Home / Rumah Tangga / Kusingkap Topeng Busuk Suamiku / Bab 5 Suamiku Ternyata Buaya Darat

Share

Bab 5 Suamiku Ternyata Buaya Darat

Author: Viki_aulia
last update Last Updated: 2024-05-06 07:46:25

Baiklah, aku akan mencari tahu kebenarannya sekarang juga, apakah benar suamiku tukang main perempuan seperti yang dituturkan Dian.

Ya Allah, entahlah bagaimana hatiku jika ini benar. Tapi, kalau Dian berbohong, berani sekali dia mempermainkan nasib rumah tanggaku, rasanya nggak mungkin Dian setega itu padaku. Ah, sudahlah, lebih baik aku membuktikan langsung dengan menanyai para karyawanku itu.

"Lagi pada sibuk, ya?" tanyaku setenang mungkin, meski dalam hatiku tak karuan.

"Iya, nih Bu Bos, kita sibuk banget, dari tadi pesenan masuk terus," jawab Anita, salah satu karyawan packing.

"Pesanan membludak, Bu Bos," kata Dara sang admin yang bekerja di depan komputer.

"Stock pada abis, nih Bos," giliran Raya tukang catat stock bersuara.

"Alhamdulillah, tapi saya mau ngomong sebentar, tolong tinggalin kesibukan kalian dulu, ya!" pintaku pada mereka.

Semuanya nampak saling pandang, bertanya-tanya kira-kira ada apa?.

"Semuanya ada di sini, kan? Hari ini ada yang ijin, nggak?" tanyaku lagi sebelum mulai bicara.

"Berangkat semua kok, Bu," jawab beberapa orang serempak.

Aku memindai satu persatu, kuhitung genap sepuluh orang, termasuk Dian yang duduk bersandar di rak, berarti memang masuk semua.

"Oke, mungkin kalian bertanya-tanya, apa yang mau saya bicarakan? Kelihatannya serius sekali. Memang ini sangat serius, menyangkut masa depan keluarga saya, saya harap kalian dapat menolong saya! Tolong jawab jujur!"

Tambah penasaran saja mereka mendengar bicaraku yang sangat ambigu, baiklah aku akan bertanya secara blak-blakan sekalian, "Apakah di antara kalian ada yang pernah diajak suami saya bermain serong? "

Wajah-wajah terperanjat nampak sekali di depanku, kemudian saling pandang dan akhirnya menunduk. Pasti mereka semua paham 'kan dengan maksud pertanyaanku?

"Kalian ngomong aja, saya tidak akan marah!" bujukku penuh penekanan, rasa was-was menyelusup saat kunanti jawaban mereka.

"Nggak pernah, Bu," celetuk Aini mengawali teman-temannya menjawab.

"Kamu Anita?" tanyaku pada gadis yang paling duduk di depan.

Yang ditanya menggeleng, jawabnya sambil menunduk, "nggak pernah, Bu."

"Dara?" Aku berganti tanya pada gadis lainnya.

"Nggak, Bu," jawab Dara lirih, kepalanya juga menunduk.

"Sarah?"

"Nggak, Bu. " Lagi-lagi gadis yang kutanya tidak berani menatapku.

Kutanyai mereka satu persatu, dan jawaban semuanya sama. Ada sedikit lega di sudut hatiku, masih berharap kalau mereka semua jujur dan Mas Toro benar bukan lelaki brengsek pemain wanita. Namun, melihat mereka yang menjawab dengan menunduk, aku merasa ada yang mereka sembunyikan, ah sepertinya harapanku setipis tisu.

"Beneran nih, nggak ada yang dirayu suami saya?" tanyaku penuh penekanan.

Mereka hanya menunduk, tidak ada yang berani menatapku. Kutatap Dian yang nampak gelagapan, sepertinya dia merasa tersudut.

"Udah deh, guys, kalian jujur aja, Bu Bos juga udah tahu, kok!" teriak Dian tiba-tiba bangkit berdiri.

