Bude Tantri tak mengira jika keponakannya Amirah Lashira begitu emosi mengambil langkah salah mengenai pernikahan kedua dengan Arif Kaivan Mahardika. Berita pembatalan disampaikan langsung dari Guntur yang membuatnya bingung sekaligus khawatir.Dua kali panggilan gawai tak diangkat hingga akhirnya Amirah menyahut. "Nduk, kamu di mana, apa Bagas bersamamu juga?" berondong Bude Tantri penasaran."Inggih Bude, kami baik-baik saja kok di sini," jawab Amirah gugup menyadari baru setengah hari berada di luar Jakarta sudah diburu oleh keluarganya sendiri. Tak sepantasnya ia membuat kakak ibunya mencemaskan sesuatu setelah kehilangan suami Bambang Hadiningrat dua bulan ini."Pulanglah ke Yogya ceritakan masalahmu dan Kaivan jangan bikin dirimu susah sendiri, Nduk," tegur Bude Tantri hati-hati menghadapi jiwa ponakan sedang rapuh. Terasa jeda begitu lama menunggu jawaban di ujung sana.Suara Amirah bergetar nyaris tidak terdengar, "Baiklah Bude, tapi satu syarat jangan paksa aku menikahi Mas I
Tiba di Yogyakarta, Amirah dan Bagaskara dijemput Guntur di bandara yang membawa mereka langsung ke rumah Joglo. Perjalanan panjang dari Pulau Belitung dan transit di Jakarta membuat bocah kecil kelelahan. Liburan panjang mereka harus dipercepat karena Eyang Tantri tidak sabar lagi menanti cucu kesayangan."Ra, kenapa 'sih kok perkawinanmu jadi ricuh begini?" omelnya sambil menyetir mobil.Amirah melirik sebal, sepupunya mulai menghakimi dirinya. "Mas Guntur 'ga usah tanya-tanya lagi deh, 'kan aku yang tak ingin menikahi kakaknya Khirani!""Iya 'Ra, aku paham." Angguk Guntur tapi mulutnya tetap menyerocos penasaran mengapa janda sepupunya itu mau membatalkan pernikahan dengan CEO tampan kaya raya. "Apa kau 'ga sadar dulu yang menjanjikan untuk menyelamatkan perusahaan batik keluarga kita?!"Deg. Tudingan putra sulung Pakde Bambang menghantam pikiran Amirah.Belum selesai satu masalah datang lagi masalah lain yang jauh berbeda lebih berbahaya. Bisnis batik keluarga mereka berada di uju
Usai sarapan pagi Melani mencoba menghubungi sahabatnya yang sejak kemarin tak ada kabar berita. Kali ini keberuntungan berpihak padanya. Amirah mengangkat panggilan setelah dua kali dering berbunyi."Ra, kalian baik-baik saja, sekarang posisimu di mana?" tanyanya penasaran."Hey 'Mel, aku dan Bagas 'ga pa-pa saat ini kami sedang di Yogya," jawab Amirah jujur di ujung sana.Melani bernafas lega. "Syukurlah, senang aku mendengarnya kau kembali ke rumah Bude Tantri, jangan lari kemanapun itu 'ga menuntaskan masalah kasihan putramu terombang ambing ke sana kemari.""Iya kau benar, terima kasih telah mengingatkan, aku tinggal di Yogya selesaikan persoalan bisnis keluarga," jelas Amirah. "Utang bank harus dibereskan secepatnya dan cuma diriku yang bisa diandalkan.""Kaivan pasti mau membantumu, kenapa tak meminta darinya?" desak Melani. Terdiam sejenak sahabatnya tak bersuara. Sedikit menyesal telah mendorong lebih jauh, keputusan membatalkan pernikahan adalah hak Amirah bukan dirinya."Ak
Di ruang pertemuan, Guntur dan Amirah terpaku mendengarkan penjelasan dari pihak bank yang menuntut hutang piutang perusahaan batik agar dibayarkan secepatnya."Maaf Nyonya, bank telah memberi waktu dua bulan sebelumnya agar kau menyelesaikan hal ini," cetus Pak Sudiro. "Sekarang waktunya hampir habis tersisa tiga hari lagi, apakah ada keputusan dilunasi atau kami akan sita seluruh aset perusahaan?"Deg. Degup jantung Amirah tak beraturan. Tiga hari mencari uang sebesar tiga milyar rasanya mustahil. "Tak bisakah waktunya diperpanjang lagi, Pak Diro?" tanyanya mengulur waktu. "Rumahku di Jakarta belum terjual, menunggu pembeli cepat agak sulit saat ini."Pria paruh baya itu menggeleng. "Semua upaya telah dilakukan membantu kalian, tapi hutang pinjaman milik mendiang Tuan Bambang Hadiningrat berikut bunganya makin membumbung tinggi."Oh, sial! Maki Amirah dalam hati. Sudah jelas bank menaruh bunga pinjaman semakin lama tak terbayar kian merangkak naik hutang mereka. "Berapa total keselu
