‘’Apa maksud kamu, Juwita?!’’‘’Saya tahu Ibu sulit untuk menerima kenyataan ini,’’ sahutnya lirih, yang menurutku bertele-tele jawabannya. Apa maksud wanita ini? Dia tampak bergegas meletakkan sapu di dinding dan buru-buru memasuki rumahnya. Mau apa dia?‘’Juwita! Saya belum selesai bicara sama kamu!’’ teriakku, namun dia tak mempedulikanku.Hingga membuat aku mematung di terasnya, pikiranku terus bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya? Apa yang dimaksud oleh wanita yang bernama Juwita itu?‘’Kamu jangan berbelit-belit! Katakan pada saya. Apa maksud kamu?’’ ulangku karena melihat wanita itu bergegas kembali melangkah ke luar sambil memegang benda canggih di tangannya.Dia tak menoleh padaku, melainkan tangannya asyik berselancaran di benda itu. Membuat aku kesal saja. Padahal aku ke sini untuk meminta bantuan pada wanita itu. Eh, malah aku dibuatnya kesal. Membuat aku badmood untuk meminta bantuan padanya. Lagian dia seperti enggan untuk membantuku.‘’Nih, Ibu lihat sendiri aja!’’ Dia me
‘’Iya, Bibi tenang aja yah. Tapi aku yakin kalo Naisya itu mau bermain sama Dodo,’’ kataku mencoba meyakinkan si Bibi, namun dia wajahnya seperti kurang percaya dengan apa yang barusan kukatakan. Entah kenapa, aku pun tak tahu. Wanita itu bergegas melangkah tanpa menyahut ucapanku.‘’Bi? Sebentar.’’‘’Ah, iya, Bu?’’ Wanita separuh baya itu menghentikan langkahnya dan menoleh seketika.‘’Bibi harus pandai membujuk Naisya. Aku yakin kok kalo Bibi bisa membujuknya,’’ kataku sambil menatap si Bibi yang ekspresinya sulit kuartikan.‘’Iya, Bu. Akan Bibi coba ya.’’ Dia mengangguk dan bergegas kembali melanjutkan langkahnya memasuki rumah.Mataku beralih menatap lelaki yang berseragam itu, yang sedari tadi mematung. Seketika benda canggih di saku-sakunya berdering. Namun, dia hanya memandangi layar benda itu tanpa menjawab panggilan tersebut.‘’Siapa sih yang nelpon Dodo? Kok dia nggak mau mengangkat telpon itu?’’ gumamku dalam hati.‘’Do, siapa? Kok nggak kamu angkat?’’‘’A—anu, Bu.’’ Dia g
Aku kasihan sekali pada majikanku. Kemarin dia selesai kecelakaan setelah menyerahkan suaminya pada si pelakor. Mereka berselingkuh ternyata sudah empat tahun lamanya, namun Bu Nelda tak pernah mengetahui perselingkuhan itu. Ya, saking polos dan baiknya wanita yang bernama Bu Nelda. Seringkali hatiku bertanya-tanya, kok bisa-bisanya Pak Deno berselingkuh di belakang istrinya?Lelaki tak tahu diuntung dan tak pernah bersyukur. Padahal istrinya menemani dari nol, mulai dari dia yang tak punya apa-apa. Bu Nelda selalu bersikap sabar, dia menerima apa adanya keadaan suaminya itu, tak pernah mengeluh, dan bahkan dia meminta papanya untuk memberikan pekerjaan pada Pak Deno hingga naik daun. Tetapi apa balasan dari seorang Pak Deno setelah dia punya segalanya? Lelaki itu malah main api di belakang sang istri.Aku tak habis pikir dengan isi kepala Pak Deno, kok bisa-bisanya dia tega menyakiti istri sesempurna Bu Nelda? Kenapa aku mengatakan istri yang sempurna? Dia wanita yang pintar memasak