"Duduk, kamu, Di!" gertakku padanya.

"Tapi mereka semua itu bohong, Bu!" protes Dian kesal, kalau di depan karyawan dia memang memanggilku 'Bu' meski nanti jika berdua saja dia akan kembali memanggilku 'Mbak'.

"Benarkah apa yang dikatakan Dian, kalau kalian semua itu berbohong?" tanyaku kembali pada para perempuan itu.

"Saya nggak bohong, Bu," ujar Aini sambil mengangkat tangannya.

Kulihat sikapnya berani sekali, wajahnya juga nampak tenang dan datar saja. Sepertinya dia jujur.

"Wajarlah Bu, Aini kan masih baru, Pak Bos belum terlalu mengenalnya, coba itu Dara suruh jujur!" serobot Dian.

Masuk akal juga kata Dian, kulirik Dara yang masih menunduk aja sedari tadi. Apalagi Dara itu paling cantik di antara mereka semua.

" Dara," panggilku.

" I—ya, Bu," jawabnya takut-takut.

"Tolong kamu jujur sama saya, saya mohon dengan rendah hati, tolong katakan yang sebenarnya, Dara. Saya mohon!" pintaku memelas, apa pula yang membuat mereka tidak berani jujur padaku?

Saat Dara tak kunjung memberi jawaban, tiba-tiba Dian merebut ponsel teman yang ada di dekatnya, mengutak-atik sebentar, lalu berjalan mendekatiku.

"Kalau Bu Hasna nggak percaya, nih lihat sendiri!"

Kuraih ponsel yang ada disodorkan Dian. Nampak chat WA panjang terpampang, setelah kuteliti ternyata pengirimnya nomer suamiku. Isi chat itu sungguh meruntuhkan duniaku, dengan kata-kata dan janji manis suamiku merayu wanita lain. Terbukti sudah apa yang Dian katakan, ternyata suamiku beneran biaya darat.

"Apakah kalian semua juga menerima chat seperti ini?" tanyaku kemudian dengan suara bergetar.

"Iya, Bu," aku mereka serempak.

Astaghfirullah, berapa kira-kira wanita yang telah dirayu suamiku? Masih di sini aja sudah ada sepuluh orang, aku yakin di luar pasti lebih banyak wanita yang dirayunya.

"Kenapa tidak ada satupun dari kalian yang melapor pada saya?" Aku bertanya sambil menatap tajam wajah-wajah mereka yang ketakutan.

Semuanya diam, tidak ada yang berani menjawah. Suasana hening sesaat.

"Adakah yang tergiur dengan ajakan suami saya ini?" tanyaku lagi memecah kebisuan.

Semuanya menggeleng, dan ada yang menjawab lirih, " nggak, Bu."

"Kenapa? Bukankah tawaran suami saya sangat menggiurkan? Kalian bisa menggunakan ATM-nya dengan sesuka hati, yang pasti isinya nggak mungkin hanya sejuta dua juta, kalian bahkan tidak perlu capek-capek kerja sama saya, cukup jadi simpanan suami saya saja sudah bisa hidup enak," cecarku melampiaskan sesak di dada.

"Tapi itu nggak berkah, Bu," jawab Airin, lanjutnya lagi, "lagian masak kami tega sama Bu Hasna, Ibu sudah baik banget ngasih kerjaan kami yang nggak punya ijazah ini, juga sering membantu kalau kami kesusahan, kami bukan kacang lupa kulitnya, Bu."

Setetes air mata jatuh membasahi pipi, entah karena luka di hati ini atau karena terharu mendengar jawaban Airin yang juga sambil meneteskan air mata.

Kuusap pelan pipiku dengan ujung kerudung yang kupakai, "Syukurlah kalau kalian menganggap saya begitu, saya berterima kasih."

"Maaf Bu Hasna, tapi ...." kata Airin menggantung.

