"Mbak wanita tua itu pergi. Kalau dia pergi, mau apa kedua orang itu di rumah berduaan?"Aku melotot tapi benar juga, kalau ibu pergi mau apa mereka berdua."Ikuti aku, segera aktifkan fitur Vidio di ponselmu. Aku mau aku dapatkan rekaman paling bagus."Kalau tepat dugaanku mas Darma mungkin tengah bermain api. Aku akan memberinya pelajaran, jika dia melakukan itu di rumah kami.Aku masuk lewat pintu belakang yang sengaja tak aku kunci. Pria itu mengikuti dari belakang, kami terus masuk hingga sampai kamar. Benar saja mereka ternyata berada di kamar. Brak ....Aku menendang pintu, setelah menahan diri mendengar desahan mesum itu. Benar saja kami melihat mas Darma, tengah memacu di atas tubuh wanita yang dia bawa."Setan kau mas, berani berzinah di rumah ini!"Aku berteriak histris lalu menghajar mas Darma dan selingkuhannya. Menyeret wanita telanjang itu hingga keluar rumah, tak butuh waktu lama tetangga berdatangan. Mas Darma mencoba menolong kekasihnya. Ternyata dia sempat memakai
"Sesuai permintaan mu, mulai sekarang Karin akan tinggal di sini, karena ini rumah ku. Kau tak ada hak untuk protes."Aku tersenyum menatap mas Darma dan wanita yang baru saja dia nikahi, karena paksaan ku dan warga setelah dia tertangkap berbuat mesum. Wanita itu tanpa malu memeluk lengan pria yang masih menjadi suamiku."Satu lagi, tolong keluarkan semua barang-barang mu dari kamar utama. Aku dan mas Darma yang pantas menempatinya, sedangkan kau bisa pindah di kamar belakang, tempat pembantu."Aku terkejut mendengar ucapan wanita itu lalu beralih pada mas Darma yang terlihat resah."Jangan begitu Dek, biarkan dia di kamar tamu. Aku tak mau tetangga memandang jelek padamu."Mas Darma menyentuh dagu istri mudanya. Aku hanya tersenyum sinis, dia pikir aku akan cemburu ...tidak akan pernah."Kau memang pria baik Mas. Meski punya istri tak tau diri, tetap saja kau melindunginya."Aku semakin melebarkan senyuman, karena kata-kata manis istri kedua mas Darma. Dia belum tau sifat asli mas D
"Jangan meminta padaku, karena itu tak akan pernah terjadi. Dia istri baru mu jadi dia yang bertugas merawat rumah dan dirimu bukan aku, kecuali dia mau keluar dan meninggalkan rumah ini. Jadi kau bisa cari istri baru yang bisa melayani suaminya."Aku segera bicara panjang, sebelum mas Darma bicara menuruti permintaan istri mudanya. Pria itu hanya terdiam karena aku tak menuruti permintaan pelakor."Kau hanya menumpang di sini, jadi tugasmu untuk membayar tempat tinggal gratis ini. Jangan lupa ini rumah suamiku sedangkan kau hanya mantan istri."Aku geram mendengar wanita ini bicara. Dia sama seperti mas Darma, tak tau malu."Hai, mau kau bawa kemana dia?"Mas Darma berteriak, karena aku menarik tangan istri mudanya menuju keluar. Setelah itu melemparnya hingga tersungkur di tanah."Dengar pelacur, kau hanya istri yang di nikahi siri karena ketangkap berzinah. Jangan mencoba melawan aku yang masih istri sah suamimu, ingat sampai masa Iddah berakhir, saat itulah kau bisa berhak penuh s
