CEO Kaivan membawa lari tunangannya ke hotel. Presidential suite room dipesan khusus pemiliknya sendiri. Makanan dan minuman disajikan di atas meja menyambut kedatangan mereka. Seperti sebuah pesta namun tanpa kegembiraan di dalamnya."Mas, sebaiknya aku pulang saja, Bagas sedang menunggu di rumah," elak Amirah berbalik menuju pintu.Lengan janda itu malah ditarik Kaivan dipaksa agar duduk di sofa menghadapi amarahnya. "Kau tidak boleh kemana-mana sebelum memberi tahu maksudmu membatalkan pernikahan kita yang tinggal beberapa hari lagi!"Amirah Lashira langsung memalingkan pandangan dari tatapan tajam putra sulung Tuan Mahardika seraya berkata sekenanya, "Sudahlah Mas, kita memang 'ga cocok satu sama lain, kehidupanmu jauh berbeda dariku carilah wanita lain untuk mendampingimu!"Tak ayal ucapan itu membuat Kaivan berkacak pinggang. "Jika memang tidak cocok antara kau dan aku lalu buat apa mengejarmu sampai ke sini, huh?!" hardiknya kesal. "Pernikahan ini sakral bagiku 'Ra, sudah lama
Dering gawai berkali-kali terdengar menghalau pikiran Kaivan. Sialan! Dengusnya sebal. Adik ipar di Jakarta menghubungi di saat mereka sedang bergumul di sebuah hotel. Terpaksa menghentikan sejenak membiarkan Amirah lari dan tak sempat mengejarnya ke depan pintu."Ya 'Bid, ada apa?""Mas Ivan, gimana tawaran kemarin jadi apa 'ga?""Berisik kau 'Bid, beli saja tapi berikan uangnya setengah dulu karena aku harus menghukum wanita itu!"Tertegun sejenak Aabid Barak Hakim mendengar jawaban kakak ipar. "Loh 'kok begitu Mas, bukankah nilainya sepadan sebaiknya diserahkan seluruhnya karena dia butuh uang cepat.""Aku masih punya urusan yang belum selesai dengannya, lebih baik kau tidak usah ikut campur antara kami berdua selain mengirimkan uang itu, paham?!" bentak Kaivan."Okay, okay ... "Aabid merasakan hati pria itu sedang tertekan. Wanita itu memang sulit dilumpuhkan siapapun. Harga dirinya tinggi walau sering disakiti dan dilukai berkali-kali.Klik. Gawai pun dimatikan.Arif Kaivan Maha
"Ivan!" omel Nyonya Rima kencang memekakkan telinga. "Apa yang telah kau lakukan ke Amirah?!""Aduh 'Ma, jangan teriak begitu Kaivan 'ga tuli kok!" kelitnya sebal gegara Khirani memberi tahu ke keluarga tentang pembatalan pernikahan mereka. "Amirah yang tak mau menikah, dan semua juga bukan salahku.""Bukan salahmu 'eh, lalu kenapa seluruh persiapan perkawinan langsung dihentikan," maki Nyonya Rima lagi. "Sudah berapa banyak uang terbuang percuma kalau akhirnya tak jadi seperti ini?!"Kaivan duduk terpaku di hotel mewah. Sendirian, sepi sunyi tanpa seorang pun menemani. Sang kekasih hati telah pergi menorehkan luka dan amarah. Cintanya bertepuk sebelah tangan. CEO tampan bermuram durja tak mengira pada saatnya dia tak akan pernah bersanding dengan wanita pujaan."Maafkan Ivan ya 'Ma, jangan persoalkan uang itu tak menjadi masalah bagiku," bujuknya hati-hati. "Memang kami ternyata belum berjodoh, terlalu banyak kejadian belakangan ini yang menyebabkan Amirah berpaling dariku terutama u
Satu minggu berlalu. Bude Tantri terdiam mengamati ponakan tersayang sibuk melakukan bisnis baru untuk menghilangkan kesedihan hati. Amirah lebih sering melamun sendirian meratapi nasib namun tidak pernah mencurahkan perasaan padanya lagi."Nduk, sarapan dulu sebelum kamu berangkat," pintanya sambil mengetuk pintu kamar tamu di suatu pagi.Jawaban Amirah terdengar lantang dari dalam. "Inggih Bude, kami segera keluar setelah selesai berpakaian."Dibantu putri bungsu Ayu, sang pemilik rumah menyiapkan makan pagi bagi mereka. Kadangkala Guntur ikut sarapan kemudian pergi ke kantor dengan Amirah. Tapi sudah seminggu ini kehidupan keluarga mereka jauh berubah dan berbeda."Ra-aa ... " teriak Ayu dari ruang makan. "Buruan dong, kami lapar 'nih!""Ishhh Nduk, jangan begitu," sela Bude Tantri. "Amirah 'kan harus melayani Bagas dulu sebelum pergi kerja."Bibir Ayu langsung merengut mendengar pembelaan ibunya. "Kenapa 'sih dia tak mau menikahi Kaivan, hidup kita 'kan lebih mudah 'ga perlu jadi
