Ranti mengucek matanya berulang kali. Memastikan kontak yang tertulis di layar pipihnya itu benar-benar melakukan panggilan atau sekadar salah pencet saja. Tak mungkin rasanya pengurus panti menghubunginya selarut ini. Atau jangan-jangan, memang sesuatu telah terjadi pada panti itu. Ranti memang cukup kenal dengan Pak Iwan, kepala panti asuhan yang sering dititipinya sedikit rezeki untuk anak-anak tanpa orang tua yang tinggal di sana.
Panggilan terhenti. Ranti bernapas lega. Panggilan itu salah alamat saja. Baru saja hendak kembali merebahkan tubuhnya, tiba-tiba nada panggilan kembali terdengar dari gawainya itu. Ranti meraih gawainya kembali.Kontak itu kembali tertulis di layar pipih yang ada di genggamannya. Tak mungkin salah pencet lagi sepertinya. Cepat Ranti menekan tombol berwarna hijau dan meletakkan gawainya di telinga."Assalamu'alaikum," ucap Ranti sembari mengusap matanya untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa.Terdengar ucTak ada kata yang terucap dari kedua kakak beradik itu selain petunjuk arah dari Ranti untuk mempercepat mereka sampai ke tujuan. Memilih jalan tikus merupakan alternatif terbaik saat ini. Sepuluh menit berlalu saat keduanya sampai di lokasi.Ranti sempat syok saat melihat kerumunan orang yang ada di sekitar kafenya. Nyala api tak lagi besar sepertinya. Teriakan demi teriakan masih jelas terdengar untuk saling berusaha mematikan api yang tersisa agar tak menjalar kemana-mana.Ryan meminta jalan pada kerumunan warga yang ada di lokasi. Pemuda itu dengan sigap membimbing kakaknya agar dapat lebih mendekat pada titik kebakaran.Mata Ranti mengembun saat melihat banyak orang yang membantu memadamkan api yang ada. Mobil pemadam kebakaran pun sudah ada. Terlihat selang air, ember-ember bahkan karung goni masih ada di tangan orang-orang itu. Teriakan komando dari beberapa orang pun masih jelas terdengar. Terharu. Hanya kata itu yang dapat menggambarkan perasaan R
Ranti masih tak ingin beranjak dari tempat tidurnya meski matahari mulai menampakkan sinar keemasannya. Menjelang azan Subuh baru kembali ke rumah, wanita itu kembali berbaring setelah menunaikan dua rakaatnya. Bukan karena mengantuk dan ingin kembali melanjutkan tidurnya. Tubuhnya merasa tak ada tenaga untuk melakukan apa pun.Hanya menatap langit-langit di kamar, itu yang dilakukannya. Tak ada isakan, hanya lelehan bulir bening perlahan mengalir dari ujung netranya. Seberat ini ujian hidup yang harus dijalaninya? Perlahan, tangan kanannya mengusap perutnya. Ada nyawa di sana. Matanya menatap Fayza yang masih tidur dengan lelap di sampingnya. Bocah ini tak menyadari apa yang sudah dilalui bundanya tadi malam. Sanggupkah dirinya bertahan di kala terjangan badai semakin menggila?"Ran ... kamu tidur?"Ranti membalikkan tubuhnya, menghadap ke arah pintu kamar. Tampak ibunya masuk sembari membawa sebuah mug bergambar bunga matahari. Mug istimewa, pemberian su
"Istirahatlah, tidur kembali. Mungkin setelah tidur nanti, pikiranmu akan menjadi lebih jernih, tubuhmu juga lebih baik."Bu Dewi tampak menegakkan tubuhnya."Ranti mau mandi saja, Bu. Membasuh tubuh rasanya lebih baik saat ini.""Habiskan dulu tehnya mumpung masih hangat. Mandilah dengan air hangat, barangkali tubuhmu lebih sehat setelahnya."Bu Dewi menyodorkan kembali mug yang masih menyisakan setengah isinya pada Ranti. "Tak usah, Bu. Mandi air dingin lebih baik. Ibu bisa jaga Fayza? Takut dia terbangun dan mencari Ranti. Biasanya Fayza bangun jam segini.""Mandilah, Ibu akan menunggui Fayza. Setelah itu kami sarapan, Ibu sudah membeli bubur ayam dan nasi uduk di tempat Mang Abdul tadi."Ranti tak membantah, kakinya melangkah cepat menuju kamar mandi. Mengguyur tubuh dengan air sepertinya akan mengembalikan kondisi tubuhnya. Di bawah guyuran air yang mengalir melalui celah-celah kecil shower, Ranti kembali
Ranti menyalami tangan kanan ibunya dengan takzim. Memeluk wanita yang telah melahirkannya itu dengan erat seakan mereka akan berpisah dalam waktu yang lama."Kamu ini, Ran. Seperti bakal tak bertemu Ibu lama saja. Ibu minggu depan juga sudah kembali ke sini."Ranti meringis. Berbulan-bulan dekat dengan ibunya, tentu tak sama tanpa kehadiran wanita itu di sisinya, walau hanya seminggu saja.Ryan mencium tangan kakaknya. Memeluk wanita itu depan hangat."Maaf Kakak tak dapat mendampingimu di hari istimewa. Tapi kamu harus tahu, Kakak sangat bahagia dan bangga dengan kesuksesanmu. Laki-laki mandiri, yang jarang minta uang bulanan," ujar Ranti sambil tertawa.Ranti tak ikut menghadiri wisuda Ryan yang akan dilaksanakan lusa nanti. Bukan karena tak sayang pada adik lelaki satu-satunya itu. Ada banyak pertimbangan hingga dirinya mengambil keputusan berat ini.Ide Ryan untuk merombak konsep kafe "Simpur" disetujui Ranti dengan antusias
