kameswara."Mereka datang ke sini cuma mau pamer-pameran, Kek?"Ranu Baya mendelik mendengar ucapan Kameswara. Anak ini berani lancang juga. Dia berkata tanpa beban.Tanpa berpikir bagaimana kalau didengar langsung oleh yang bersangkutan.Namun, di sisi lain Ranu Baya tahu ini hanya aji mumpung Raden Marugul yang ingin mempermalukan calon adik iparnya. Lalu mengerti
Kameswara baru sampai di rumah ketika sudah larut malam. Seandainya sampai tengah malam atau dini hari pun dia akan tetap pulang hari itu juga. Dia tidak mau, misalnya numpang menginap di rumah orang.Buntalannya digantung di tiang rumah. Karena ngantuk dan kelelahan, dia tidak sempat mandi atau makan dulu.Kameswara langsung meluruskan punggungnya di tempat tidur dan terlelap setelah beberapa saat.Pagi harinya setelah membersihkan diri, dia sudah siap bekerja lagi. Segera dia ke rumah sebelah sambil membawa surat balasan dari Ranu Baya. Soal kitab Sumber Daya, dia akan membacanya nanti malam."Kalau kau masih lelah, istirahat saja dulu!" ujar Surya Kanta setelah membaca isi pesan yang disimpan dalam bumbung bambu."Aku siap kerja, Paman!""Baiklah kalau begitu!"Kameswara pun pamit menuju ladang setelah menyiapkan sesuatu yang harus dibawa hari itu. Surya Kanta menatap kepergian anak yang seolah tak pernah padam semangatnya.Surya Kanta memikirkan pesan Ranu Baya. Rupanya anak itu t
Hari ini Kameswara heran. Sampai lewat tengah hari melakukan pekerjaan rutinnya di kebun, orang bertopeng belum menampakan dirinya. Dia menunggu terus sampai waktu pulang tiba.Orang yang ditunggu tidak muncul juga. Akhirnya Kameswara pulang setelah pekerjaan selesai dengan sebuah pertanyaan mengganjal di benaknya.Beberapa tombak lagi menuju rumahnya, telinga Kameswara mendengar suara keributan.Segera saja dia waspada walaupun tidak tahu apa yang terjadi. Dia percepat jalannya. Ternyata suara keributan itu berasal dari halaman depan rumah Surya Kanta.Kameswara tidak segera menghampiri ke sana, tapi bersembunyi di salah satu sisi rumah Surya Kanta. Dia mengintip apa yang sedang terjadi.Ada lima orang yang pakaiannya seragam bentuknya. Warnanya merah darah. Celana komprang hitam.Orang-orang ini semuanya berbadan kekar dan wajah sangar. Rambut gimbal dengan ikat kepala yang sewarna dengan bajunya.Yang membuat Kameswara terkejut, kelima orang ini memakai kalung berbandul tengkorak m
Sejak kecil Surya Kanta terkenal nakal dan bandel. Dia selalu menindas anak lain yang terlihat lemah. Dia banyak dibenci dan ditakuti anak-anak lain.Banyak orang tua anak lain yang mengadukan kenakalannya kepada orang tuanya. Akibatnya Surya Kanta selalu menjadi sasaran kemarahan ayahnya. Tapi dia tidak pernah kapok.Kabar tentang kenakalan Surya Kanta menarik perhatian seorang pendekar aliran hitam yang menjadi pemimpin Laskar Siluman Merah. Dia menyuruh anak buahnya untuk menculik Surya Kanta.Tidak ada yang merasa kehilangan ketika Surya Kanta dikabarkan lenyap entah kemana. Menurut seseorang ada yang menyaksikan Surya Kanta dibawa orang tak dikenal.Di usia sepuluh tahun Surya Kanta sudah direkrut jadi anggota Laskar Siluman Merah. Dia dididik langsung oleh Ki Rembong, sang pimpinan Laskar Siluman Merah.Ternyata Surya Kanta memiliki bakat luar biasa. Dengan mudah dia bisa menyerap dan menguasai setiap ilmu yang diajarkan Ki Rembong.Sehingga dalam usia lima belas tahun, Surya Ka