CEO Kaivan membawa lari tunangannya ke hotel. Presidential suite room dipesan khusus pemiliknya sendiri. Makanan dan minuman disajikan di atas meja menyambut kedatangan mereka. Seperti sebuah pesta namun tanpa kegembiraan di dalamnya."Mas, sebaiknya aku pulang saja, Bagas sedang menunggu di rumah," elak Amirah berbalik menuju pintu.Lengan janda itu malah ditarik Kaivan dipaksa agar duduk di sofa menghadapi amarahnya. "Kau tidak boleh kemana-mana sebelum memberi tahu maksudmu membatalkan pernikahan kita yang tinggal beberapa hari lagi!"Amirah Lashira langsung memalingkan pandangan dari tatapan tajam putra sulung Tuan Mahardika seraya berkata sekenanya, "Sudahlah Mas, kita memang 'ga cocok satu sama lain, kehidupanmu jauh berbeda dariku carilah wanita lain untuk mendampingimu!"Tak ayal ucapan itu membuat Kaivan berkacak pinggang. "Jika memang tidak cocok antara kau dan aku lalu buat apa mengejarmu sampai ke sini, huh?!" hardiknya kesal. "Pernikahan ini sakral bagiku 'Ra, sudah lama
Dering gawai berkali-kali terdengar menghalau pikiran Kaivan. Sialan! Dengusnya sebal. Adik ipar di Jakarta menghubungi di saat mereka sedang bergumul di sebuah hotel. Terpaksa menghentikan sejenak membiarkan Amirah lari dan tak sempat mengejarnya ke depan pintu."Ya 'Bid, ada apa?""Mas Ivan, gimana tawaran kemarin jadi apa 'ga?""Berisik kau 'Bid, beli saja tapi berikan uangnya setengah dulu karena aku harus menghukum wanita itu!"Tertegun sejenak Aabid Barak Hakim mendengar jawaban kakak ipar. "Loh 'kok begitu Mas, bukankah nilainya sepadan sebaiknya diserahkan seluruhnya karena dia butuh uang cepat.""Aku masih punya urusan yang belum selesai dengannya, lebih baik kau tidak usah ikut campur antara kami berdua selain mengirimkan uang itu, paham?!" bentak Kaivan."Okay, okay ... "Aabid merasakan hati pria itu sedang tertekan. Wanita itu memang sulit dilumpuhkan siapapun. Harga dirinya tinggi walau sering disakiti dan dilukai berkali-kali.Klik. Gawai pun dimatikan.Arif Kaivan Maha
"Ivan!" omel Nyonya Rima kencang memekakkan telinga. "Apa yang telah kau lakukan ke Amirah?!""Aduh 'Ma, jangan teriak begitu Kaivan 'ga tuli kok!" kelitnya sebal gegara Khirani memberi tahu ke keluarga tentang pembatalan pernikahan mereka. "Amirah yang tak mau menikah, dan semua juga bukan salahku.""Bukan salahmu 'eh, lalu kenapa seluruh persiapan perkawinan langsung dihentikan," maki Nyonya Rima lagi. "Sudah berapa banyak uang terbuang percuma kalau akhirnya tak jadi seperti ini?!"Kaivan duduk terpaku di hotel mewah. Sendirian, sepi sunyi tanpa seorang pun menemani. Sang kekasih hati telah pergi menorehkan luka dan amarah. Cintanya bertepuk sebelah tangan. CEO tampan bermuram durja tak mengira pada saatnya dia tak akan pernah bersanding dengan wanita pujaan."Maafkan Ivan ya 'Ma, jangan persoalkan uang itu tak menjadi masalah bagiku," bujuknya hati-hati. "Memang kami ternyata belum berjodoh, terlalu banyak kejadian belakangan ini yang menyebabkan Amirah berpaling dariku terutama u
Satu minggu berlalu. Bude Tantri terdiam mengamati ponakan tersayang sibuk melakukan bisnis baru untuk menghilangkan kesedihan hati. Amirah lebih sering melamun sendirian meratapi nasib namun tidak pernah mencurahkan perasaan padanya lagi."Nduk, sarapan dulu sebelum kamu berangkat," pintanya sambil mengetuk pintu kamar tamu di suatu pagi.Jawaban Amirah terdengar lantang dari dalam. "Inggih Bude, kami segera keluar setelah selesai berpakaian."Dibantu putri bungsu Ayu, sang pemilik rumah menyiapkan makan pagi bagi mereka. Kadangkala Guntur ikut sarapan kemudian pergi ke kantor dengan Amirah. Tapi sudah seminggu ini kehidupan keluarga mereka jauh berubah dan berbeda."Ra-aa ... " teriak Ayu dari ruang makan. "Buruan dong, kami lapar 'nih!""Ishhh Nduk, jangan begitu," sela Bude Tantri. "Amirah 'kan harus melayani Bagas dulu sebelum pergi kerja."Bibir Ayu langsung merengut mendengar pembelaan ibunya. "Kenapa 'sih dia tak mau menikahi Kaivan, hidup kita 'kan lebih mudah 'ga perlu jadi