Bab 18 Siap Meninggalkan Rumah Mas Gavin... Mas Gavin. Asalkan kamu tahu saja Aku sudah siap sedia meninggalkan rumah ini ke rumahku yang baru. Karena rumah ini telah resmi terjual. Berkat bantuan Pak Nugraha, rumah ini terjual dengan harga fantastis. Tak lupa ku beri bagian padanya, karena telah berjasa menolongku. Jadi tanpa Mas Gavin paksa pun Aku akan keluar. Setelah lama mencari, Akhirnya Aku menemukan tempat tinggal yang lebih baik dari ini. rumah itu terletak tak jauh dari kota tempat perusahaan tempat Ferdi bekerja. Dan rumah itu juga ku dapatkan atas rekomendasi Ferdi sendiri. Lokasinya yang strategis sehingga memudahkan Aku untuk memajukan bisnisku. Jadi selain berkecimpung di dunia online, Aku juga membuka toko langsung di rumah. Rumah baruku ini terletak jauh dari kota sebelumnya Aku tinggal.
Ketika sibuk mengurusi pekerjaan tiba-tiba saja ada seseorang yang menelponku. Dan memintaku untuk menemuinya. Aku telah berusaha menolak. Tapi tetap saja ngotot. Katanya ada hal penting yang ingin di bicarakan. Terpaksalah Aku menyetujuinya, siapa tahu juga ada yang penting. Pada hari dan waktu yang telah di sepakati Aku menunggunya di tempat yang sudah kita janjikan. Lewat via telepon, dia mengatakan bahwa dia telah dekat. Tidak lupa ku sebutkan nomor mejaku. Tidak lama setelah itu datanglah seorang wanita tinggi semampai menuju ke arah mejaku. Berhijab khas wanita kekinian. Setelah Aku perhatikan, Aku seperti mengenali wanita ini. Tapi siapa ya?. Ooh Aku baru ingat sepertinya dia Vina teman SDku dulu. Teman dekat malah. Eh tapi apa dia benar-benar Vina. Terlihat wanita itu juga sedikit bengong. "Kamu Ferdi y
Aku memiliki seorang istri yang cantik, Vina. Aku menikahinya dengan penuh cinta. Rumah tangga kami bahagia walaupun masih terbilang pas-pasan. Katanya sih begitu. Tapi menurutku Aku telah memberikan yang terbaik untuknya. Lima juta setiap bulan bukanlah jumlah yang kecil. Kukira pas buat mencukupi berbagai kebutuhan. Kredit rumah, cicilan mobil ke mertua, membayar listrik dan lainnya. Tapi masih saja dia seperti kesusahan mengatur keuangan. Sampai-sampai dia bekerja keras untuk buka usaha online. Katanya untuk membantu mencukupi kebutuhan yang semakin mahal. Halaaah itu hanya alasannya saja ingin membantu. Memangnya berapa penghasilannya? Paling-paling cuma pas buat bumbu dapur. Uang dariku sudah cukup. Lama-lama tingkahnya yang sok repot itu mulai membuatku kesal. Mungkin saja dia mau meremehkan Aku. Tuh istri belajar kurang ajar. Apalagi karena kerepotan
Akhirnya akta cerai yang kutunggu-tunggu akhirnya keluar juga. Dan Alwa pun sekarang masih dalam proses perceraian. Katanya dalam waktu dekat dia juga akan resmi bercerai. Dunia ini memang berpihak padaku. Tidak menunggu waktu lama, impianku akan terwujud tanpa rintangan yang berat. Apalagi Alwa telah menjadi milikku nanti. Maka kebahagiaanku akan bertambah-tambah. Sekarang Aku harus mempersiapkan persiapan untuk pernikahan kami. Tapi tabunganku cuma sedikit. Selama ini Aku lupa untuk lebih banyak menabung untuk mempersunting Alwa pujaanku. Salah Aku sih, kurang berpikir panjang. Coba saja Aku menabung lebih banyak, pasti Aku akan dengan mudah memenuhi keinginan Alwa. Maharnya, mas kawinnya. Aduuh. Tapi tak apalah ku coba untuk membicarakan ini kepada Alwa. Bukankah dia mencintaiku? Jadi dia tidak mungkin akan memberatkan calon suaminya yang gante