'Ya Allah! Kenapa wanita sebaik Ibu berat sekali ujian yang engkau berikan'Ya, bu Nelda adalah wanita baik dan berhati malaikat yang pernah aku kenal. Dia begitu baik padaku. Memberiku pekerjaan di rumahnya, apapun dia berikan padaku, dan gaji pun berlebih diberikannya. Dia memperlakukanku bukan seperti ART, melainkan seperti keluarganya sendiri. Hanya aku saja yang selalu segan padanya. Dia orangnya tak perhitungan, apa pun yang ada padanya dia mau berbagi.‘’Bi?’’ panggilan wanita seberang sana mampu membuyarkan lamunanku.‘’Ah, iya, Bu. Nanti akan Bibi bilang ke Mas itu, supaya membawa Naisya secepatnya ke rumah. Ibu jangan khawatir ya.’’‘’Udah dulu ya, Bu. Assalamua’laikum,’’ kataku yang bergegas menyudahi pembicaraan dengan majikanku itu. Takutnya nanti mulutku malah ceplos bicara sama majikan. Aku kembali melangkah ke tempat mereka, namun langkahku terhenti seketika.‘’Makasih banyak ya, Do. Kamu udah bawa Naisya untuk aku ke sini.’’ Apa maksud ucapan lelaki itu?‘’Maksudnya,
Berulangkali Mas Deno mencoba melepaskan gandengan tanganku. Berulangkali juga aku menggandeng tangan kekarnya. Jujur saja, sebenarnya aku hendak meluapkan amarahku padanya. Karena dia telah berani pergi tanpa seizinku. Sejak tadi aku sibuk mencari keberadaan kekasihku itu, namun tak kudapati keberadaannya. Hingga membuat aku memutuskan untuk jalan-jalan ke luar mengendarai mobil, menghalau rasa suntuk sekaligus juga mencarinya.Eh, ternyata aku melihat kekasihku itu tengah berdiri di dekat warung kecil. Ada anaknya, pembantu dan juga lelaki yang berpakaian security. Ingin rasanya aku menjelaskan semuanya ke bocah kecil itu kalau aku adalah calon mama tirinya. Namun, dia sudah keburu pergi dibawa oleh pembantunya itu. Tapi aku sempat bicara, entah dia mengerti dengan apa yang kukatakan atau bagaimana. Yang penting aku sudah mengatakan yang sebenarnya.‘’Mas, kenapa sih kamu ini?’’ kesalku karena sejak tadi dia seperti menghindar dariku.‘’Humm. Kamu sih, jangan didekat anakku bersikap
Yang ditanya malah mematung dengan ekspresi yang sulit untuk kuterjemahkan. Apa anakku tak jadi beli es krim kesukaannya? Kalau tak jadi, lalu Naisya ke mana dibawa oleh security baruku itu?‘’Bi?’’ panggilku, sengaja aku menaikkan suara agar wanita itu tersadar dalam lamunannya. Entah apa yang tengah di pikirkannya kali ini. Tak biasanya si bibi termenung bak patung yang dipajang.‘’Ah ya, ma’af, Bu.’’ Aku menggeleng seketika.‘’Ada apa sih, Bi? Bibi ada masalah apa? Coba cerita ke aku. Mana tahu aku punya solusi atau sekurangnya bisa membuat Bibi lega setelah menceritakan semuanya.’’ Aku menepuk lengan wanita separuh baya itu dengan pelan.‘’Bibi nggak ada masalah apa-apa. Hanya saja Bibi kepikiran sama lelaki yang bernama Dodo itu. Dia mencurigakan banget, Bu,’’ bisiknya padaku. Tentu membuat aku tersenyum lebar. Entah ke berapa kalinya si bibi mengatakan hal ini padaku. Kuhela napas dengan pelan.‘’Ya Allah! Udah sering aku bilangin ke Bibi. Itu cuman perasaan Bibi aja kali. Sesop
Taxi sudah memasuki pekarangan rumah sakit yang berukuran besar itu. Aku bergegas merogoh tas dan menyerahkan ongkosnya pada si sopir.‘’Makasih, Mba.’’ Aku menyahut dengan anggukan dan senyuman ramah. Langsung aku turun, lalu melangkah untuk memasuki rumah sakit. Namun, langkahku terhenti seketika.‘’Masih mau kamu menampakkan muka setelah apa yang kamu lakukan pada Mamaku? Iya?!’’Ya Allah! Jadi mama masuk rumah sakit karena penyakitnya kambuh setelah aku menceritakan semuanya pada mama? Tapi, bukankah ini semua salah lelaki itu. Dia yang menjadi sumber masalah. Dia yang mendatangkan masalah. Kenapa malah menuduh aku?‘’Hei, Deno! Ini semua salah kamu. Kenapa kamu malah nyalahin aku? Mama kamu sakit, itu semua gara-gara sikap busukmu itu!’’Membuat amarahku menjadi dibuatnya. Mamanya masuk rumah sakit gegara aku sendiri? Padahal itu atas kesalahannya. Kalau saja dia tak selingkuh, ini semua tak kan terjadi. Penyakit mama tak kan kambuh. Kenapa dia tak sadar dengan kesalahannya sendi