Sudah lama Kameswara berdiri mematung di dalam kamar bekas tempat tidur Surya Kanta. Dia menghadap ke salah satu dinding yang di situ tergantung beberapa benda.Dua di antaranya seragam merah darah Laskar Siluman Merah beserta kalung berbandul tengkorak yang menjadi ciri dan lambang laskar itu.Kameswara ambil kalung itu dan memasukannya ke dalam buntalan. Dia sudah bersiap hendak pergi ke suatu tempat di mana terdapat kitab pusaka yang disembunyikan Surya Kanta.Hanya sebelum pergi dia ingin melihat-lihat isi rumah Surya Kanta terlebih dahulu.Kemudian Kameswara tertarik pada sebuah sabuk berwarna hitam. Sepertinya ini bukan sembarang sabuk.Kameswara tidak melihat anggota Laskar Siluman Merah kemarin memakai sabuk seperti ini.Tangannya meraih sabuk itu, lalu dipakai di pinggangnya. Seketika ada hawa sejuk mengalir ke dalam tubuhnya melalui pusarnya. Setelah itu tubuhnya terasa lebih ringan dan bertenaga."Benar juga, ini sabuk pusaka. Kenapa Paman tidak memakainya kemarin? Ah, mung
Pertempuran berhenti. Semua anggota bajak laut Naga Samudera apalagi ketua Madara terkejut, pimpinan mereka yang kesaktiannya dahsyat kini tertawan oleh pemuda misterius yang ternyata bagian dari pasukan Sunda.Tidak ada jalan selain kecuali menyerah. Nasib mereka kini tergantung keputusan raja Sunda nanti.Anggota bajak laut Naga Samudera yang tersisa diangkut ke dalam satu kapal khusus untuk para tawanan.Sementara orang-orang yang kurung bajak laut ditempatkan di kapal paling besar di mana Sanjaya berada.Termasuk Iswari yang dari awal menyaksikan pertempuran dari jauh. Dia ikut menyelinap masuk lalu bergabung dengan tawanan lain yang dibebaskan.Ekspedisi ke pulau Sangiang bisa dikatakan berhasil. Pasukan Sunda kembali membawa tawanan pada saat angin darat bergerak ke laut.Yang membuat heran buat para bajak laut adalah melihat sikap Gusti Ratu yang wajahnya begitu cerah. Sorot matanya memancarkan kebahagiaan.Tidak
Sampai di rumah bunga Kameswara membaringkan Gusti Ratu di atas dipan. Walaupun lemah, tapi wanita cantik ini masih bisa melepaskan pakaian kebesaran yang melekat di tubuhnya.Beberapa saat kemudian pemandangan indah terpampang di depan mata Kameswara. Gusti Ratu menatap sayu pemuda ini.Tatapan memanggil agar Kameswara segera memberikan apa yang dimintanya tadi.Tentu saja Kameswara tidak ingin melewatkannya begitu saja. Dia masih tidak mampu mengendalikan kelemahannya. Sambil memulai pemanasan, Gusti Ratu menuturkan kisahnya."Kau benar aku mempunyai masa lalu yang kelam. Dulu aku anak bungsu seorang saudagar di pulau Swarnabhumi. Hanya saja nasibku buruk, aku memilki penyakit yang dianggap kutukan,""Apa yang kau derita?" tanya Kameswara."Seluruh tubuhku penuh bisul dan bau tak sedap. Pada suatu perjalanan menyeberangi lautan menuju Sunda. Tidak disangka keluargaku membuang aku ke lautan dengan alasan menghilangkan kutukan. A