"Mas sebelum kita menikah, katanya Mas mau mengurus surat sertifikat rumah menjadi atas namaku, Mas. Kita harus menyiapkan diri jauh-jauh hari lho, Mas. Biar nanti kita tidak kelabakan." "Iya sayang nanti, Mas segerakan kok." "Kalau begitu cepatvya, Mas." "Iya nanti kita suruh pengacara saja yang mengurus. Ayo kita ambil brankas tempat Mas menyimpan sertifikat rumah itu." "Beneran, Mas. Mas nggak bohong kan?" Wajah Alwa terlihat berbunga-bunga. Aku ikut senang melihatnya bahagia. Wajah bahagianya mampu membuatku merasa seperti pahlawan yang mampu membuatnya tersenyum. Ku kecup rambutnya yang semerbak. Entah apa yang
Terus ku susul Alwa ke rumahnya? Aku takut dia benar-benar kecewa padaku. Aku masih akan tetap berusaha untukmu Alwa. Aku sudah terlanjur mencintaimu. Aku meminta sopir untuk mempercepat laju mobil. Tidak sabar rasanya ingin melihat keadaan Alwa. Mungkin saja dia shock dengan kenyataan ini. Sesampainya di sana Aku langsung masuk. Tiba-tiba Alwa melempar semua barang milikku keluar. Hampir saja mengenai wajahku. Apa-apaan ini? Kenapa semua barang-baranku di lempar keluar? Yang benar saja ini Alwa."Ada apa ini, sayang. Mengapa semua kau buang? Apakah kamu mengusirku?"Iya benar Aku mengusirmu. Aku tidak sudi menampungmu lagi!" "Jangan begitu Alwa. Semua ada jalan keluarnya." "Tidak ada lagi jalan keluarnya sel
Taksi berhenti di depan sebuah kos-kosan kecil. Disinilah Aku menilih untuk berhenti. Mobilpun menepi. Ku sodorkan beberapa lembar uang puluhan kepada pengemudi. Dengan cepat Aku menanyakan niatku untuk mengontrak untuk sementara waktu. Iyalah, tidak mungkin selamanya juga kan? Pedih juga hatiku melihat kenyataan itu. Vina adalah biang keladinya masalah ini. Bagaimana bisa dia menjual rumah itu tanpa izin padaku. Padahal sertifikatnya atas namaku. Mungkin saja dia memalsukannya? Aku harus mengambil perhitungan dengannya. Ku hubungi nomornya, tapi sialnya kontak itu tidak bisa di hubungi lagi. Apa yang harus Aku lakukan? Mengapa nasibku begitu sial kali ini. Dia pasti dirumah ibunya. Atau dia memberi uang hasil dia menjual rumahku pada oran
Beberapa waktu telah berlalu. Aku sudah tidak sabar untu bisa bertemu Vina. Tapi untuk bertemu dengannya di depan orangtuanya, Aku agak takut. Jangan-jangan Vina masih menyimpan video mesumku bersama Alwa waktu itu? Kalau iya, apa jadinya kalau dia memperlihatkan video memalukan itu pada mantan mertuaku. Bisa-bisa mampuslah sandiwaraku kemarin. Aju harus mencari cara agar Vina mau menghapus semua foto dan video tidak senonohku itu. Perempuan itu memang licik. Entah dari mana dia bisa mendapatkan semua itu. Kalau orang tuanya Vina tahu perselingkuhanku, sudah pasti mereka tidak akan mau memberi bagianku dari hasil jual rumah kami. Aku benar-benar kalut. Sudah beberapa hari ini Aku izin tidak masuk kerja. Ku buat saja alasanku sedang sakit. Bagaimana bisa fokus kerja kalau banyak
Bab 44 Akhir Cerita Aku dan Ferdi teramat khawatir dengan keadaan Papaku. Ibu tega merencanakan sesuatu yang buruk padanya. Kuharap pihak yang berwajib segera mengambil tindakan tegas, karena bukti rekaman suara Ibu sambungku sangat kuat. Keselamatan ayahku berada dalam ancaman sekarang. Oh ya kami belum menyampaikan kabar kepulanganku pada Ayah. Tapi sebelum kami berniat menghubungi Ayah, Derrrttttt..... Drrrrttt.... Ponsel Ferdi bergetar, dengan cepat dia mengecek siapa yang menelpon. "Nah ini Papa yang nelpon." Baru saja mau di hubungi malah beliau nelpon duluan. Panggilan langsung di jawab dan di loudspeaker.
