Amirah berdiri tegak di pesisir pantai diapit dua semenanjung, yaitu tanjung Kelayang dan tanjung Pendam. Di antara batu-batu granit besar menambah eksotik pemandangan yang jarang ditemui pulau lain. Sementara Bagaskara asyik berlarian di pasir putih menyentuh air laut menyipaknya berulang-ulang."Mama!" serunya riang. "Mengapa Papa Kaivan dan Om Aabid tak ikut ke sini?!"Papa Kaivan. Amirah tertegun putranya memanggil calon suami tak akan pernah dinikahi. Mantan kekasih pria itu beringas mengancam membatalkan pernikahan mereka. Dengan sangat terpaksa menuruti permintaannya demi menyelamatkan nyawa Bagaskara."Mereka sedang bekerja, sayang," kilahnya halus. "Nanti liburan mendatang kita ajak kemari."Tangan kecil Bagas tetap tak mau diam. Kali ini membangun istana pasir dengan peralatan mainan yang baru dibeli saat tiba di pulau Belitung. Sengaja Amirah memilih tempat wisata jauh dari ibukota, bukan ke Yogya mengunjungi kerabat ibunya atau ke pulau Bali di mana Kaivan lebih mudah menc
"Gimana 'Ran, kamu sudah berhasil menghubungi Amirah?" desak Kaivan tak sabar.Suara adiknya tercekat menyampaikan hasil perbincangan dengan calon istrinya. Perjalanan menuju ke negeri tetangga terasa lama. Urusan antara mantan kekasih dituntaskan sebelum mengejar Amirah dan Bagaskara. Jalang Monica terus mengincar mereka jika tak mampu disingkirkan secepatnya."Maafkan aku, Mas Ivan," sesal Khirani dalam-dalam. "Mba Amirah kekeuh membatalkan pernikahan kalian.""Sial!" dengus Kaivan marah. "Kamu tahu posisi mereka berada di mana sekarang?""Ga Mas, kami cuma bicara sebentar, kedengaran seperti suara deburan ombak dan angin 'sih," duga Khirani. "Apa mereka sedang berlibur ke Bali 'kan Mas Ivan tinggal menyusul saja ke sana?!"Andai semudah itu.Kaivan yakin Amirah melarikan diri sejauh-jauhnya tanpa ingin ditemui sama sekali. Tiada kesempatan untuk menjelaskan maupun meminta maaf atas kesalahan yang bukan diperbuat dirinya. Nasi telah menjadi bubur. Mahligai cinta dan pernikahan baru
Perseteruan keras tak terelakkan. Jeany sangat terkejut melihat kedatangan Monica di apartemen kekasihnya. Yang lebih mengherankan dia membawa koper ke dalam tanpa seijinnya seolah jalang itu ingin tinggal lama tanpa memikirkan keberadaannya lebih dulu."Apa-apaan kau?!" teriaknya memaki. "Aku dan James tidak mau diganggu siapapun, keluarlah dari sini bawa barang-barang jelekmu itu!"Mata tajam Monica melirik tajam ke model sialan perusak hubungan mereka. "Dengarkan gadis brengsek, aku mengenal James bertahun-tahun lalu," tudingnya kasar. "Karena kebodohan dirimu sendiri hingga hamil dan membuat Alagar mencampakkan sebelum sempat kau nikahi!"Glek. Jeany menelan saliva. Lawan bicara mengetahui seluk beluk masalah hidupnya nyaris mengambil zona nyaman bersama James pria tua bangka pengusaha besar, royal dan kaya raya. "Aku tak peduli dengan Alagar sekarang mengandung janin milik kekasihku, dan lebih berhak tinggal di apartemen ini daripada kau!""Tak semudah itu, jalang," cibir Monica
Bude Tantri tak mengira jika keponakannya Amirah Lashira begitu emosi mengambil langkah salah mengenai pernikahan kedua dengan Arif Kaivan Mahardika. Berita pembatalan disampaikan langsung dari Guntur yang membuatnya bingung sekaligus khawatir.Dua kali panggilan gawai tak diangkat hingga akhirnya Amirah menyahut. "Nduk, kamu di mana, apa Bagas bersamamu juga?" berondong Bude Tantri penasaran."Inggih Bude, kami baik-baik saja kok di sini," jawab Amirah gugup menyadari baru setengah hari berada di luar Jakarta sudah diburu oleh keluarganya sendiri. Tak sepantasnya ia membuat kakak ibunya mencemaskan sesuatu setelah kehilangan suami Bambang Hadiningrat dua bulan ini."Pulanglah ke Yogya ceritakan masalahmu dan Kaivan jangan bikin dirimu susah sendiri, Nduk," tegur Bude Tantri hati-hati menghadapi jiwa ponakan sedang rapuh. Terasa jeda begitu lama menunggu jawaban di ujung sana.Suara Amirah bergetar nyaris tidak terdengar, "Baiklah Bude, tapi satu syarat jangan paksa aku menikahi Mas I
