‘’Nggak! Pokoknya kalian nggak boleh masuk. Nanti malah aku kehilangan barang mahalku lagi. Orang miskin kayak kalian emang bisa mengganti barang mahalku? Hah?’’Aku berkacak pinggang berdiri di ambang pintu menghadap bapak-bapak rempong yang kepo sekali dengan urusanku. Ingin rasanya aku menelan hidup semua orang ini, saking marahnya aku sekarang. Bisa-bisanya mereka kepo dengan urusanku.Ibu Nirma? Siapa dia? Di mana orang itu melihat aku membawa Deno ke sini? Selama aku mengajaknya menginap di sini tak pernah kecolongan sedikit pun. Karena seribu macam cara aku lakukan agar warga tak mengetahui, kalau aku membawa lelaki menginap di rumahku. Aku akan mencari tahu ini semua, siapa itu Nirma?‘’Mba, kami cuman sekedar ngecek aja. Nggak lebih.’’‘’Kita masuk aja. Mana tahu dia yang membawa lelaki ke rumahnya!’’Semuanya menerobos memasuki rumahku, aku sudah berusaha menghalangi sekuat tenaga, namun tak bisa. Kekuatan mereka mengalahkan kekuatanku yang cuman sendirian, apalagi aku juga
‘’Nel, apa ada yang kamu sembunyikan dari Mama dan Papa?’’ Pesan dari Mama mertua mampu membuatku terperanjat.Apa Mama sudah mulai curiga dengan semua ini? Atau Mama sudah tahu problem rumah tanggaku di media sosial yang tengah viral? Tapi bukankah Mama tak suka bermain sosial media? Aku tahu betul bagaimana mertuaku itu. Dia punya ponsel android, namun hanya untuk menghubungi anak dan karib-kerabatnya saja. Dia tak pernah tahu-menahu tentang sosial media lainnya, kecuali hanya Wattsapp saja. Tak seperti orang tua zaman now, yang suka berselancar di media sosial dan selalu suka mencari info terkini yang tengah viral.‘’Aduuh, aku harus jawab apa ini? Apa sekarang waktunya untuk jujur ke orang tuanya Mas Deno?’’Aku menghela napas dengan pelan, guna menghusir rasa cemas. Keringat dingin mulai bercucuran di mukaku. Dengan gemetaran kuketikkan pesan.‘’Ma’af sebelumnya, Ma. Bukan maksud aku menyembunyikan sesuatu dari Mama. Ini atas kemauan Mas Deno, dia nggak mau Mama dan Papa banyak p
‘’Nel, awas kamu ya!!’’Pesan singkat yang mampu membuat aku terkesiap. Dia mengancam aku? Mungkin mamanya sudah memberitahu semua yang kukatakan tadi lewat telpon. Aku yakin lelaki itu sudah bersandiwara lagi pada mamanya itu.‘’Aku nggak takut sedikit pun dengan ancaman kamu, Mas!’’‘’Bu? Siapa? Bapak ya?’’ Aku beralih menatap bibi Sum yang terheran memandangiku.‘’Iya, Bi. Dia mengancam aku. Nggak ada angin nggak ada hujan, eh sekali ngechat langsung deh mengancam.’’Kuletakkan kembali benda canggih itu. Aku tak kan membalas pesan yang tak penting itu, biarkan saja apa yang diucapkannya. Mau dia mengancamku atau bagaimana, aku tak kan takut padanya. Memangnya aku salah mengatakan yang sejujurnya pada wanita yang masih berstatus sebagai mertuaku itu? Selama ini aku sudah mengikuti semua kemauan lelaki itu, aku sudah mengikuti permainannya yang membuat aku tertekan dengan kondisi ini.Siapa yang tak tertekan coba berpura-pura bahagia, padahal hatiku tersiksa lahir dan bathin dengan s