"Siap, Abang. Nanti kita singgah, tapi makannya di rumah saja ya! Bunda lagi banyak kerjaan soalnya."Bocah itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ranti bersyukur, semua yang terjadi pada keluarganya tak banyak mempengaruhi tumbuh kembang kedua buah hatinya. Sedapat mungkin Ranti berusaha tetap menunjukkan senyumnya di hadapan Alif dan Fayza walaupun hatinya terluka.Ranti menghentikan mobilnya di depan rumah makan Pagi Sore yang memang berada di jalur jalan pulang mereka. "Lauknya disamakan saja ya, Bu? Ayam bakar mau?" tanya Ranti seraya melangkahkan kakinya turun dari mobil setelah memastikan tak ada kendaraan yang lewat dari sisi kanan mobilnya itu."Iya, Bu. Samakan saja."Ranti melangkahkan kakinya ke dalam rumah makan itu, memesan nasi kotak sebanyak seratus kotak. Tak hanya untuk para pekerjanya lima belas orang, Ranti berniat membagikan nasi itu kepada anak-anak panti asuhan yang telah membantu memadamkan api saat kebakaran
Tempat usahanya benar-benar berubah wajah. Terkesan lebih luas dengan penataan tempat yang lebih efisien. Tak ada dinding tembok besar yang akan mengungkung pengunjung dari keadaan sekitar. Konsep tempat terbuka memang menjadi pilihan yang ditawarkan Ryan kepada Ranti.Nominal uang yang dikeluarkan Ranti sepadan dengan hasil yang diperolehnya. Semoga tempat ini memberikan rezeki yang lebih baik dari sebelumnya. Ranti harus siap menjadi satu-satunya penghasil recehan untuk menopang kehidupan keluarganya kala status Bayu resmi diberhentikan kelak.Beberapa pot tanaman hias diletakkan di area yang membuat mata pengunjung teduh saat berlama-lama duduk di sini. Tentu saja, simpur menjadi maskot utama. "Ibu jadi pasang CCTVnya?" tanya Agung membuat konsentrasi Ranti yang sedang memindai sekeliling tempat usahanya buyar seketika."Jadi, Gung. Ibu tak ingin kejadian lama terulang lagi. Paling tidak, kita tahu pergerakan siapa saja di sini."Rant
"Siap, Bu. Ada lagi, Bu?""Sementara itu saja, Ibu mau mulai belanja hari ini. Besok diantarkan, biar dapat kita tata sama-sama. Oh iya, besok kita makan bersama. Minta Emak dan Mak Ngah datang lebih awal besok ke sini. Bahan masakan Ibu pesan saja, biar langsung diantar ke sini. Untuk operasional setiap hari nanti, kita sistem langganan saja. Ibu hanya memesan, mereka yang akan mengantarkan. Tak repot jadinya. Kamu tahu sendiri kondisi Ibu yang mulai membuncit ini."Ranti memang memang merasa kehamilannya ini sedikit berbeda dari sebelumnya. Di usia kehamilan lima bulan ini, biasanya perutnya belum terlalu membuncit seperti ini. Tapi pemeriksaan kehamilannya terakhir bulan kemarin menunjukkan tak ada masalah. Ranti cocok dengan rasa makanan ibunya Agung saat meminta wanita itu datang ke rumahnya beberapa hari yang lalu. Lempah kuning ikan kerisinya benar-benar sarat bumbu, khas ciri daerah Bangka ini. Ditambah lagi dengan tumis jantung pisangnya yang di
Ranti mengucap syukur yang tak henti-hentinya dalam setiap sujud panjangnya di atas hamparan sajadah. Rumah makan dan kafe "Simpur" miliknya sukses menjadi tempat yang dituju berbagai kalangan masyarakat kota ini. Allah mengganti genangan air matanya dengan senyum bahagia saat ini. Lelahnya benar-benar membuahkan hasil yang manis.Lima bulan berjalan, omset setiap bulannya sukses membuat Ranti sendiri menganga. Wanita itu masih seolah tak percaya dapat berada pada titik sekarang ini. Tak hanya melayani pembelian langsung di tempat, Ranti juga mulai menerima pesanan untuk berbagai acara di instansi pemerintahan sejak satu bulan terakhir. Jumlah pegawai yang tadinya hanya empat orang ditambah dua koki sekarang sudah bertambah. Tentunya untuk memberikan pelayanan yang lebih maksimal kepada para pengunjungnya.Bahkan kafenya seolah sudah menjadi ikon resmi tongkrongan anak muda kota ini. Menu minuman pun sekarang lebih bervariasi. Ranti bahkan memasukkan saj