‘’Nel, jangan bohongi diri kamu. Aku tahu luka di hati kamu begitu dalam. Walaupun aku nggak pernah merasakannya. Jangan siksa diri kamu kayak gini.’’Dalam hati aku membenarkan ucapan lelaki itu, namun di sisi lain aku bingung. Dia kok bisa sebaik ini padaku? Apa dia ada maksud lain?‘’Jika melepaskan adalah terbaik untuk kamu dan membuat rasa luka kamu berkurang, maka lepaskanlah dia. Ma’af karena aku terlalu ikut campur dalam masalah rumah tangga kamu,’’ lirihnya yang membuat aku menoleh padanya.Kupandangi wajahnya sejenak. Seperti dia ikhlas mengatakan semua dari hatinya. Dari sorot mata lelaki itu tak ada tersimpan kebohongan di sana, tulus. Apa aku terlalu mencurigainya? Apa karena aku yang trauma dengan lelaki yang bermanis mulut seperti suamiku? Kuakui kini tak mudah bagiku untuk mempercayai lelaki.‘’Kamu benar, Ren. Makasih banyak ya. Kamu udah mau support aku dan selalu baik sama aku,’’ kataku pelan. Seketika senyuman terbit di bibirnya.‘’Sama-sama. Itu udah tugas aku unt
Setelah bersalaman dengan mertua, sahabat, dan juga anakku. Saatnya kami berdua menaiki pelaminan. Lelakiku itu mengenggam erat tanganku untuk melangkah menuju pelaminan. Para tamu undangan pun langsung mengucapkan selamat dan bersalaman dengan kami berdua.‘’MaasyaaAllah. Mba Nelda? Akhirnya bertemu dengan Penulis favoritku.’’ Wanita yang kuperkirakan umurnya dua puluhan itu bergegas memelukku.‘’Alhamdulillah. Senang banget bertemu, Kakak.’’ Kami melepaskan pelukan. Matanya berbinar menatapku.‘’Semoga langgeng sampe Kakek Nenek yah, Mba.’’‘’Aamiin Ya Allah. Makasih banyak loh.’’Ternyata ada banyak pembaca yang kuundang hingga membuat kami tak bisa duduk beristirahat di kursi pelaminan karena menjabat tangan mereka satu-persatu.‘’Tapi kok Naisya belum ketemu sama aku sejak tadi?’’ Mataku sibuk mencari keberadaan si kecil.‘’Mama! Papa!’’ teriaknya yang membuat aku tertawa, anakku bergegas memelukku. Ternyata dia bersama Fani.‘’Duuh sayangnya Mama nih.’’ Aku memeluknya dengan era
Seminggu kemudian, hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Semua persiapan pernikahanku Fani dan teman-temannya yang mengurus. Aku tengah duduk di depan cermin. MaasyaaAllah, aku terlihat begitu cantik dan anggun dengan polesan make up tipis dari Sang Perias.‘’Akhirnya aku melepas masa jandaku. Semoga ini adalah pernikahan terakhirku seumur hidup dan semoga Reno imam terbaik untuk aku, juga jadi Papa sambung buat anakku.’’ Aku tersenyum memandangi bayangan wajahku di pantulan cermin.Ini adalah pernikahanku yang kedua kalinya. Sebelumnya tak pernah terniat di hatiku untuk menikah lagi, aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Namun, apalah daya. Allah berkehendak lain. Lelaki itu selingkuh selama empat tahun lamanya. Menyisakan trauma dan luka yang mendalam. Hingga akhirnya datang seseorang yang dengan pelan-pelan bisa mengobati rasa luka dan traumaku. Dialah yang akan jadi calon imamku. Harapanku semoga ini adalah pernikahan terakhir dalam hidupku.‘’Cie-cie ada yang senyam-senyum