Aku mengacungkan gunting yang tadi aku gunakan untuk memotong rambutnya. Dengan takut dia melangkah mengambil sapu."Bagus, itulah gunanya wanita di rumah ini. Jangan kau pikir bisa enak-enakan saja."Aku meninggalkan kedua manusia itu. Aku biarkan mas Darma memeluk istri mudanya, yang kepalanya terlihat berantakan."Sudah jangan menangis lagi nanti kita ke salon. Rambutmu pasti bisa di rapikan."Aku hampir tertawa mendengar janji manis mas Darma. Dia pikir ke salon tak pakai uang, untuk makan saja dia kesulitan, mau mengunakan tabungan rahasianya? Sudah habis hanya tersisa seratus ribu.****"Jadi ini rumah suami barumu? Lumayan besar, bahkan lebih besar dari punya suami lamamu. Kau sudah pastikan rumah ini atas nama Darma kan? Jangan sampai tertipu lagi. Melayani siang dan malam, hasilnya semua harta di rampas istri sahnya.Aku terkejut saat mendengar pembicaraan Karin dengan ibunya. Jadi wanita itu pernah menikah dengan suami orang. Kenapa dia tak jera? Jika sudah pernah di kerjai
Aku menatap ke arah pintu kamar. Entah siapa yang mengetuk dari luar, tak mungkin perempuan itu mana berani dia.Kriet ...Aku membuka pintu dan terkejut melihat ibu mertua, dia berdiri dengan tangan terlipat di dada. Aku terkejut karena tak mengira, akhirnya dia berani datang kemari setelah kejadian pengerebekan itu."Kau memang keterlaluan, bisa-bisanya mendekam dan makan enak di dalam kamar. Apa kau tak tau dia juga istri Darma?"Wanita itu menunjuk ke arah menantu barunya. Membuatku muak, melihat senyum menjijikan istri muda mas Darma."Memangnya ibu berharap aku melakukan apa? Memberinya kebebasan di rumah ini sudah aku lakukan. Soal makanan, untuk apa berbagi dengannya, karena bukan suaminya yang beli. Jadi tolong tidak usah banyak bicara, maaf aku mau makan lagi."Aku menutup pintu dengan sangat keras, tak perduli meski wanita itu berteriak. Dia pikir masih bisa berbuat sesukanya seperti dulu."Dasar kurangajar, baguslah sebentar lagi dia keluar dari rumah ini. Sudah tak cantik
"Oya ...mas tenang saja aku akan pergi setelah waktunya tiba. Sebelum itu terjadi, apa mas sudah siap? Membayar semua hutang keluargamu termasuk uang kuliah Dista. Jika sudah aku akan pergi meski masa Iddah belum selesai."Aku meninggalkan mas Darma yang terlihat pucat-pasi. Sedang ibu dan istri mudanya, terlihat mengomel tanpa suara."Aku mau pergi ke pengadilan agama. Untuk melanjutkan sidang pertama, tapi ingat jika ada yang masuk ke kamarku maka dia akan menyesal."Aku berjalan dengan santai, di luar rumah sudah ada mobil dan sopir bapak menunggu. Hari ini memang sidang pertama, pengacara bapak minta untuk datang. Selanjutnya biar dia yang mengurusnya."Sombong sekali mantan istrimu, baru juga bisa sewa mobil, lagaknya seperti orang kaya."Aku tersenyum mendengar ucapan ibu setelah itu aku menutup pintu dan meminta sopir segera menuju ke pengadilan agama."Kalian boleh bicara sesukanya, tapi nanti setelah tau siapa bapak Semoga kalian tak terkena serangan jantung."Aku berkata dal