‘’Nggak, Bi. Dodo itu orangnya baik kok. Nggak boleh berprasangka buruk sama orang lain. Apalagi tanpa bukti, iya kan?’’ kataku dengan lembut.Dia begitu membutuhkan pekerjaan ini, jadi mana mungkin dia akan macam-macam. Lelaki itu baik dan sopan menurutku. Seketika putri semata wayangku terbangun dan bergegas memelukku dengan erat. Membuat aku dan bibi Sum saling tatapan.‘’Eh, anak sayang Mama udah bangun nih. Nyenyak banget tidurnya ya, Nak?’’‘’Iya, Ma. Adik mimpi Papa.’’Membuat aku terkesiap,’’Papa?’’ ulangku kemudian yang melepaskan pelukan dari buah hatiku itu.‘’Papa meninggalkan kita. Papa jahat banget,’’ lirihnya dengan suara bergetar. Itu membuat aku tersentak dan hatiku terenyuh. Aku coba menarik napas dan mengeluarkannya, agar pikiranku sedikit tenang. Aku tak bisa berkata yang sejujurnya pada anakku ini, seusia dia masih tak tahu apa-apa. Ya Allah! Tolong bantu aku.‘’Dik, Papanya kan sibuk kerja di kantor.’’ Bibi bersuara mewakilkanku, karena aku yang tak kunjung bicar
Hatiku hancur mendengar tuduhan menantuku, dia menuduh anakku bermain api di luar sana dengan wanita lain hingga di Rahim wanita itu tumbuh benihnya Deno. Daripada hatiku semakin hancur lebih baik aku matikan sambungan sepihak telepon itu. Kuletakkan benda itu dengan kasar ke tempat tidur.‘’Apa benar itu semua? Atau cuman karangan istrinya saja?’’ Aku kembali meraih benda canggih itu dan langsung menghubungi nomor kontak seseorang.Berdering…Namun, tak kunjung diangkat. Atau memang benaran? Hingga Deno tak mau mengangkat telepon dariku karena dia takut. Ah, tapi aku tahu betul bagaimana anak semata wayangku itu. Dia sangat mencintai istrinya, tak mungkin dia selingkuh di luar sana.‘’Assalamua’laikum, Ma!’'‘’Nggak usah berbasa-basi! Mama tahu kamu berusaha menutupi ini semua dari Mama dan Papa kamu. Kamu selingkuh?!’’ kataku tak menyahut ucapan salamnya.‘’Ma, Mama tenang dulu ya. Aku bisa jelasin semuanya.’’‘’Tenang? Bagaimana Mama bisa tenang sementara rumah tanggamu lagi hancur
‘’Apa maksud kamu, Juwita?!’’‘’Saya tahu Ibu sulit untuk menerima kenyataan ini,’’ sahutnya lirih, yang menurutku bertele-tele jawabannya. Apa maksud wanita ini? Dia tampak bergegas meletakkan sapu di dinding dan buru-buru memasuki rumahnya. Mau apa dia?‘’Juwita! Saya belum selesai bicara sama kamu!’’ teriakku, namun dia tak mempedulikanku.Hingga membuat aku mematung di terasnya, pikiranku terus bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya? Apa yang dimaksud oleh wanita yang bernama Juwita itu?‘’Kamu jangan berbelit-belit! Katakan pada saya. Apa maksud kamu?’’ ulangku karena melihat wanita itu bergegas kembali melangkah ke luar sambil memegang benda canggih di tangannya.Dia tak menoleh padaku, melainkan tangannya asyik berselancaran di benda itu. Membuat aku kesal saja. Padahal aku ke sini untuk meminta bantuan pada wanita itu. Eh, malah aku dibuatnya kesal. Membuat aku badmood untuk meminta bantuan padanya. Lagian dia seperti enggan untuk membantuku.‘’Nih, Ibu lihat sendiri aja!’’ Dia me
‘’Iya, Bibi tenang aja yah. Tapi aku yakin kalo Naisya itu mau bermain sama Dodo,’’ kataku mencoba meyakinkan si Bibi, namun dia wajahnya seperti kurang percaya dengan apa yang barusan kukatakan. Entah kenapa, aku pun tak tahu. Wanita itu bergegas melangkah tanpa menyahut ucapanku.‘’Bi? Sebentar.’’‘’Ah, iya, Bu?’’ Wanita separuh baya itu menghentikan langkahnya dan menoleh seketika.‘’Bibi harus pandai membujuk Naisya. Aku yakin kok kalo Bibi bisa membujuknya,’’ kataku sambil menatap si Bibi yang ekspresinya sulit kuartikan.‘’Iya, Bu. Akan Bibi coba ya.’’ Dia mengangguk dan bergegas kembali melanjutkan langkahnya memasuki rumah.Mataku beralih menatap lelaki yang berseragam itu, yang sedari tadi mematung. Seketika benda canggih di saku-sakunya berdering. Namun, dia hanya memandangi layar benda itu tanpa menjawab panggilan tersebut.‘’Siapa sih yang nelpon Dodo? Kok dia nggak mau mengangkat telpon itu?’’ gumamku dalam hati.‘’Do, siapa? Kok nggak kamu angkat?’’‘’A—anu, Bu.’’ Dia g