Pimpinan tertinggi yang disebut Gusti Ratu langsung menoleh pada sumber suara. Kameswara berdiri di tempat Madara berdiri tadi dengan tatapan tajam dan sedikit senyum.Bisa masuk ke markas tanpa ketahuan memastikan bahwa dia bukan orang sembarangan.Maka wanita ini langsung menyerang Kameswara dengan hawa saktinya. Serangan energi batin.Akan tetapi bukan Kameswara kalau tidak bisa mengimbanginya. Pertarungan batin seperti ini lebih dahsyat daripada pertarungan adu jurus biasa. Kameswara kagum karena yang menjadi lawannya seorang perempuan.Dulu pertama kali bertarung semacam ini ketika melawan seorang kakek bertubuh gemuk. Dari sinilah dia menciptakan tenaga batin.Yang kedua melawan dua orang sekaligus, salah satunya Gentasora. Pertarungan ini berakhir membuat dirinya terpesat ke masa sekarang ini.Akankah pertarungan ini juga akan membuatnya terpesat lagi? Namun, kata Ki Jagatapa harus dengan secara tidak sengaja."Se
Madara tidak menjawab. Dia langsung masuk hendak menghadap pimpinan tertinggi. Saat ini baru kelompok yang dipimpin Madara hendak beroperasi di lautan. Empat belas ketua lain masih di markas.Namun, setelah diberi tahu bahwa sang pimpinan tertinggi sedang menutup diri sejak kemarin. Akhirnya Madara lebih menceritakan kepada ketua lainnya.Karena dia tahu kalau pimpinan tertinggi sudah menutup diri maka akan lama menunggu sampai keluar dari ruangan pribadinya."Aku belum percaya kalau tidak melihatnya sendiri!""Ini aneh, yang aku tahu kau kembali sendirian saja!"Madara mendengkus kesal. Dengan apa yang mereka lihat tentu saja kurang percaya dengan yang dia ceritakan."Aku yakin pemuda itu sudah menyusup ke sini!" ujar Madara karena sewaktu perahu Kameswara hancur ditabrak, pemuda itu tiba-tiba sudah berada di atas tiang layar."Aku sarankan kita semua harus hati-hati ilmunya tidak bisa dianggap remeh!" kata Madara lagi.
Di bibir pantai Kameswara melihat satu sosok tergeletak. Belum jelas lelaki atau perempuan, tapi dia merasa ini pasti ada hubungannya dengan bajak laut Naga Samudera dan bisa membantunya menyusup.Akhirnya diam-diam Kameswara menjauhi si ketua. Setelah aman dia usap bahu kirinya lalu melesat turun. Berjalan di atas air menuju sosok yang tergeletak di atas pasir putih.Setelah mendarat di atas pasir, ternyata sosok ini seorang perempuan. Posisinya telungkup, pakaiannya compang-camping. Kulitnya gelap karena terbakar matahari.Kameswara langsung memeriksanya. Dia menarik napas lega karena nadinya masih berdenyut walau lemah. Lalu dia membawa wanita ke pinggir hutan yang tidak jauh dari pantai itu.Begitu dibaringkan di atas rerumputan di tempat yang cukup teduh, barulah terlihat wajah wanita ini masih belia. Seorang gadis. Terdapat banyak luka di tubuhnya."Sepertinya dia mengalami siksaan. Dia pasti tawanan untuk dijadikan pemuas nafsu!"