Aku menoleh ke arah pintu, karena lonceng kecil menunjukkan kalau ada yang masuk."Selamat siang dan selamat datang, silahkan ...."Aku tak melanjutkan ucapan, karena yang datang mas Darma dan istri barunya, tak ketinggalan ibunya juga ikut."Jadi benar yang kau katakan Dar, dia kerja jadi pegawai toko. Pantas bisa sombong menguggat cerai, kita lihat saja sampai kapan dia betah di sini?"Calon mantan mertua, terlihat menatap baju-baju yang baru aku letakan di gantungan. Terlihat matanya berbinar, namun tak lama redup saat melihat bandrol harga."Kerja di tempat ini berapa sih gajinya? Sampai berani minta cerai segala. Ingat Darma jangan mau, kalau nanti dia minta balikan, lihat saja baju begini harganya sampai tiga ratusan. Percaya deh sebentar lagi pasti bangkrut, apalagi ada si pembawa sial."Mendengar keributan itu Reni hendak menghampiri, tapi aku segera memberi tanda untuk tidak ikut campur."Ibu tidak usah takut, aku juga tak sudi balikan dengannya. Ayo kita pergi belanja di tem
"Akhirnya kau bisa segera keluar dari rumah suamiku. Sebagai janda kau jangan bermimpi untuk kembali pada mas Darma, dia tak akan kembali padamu lagi, jadi jangan mencoba mengodanya."Aku hampir tertawa mendengar ucapan istri muda mas Darma. Dia lupa kalau aku yang mengugat cerai, jadi mana mungkin masih berharap untuk rujuk kembali."Kau tenang saja sayang. Meski dia berlutut sekalipun, aku tak akan sudi kembali padanya. Bagiku dia hanya sampah karena telah menghina suaminya."Mas Darma tersenyum sinis dia begitu bangga dengan menghinaku. Sepertinya dia sudah tak sabar untuk mendapat kejutan dariku."Tenang saja mas hanya menunggu masa iddahku berakhir. Setelah itu aku tunjukan padamu, apa itu sampah yang sesungguhnya. Sebelum itu terjadi, apa kau tak berniat meresmikan pernikahanmu dengan wanita itu? Lihat perutnya semakin buncit. Apa tak takut anak itu tak mendapatkan identitas yang sebenarnya?"Mas Darma dan gundiknya terkejut. Mungkin mereka tak menyangka, aku tau kalau gundik su
"Kalian penipu, untuk menguasai harta ibu kalian sengaja bilang bangkrut. Kalian ingin menguasai hak Aina putriku."Siti berteriak, membuat semua orang yang datang ke acara tujuh hari nenek Fandy terkejut. Mereka tak menyangka kalau wanita itu tidak memiliki sopan-santun. Membuat Hardi muak."Cukup! Hak apa yang kau maksudkan, Siti. Aina bahkan bukan darah dagingku, dia anak harammu dengan pria lain. Apa kau mau semua orang tau siapa ayah Aina? Sudah siap di hancurkan istri dan keluarga pria itu?"Siti terkejut dia tak menyangka Hardi akan semarah itu. Selama ini tak ada yang tau soal Aina selain Hardi dan orangtua Fandy, tapi sekarang Hardi siap membuka aibnya."Bagaimana?"Siti gemetar dia hanya bisa menatap Hardi tanpa berani untuk bicara. Dia tak siap berhadapan dengan keluarga kekasihnya, apalagi tanpa perlindungan Hardi."Sebaiknya kau pergi daripada hanya membuat omong kosong. Demi harta kau tak sadar sedang berada di mana, selama ini kau sudah enak hidup dari belaskasihan kami
"Ini gak mungkin, pasti akal-akalan kalian kan. Jangan mentang-mentang ibu tinggal bersama kalian lalu kalian berusaha menguasai hartanya."Sari terlihat marah saat pengacara keluarga datang sesuai permintaan Sari. Malas ribut orangtua Fandy menuruti permintaannya."Awalnya aku tak mau melibatkan kalian. Sayangnya kau terlalu serakah Sari, apa boleh buat segera kosongkan rumah yang kalian tempati, karena itu termasuk harta ibu yang di gadaikan. Bahkan rumah ini sudah bukan milik ibu lagi, hutang dan kesombongan membuat semuanya hilang."Kali ini Maya dan Fandy tak berani bersuara. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan para orangtua yang bicara, agar tak terjadi keributan yang lebih panjang."Bagaimana Har? Apa kau siap bicara pada wanita ini? Wanita yang tak sadar siapa dirinya. Hanya mantan tapi masih merasa berkuasa, aku rasa sudah waktunya kau buang dia, daripada menyusahkan mu terus-menerus."Maya dan Fandy terkejut begitu juga dengan Sari. Wanita itu tak menyangka akan mendapat