Aku kasihan sekali pada majikanku. Kemarin dia selesai kecelakaan setelah menyerahkan suaminya pada si pelakor. Mereka berselingkuh ternyata sudah empat tahun lamanya, namun Bu Nelda tak pernah mengetahui perselingkuhan itu. Ya, saking polos dan baiknya wanita yang bernama Bu Nelda. Seringkali hatiku bertanya-tanya, kok bisa-bisanya Pak Deno berselingkuh di belakang istrinya?Lelaki tak tahu diuntung dan tak pernah bersyukur. Padahal istrinya menemani dari nol, mulai dari dia yang tak punya apa-apa. Bu Nelda selalu bersikap sabar, dia menerima apa adanya keadaan suaminya itu, tak pernah mengeluh, dan bahkan dia meminta papanya untuk memberikan pekerjaan pada Pak Deno hingga naik daun. Tetapi apa balasan dari seorang Pak Deno setelah dia punya segalanya? Lelaki itu malah main api di belakang sang istri.Aku tak habis pikir dengan isi kepala Pak Deno, kok bisa-bisanya dia tega menyakiti istri sesempurna Bu Nelda? Kenapa aku mengatakan istri yang sempurna? Dia wanita yang pintar memasak
Setelah bersalaman dengan mertua, sahabat, dan juga anakku. Saatnya kami berdua menaiki pelaminan. Lelakiku itu mengenggam erat tanganku untuk melangkah menuju pelaminan. Para tamu undangan pun langsung mengucapkan selamat dan bersalaman dengan kami berdua.‘’MaasyaaAllah. Mba Nelda? Akhirnya bertemu dengan Penulis favoritku.’’ Wanita yang kuperkirakan umurnya dua puluhan itu bergegas memelukku.‘’Alhamdulillah. Senang banget bertemu, Kakak.’’ Kami melepaskan pelukan. Matanya berbinar menatapku.‘’Semoga langgeng sampe Kakek Nenek yah, Mba.’’‘’Aamiin Ya Allah. Makasih banyak loh.’’Ternyata ada banyak pembaca yang kuundang hingga membuat kami tak bisa duduk beristirahat di kursi pelaminan karena menjabat tangan mereka satu-persatu.‘’Tapi kok Naisya belum ketemu sama aku sejak tadi?’’ Mataku sibuk mencari keberadaan si kecil.‘’Mama! Papa!’’ teriaknya yang membuat aku tertawa, anakku bergegas memelukku. Ternyata dia bersama Fani.‘’Duuh sayangnya Mama nih.’’ Aku memeluknya dengan era
Seminggu kemudian, hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Semua persiapan pernikahanku Fani dan teman-temannya yang mengurus. Aku tengah duduk di depan cermin. MaasyaaAllah, aku terlihat begitu cantik dan anggun dengan polesan make up tipis dari Sang Perias.‘’Akhirnya aku melepas masa jandaku. Semoga ini adalah pernikahan terakhirku seumur hidup dan semoga Reno imam terbaik untuk aku, juga jadi Papa sambung buat anakku.’’ Aku tersenyum memandangi bayangan wajahku di pantulan cermin.Ini adalah pernikahanku yang kedua kalinya. Sebelumnya tak pernah terniat di hatiku untuk menikah lagi, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Namun, apalah daya. Allah berkehendak lain. Lelaki itu selingkuh selama empat tahun lamanya. Menyisakan trauma dan luka yang mendalam. Hingga akhirnya datang seseorang yang dengan pelan-pelan bisa mengobati rasa luka dan traumaku. Dialah yang akan jadi calon imamku. Harapanku semoga ini adalah pernikahan terakhir dalam hidupku.‘’Cie-cie ada yang senyam-senyum