Alex mendatangi kantor Kaivan. Tak cuma membahas bisnis tetapi hubungan CEO tampan dan Amirah. "Apa memang semua harus berakhir seperti ini, kau kok 'ga ada gregetnya 'sih?" cecarnya bingung. "Istriku bilang, Amirah buka usaha di Yogya setelah rumahnya dijual untuk membayar hutang bisnis Pakde Bambang." Bahu Kaivan terangkat. "Entahlah, tanyalah padanya, dia yang memutuskan pernikahan kami bukan aku." "Iya aku paham 'Van," sela Alex cepat. "Tapi kau 'kan punya kekuasaan dan uang, cobalah bujuk biar kami 'ga khawatir tentang masa depan Bagas dan Amirah." "Percuma 'Lex, dia menolak seluruh bantuan dariku setelah kejadian ancaman Monica," jelas Kaivan. Dahi suami Melani mengerut. "Memang kau tak bilang bahwa Monica, Jeany dan James telah tewas sehari dia kabur keluar kota bersama anaknya?!" "Ga mungkin sedetil itu, Bro!" sungut Kaivan kesal disalahkan sahabatnya. "Amirah bisa tambah benci padaku jika tahu tiga bajingan tewas mengenaskan karena diburu oleh kita semua." Penjelasannya s
"Bu, kemeja batik ini sebaiknya diletakkan di mana?" Sidik menunjukkan beberapa motif baru saja tiba di toko mereka. Warna warni sedap dipandang mata bagi kalangan anak muda terlihat segar dan menawan berbeda dari batik yang biasa dikenakan para orang tua."Pajang masing-masing kemeja dalam dua ukuran berbeda sebagai display, sisanya letakkan di gudang," seru Amirah terus menata kain batik di lemari sambil mencatat satu persatu kode barang.Baru satu bulan membuka toko sudah mendapat perhatian orang banyak. Tidak cuma diperjualbelikan secara offline, namun juga ditawarkan melalui online. Amirah memanfaatkan kemampuan menjadi sales marketing handal. Sahabatnya Alex dan Melani membantu penjualan batik miliknya di Jakarta."Dik," panggilnya kencang."Ya, Bu ... " Sidik buru-buru menghampiri pemilik toko.Amirah memberikan daftar inventaris barang mereka. "Ini sudah rapi catatannya coba nanti dicek kembali dan kirimkan beberapa kemeja batik yang dipesan pembeli online.""Siap Bu, tapi ...
Usai menemani Bagas tidur di kamar, Amirah berjalan pelan keluar untuk menemui Bude Tantri. Ketika makan malam tadi tak sempat berbicara sesuatu. Kini kesempatan terakhir ketika putranya sudah terlelap dan bebas menanyakan perihal telepon yang membuatnya seharian gundah gulana. "Nduk, kok belum tidur?" tegur Bude Tantri sambil membersihkan meja makan lalu mengajak duduk bersama. "Aku lihat wajahmu cemberut terus, memangnya ada apa toh?" "Uhmm ... Bude pernah menghubungi Opa Setiawan Nareswara?!" protes Amirah tak sengaja. "Ga 'Ra, ga pernah sama sekalipun malah aku tak menyimpan nomor telepon atau alamat kakekmu itu," jelas Bude Tantri jujur. "Kenapa tiba-tiba kamu membahas tentang mertua adikku?" Tangan Amirah terlipat di atas meja. Wajah tirus berpaling dari kakak ibunya. "Entahlah mengapa siang tadi Opa Nareswara menelepon meminta untuk tinggal bersamanya." Tersentak istri Pakde Bambang mendengar cerita ponakan. "Darimana dia tahu kau berada di Yogya, padahal kita tidak pernah
Celine, gadis blasteran Eropa dan Indonesia berparas cantik asyik bergelayut di lengan Kaivan. Sudah lama ia menaruh hati tapi pria itu selalu menolak perhatian yang diberikan untuknya."Aku dengar kau tak jadi menikah?" pancingnya ingin tahu."Uhmm ... buat apa kau tanyakan hal itu?" Kaivan mencibir kesal. "Dari dulu pun aku tak mencintaimu.""Oh, c'mon!" rajuk Celine atas kejujuran pria yang sangat disukai. "Menikahlah denganku, tinggal di Paris dan membesarkan anak-anak kita nanti di sini."CEO tampan itu menggeleng. "No, thanks!""Grr-- kau merusak suasana hatiku!"Jeritan Celine sengaja dibuat-buat agar pria itu terus menemani selama perjalanan bisnis ke Eropa. Mereka telah lama kenal sejak Kaivan bekerja sama dengan orang tuanya pengusaha besar di Perancis.Mantel hangat Kaivan dikaitkan erat-erat. Gadis manja di sampingnya hanya dianggap teman akrab selama ini untuk mengurangi kesepian mendalam di tengah musim dingin dan bersalju. Isi kepala selalu terlintas wajah mantan tunang