Part 43 POV Tante Ara "Pa, Mama kasihan sekali melihat cucu-cucu kita tadi. Tidak tega, mereka sangat sedih karena kepergian Ibu mereka." Berusaha Aku menarik perhatian suamiku. Berusaha untuk seolah-olah bersimpati dengan bencana yang menimpa mereka. Padahal dalam hatiku berkata "rasain". "Iya benar, Ma. Kasihan melihat keadaan mereka yang selalu murung. Apa lebih baik kita saja yang merawat mereka, Ma?" Pendapatnya sungguh membuatku tertawa. Siapa juga yang mau mengasuh anak yang masih kecil seperti Praska. Tapi demi mencapai tujuan terpsksa Aku berpura-pura untuk menerima pendapatnya. "Itulah yang mama pikirkan tadi, Pa. Kemarin sebelum kita pulang, tanpa sepengetahuan Papa, Mama telah berusaha membujuk anak-a
Bab 42 Gagal Hingga pada suatu hari kami kedatangan 2 orang tamu yang ngaku-ngaku sahabatnya Vina. Satu diantaranya menggunakan masker, tapi maklum sekarang kan masih masa pandemi.. Tidak perlu menaruh kecurigaan sedikitpun dengan kedua wanita tersebut. "Saya turut merasa kehilangan. Kalau boleh tahu, apakah Mbak menyaksikan mobil Vina terbakar waktu itu?" Salah seorang dari mereka bertanya padaku .Aku tetap dengan pendirian berusaha untuk meyakinkan orang-orang bahwa Vina memang telah mati. Semua orang telah mempercayai semua keterangan yang kuberikan. "Ya,,, saya jelas-jelas melihat keberadaannya yang sedang memegang setir mobil dan terjepit tidak bisa keluar, karena mobilnya menabrak pohon. Dan pohon itu juga ikut terbakar karena ledakan mobil Vina." Dengan lantan
Bab 41 Perjuangan Untuk Mendapatkannya Kembali Hatiku lega akhirnya niatku untuk menghabisi Wanita itu telah tercapai. Tinggal sekarang Aku berusaha bagaimana cara agar Ferdi mau kembali padaku. Berbagai cara akan kulakukan untuk mendapatkannya kembali. Bukankah dulu dia sangat mencintai ku kan? Aku yakin dia masih menyimpan perasaan itu. Setiap hari aku menyempatkan untuk datang kepadanya untuk menemani masa masa berkabung. Semua orang telah menganggap Vina telah mati. Dalam hati aku bersyukur. Sekarang Tante Ara masih berpikir bagaimana cara menyingkirkan suaminya. Ambisi perempuan paruh baya itu begitu besar. Kalau dia pandai mengatur strategi perencanaan, maka bisa dipastikan dia akanb mm menguasai semua aset suaminya. "Ba
Bab 40 Step Pertama Berhasil Sore ini aku berniat untuk menjalankan rencana kami. Beberapa orang suruhan Tante Ara telah siap. salah seorang yang ku suruh untuk mengamati keadaan Vina, mengatakan wanita itu masih ada di kantor. sebelum terlambat aku mengambil ponsel sebisa mungkin ku buat suara yang berbeda. "Buuu Aku kecelakaan di jalan Seruni Bu tolooooong. Ini Aku ciyaa." Aku buat seolah-olah aku sedang menangis dan sedang dalam keadaan bahaya. Aku harap suaraku bisa mengecoh nya. Dugaanku benar Vina terdengar sangat khawatir. Dalam hati Aku bersyukur, mudah-mudahan niat ini bisa terwujud. Sengaja Aku mengaku sebagai Ciya, yang sedang dalam bahaya di jalan seruni. Karena aku berencana menjalankan rencana di sana. Lokas