"Kenapa, Rin?"

"Ada satu dari kami yang mau menerima tawaran Pak Bos itu."

Pernyataan Airin yang terakhir berhasil membuat semua yang ada di ruangan itu saling memandang satu sama lain, bertanya-tanya siapa yang dimaksud gadis berjilbab merah itu.

"Dia siap, Rin?" tanyaku yang juga sangat penasaran dengan orang yang telah tega menghianatiku itu.

"Dian ...."

Hah? Ternyata Dian ....

Related chapters

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 6 Suamiku Ketipu, Aku Bahagia

    Bab 6 Ketipu"Dian ...."Dian kah orangnya? Aku melirik Dian yang nampak terkesiap. "... tetangga kamu yang pernah kerja di sini hanya sebulan itu siapa, Di?" lanjut Airin membuatku bernapas lega, fyuh kirain. "Maksudmu Sita?" balas Dian balik bertanya. "Iya, si Sita itu, dia keluar dari sini karena mau jadi simpanannya Pak Bos," ujar Airin memberitahu. Aku tahu siapa Sita, orang dia tetangganya Dian otomatis dulu dia juga tetanggaku sebelum Ayah pindah ke perumahan. Dulu Dian lah yang mengajaknya bekerja padaku, baru sebulan yang lalu dia keluar. Jadi ini sebabnya dia keluar, dia telah terjebak dalam rayuan maut suamiku. Tidak heran sih, Sita memang agak centil dan suka berdandan menor, gaya hidupnya juga lumayan hedon, jadi dia lebih memilih jalan pintas daripada bekerja keras. Bisa jadi Sita lah pemegang ATM itu saat ini. "Kamu tahu dari mana, Rin?" "Pernah lihat Sita sama Pak Bos gandengan tangan di mall, Bu," jawab Airin tanpa sungkan lagi. Nggak perlu lah mencari bukti k

    Last Updated : 2024-05-06
  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 7 Rahasia Antara Mas Toro dan Vina

    Bab 7 Ya Allah, misteri siapa pemegang ATM belum terpecahkan, sudah datang masalah baru. Tak pernah kubayangkan, kalau aku akan mengalami kejadian tabu ini, diselingkuhi suami yang sudah belasan tahun kubersamai. Kutatap cermin yang menampilkan bayangan diri. Kurang apa aku sebagai istri? Tubuhku tetap langsing meski sudah beranak dua. Wajahku juga mulus dan glowing, cantik mempesona. Tentu saja karena aku rajin merawatnya. Urusan suami juga tak pernah kuabaikan, selalu kulayani dengan sepenuh hati. Lalu, apa yang membuatnya masih berpaling pada wanita lain? "Ma, aku bosan di rumah, pengen ke mall!" Rio tiba-tiba masuk kamar, membuatku berhenti meratapi diri. "Mau ngapain, Nak?" tanyaku sambil menoleh. "Bosen di rumah, Ma. Pengen main." Ini memang hari Minggu, jadi Rio libur sekolah. Begitu juga dengan Dian, dia dan seluruh karyawanku dan Mas Toro libur pada hari ini, kecuali tiga ART-ku. Jadi, sekarang rumahku cukup sunyi. Sebenarnya aku ingin istirahat, memikirk

    Last Updated : 2024-06-01
  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 8 Kenyataan Pahit

