28#Flashback#Saat itu Amira kecil yang masih berusia enam tahun sangat gembira saat mendengar jika ulang tahunnya yang terjadi sebentar lagi akan dirayakan bersama keluarganya di sebuah taman bermain. Momen yang sangat langka bagi gadis kecil itu karena, ayahnya selalu sibuk dalam bekerja dan bekerja. Bisnis yang sedang digeluti olehnya sedang maju dengan pesat sehingga membuatnya menjadi gila kerja."Yeay … asiiikk… kita mau pergi ke taman bermain," celoteh Amira kecil dengan riang.Tidak ada yang lebih membahagiakan selain menghabiskan waktu bersama sang buah hati. Begitupun dengan kedua orang tua Amira saat itu.Mereka sangat bahagia dalam menjadi mood booster bagi kedua orang tuanya. Hari itu mereka habiskan dengan banyak canda dan tawa.Hingga, sebuah insiden datang saat orang tua Amira lengah. Mereka terlalu acuh untuk keselamatan putri mereka."Anak manis, ikut tante, yuk. Nanti tante kasih permen dan gulali yang banyak," ucap suara seorang wanita dengan dandanan yang terlih
29"Semuanya sudah siap, 'kan? Sudah masuk ke koper semua?" tanya Rendra pada kedua istrinya saat mereka sedang menikmati makan malam. "Sudah, Mas. Tadi aku sama Amira yang bereskan semuanya," sahut Aleesha dengan sumringah. Riak wajahnya terlihat cerah dan ia berharap banyak pada keberhasilan rencana bulan madu mereka. "Baguslah. Amira, besok kita pergi dari rumah jam setengah delapan pagi, setelah kita sarapan lebih dulu," ucap Rendra, kali ini dia menatap Amira untuk mengajaknya bicara."Iya, Pak." Amira menyahut dengan refleks, dan mendapati tatapan Rendra berubah."Ah, maksud saya, Mas Rendra." Amira yang langsung menyadari kesalahannya segera meralat panggilannya."Kamu harus terbiasa memanggilku, Mas. Apa kamu mau kita malah terlihat seperti atasan dan bawahan di kantor?" tanya Rendra menatap Amira."Iya, Mas. Amira akan mulai membiasakan diri," sahut Amira pelan dengan wajah tertunduk.Sementara itu, Aleesha yang merasakan perubahan hubungan di antara keduanya hanya senyum-
30Pemandangan menjelang malam di kota Hong Kong sangatlah indah. Selama perjalanan, Amira selalu berdecak kagum dengan keindahan yang disuguhkan lampu-lampu yang mulai berkelipan. "Wah, indah banget, deh. Aku nggak nyesel pernah ke Hong Kong kalau seindah ini," celetuk Amira sambil masih menatap jalanan. Langit senja yang dibalut warna oranye kemerahan semakin menambah kesan estetik setiap jalan yang dilewati. Tuhan, begitu besar ciptaanmu. Engkau sempurna dalam menciptakan dunia dan seisinya. "Kalau kamu mau, kita bisa berkunjung ke Hong Kong lagi, kapan-kapan." Rendra menyahut celetukan yang diucapkan oleh Amira barusan.Sontak, Amira langsung menoleh ke arahnya. Rendra rupanya sedang melakukan hal yang sama dengannya. Matanya lekat menatap setiap inci jalanan yang mereka lewati."Kapan-kapan, ya?" gumam Amira pelan. Entah itu kapan, yang jelas Amira enggan berharap lebih karena dirinya takut menyakiti hatinya sendiri dengan memupuk asa yang tak mungkin sampai. Setelah kurang
31"Mas, kok bengong gitu. Nggak mau mandi?" Suara Amira membuyarkan lamunan Rendra yang sudah mengelana begitu jauh. Hanya karena melihat leher jenjang Amira yang terlihat menggoda. "Eh, siapa yang bengong! Ngarang deh," tukas Rendra tak terima. Nada suaranya berubah gugup.Dengan menahan kesal, Rendra masuk ke kamar mandi. Amira yang melihat hal itu hanya mengedikkan bahunya. Tak mengerti dengan apa yang terjadi barusan. Padahal Amira jelas melihat Rendra bengong sambil menatapnya. Dan hal itu sukses membuatnya gugup. "Duh … bisa-bisanya aku melongo gitu di depan Amira. Apalagi tadi udah bayangan yang aneh-aneh," gerutu Rendra seraya mengacak rambutnya sendiri. Dia benar-benar kesal dengan dirinya sendiri. Dia benar-benar malu karena tadi sempat membayangkan yang tidak-tidak. "Lebih baik aku mandi. Biar pikiran ini fresh dan nggak ngelantur lagi," seru Rendra. Dia melangkahkan kakinya menuju ke bath tub dan berendam di sana. Busa sabun sudah menutupi seluruh bagian tubuhnya. T