‘’Happy birth day, Om Reno.’’ Kali ini Naisya yang mengucapkan.‘’Makasih, Dik. Sayangnya Om Reno nih.’’ Tangannya mengelus kepala Naisya.‘’Ini kadonya dari aku, Om.’’ Anakku bergegas menyodorkan kado yang membuat para tamu undangan tersenyum.‘’Wah, ini Adik yang membungkus kadonya? Bagus banget. Makasih ya.’’ Lelaki itu langsung mengambil kado dari tangan Naisya lalu memandangi kado yang bersampul panda itu.‘’Bibi yang menyiapkan, Om. Dan uang untuk membeli kadonya minta ke Mama,’’ katanya dengan polos, berhasil membuat para tamu tertawa.Begitu juga dengan Reno dan orangtuanya. Aku memberi kode agar si Bibi memberikan kado yang tengah dipegangnya sedari tadi. Bibi langsung memberikannya padaku.‘’Dan ini dari aku ya, Ren. Jangan dilihat dari harganya. Tapi lihatlah siapa yang memberikannya.’’ Senyumannya mengembang lalu bergegas mengambil kado yang kusodorkan.‘’Makasi ya,’’ kata lelaki itu dengan suara lembut. Entah kenapa hatiku jadi tersentuh.***Tak ada acara hembus lilin. H
Setahun kemudian..Hari ini adalah ulang tahun Reno, lelaki yang selama ini kukira tidak baik. Lelaki yang selama ini aku ragukan ketulusan hatinya. Ternyata dia memang lelaki yang baik dan peduli padaku, terutama pada Naisya. Dia banyak sekali berkorban untukku dan juga anakku. Akibat kepeduliannya itu membuat sikap dinginku lenyap, apalagi Naisya sangat senang bermain dengan lelaki itu. Hingga sosok almarhum Papanya bisa digantikan oleh Reno. ‘’Udah setahun lebih tanpa kehadiran Mas Deno di sisiku dan juga Naisya. Semoga kamu tenang di alam sana ya, Mas. Dan diampuni segala dosa-dosamu,’’ lirihku sambil mematut diri di cermin.Ya, sudah setahun lebih lamanya aku menjanda. Sedangkan sahabatku Fani sudah menikah duluan dengan Fahmi, lelaki pilihan Mamanya. Yang ternyata dia adalah lelaki baik.Seiring berjalannya waktu rasa luka masa lalu itu dengan pelan mulai sembuh, disembuhkan oleh lelaki baik yang bernama Reno. Malaikat yang dititipkan Allah untukku.‘’Ma, yuk kita jalan sekaran
Dua hari kemudian..Anak semata wayangku sudah bisa dibawa pulang, Alhamdulillah panasnya sudah turun. Ya, walaupun dia sering memanggil nama Papanya. Terutama di saat tengah tertidur pulas. Sesuai prediksi Dokter Nira, anakku itu kemungkinan tengah merindu berat pada Papanya. Ditambah dia kekurangan istirahat, dia sering begadang karena tak bisa tidur beberapa hari kemarin.Aku pun sudah mencoba menghubungi nomor kontak Mas Deno, tapi nihil. Lelaki itu malah mereject telepon dariku, bahkan sudah berulangkali aku hubungi namun sekali pun tak diangkatnya. Apa dia tak kepikiran Naisya di sana? Apa dia tak mengalami hal yang sama seperti Naisya yang tengah rindu berat padanya? Atau karena dia sedang asyik bersama si pelakor itu? Jadi lupa sama anaknya? Aku menghela napas lega. Biarkan saja lelaki itu, toh dia tak kan mau peduli pada anakku. Biarkan saja aku yang membesarkan dan mendidik Naisya.****Hari ini aku bersyukur sekali, karena anakku bisa dibawa pulang. Aku mengusap kepala putr
Tanpa berkata apapun aku bergegas berpindah posisi duduk. Aku memeluk putriku di kursi belakang. Sedangkan lelaki yang bernama Reno itu langsung melajukan si roda empat. Ya, kali ini aku tak boleh egois. Yang paling penting sekarang Naisya tiba di rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari dokter. Aku terus saja mengecup kening putriku yang tengah dalam pangkuan. Kubelai rambutnya.‘’Sayang, Adik pasti kuat. Yang sabar ya, Nak. Sebentar lagi kita pasti akan sampe di rumah sakit,’’ kataku lirih.Kuraba kepalanya, membuat aku semakin cemas. Panas anakku malah semakin naik.‘’Ya Allah! Kuatkan anakku. Sembuhkan dia.’’‘’Nel, kamu yang tenang ya. Banyakin berdo’a,’’ kata lelaki yang tengah fokus menyetir itu sesekali melirik ke belakang lewat kaca spion.Entah kenapa kali ini membuat hatiku lebih tenang. Ada apa denganku?Tak berselang lama mobilku sudah tiba di depan rumah sakit. Lelaki itu bergegas turun. Aku yang akan membuka pintu mobil membuat tanganku terhenti. Karena lelaki itu sud