    Bab 8 Ya, aku memang berbohong. Tidak ada kabar tentang Bapak sama sekali. Yang barusan menelponku adalah Dian, aku tidak mau Mas Toro tahu kalau aku sedang menyelidiki dirinya. Sebelum semuanya jelas, aku akan diam dulu sambil mengumpulkan bukti, kalau sudah waktunya, kan kusingkap topeng yang menutupi wajah busuknya itu. Sampai di rumah Dian, aku langsung memberondongnya dengan pertanyaan, "Gimana, Di? Kamu udah dapat ATM-nya? Bener Sita kan yang pegang? Atau bukan dia? Atau Sita nggak mau ngaku?""Tenang dulu, Mbak. Duduk dulu, gih!" Bukannya menjawab, Dian malah menuntunku duduk di sofa yang ada di ruang tamunya. "Nih, lihat dulu!"Kusambar beberapa lembar sekaligus kertas yang disodorkan Dian. Seketika mataku membelalak dan menggeleng-gelengkan kepala melihat gambar yang terpampang di depan mata. Foto-foto Mas Toro dengan wanita lain yang berpakaian sexi dan berpose mesra, setiap foto menampilkan lelaki yang sama dengan wanita yang berbeda-beda. Benar dugaanku, bukan hanya sat

    Last Updated : 2024-06-02
  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 9 Penderitaan Bapak

    Bab 9 "Astaghfirullahal adhim!" Aku memekik kaget. Bukan Bapak yang kulihat di sana, melainkan dua manusia berlainan jenis tanpa busana. Keduanya nampak kaget, buru-buru mereka saling melepaskan diri dan menutupi tubuh dengan selimut. Namun, tidak ada raut malu apalagi penyesalan di wajah mereka. "Masih berani datang ke sini?" tanya wanita sebayaku itu sinis. "Di mana Bapak? Kenapa kamu melakukan perbuatan bejat ini di kamar ini?" tanyaku berang, kupastikan mereka berzina. Karena setahuku, wanita itu yang tak lain adalah Zeni, anak sambung Bapak, belum menikah sampai sekarang. "Bapak di kamar belakang, Mbak." Yang menjawab adalah Mbok Asih. "Kamar belakang mana, Mbok?" tanyaku bingung. Setahuku di belakang hanya ada kamar pembantu. "Kamar saya, Mbak Hasna." Pelan Mbok Asih menjawab. "APA?" Aku benar-benar kaget. Kuhampiri istri laknat Bapak yang masih berdiri di bawah tangga sedari tadi, mataku nyalang. Aku benar-benar tidak menyangka wanita yang memasang wajah tanpa dosa itu

    Last Updated : 2024-06-03
  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 10 Bapak Diusir Istrinya

    Bab 10"Keluar kalian dari rumah ini, sekarang juga!!!" sentak Nenek Lampir sambil berkacak pinggang di depan pintu kamar. Ya, mulai sekarang aku akan menyebut istri Bapak yang jahat itu Nenek Lampir saja, sangat cocok dengan karakter dan penampilannya, rambut panjang awut-awutan. Aku maju ke depan, "Memangnya kamu siapa mengusir kami dari sini? Ini rumah Bapak, jadi aku juga berhak ada di sini!"Wanita itu tertawa sinis, "Bukan hanya kamu yang kuusir, tapi bawa pergi juga lelaki tua penyakitan itu!!""Atas dasar apa kamu mengusir Bapakku? Ini rumah Bapakku, harusnya kamu yang pergi dari sini!" balasku sengit. "Sertifikat rumah ini atas namaku, jadi rumah ini milikku, bukan milik bapakmu. Selama ini kubiarkan lelaki tua itu tinggal di sini karena belas kasihan tidak ada tempat lain untuk berteduh. Dan, sekarang kamu sudah datang, jadi segera bawa pergi lelaki tidak berguna itu!" Aku terpengarah mendengar Nenek Lampir itu bicara. "Baik, kami akan pergi. Akan tetapi, beri kami wak

    Last Updated : 2024-06-04
  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 11 Ternyata Bapak Tak Bodoh