32Rendra justru mengulurkan tangannya dan memeluk Amira. Amira merasa terkejut dengan sikap tiba-tiba yang ditunjukkan Rendra saat ini. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang harus diperbuat.Menolak setiap sentuhan Rendra, dan itu akan menjadi dosa karena dirinya menolak menjalani kewajiban sebagai istri. Ataukah menerima saja setiap sentuhan Rendra yang kini terlihat jelas jika dirinya setengah tak sadar dengan yang sedang dilakukan. Rendra tampak menginginkan yang lebih dan lebih malam ini."Amira …." Rendra berbisik lirih tepat di telinga Amira.Entah setan dari mana yang menghampirinya dan memberinya sebuah keberanian. Akhirnya Amira dengan kesadaran penuh menerima setiap sentuhan lembut dan perlakuan Rendra. Amira berpikir mungkin inilah saatnya bagi dia untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Dia sudah pasrah. Keduanya saling menyentuh, saling memberi kenyamanan di malam yang syahdu. Ranjang hotel itu telah menjadi saksi bisu perg-ulatan dua insan yang terikat
33Rendra tersentak dengan ucapan tiba-tiba yang keluar dari mulut Amira. Raut wajahnya menampakkan betapa dirinya hancur dan terluka dengan sorot putus asa tergambar jelas di sana."Apa kamu menyesali yang terjadi semalam?" tanya Rendra dengan tiba-tiba.Amira menatap Rendra lekat. Dia benar-benar tak tahu bagaimana jalan pikiran Rendra. Dan apa yang dipikirkannya saat ini."Seharusnya jika kamu tak ingin menyesal hari ini, harusnya kamu menendangku sekuat tenagamu, agar aku tersadar dan hal itu nggak terjadi. Tapi, coba kamu ingat lagi. Apa aku memaksamu atau justru kamu menyerahkan tubuhmu dengan pasrah?" Rendra mengucapkan hal itu dengan rahang yang mengeras. Amira harus sadar jika apa yang selalu dia dengar dan lihat, hal itu selalu tidak seperti kenyataan yang ada."Andai aku tahu dari awal jika yang kamu bilang suplemen kesehatan itu adalah obat yang akan meningkatkan hasrat menggelora pada lawan jenis, maka aku juga nggak akan mau meminumnya! Meski begitu, aku minta maaf jik
34Amira yang menyaksikan suaminya sedang bertindak kekerasan itu pun, langsung berlari menghambur memeluk tubuh Rendra dan menyingkirkannya dari tubuh Bayu.Pria itu tampak mengalami memar dan berdarah di beberapa bagian wajahnya. Bayu meringis kesakitan saat Fita menghampirinya. Dia membantu suaminya untuk duduk.“Suamimu apa-apaan, sih!” teriak Fita tak terima. “Tanyakan sendiri pada b#jingan itu!” Rendra tak kalah sengit dan berteriak.Beberapa pasang mata menatap aneh pada dua pasang suami istri itu. Ada yang menatap sinis, karena keributan mereka. Namun, tak ada satu pun yang berniat melerai perkelahian mereka. Rendra menarik lengan istrinya, untuk segera meninggalkan tempat itu.Rendra masih sangat emosi mengingat ucapan melecehkan dari Bayu. Sepuluh menit sebelumnya …."Istrimu, cantik dan manis. Dia juga tampak penurut dan mudah ditaklukan. Tipe-tipe wanita penggoda," ucap Bayu. Awalnya Rendra masih bersabar dengan semua pelecehan verbal yang diucapkan Bayu.Rendra masih b
35Mereka berdua masih terjaga menatap langit-langit kamar hotel. Temaram lampu hotel bernuansa warm light itu menemani malam yang dilalui mereka dengan penyatuan pertama yang mereka lakukan secara sadar.Tanpa ada paksaan, tanpa apa pengaruh dari obat apa pun. Semua berjalan dengan alami, atas insting untuk melakukan hak dan kewajiban sebagai pasangan yang telah sah.Keduanya masih mengatur napas yang masih tak beraturan akibat aktivitas tadi. Amira menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Rendra. Malam ini dia merasakan menjadi istri yang sesungguhnya. Walaupun memang hal itu lumrah dilakukan oleh mereka, tapi tetap saja. Ada rasa yang sulit dijelaskan mengenai posisinya. Begitu banyak perasaan berkecamuk di dalam hatinya. Membuatnya tak dapat berharap banyak. Amira beringsut dari posisi semula. Menyadari semua kebahagiaan ini adalah semu. Amira berbaring membelakangi Rendra. Rendra yang matanya telah terpejam pada awalnya merasakan pergerakan istrinya. Dia membuka mata dan m