‘’Happy birth day, Om Reno.’’ Kali ini Naisya yang mengucapkan.‘’Makasih, Dik. Sayangnya Om Reno nih.’’ Tangannya mengelus kepala Naisya.‘’Ini kadonya dari aku, Om.’’ Anakku bergegas menyodorkan kado yang membuat para tamu undangan tersenyum.‘’Wah, ini Adik yang membungkus kadonya? Bagus banget. Makasih ya.’’ Lelaki itu langsung mengambil kado dari tangan Naisya lalu memandangi kado yang bersampul panda itu.‘’Bibi yang menyiapkan, Om. Dan uang untuk membeli kadonya minta ke Mama,’’ katanya dengan polos, berhasil membuat para tamu tertawa.Begitu juga dengan Reno dan orangtuanya. Aku memberi kode agar si Bibi memberikan kado yang tengah dipegangnya sedari tadi. Bibi langsung memberikannya padaku.‘’Dan ini dari aku ya, Ren. Jangan dilihat dari harganya. Tapi lihatlah siapa yang memberikannya.’’ Senyumannya mengembang lalu bergegas mengambil kado yang kusodorkan.‘’Makasi ya,’’ kata lelaki itu dengan suara lembut. Entah kenapa hatiku jadi tersentuh.***Tak ada acara hembus lilin. H
Setahun kemudian..Hari ini adalah ulang tahun Reno, lelaki yang selama ini kukira tidak baik. Lelaki yang selama ini aku ragukan ketulusan hatinya. Ternyata dia memang lelaki yang baik dan peduli padaku, terutama pada Naisya. Dia banyak sekali berkorban untukku dan juga anakku. Akibat kepeduliannya itu membuat sikap dinginku lenyap, apalagi Naisya sangat senang bermain dengan lelaki itu. Hingga sosok almarhum Papanya bisa digantikan oleh Reno. ‘’Udah setahun lebih tanpa kehadiran Mas Deno di sisiku dan juga Naisya. Semoga kamu tenang di alam sana ya, Mas. Dan diampuni segala dosa-dosamu,’’ lirihku sambil mematut diri di cermin.Ya, sudah setahun lebih lamanya aku menjanda. Sedangkan sahabatku Fani sudah menikah duluan dengan Fahmi, lelaki pilihan Mamanya. Yang ternyata dia adalah lelaki baik.Seiring berjalannya waktu rasa luka masa lalu itu dengan pelan mulai sembuh, disembuhkan oleh lelaki baik yang bernama Reno. Malaikat yang dititipkan Allah untukku.‘’Ma, yuk kita jalan sekaran
Dua hari kemudian..Anak semata wayangku sudah bisa dibawa pulang, Alhamdulillah panasnya sudah turun. Ya, walaupun dia sering memanggil nama Papanya. Terutama di saat tengah tertidur pulas. Sesuai prediksi Dokter Nira, anakku itu kemungkinan tengah merindu berat pada Papanya. Ditambah dia kekurangan istirahat, dia sering begadang karena tak bisa tidur beberapa hari kemarin.Aku pun sudah mencoba menghubungi nomor kontak Mas Deno, tapi nihil. Lelaki itu malah mereject telepon dariku, bahkan sudah berulangkali aku hubungi namun sekali pun tak diangkatnya. Apa dia tak kepikiran Naisya di sana? Apa dia tak mengalami hal yang sama seperti Naisya yang tengah rindu berat padanya? Atau karena dia sedang asyik bersama si pelakor itu? Jadi lupa sama anaknya? Aku menghela napas lega. Biarkan saja lelaki itu, toh dia tak kan mau peduli pada anakku. Biarkan saja aku yang membesarkan dan mendidik Naisya.****Hari ini aku bersyukur sekali, karena anakku bisa dibawa pulang. Aku mengusap kepala putr
Tanpa berkata apapun aku bergegas berpindah posisi duduk. Aku memeluk putriku di kursi belakang. Sedangkan lelaki yang bernama Reno itu langsung melajukan si roda empat. Ya, kali ini aku tak boleh egois. Yang paling penting sekarang Naisya tiba di rumah sakit dan mendapatkan perawatan dari dokter. Aku terus saja mengecup kening putriku yang tengah dalam pangkuan. Kubelai rambutnya.‘’Sayang, Adik pasti kuat. Yang sabar ya, Nak. Sebentar lagi kita pasti akan sampe di rumah sakit,’’ kataku lirih.Kuraba kepalanya, membuat aku semakin cemas. Panas anakku malah semakin naik.‘’Ya Allah! Kuatkan anakku. Sembuhkan dia.’’‘’Nel, kamu yang tenang ya. Banyakin berdo’a,’’ kata lelaki yang tengah fokus menyetir itu sesekali melirik ke belakang lewat kaca spion.Entah kenapa kali ini membuat hatiku lebih tenang. Ada apa denganku?Tak berselang lama mobilku sudah tiba di depan rumah sakit. Lelaki itu bergegas turun. Aku yang akan membuka pintu mobil membuat tanganku terhenti. Karena lelaki itu sud
