POV Maminya Chika‘’Saya mau keluar. Ada hal penting yang harus saya urus. Kamu jaga rumah. Karena Jodi dan Angga akan ikut bersama saya. Jangan lupa, sediakan makan siang seperti biasanya,’’ titahku dengan tegas.‘’Baik, Bu.’’Seperti biasa Neneng akan menurut saja apa yang aku perintahkan. Aku langsung memberi kode pada kedua lelaki itu untuk melangkah ke luar dari rumah.‘’Silahkan, Bu.’’Lelaki yang berpakaian hitam itu membukakan pintu mobil untukku, Jodi. Aku segera menaiki si roda empat. Mobil pun melaju membelah jalan raya.***Hanya 15 menit aku dan dua orang asisten pribadiku sudah memasuki lobi rumah sakit. Kami langsung melangkah ke ruang rawat lelaki biadab itu. Ternyata dia tengah bermain ponselnya. Apa dia menghubungi Chika?‘’Deno?’’ Membuat matanya melotot dan tangannya terhenti mengusap layar benda canggih itu.‘’Tante?’’‘’Hem, maksudku..Mami,’’ katanya dengan cepat. Aku langsung duduk di brankar.‘’Gimana? Kamu udah baikan? Udah boleh pulang kan?’’ Kutepuk lengann
Entah kenapa hari ini wajah Mas Deno selalu membayang di benakku.‘’Ah, Nelda. Kamu itu wanita bodoh. Masa iya, lelaki pengkhianat itu masih aja kamu ingat. Dia tuh udah bahagia di sana bersama selingkuhannya,’’ monologku dalam hati yang selalu mengingatkan diri sendiri.Aku mengusap muka dengan kasar. Kuraih benda canggih itu, rasanya sudah lama aku tak melihat komentar para fans. Kemarin aku memasukkan foto anak semata wayangku dengan caption kau adalah hidupku. Ternyata ada 100K like dan 4K komentar. Untuk menghalau rasa suntuk, aku memutuskan untuk membaca komentar para fans.‘’Anak solehah. Semoga sehat selalu ya, Dek.’’‘’Kasihan banget sama Naisya. Jadi korban perselingkuhan Papanya. Semoga Mba Nelda selalu kuat dan sabar. Kami selalu ada untukmu dan Naisya.’’‘’Ma’af, Mba. Apa Mba beneran udah cerai sama suami Mba? Soalnya dia menikahi si wanita murahan itu.’’Mataku melotot melihat salah satu komentar dari seseakun itu. Menikah? Dengan Chika si pelakor? Dari mana wanita itu t
‘’Nggak seperti yang ada di benakmu itu. Kamu yang ternyata berhati busuk, Nelda. Buktinya kamu memfitnah Chika sampe namanya buruk di sosial media.’’Aku membungkam mulut saking terperanjatnya sambil menggeleng. Seorang Fani tak pernah berkata sekasar ini padaku. Jangankan untuk berkata kasar, menyakiti hatiku saja dia tak pernah. Begitulah dia semasa sekolah denganku. Kini dia berubah total. Dia lebih berpihak pada wanita murahan. Apa karena wanita murahan itu membiayai semua biaya rumah sakit papanya? Membuat Fani lebih berpihak pada si pelakor dibandingkan aku? Tidak, aku tahu betul bagaimana seorang Fani yang kukenal selama ini.‘’Jadi karena dia membiayai rumah sakit Om, kamu jadi berpihak padanya? Fan, kenapa kamu nggak bilang sama aku? Kalo kamu bilang sama aku, aku pasti bantu kamu kok untuk membayar semua biaya administrasi Om. Ngapain kamu harus minta bantuan pada si pelakor itu.’’‘’Cukup, Nelda! Jangan kamu ngerendahin Chika lagi!’’ Suaranya makin menggelegar sambil menun
‘’Kamu beneran kan, Fan?’’ Dia mengangguk cepat.Aku sungguh bahagia sekali, sahabatku sudah kembali seperti dulu lagi. Fani yang kukenal beberapa tahun nan lalu. Kalau begitu, aku harus beritahu bibi Sumi supaya beliau menyiapkan sesuatu atau masakan untuk sahabatku ini. Apalagi dia tak pernah ke rumahku ini. Dulu, dia hanya sering ke rumah lamaku, rumah yang kami tempati dulu bersama papa dan mamaku sebelum beliau meninggal dunia.Aku bergegas merogoh tas.‘’Sebentar ya, Fan.’’Aku langsung memencet nomor kontak si bibi.Berdering..‘’Assalamua’laikum, Bi.’’‘’Bi, aku sebentar lagi mau otewe pulang ke rumah. Bibi siapkan masakan yang enak ya. Aku bawa sahabatku nih, yang sering aku ceritain ke Bibi itu,’’ kataku sambil merangkul pinggang Fani lalu tersenyum menatapnya.‘’Ihh, jangan repot-repotlah, Nel.’’ Aku meletakkan jari telunjuk di bibirku. Pertanda aku menyuruh Fani untuk diam.‘’Bibi ingat kan?’’‘’Alhamdulillah kalo gitu, Bi. Tapi, nggak usah buru-buru menyiapkannya ya, Bi.’