    Bab 11 Rahasia Yang Terungkap"Sedang apa, Mas?" tanyaku datar tapi sukses membuat suamiku terlonjak kaget. "Eh, anu Ma, Ayah mau ... ngambil berkas di brankas Mama," jawab Mas Toro gugup. Aku mengerutkan kening mendengar alasannya, "Emang kamu pernah nyimpen berkas di brankasku, Mas? Perasaan itu brankas khusus untukku menyimpan uang.""Atau Ayah yang lupa, ya?" sahutnya cengengesan sambil garuk-garuk kepala, pinter banget aktingnya. Nggak mungkinlah lupa, orang udah bertahun-tahun brankasku hanya untuk menyimpan uangku sendiri, sedangkan berkas-berkas semua disimpan di ruang kerjanya. "Oh ya, Mas ... aku mau ngasih tahu kamu kalau sekarang Bapak tinggal di sini," ujarku sebelum tubuh Mas Toro melewati pintu. "APA?" Aku nggak menyangka kalau reaksinya akan seterkejut itu. Lelaki berkulit putih itu kembali mendekatiku, "kenapa nggak izin dulu padaku?""Kenapa harus minta izin dulu?" ulangku, "apa kamu tidak akan mengizinkan? Dia bapakku loh, Mas."Mas Toro tersenyum sinis, "Apa k

    Last Updated : 2024-06-05
  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 12 Jatuh Talak

    Bab 12"Mana tua bangka sialan itu? Kamu sembunyikan di mana dia? Beraninya dia menipuku!"Mendidih rasanya mendengar wanita itu lagi-lagi menyebut Bapak dengan sebutan itu, "Jangan sebut bapakku seperti itu! Apa kamu tidak sadar kalau dirimu juga sudah nenek peot? Makin tua bukannya tambah ibadah malah jadi germo!"Aku tahu dari Bapak kalau rumah itu benar sudah dijadikan tempat pelacuran, tentu saja Nenek Lampir itu sebagai germonya. Makanya Bapak ingin cepat pergi dari tempat itu dan tidak peduli sekalipun rumah itu sudah bukan jadi miliknya. "Jaga mulutmu, ya! Kamu pikir ...,""Pergi dari sini!" usirku tidak ingin mendengar apapun lagi darinya. "Mana tua bangka sialan itu?! Aku harus menemuinya!" teriak Nenek Lampir tak mau menyerah. "PERGI!" Kudorong tubuh tua yang masih sintal itu keras sampai keluar dari rumahku. Sampai di luar aku justru membelalak kaget, mendapatkan kejutan yang tak pernah kubayangkan. Mas Toro dan seorang wanita yang tak lain adalah Zeni sedang mengobrol

    Last Updated : 2024-06-06
  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 13 setelah talak

    Aku terduduk lemas di depan cermin besar yang menampilkan bayangan diri. Air mataku mengalir deras mengingat talak yang begitu ringannya Mas Toro ucapkan, tanpa beban apalagi penyesalan. Resmi sudah diriku menyandang status janda secara agama, lelaki yang telah berubah status itu berjanji akan secepatnya mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan. "Kamu boleh tinggal di sini sampai masa iddahmu selesai," ujarnya tanpa menatapku, lanjutnya lagi kemudian, "begitu masa iddahmu selesai, segera angkat kaki dari sini tanpa membawa apapun, tidak ada harta gono gini untukmu, semua hasil jerih payahku. Jadi, kamu tidak ada hak sama sekali!"Aku hanya tertawa mendengarnya. Sebegitu takutnyakah kalau aku akan membawa kabur semua hartanya? Tidak ada hakku dia bilang? Apa mendampinginya selama belasan tahun tetap tidak memberikanku hak untuk mendapatkan sedikit saja hartanya? Bullsh*t! Ambillah semua harta yang telah menjadikanmu lupa diri itu, lelaki br*ngs*k! Hartamu itu tidak ada seujung kuk