Tiba di Yogyakarta, Amirah dan Bagaskara dijemput Guntur di bandara yang membawa mereka langsung ke rumah Joglo. Perjalanan panjang dari Pulau Belitung dan transit di Jakarta membuat bocah kecil kelelahan. Liburan panjang mereka harus dipercepat karena Eyang Tantri tidak sabar lagi menanti cucu kesayangan."Ra, kenapa 'sih kok perkawinanmu jadi ricuh begini?" omelnya sambil menyetir mobil.Amirah melirik sebal, sepupunya mulai menghakimi dirinya. "Mas Guntur 'ga usah tanya-tanya lagi deh, 'kan aku yang tak ingin menikahi kakaknya Khirani!""Iya 'Ra, aku paham." Angguk Guntur tapi mulutnya tetap menyerocos penasaran mengapa janda sepupunya itu mau membatalkan pernikahan dengan CEO tampan kaya raya. "Apa kau 'ga sadar dulu yang menjanjikan untuk menyelamatkan perusahaan batik keluarga kita?!"Deg. Tudingan putra sulung Pakde Bambang menghantam pikiran Amirah.Belum selesai satu masalah datang lagi masalah lain yang jauh berbeda lebih berbahaya. Bisnis batik keluarga mereka berada di uju
Usai sarapan pagi Melani mencoba menghubungi sahabatnya yang sejak kemarin tak ada kabar berita. Kali ini keberuntungan berpihak padanya. Amirah mengangkat panggilan setelah dua kali dering berbunyi."Ra, kalian baik-baik saja, sekarang posisimu di mana?" tanyanya penasaran."Hey 'Mel, aku dan Bagas 'ga pa-pa saat ini kami sedang di Yogya," jawab Amirah jujur di ujung sana.Melani bernafas lega. "Syukurlah, senang aku mendengarnya kau kembali ke rumah Bude Tantri, jangan lari kemanapun itu 'ga menuntaskan masalah kasihan putramu terombang ambing ke sana kemari.""Iya kau benar, terima kasih telah mengingatkan, aku tinggal di Yogya selesaikan persoalan bisnis keluarga," jelas Amirah. "Utang bank harus dibereskan secepatnya dan cuma diriku yang bisa diandalkan.""Kaivan pasti mau membantumu, kenapa tak meminta darinya?" desak Melani. Terdiam sejenak sahabatnya tak bersuara. Sedikit menyesal telah mendorong lebih jauh, keputusan membatalkan pernikahan adalah hak Amirah bukan dirinya."Ak
Di ruang pertemuan, Guntur dan Amirah terpaku mendengarkan penjelasan dari pihak bank yang menuntut hutang piutang perusahaan batik agar dibayarkan secepatnya."Maaf Nyonya, bank telah memberi waktu dua bulan sebelumnya agar kau menyelesaikan hal ini," cetus Pak Sudiro. "Sekarang waktunya hampir habis tersisa tiga hari lagi, apakah ada keputusan dilunasi atau kami akan sita seluruh aset perusahaan?"Deg. Degup jantung Amirah tak beraturan. Tiga hari mencari uang sebesar tiga milyar rasanya mustahil. "Tak bisakah waktunya diperpanjang lagi, Pak Diro?" tanyanya mengulur waktu. "Rumahku di Jakarta belum terjual, menunggu pembeli cepat agak sulit saat ini."Pria paruh baya itu menggeleng. "Semua upaya telah dilakukan membantu kalian, tapi hutang pinjaman milik mendiang Tuan Bambang Hadiningrat berikut bunganya makin membumbung tinggi."Oh, sial! Maki Amirah dalam hati. Sudah jelas bank menaruh bunga pinjaman semakin lama tak terbayar kian merangkak naik hutang mereka. "Berapa total keselu
CEO Kaivan membawa lari tunangannya ke hotel. Presidential suite room dipesan khusus pemiliknya sendiri. Makanan dan minuman disajikan di atas meja menyambut kedatangan mereka. Seperti sebuah pesta namun tanpa kegembiraan di dalamnya."Mas, sebaiknya aku pulang saja, Bagas sedang menunggu di rumah," elak Amirah berbalik menuju pintu.Lengan janda itu malah ditarik Kaivan dipaksa agar duduk di sofa menghadapi amarahnya. "Kau tidak boleh kemana-mana sebelum memberi tahu maksudmu membatalkan pernikahan kita yang tinggal beberapa hari lagi!"Amirah Lashira langsung memalingkan pandangan dari tatapan tajam putra sulung Tuan Mahardika seraya berkata sekenanya, "Sudahlah Mas, kita memang 'ga cocok satu sama lain, kehidupanmu jauh berbeda dariku carilah wanita lain untuk mendampingimu!"Tak ayal ucapan itu membuat Kaivan berkacak pinggang. "Jika memang tidak cocok antara kau dan aku lalu buat apa mengejarmu sampai ke sini, huh?!" hardiknya kesal. "Pernikahan ini sakral bagiku 'Ra, sudah lama