‘’Astaghfirullah! Dik, kok kamu panas banget, Nak.’’ Aku mengusap kepala Naisya. Membuat aku terkesiap dan panik dibuatnya. ‘’Bibi!’’ ‘’Bi! Cepat ke sini!’’ ‘’Iya, Bu?’’ Wanita separuh baya itu terperanjat memandangi aku. ‘’Naisya, Bi. Kepalanya panas banget.’’ ‘’Tenang ya, Bu. Biar Bibi coba kompres dulu.’’ Aku sungguh tak tenang dibuatnya. Bagaimana tidak, tubuhnya begitu panas. ‘’Pa—Pa.’’ Membuat mataku membulat. Papa? Matanya masih terpejam namun dia memanggil mas Deno. Anakku ketika demam tak pernah memanggil papanya. Apa dia begitu rindu pada mas Deno? Ya Allah. Aku harus bagaimana? ‘’Bu, biar Bibi yang mengompres,’’ kata wanita separuh baya itu yang tengah melangkah memasuki kamar dengan tergopoh-gopoh sambil membawa baskom dan handuk kecil. Di saat anakku demam panas seperti ini bayangan wajah Mas Deno pun hadir di benakku. Ada apa ini? Bisa-bisanya aku teringat sama lelaki itu di saat genting seperti ini. ‘’Nggak, Nel. Kamu harus fokus ke anakmu. Nggak usa
‘’Hei, loh bisa diem nggak?’’ Tangan lelaki itu menamparku dengan spontan. Membuat aku meringis kesakitan. Andaikan saja aku punya tenaga dan tanganku tak diikat, mungkin aku akan membalas semuanya. ‘’Jangan dihabisin tenaga kalian. Tutup saja mulutnya,’’ titah wanita licik itu yang membuat mataku melotot.‘’Baik, Bu.’’ Dia bergegas melakban mulutku membuat aku sulit untuk bicara.‘’Dasar brengsek! Awas aja kalian semua. Aku bakal balas lebih kejam dari ini,’’ ancamku dalam hati. Lelaki yang tengah menyetir itu tersenyum puas menatapku, begitupun dengan lelaki yang duduk di sebelahku. Awas saja kalian! Akan kubalas semua perlakuan kejam ini.‘Aku mau dibawa ke mana sebenarnya?Tiada putusnya mataku memandangi di sekeliling jalan ini lewat kaca jendela. Begitu sepi, hanya satu atau dua saja kendaraan yang lewat. Aku semakin cemas dibuatnya. Mau apa mereka? Apa mereka punya rencana lebih jahat lagi padaku? Chika, kamu di mana Sayang. Andaikan saja kamu tahu apa yang dilakukan oleh Mam
POV Deno‘’Untuk apa kalian memberiku makan? Lebih baik bunuh saja akuu!’’ teriakku lantang.Sudah seminggu aku disekap di sini. Tendangan dan pukulan bertubi-tubi kuhadapi, hingga membuat wajahku babak belur seperti ini. Mukaku begitu terasa sakit. Kukira mertuaku itu akan membawaku pergi ke luar kota, namun tak sesuai ekspektasi. Sungguh dia pandai sekali bersandiwara membuat aku percaya.Ternyata aku dibawa ke rumah kosong yang sudah tua. Masih teringat olehku ketika aku berada di mobil, asistennya membekap mulutku hingga membuat aku pingsan. Aku yakin ada resep yang ditaburkannya pada sapu tangan itu. Tak berselang lama tiba-tiba aku sudah sadar dengan keadaan air yang membasahi muka dan seluruh tubuhku. Aku yakin wanita licik itu yang menyiramkannya. Kenapa aku jadi bodoh seperti ini. Sialan!‘’Awas aja kalo aku bisa keluar dari sini. Aku akan balas semuanya,’’ geramku dalam hati yang memandangi kedua lelaki bertubuh kekar itu.‘’Ngapain loh melototin kita kayak gitu? Mau kabur,