    Last Updated : 2024-06-07

Latest chapter

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Happy Ending

    Bab 41"Aku ... aku ...," Ana tergagap, tiba-tiba dia memegang tanganku dan memohon, "Tante, tolongin aku, Tante! Aku terpaksa melakukan ini, tapi aku takut."Wajah Ana hampir menangis. "Memangnya kamu ngapain, An?" tanyaku penasaran dan kasihan. "Aku butuh uang, Tante, Mama sakit—"Cerita Ana harus terpotong karena seorang lelaki paruh baya datang menghampiri, "Ayo ke atas, Dek! Om udah selesai check in, nih!"Ana nampak ketakutan menatap lelaki yang mengajaknya pergi itu. "Maaf, Anda ini siapa, ya? Apa maksud Anda mengajak gadis ini check in? Anda mau melakukan asusila pada anak di bawah umur?" Aku maju mencoba melindungi Ana. "Saya sudah membayar gadis ini untuk semalam penuh, jadi terserah mau saya apain!" Lelaki itu menarik Ana dengan kasar.Ana diseret lelaki itu sambil menatapku berharap aku akan menolongnya, aku maju akan mengejar, tapi Mas Dwingga menahanku, melarangku untuk ikut campur. "Tapi, Mas...," protesku yang tak tega melihat wajah sembab Ana. "Biar Mas yang m

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 40 apakah itu karma?

    Bab 40"Ini, lihat sendiri saja!" Aku menyodorkan sebuah alat yang nampak dua garis biru. "Kamu hamil?" tanyanya kegirangan. Aku mengangguk sambil tersenyum lebar, "Iya, Mas, ini buah cinta kita.""Terima kasih ya, Sayang. Mulai sekarang aku akan tambah rajin cari uang demi masa depan buah cinta kita ini!" Mas Dwingga mencium perutku berkali-kali sampai aku geli sendiri, lalu dia lari ngibrit ke kamar mandi. Aku mengeleng-gelengkan kepalaku melihat tingkah lakunya. Bisa aja si crazy rich itu, mau nggak kerja selama setahun pun hartanya nggak akan habis sampai tujuh turunan. Setelah menikah, aku dan anak-anak diboyong tinggal di istana Mas Dwingga, sebagai istri solihah tentu saja aku manut apa kata suami, tak lupa Bapak juga ikut tinggal di sini bersama kami. Mak Inah dan Santi tetap tinggal di rumah lama dan ditugaskan untuk merawarnya, sedang Siyam pulang kampung dan tidak kembali lagi karena telah menikah dengan kekasihnya di sana. Sekarang rumahku hanya digunakan untuk berjua

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 39 Dilamar Crazy rich

    Bab 39 "O ya, Hasna, saya mau ngomong sesuatu penting sama kamu.""Ya udah, ngomong aja!""Besok malam, apa kamu punya waktu luang?" "Ada, mau ngapain emang?""Besok, pukul tujuh malam saya jemput kamu sama Bapak kamu, aku datang kamu harus sudah siap!" perintahnya tanpa menerima penolakan. Aku hanya bisa mengiyakan dan menyimpan rasa penasaran pada omongan penting yang akan Mas Dwingga katakan, kenapa harus menunggu besok malam? Kenapa harus ngomong di luar? Kenapa nggak di rumah aja? Kenapa Bapak juga diajak? Memangnya mau ngomong apa, sih? Seharian Mas Dwingga menyiksaku dalam rasa penasaran. Hingga akhirnya, pukul tujuh malam yang dinanti telah tiba. Aku dan Bapak telah bersiap sesuai instruksi Mas Dwingga, begitu dia datang kami langsung masuk mobil, tentu saja Rio kuajak juga, kasihan kalau hanya ditinggal dengan para ART. Aku, Bapak, dan Rio naik mobil yang disopiri Mas Dwingga sendiri, sedang mobilku yang kemarin dikasih bos celana itu masih teronggok manis di halaman dep

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 38 Sultan Baik Hati Pencuri Hati