Semua orang langsung mendongak ke atas. Tidak ada yang tidak terkejut. Yang di atas tiang adalah orang yang ada di perahu kecil tadi. Sejak kapan dia berada di sana?"Panah!" teriak sang ketua.Seketika berlesatan puluhan anak panah yang dilepaskan anggota ahli pemanah. Namun, tidak ada satupun yang berhasil melukai Kameswara.Puluhan anak panah terpental berhamburan begitu menghantam hawa sakti pelindung yang tak kasat mata. Namun, para bajak laut ini tidak mau menyerah. Puluhan anak panah datang lagi.Wus!Sraaat! Cep! Cep! Cep!Kali ini Kameswara memanfaatkan anak panah untuk dilempar kembali menyerang para bajak laut. Hasilnya lima orang jadi korban langsung tewas seketika.Werr!Tiba-tiba satu sosok berkelebat ke atas. Gerakannya ringan dan cepat. Tahu-tahu sudah ada di depan Kameswara sambil mengayunkan golok. Rupanya sang ketua sendiri.Kameswara menghindar dengan memutar badan. Kedua kakinya men
Laut utara kerajaan Sunda.Sebuah perahu kecil yang menggunakan satu layar meluncur cepat di atas gulungan ombak yang bikin hati berdebar.Anehnya, walaupun terombang-ambing perahu tetap seimbang. Sedikitpun tidak terganggu oleh ombak yang ganas itu.Seorang pemuda gagah berdiri sambil mengatur arah layar agar sesuai dengan angin dan arah tujuan. Pemuda ini adalah Kameswara.Sepulangnya dari gunung Sawal kembali ke kerajaan Sunda, Kameswara dan Arya Soka ditunjuk menjadi senapati.Bersama perwira kerajaan Sunda yang lain mereka mempelajari ilmu perang yang ada di dalam Pustaka Ratuning Bala Sarewu.Bagi Kameswara yang memiliki daya ingat luar biasa, mudah saja menerapkannya. Namun, dia juga harus mengajarkan kepada para prajurit yang berbeda-beda daya tangkap otaknya.Akhirnya bisa membentuk pasukan dengan kemampuan berbagai macam taktik perang dalam kurun waktu dua tahun.Sekarang Kameswara menjalankan misi unt
Kenapa Kameswara bisa tepat waktu tiba di puncak gunung Sawal. Lantas kemana Sanjaya dan yang lainnya? Begini ceritanya.Cara mereka dalam melakukan perjalanan bisa dikatakan membuahkan hasil. Tidak ada halangan yang mereka hadapi sampai tiba di tujuan.Namun, ada dua orang yang selalu mengikuti perjalanan secara diam-diam. Kameswara bukannya tidak merasakan kehadiran mereka, tapi dia tidak peduli selagi tidak mengganggu.Rupanya Kameswara salah, dua pengintai itu memang bukan untuk merintangi mereka. Dua pengintai yang berlainan tempat dan tidak saling mengenal saat menguntit itu ingin memastikan kemana Sanjaya akan pergi.Setelah sampai di kaki gunung Sawal, barulah Kameswara sadar. Kedua penguntit tiba-tiba menghilang. Waktu itu hari sudah gelap.Kameswara segera mengajak Tantri Wulan untuk mendekati Sanjaya, dengan terpaksa dia menanyakan apakah sudah sampai di gunung Sawal?Sanjaya membenarkan."Gawat!" kejut Kamesw
Tidak ada rahasia yang selalu tertutup rapat. Ada saja celah yang membuatnya bocor. Termasuk keberadaan Pustaka Ratuning Balasarewu.Entah bagaimana asalnya, kini kitab yang berisi taktik berperang itu telah terendus. Namun, hanya sedikit saja yang tahu.Termasuk dua kelebat bayangan dari arah yang berlainan melesat cepat menaiki lereng menuju puncak gunung Sawal di saat hari sudah gelap.Dua sosok itu seperti cahaya hitam diantara pekatnya malam. Bertemu di satu titik. Mungkin hanya kebetulan saja dua orang ini berkelebat bersamaan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang paling handal.Tak berapa lama dua kelebatan itu kini saling bertemu di puncak."Siapa kau, apa tujuanmu kesini?"Salah satunya menyapa duluan dengan nada keras. Seorang lelaki kira-kira berumur tiga puluh tahun dengan wajah kotak berhias kumis tipis, rambut diikat dengan kain penutup warna hitam serupa dengan pakaiannya."Lalu kau sendiri siapa, unt