‘’Astaghfirullah! Dik, kok kamu panas banget, Nak.’’ Aku mengusap kepala Naisya. Membuat aku terkesiap dan panik dibuatnya. ‘’Bibi!’’ ‘’Bi! Cepat ke sini!’’ ‘’Iya, Bu?’’ Wanita separuh baya itu terperanjat memandangi aku. ‘’Naisya, Bi. Kepalanya panas banget.’’ ‘’Tenang ya, Bu. Biar Bibi coba kompres dulu.’’ Aku sungguh tak tenang dibuatnya. Bagaimana tidak, tubuhnya begitu panas. ‘’Pa—Pa.’’ Membuat mataku membulat. Papa? Matanya masih terpejam namun dia memanggil mas Deno. Anakku ketika demam tak pernah memanggil papanya. Apa dia begitu rindu pada mas Deno? Ya Allah. Aku harus bagaimana? ‘’Bu, biar Bibi yang mengompres,’’ kata wanita separuh baya itu yang tengah melangkah memasuki kamar dengan tergopoh-gopoh sambil membawa baskom dan handuk kecil. Di saat anakku demam panas seperti ini bayangan wajah Mas Deno pun hadir di benakku. Ada apa ini? Bisa-bisanya aku teringat sama lelaki itu di saat genting seperti ini. ‘’Nggak, Nel. Kamu harus fokus ke anakmu. Nggak usa
‘’Hei, loh bisa diem nggak?’’ Tangan lelaki itu menamparku dengan spontan. Membuat aku meringis kesakitan. Andaikan saja aku punya tenaga dan tanganku tak diikat, mungkin aku akan membalas semuanya. ‘’Jangan dihabisin tenaga kalian. Tutup saja mulutnya,’’ titah wanita licik itu yang membuat mataku melotot.‘’Baik, Bu.’’ Dia bergegas melakban mulutku membuat aku sulit untuk bicara.‘’Dasar brengsek! Awas aja kalian semua. Aku bakal balas lebih kejam dari ini,’’ ancamku dalam hati. Lelaki yang tengah menyetir itu tersenyum puas menatapku, begitupun dengan lelaki yang duduk di sebelahku. Awas saja kalian! Akan kubalas semua perlakuan kejam ini.‘Aku mau dibawa ke mana sebenarnya?Tiada putusnya mataku memandangi di sekeliling jalan ini lewat kaca jendela. Begitu sepi, hanya satu atau dua saja kendaraan yang lewat. Aku semakin cemas dibuatnya. Mau apa mereka? Apa mereka punya rencana lebih jahat lagi padaku? Chika, kamu di mana Sayang. Andaikan saja kamu tahu apa yang dilakukan oleh Mam
POV Deno‘’Untuk apa kalian memberiku makan? Lebih baik bunuh saja akuu!’’ teriakku lantang.Sudah seminggu aku disekap di sini. Tendangan dan pukulan bertubi-tubi kuhadapi, hingga membuat wajahku babak belur seperti ini. Mukaku begitu terasa sakit. Kukira mertuaku itu akan membawaku pergi ke luar kota, namun tak sesuai ekspektasi. Sungguh dia pandai sekali bersandiwara membuat aku percaya.Ternyata aku dibawa ke rumah kosong yang sudah tua. Masih teringat olehku ketika aku berada di mobil, asistennya membekap mulutku hingga membuat aku pingsan. Aku yakin ada resep yang ditaburkannya pada sapu tangan itu. Tak berselang lama tiba-tiba aku sudah sadar dengan keadaan air yang membasahi muka dan seluruh tubuhku. Aku yakin wanita licik itu yang menyiramkannya. Kenapa aku jadi bodoh seperti ini. Sialan!‘’Awas aja kalo aku bisa keluar dari sini. Aku akan balas semuanya,’’ geramku dalam hati yang memandangi kedua lelaki bertubuh kekar itu.‘’Ngapain loh melototin kita kayak gitu? Mau kabur,