    Bab 38 Aku masuk ke dalam untuk menyembunyikan rona merah di pipi, juga mentralkan detak jantung yang tiba-tiba berdetak kencang. Baru juga digombali begituan, hatiku sudah jungkir balik tak karuan, apalagi kalau sudah sampai disahkan, eh. Daripada pikiranku berkelana ke mana-mana, mending aku membuat es sirup untuk para karyawanku, pasti mereka kelelahan setelah riwa-riwi mengangkuti lusinan celana ke dalam, apalagi cuaca panas gini, minum es sirup pasti segar. Aku membawa es sirup ke depan, kulihat tinggal Dian yang masih tertinggal membawa barang terakhir. "Sudah selesai, Di?" tanyaku pada Dian. "Ini yang terakhir, Mbak," jawabnya memperlihatkan barang yang dibawanya. "Habis ini ke sini lagi, ya, minum es sirup dulu! Ajak yang lain ke sini juga, o ya, jangan lupa suruh ambil gelas sendiri-sendiri di dapur, soalnya Mbak cuma bawa dua gelas aja ini" pesanku banyak-banyak. Dian mengiyakan sebelum menghilang ke dalam, tak lama kemudian keluar lagi bersama anak-anak l

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 37 Kehidupanku vs kehidupannya sekarang

    Bab 37"Udah, si, Mah, pulang aja, yuk!" ajak Dita melihat sambutan Wulan yang tidak ramah sama sekali. "Nanggung, Nak, udah sampai sini," bisikku menolak. Aku mengajak anak-anakku mendekati Wulan, "Nggak nyuruh kami masuk, gitu? Kami tamu, loh!"Wulan mencebik, "Kalian itu tamu tak diundang!"Aku benar-benar sakit hati, kenapa Wulan memperlakukan kami seperti ini? Aku tahu aku hanyalah mantan istri Mas Toro, tapi Dita dan Rio tetaplah darah dagingnya, tidak ada istilah mantan anak. Apa dia lupa saat dia masih menjadi mantan istri Mas Toro, aku memperlakukan Ana seperti anakku sendiri, bukan cuma masalah materi, aku juga menyayangi Ana setulus hati. "Udah, Ma, ayo pulang, Ma! Mama nggak denger tadi Tante Wulan bilang apa? Kita ke sini bukan mau mengemis, Ma!" Dita menarik tanganku mengajak segera pergi. Namun, saat kami akan pergi sebuah mobil memasuki halaman. Mas Toro turun setelah memarkirkan mobilnya. "Mau apa kalian ke sini?" tanya Mas Toro saat melihatku dan anak-anak. "Ma

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 36 Mengusir Benalu

    Bab 36Dwingga menghembuskan napas kasar. "Lala kenapa, Kek?" tanya sebuah suara yang membuat kami semua menoleh. "Lala!" seruku saat melihat gadis itu berdiri di di pintu rumahku. "Tante Zeni tinggal di sini karena Kakek takut dia bakal gangguin Lala?" tanya Lala lagi lebih perinci. Semua mata menatap Bapak, menanti orang tuaku itu bersuara. Bapak menghela napas berat sebelum menjawab, "Iya, La, Kakek takut kalau tantemu itu akan mengganggu kamu kalau dilarang tinggal di sini. Kamu pasti merindukan ibu kandungmu 'kan? Tante Zeni bilang akan memanfaatkan wajahnya yang sama persis dengan wajah ibumu untuk mempengaruhi kamu, Kakek takut kamu akan beneran terpengaruh.""Tapi Lala sudah besar, Kek. Lala tahu kalau Mama udah tiada, meski jujur Lala sangat merindukan Mama, tapi Lala nggak mau posisi Mama digantikan Tante Zeni, Lala tahu kok kelakuan Tante Zeni kayak apa, dia sering godain dan merayu Papa buat dijadikan istrinya, tapi Lala nggak setuju kalau punya Mama seperti Tante Zen