‘’Sampah itu harus dibuang pada tempatnya, Fan.’’‘’Aku mengerti, Nel. Ya.. Walaupun aku nggak tahu bagaimana rasa sakit yang kamu rasakan. Tapi, aku yakin rasanya sangat sakit,’’ kata Fani lirih.Aku membenarkan ucapannya dalam hati. Kini tak ada sahutan dariku, aku hanya fokus menyetir. Karena sebentar lagi akan sampai juga di rumah. Lebih baik aku bercerita di rumah saja bersama Fani.Tak berselang lama si roda empat sudah tiba di depan rumahku. Tampak pagar besi tertutup. Langsung kubunyikan klakson dan menurunkan kaca mobil.‘’Wah, rumah kamu bagus banget, Nel,’’ pujinya yang terus memandangi rumahku.‘’Alhamdulillah. Iya, Fan. Tapi kan nggak selamanya jadi milik kita. Ini hanya titipan, bukan?’’Aku tersenyum memandangi sahabatku yang tak berkedip netranya memandangi rumahku. Hingga si Bibi Sumi tampak tergopoh-gopoh, bergegas membuka pagar.‘’Kamu selalu saja begitu, Nel. Nggak pernah berubah. Kata-katamu itu nggak bisa aku bantah,’’ ungkap Fani sambil tersenyum lebar beralih m
‘’Aku akan bantu cari tahu semua ini, Fan,’’ gumamku dalam hati.***Sahabatku menceritakan semua yang terjadi antara dia dan mamanya. Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang membuat Tante Siska itu menyimpan rasa dendam pada Chika. Tapi aku tak tahu, entah apa. Di satu sisi aku menyalahkan Fani juga, kenapa dia tak berunding dengan mamanya terlebih dahulu sebelum membawa si pelakor itu menginap ke rumahnya.Ya, walaupun wanita itu sudah membantu semua biaya administrasi papanya. Ah, aku tak tahu isi pikiran wanita jalang itu. Bisa-bisanya dia mendekati sahabatku, aku yakin dia-lah yang mempengaruhi Fani selama ini. Dasar wanita licik dan murahan!Mataku beralih menatap sang sahabat yang tengah tertidur pulas di tempat tidurku. Ya, dia lelah setelah menangis sejadi-jadinya, setelah menumpahkan segala rasa yang ada di hatinya. Apalagi dia ada masalah sama Tante Siska, yang tak pernah sekalipun memarahinya. Pikiran dan tubuh Fani butuh istirahat untuk sementara.‘’Kasihan sekali kamu,
'’Bu? Mau ke mana?’’ Ternyata ada si bibi yang tengah menjemur pakaian. Dia menghentikan tangannya lalu menatapku.‘’Ke luar sebentar, Bi. Jaga Naisya ya.’’ Aku langsung melangkah ke garasi.‘’Siap, Bu. Hati-hati bawa mobilnya.’’ Aku menoleh lalu menyahut dengan anggukan sambil tersenyum.***Tak berselang lama si roda empatku sudah tiba di depan café nan sederhana. Segera kusharelok ke Tante. Bergegas kuparkirkan si roda empat. Lalu langsung turun dan melangkah memasuki café. Aku memilih meja yang terletak di belakang sekali, tepat di dekat kolam. Biar refresh dan santai, juga jauh dari keramaian.Kufotokan di mana tempatku berada dan segera mengirimkannya pada wanita separuh baya itu. Ceklis dua bewarna biru, itu artinya sudah dibaca olehnya. Sambil menghalau rasa bosan aku memilih berselancar di media sosial. Banyak sekali pesan dan komentar yang kuterima dari follower.Ada yang bertanya kenapa aku tak seaktif dulu lagi menulisnya, ada yang bertanya kapan aku akan kembali update k
Membuat mataku membulat. Lidahku seketika kelu dibuatnya. Tante Siska mengajakku untuk bekerja sama balas dendam? Aku mengerti bagaimana rasa pedih dan sakit hati wanita separuh baya itu. Aku tahu beliau tentu sangat terpukul atas kehilangan kembarannya yang meninggal akibat bunuh diri.Pun juga, aku merasakan hal yang sama. Hatiku begitu sakit dan hancur ketika wanita pelakor itu berselingkuh dengan suamiku selama bertahun-tahun hingga wanita tak beres itu mengandung benih suamiku. Sakit, sungguh sakit yang aku rasakan. Tapi, aku bukan tipe orang yang suka balas dendam. Seberapa pun tergores dan hancurnya hatiku, aku tak kan mau untuk balas dendam. Biarkan Allah saja yang akan membalas semua perbuatan mereka. Setiap perbuatan pasti ada balasan dari Sang Maha Kuasa. Cepat atau lambat balasan pasti datang. ‘’Nelda?’’ Membuat aku tersadar dari lamunanku.Aku menarik napas pelan lalu menghembuskannya dengan perlahan. Kucoba untuk menyusun kata-kata yang tepat untuk menanggapi ucapan Tan