Terkejutlah Kaivan ketika mendatangi rumah tunangannya sepi tak ada kehidupan. Masih pukul tujuh pagi ia berkunjung ingin mengajak sarapan bersama tetapi sia-sia. Dimanakah kau, Amirah?! Hatinya bertanya-tanya.Bel rumah ditekan berkali-kali barulah keluar asisten rumah tangga tergopoh-gopoh menemui. "Oh, maafkan Tuan, saya sedang membereskan kamar Nyonya," seloroh Bi Minah membukakan pintu gerbang.Dahi Kaivan langsung mengernyit. "Memang Amirah kemana kok tidak menjumpaiku sekarang?"Raut wajah Bi Minah tertunduk ketakutan, lalu berterus terang, "Nyonya pergi bersama Bagaskara menuju ke bandara sejak subuh tadi mengejar penerbangan pertama katanya, dan menitipkan sebuah surat untuk Tuan.""Surat?" guman Kaivan bingung, untuk apa bersurat-suratan jika tunangannya bisa menelepon langsung atau mengirim pesan melalui gawai. Aneh!"Sebentar Tuan, saya ambil dulu suratnya," seru Bi Minah bergegas mengambil ke dalam rumah membiarkan tamu berdiri tegak di luar gerbang. Ia juga tidak tahu me
Setengah jam berlalu akhirnya tiba di kediaman Alex. Untung kedua sahabat Amirah sedang sarapan belum berangkat ke kantor. "Hai 'bro, sorry ganggu!" sapa Kaivan terburu-buru setelah dibukakan pintu. "Aku mau tanya, apa tunanganku berada di sini?"Alex mengerutkan dahi sambil menyilakan koleganya duduk di sofa. "Masuklah dulu, 'Van, kita sarapan dulu bareng dengan istriku sebelum mengobrol.""Sorry, aku tergesa-gesa hanya sekedar ingin tahu Amirah mengunjungi kalian pagi ini atau tidak?!" desaknya."Tidak, mungkin masih kelelahan beristirahat di rumahnya 'kan kasus Bagas baru selesai kemarin," sahut Alex menganggap biasa walau temperamen tunangan sahabatnya begitu aneh dan berbeda."Lex, kau percaya Amirah dan Bagas menghilang sejak subuh tadi?""Ngaco kau, 'Van!""Cek gawainya segera jika aku bohong!"Sontak Alex memanggil Melani yang masih sarapan di meja makan agar bertemu Kaivan. "Sayang, coba bawa gawaimu dan menghubungi Amirah sekarang!"Istrinya bangkit memegang perutnya yang ma
Kekecewaan Alagar Hakim tidak dapat disembunyikan lagi. Semalam Amirah menolak mentah-mentah agar menginap di rumahnya walau dengan alasan putra mereka sekalipun. Kesempatannya sudah habis. Mantan istri begitu trauma atas perlakuan di masa lalu. Di kantor, konsentrasi bekerja hilang sudah. Bagaskara sudah ditemukan tapi tak pernah kembali ke pelukan. Sungguh menyedihkan menjadi duda tampan kaya raya namun bukan seorang ayah yang baik bagi putranya sendiri. Disulut sebatang rokok lalu menghembuskan asap putih sekenanya kembali merenungi nasib. Wajah dingin menatap keluar jendela sementara pikiran mengawang-awang tidak tahu arah merasa selamanya harus hidup begini tanpa kekasih atau anak dan istri. Alagar Hakim dikenal sebagai pria penuh banyak masalah sampai adik dan orang tua enggan berdekatan lagi kecuali acara keluarga besar yang kadang kala lebih dianggap tidak ada. Sampai kapan bisa berubah jika tak dimulai dari dirinya sendiri?! Keluhnya berkali-kali. Ketukan pelan terdengar
Amirah berdiri tegak di pesisir pantai diapit dua semenanjung, yaitu tanjung Kelayang dan tanjung Pendam. Di antara batu-batu granit besar menambah eksotik pemandangan yang jarang ditemui pulau lain. Sementara Bagaskara asyik berlarian di pasir putih menyentuh air laut menyipaknya berulang-ulang."Mama!" serunya riang. "Mengapa Papa Kaivan dan Om Aabid tak ikut ke sini?!"Papa Kaivan. Amirah tertegun putranya memanggil calon suami tak akan pernah dinikahi. Mantan kekasih pria itu beringas mengancam membatalkan pernikahan mereka. Dengan sangat terpaksa menuruti permintaannya demi menyelamatkan nyawa Bagaskara."Mereka sedang bekerja, sayang," kilahnya halus. "Nanti liburan mendatang kita ajak kemari."Tangan kecil Bagas tetap tak mau diam. Kali ini membangun istana pasir dengan peralatan mainan yang baru dibeli saat tiba di pulau Belitung. Sengaja Amirah memilih tempat wisata jauh dari ibukota, bukan ke Yogya mengunjungi kerabat ibunya atau ke pulau Bali di mana Kaivan lebih mudah menc