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 35 Menjawab Lamaran Nyai

    Bab 35"Jadi benar, Mbak Hasna telah menyembunyikan lelaki asing di rumah dan hanya berdua-duaan dengan lelaki tersebut?" "Siapa yang membuat fitnah ini?" Mas Dwingga maju ke depan, sikapnya tenang dan penuh wibawa. "Ini bukan fitnah, tapi fakta! Buktinya kamu ada di sini kan?" Zeni tersenyum licik. "Tapi kami tidak berdua saja, ada orang lain di rumah ini," sangkalku cepat supaya orang-orang tidak terpancing kembali dengan provokasi Zeni. "Mana buktinya? Tidak ada orang lain selain kalian, kok," kata sesebapak ngotot. "Ada saya." Nyai muncul dan bersuara lantang diikuti Gus Iqdam, "saya dan anak saya bersama mereka!"Zeni melotot kaget melihat ada orang lain selain diriku dan Mas Dwingga, gumamnya lirih, "Tapi, tadi ...,""Jadi sudah terbukti 'kan kalau kami tidak seperti yang wanita ini tuduhkan." Aku menunjuk Zeni yang menatap marah padaku. "Kalau begitu kami minta maaf atas keributan yang kami buat dan mengganggu waktu Mbak Hasna," ucap lelaki yang memimpin kerumunan itu. "

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 34 Pertolongan Tak Terduga

    Bab 34Ya Allah, aku benar-benar tidak bisa bergerak. Sedetik lagi bibir menjijikan itu akan menyentuh bibirku. Namun, tiba-tiba... Sebuah tangan kekar menarik kerah kemeja lelaki brengsek itu dari belakang. Sebelum lelaki itu sadar, sebuah tinju telah mendarat di mukanya dengan keras. Bugh! Tak hanya sekali, tapi berkali-kali. Bugh! Bugh! Bugh! Lelaki brengsek itu mencoba melawan, tapi berhasil dipatahkan. Sebuah tendangan melempar tubuh lelaki kurang ajar itu keluar rumah. "Brengsek!" umpat lelaki itu, tubuhnya pasti terasa remuk. Namun, dia pergi begitu saja tanpa berani kembali melawan. Zeni juga tidak mencegah kepergian teman bejatnya itu, justru dia berlari masuk ke rumah menghampiri orang yang baru saja menyelamatkanku. "Dwingga!" sapa Zeni senang. "Kamu nggak papa?" tanya orang yang baru menolongku itu yang tak lain adalah Pak Dwingga prihatin, dia tidak perduli dengan Zeni yang menyapanya. "Aku masih takut," jawabku lirih, tubuhku masih sedikit gemetar membayangkan

  • Kusingkap Topeng Busuk Suamiku   Bab 33 Di Tepi Jeram Kehancuran

    Bab 33 Siang hari, mataku membelalak kaget melihat tubuh renta Bapak nampak kewalahan menarik kasur dari kamar Zeni seorang diri. "Bapak!" pekikku marah, "apa yang sedang Bapak lakukan?" "Hasna, bisa tolong bantu Bapak?" tanya Bapak seolah sedang tidak terjadi apa-apa. Aku menarik tubuh Bapak agar melepas kasur Zeni, "Kenapa Bapak lakukan ini?" Zeni menampakkan diri, tersenyum penuh kemenangan, "Lihat 'kan, aku masih bisa membuat Bapak menuruti semua perintahku." "Jangan kurang ajar kamu, Zeni! Kamu pasti ngancam Bapak supaya mau menuruti perintah konyolmu itu 'kan?" kataku marah. "O ya pasti, makanya jangan macam-macam sama aku kalau nggak ingin Bapak kamu kenapa-napa!" sentak Zeni padaku, lalu perintahnya pada Bapak, "buruan bawa kasurnya ke depan! Ntar panasnya keburu ilang lagi. Ingat ya, Pak, Bapak kesusahan seperti ini karena ulah anak Bapak sendiri. Makanya, Pak, suruh anak Bapak itu jangan banyak tingkah dan macam-macam sama aku!" Aku hanya bisa menangis meli

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status