Part 39 Aku Ingin Suamiku Kembali Hari itu aku terbaring di rumah sakit. Aku menahan sakit yang teramat sangat. aku sangat sial mengapa penyakit ini menggerogotiku. Penyakit kelamin yang baunya sangat menyengat. Ini pasti gara-gara pelangganku yang berasal dari India dulu. Percuma bayaran mahal, tahu-tahunya penyakitan. Gara-gara diatidak ada yang mau menjengukku. Bahkan Ibu saja terkadang malas untuk sekedar dekat-dekat. Ketika aku sedang meringis sering menahan kesakitan, aku kedatangan seorang pembezuk yang aku tidak tahu namanya. Setelah dia menjelaskan, alangkah terkejutnya aku ketika dia mengatakan bahwa dia adalah mantan istrinya Gavin. Kuperhatikan tampangnya dari kepala sampai ujung kaki. Wanita ini elegan, tidak seperti yang Gavin katakan. Selama ini Gavin mengata
Bab 38 Telepon Yang Tidak Pernah Kuduga Semua kejadian berlalu begitu mengejutkan. Alwa telah di amankan oleh aparat keamanan. Tinggal kami menyusul ke sana untuk memberi kesaksian. "Baiklah, semua masalah telah jelas. Dan saya telah berusaha sebaik mungkin untuk menolong Mbak Vina. Sekarang saya izin pulang dulu. Karena Ibu saya sudah lama menunggu kepulangan saya." Alin pamit untuk kembali pulang ke rumahnya. Aku menarik tangan Ferdi sebentar. Ku serahkan brosur jumlah biaya kami di rumah sakit waktu itu. Aku berniat membayar semuanya dengan uangku, tapi Ferdi mencegah. Dia mengambil cek dan menuliskan nominal angka yang lebih banyak daripada yang ada di brosur tersebut. Lalu Ferdi mengambil satu buah cek lagi. Dan menulis kembali jumlah nominal uang yang sama. Aku tidak mengerti untuk apa. &nb
Bab 37 Mengelak Dari KenyataanKalau begitu, sekarang Bukalah maskermu Mbak. Tunjukkan bahwa kau masih hidup." Suara Alin menggema di ruangan rumahku. Mengejutkan semua orang. Kini semua mata tertuju ke arahku. Aku membuka maskerku dan....... Tahulah semua orang di sana siapa diriku sebenarnya. Akulah orang yang disangka telah mati itu. Semua mata memandang tidak percaya padaku. Mereka berbisik-bisik dengan kata-kata yang tidak bisa ku dengar. Ferdi menatapku sejenak, mungkin dia mau memastikan seseorang yang berdiri ini apakah sungguh Vina atau bukan.
Bab 36 Pernyataan Kebohongan Alwa Sesampainya di depan rumah, alangkah terkejutnya Aku melihat banyak karangan Bunga bertebaran di depan rumah. "Turut Berduka Cita Dengan Meninggalnya Vina Alfani Binti Aziz Azam." Astagafirullahhalazhiim.... Apakah semua orang sudah menganggapku mati??? Aku termangu dengan apa yang kulihat. Karangan-karangan bunga itu berasal dari mana-mana. Dari perusahaan-perusahaan yang menjalin kerja sama dengan perusahaan tempat Ferdi bekerja, maupun Dari staf kerja perusahaan tempatnya sendiri bekerja. "Ayo, Mbak kenapa harus bengong. Ayo turun. Ini benar-benar rumah Mbak kan? pasti ada sesuatu di sini. Lihatlah karangan-karangan bunga ini begitu banyak."