"Gimana 'Ran, kamu sudah berhasil menghubungi Amirah?" desak Kaivan tak sabar.Suara adiknya tercekat menyampaikan hasil perbincangan dengan calon istrinya. Perjalanan menuju ke negeri tetangga terasa lama. Urusan antara mantan kekasih dituntaskan sebelum mengejar Amirah dan Bagaskara. Jalang Monica terus mengincar mereka jika tak mampu disingkirkan secepatnya."Maafkan aku, Mas Ivan," sesal Khirani dalam-dalam. "Mba Amirah kekeuh membatalkan pernikahan kalian.""Sial!" dengus Kaivan marah. "Kamu tahu posisi mereka berada di mana sekarang?""Ga Mas, kami cuma bicara sebentar, kedengaran seperti suara deburan ombak dan angin 'sih," duga Khirani. "Apa mereka sedang berlibur ke Bali 'kan Mas Ivan tinggal menyusul saja ke sana?!"Andai semudah itu.Kaivan yakin Amirah melarikan diri sejauh-jauhnya tanpa ingin ditemui sama sekali. Tiada kesempatan untuk menjelaskan maupun meminta maaf atas kesalahan yang bukan diperbuat dirinya. Nasi telah menjadi bubur. Mahligai cinta dan pernikahan baru
Perseteruan keras tak terelakkan. Jeany sangat terkejut melihat kedatangan Monica di apartemen kekasihnya. Yang lebih mengherankan dia membawa koper ke dalam tanpa seijinnya seolah jalang itu ingin tinggal lama tanpa memikirkan keberadaannya lebih dulu."Apa-apaan kau?!" teriaknya memaki. "Aku dan James tidak mau diganggu siapapun, keluarlah dari sini bawa barang-barang jelekmu itu!"Mata tajam Monica melirik tajam ke model sialan perusak hubungan mereka. "Dengarkan gadis brengsek, aku mengenal James bertahun-tahun lalu," tudingnya kasar. "Karena kebodohan dirimu sendiri hingga hamil dan membuat Alagar mencampakkan sebelum sempat kau nikahi!"Glek. Jeany menelan saliva. Lawan bicara mengetahui seluk beluk masalah hidupnya nyaris mengambil zona nyaman bersama James pria tua bangka pengusaha besar, royal dan kaya raya. "Aku tak peduli dengan Alagar sekarang mengandung janin milik kekasihku, dan lebih berhak tinggal di apartemen ini daripada kau!""Tak semudah itu, jalang," cibir Monica
Bude Tantri tak mengira jika keponakannya Amirah Lashira begitu emosi mengambil langkah salah mengenai pernikahan kedua dengan Arif Kaivan Mahardika. Berita pembatalan disampaikan langsung dari Guntur yang membuatnya bingung sekaligus khawatir.Dua kali panggilan gawai tak diangkat hingga akhirnya Amirah menyahut. "Nduk, kamu di mana, apa Bagas bersamamu juga?" berondong Bude Tantri penasaran."Inggih Bude, kami baik-baik saja kok di sini," jawab Amirah gugup menyadari baru setengah hari berada di luar Jakarta sudah diburu oleh keluarganya sendiri. Tak sepantasnya ia membuat kakak ibunya mencemaskan sesuatu setelah kehilangan suami Bambang Hadiningrat dua bulan ini."Pulanglah ke Yogya ceritakan masalahmu dan Kaivan jangan bikin dirimu susah sendiri, Nduk," tegur Bude Tantri hati-hati menghadapi jiwa ponakan sedang rapuh. Terasa jeda begitu lama menunggu jawaban di ujung sana.Suara Amirah bergetar nyaris tidak terdengar, "Baiklah Bude, tapi satu syarat jangan paksa aku menikahi Mas I
Tiba di Yogyakarta, Amirah dan Bagaskara dijemput Guntur di bandara yang membawa mereka langsung ke rumah Joglo. Perjalanan panjang dari Pulau Belitung dan transit di Jakarta membuat bocah kecil kelelahan. Liburan panjang mereka harus dipercepat karena Eyang Tantri tidak sabar lagi menanti cucu kesayangan."Ra, kenapa 'sih kok perkawinanmu jadi ricuh begini?" omelnya sambil menyetir mobil.Amirah melirik sebal, sepupunya mulai menghakimi dirinya. "Mas Guntur 'ga usah tanya-tanya lagi deh, 'kan aku yang tak ingin menikahi kakaknya Khirani!""Iya 'Ra, aku paham." Angguk Guntur tapi mulutnya tetap menyerocos penasaran mengapa janda sepupunya itu mau membatalkan pernikahan dengan CEO tampan kaya raya. "Apa kau 'ga sadar dulu yang menjanjikan untuk menyelamatkan perusahaan batik keluarga kita?!"Deg. Tudingan putra sulung Pakde Bambang menghantam pikiran Amirah.Belum selesai satu masalah datang lagi masalah lain yang jauh berbeda lebih berbahaya. Bisnis batik keluarga mereka berada di uju