"Setelah ibu meninggal akhirnya kalian datang juga. Begitu inginnya kalian mendapat warisan ibu."Baru saja masuk ke rumah, belum juga mendudukan bokong ke kursi. Susah terdengar ucapan pedas seorang wanita."Maksud Tante Sari apa ya? Kenapa bicara soal warisan? Saat nenek belum genap tiga hari meninggal."Fandy yang terkejut langsung menatap istri adik papanya. Mereka memang tak dekat, bahkan saat dia dan Maya menikah tak ada keluarga papanya yang datang. Sepertinya dia tau sebabnya."Heran saja, sejak ibu sakit tak ada kalian datang menjenguk tapi begitu dia meninggal cepat sekali datang pasti menginginkan harta warisan kan? Sudahlah aku bisa menebaknya dengan mudah."Fandy terlihat mengepalkan tangan, tentu dia emosi mendengar tuduhan Tantenya. Namun tidak dengan Maya, wanita itu terlihat santai sekali membuat Fandy heran dan juga bingung."Sayangnya Tante salah besar. Kami berdua tak membutuhkan warisan dari siapapun, asal tau aja kami berdua sudah memiliki dua perusahaan besar un
Fandy dan Maya duduk menghadap gundukan tanah merah yang masih basah. Di sana terbaring seorang wanita yang pernah merusak pernikahan mereka, wanita yang hingga akhir hayatnya tak sempat meminta maaf pada Fandy Maya."Sudah siang, kita pulang sekarang. Papa dan mama ingin bicara dengan kita."Fandy menautkan jari tangan pada tangan sang istri. Dia tau Maya masih belum bisa percaya pada kedua orangtuanya, setelah mereka sempat melakukan kesalahan pada wanita itu."Berapa lama kita di sini, Mas? Apa bisa aku pulang duluan? Rasanya tak nyaman berada di sini apalagi ada Hera."Maya terlihat tak nyaman tapi Fandy juga tak mungkin membawa istrinya pulang sekarang. Apa kata orang kalau mereka pulang, mereka saja datang setelah tiga hari kematian sang nenek. Jadi gak pantas kalau langsung pergi."Tenang ada aku bersamamu. Lagipula mama dan papa kan sudah meminta maaf, apa salahnya kita beri mereka kesempàtan, jangan sampai kejadian yang di alami nenek terjadi pada orangtua ku juga.""Apa kau
Kedua pasangan itu berciuman dengan panas. Mereka bahkan lupa berada di mana saat itu, Sandoro benar-benar bahagia, saat gadis yang dia cintai membalas perasaannya. Sandoro menarik tangan gadis yang baru satu jam yang lalu menerima cintanya. Mereka duduk di kursi ruangan Maya, posisi duduk mengangkang kekasihnya, membuat milik lelaki itu semakin tegang. Apalagi wanita itu justru duduk di pangkuannya, jelas membuat miliknya semakin membesar."Ah ....Pak milikmu menusuk milikku."Gadis itu terkejut hingga melepaskan ciuman di bibir kekasih barunya. Pria itu tersenyum dan meremas pantatnya."Mau buka celana dalammu? Agar dia bisa benar-benar masuk dan membuatmu merasakan nikmatnya."Gadis itu mengerjabkan matanya. Seperti berpikir antara takut dan ingin merasakan, benda besar yang menusuk miliknya. Perlahan dia bangun dari pangkuan Sandoro, menatap mata kekasihnya lalu membelai wajah pria yang tengah memejamkan mata itu, dia tau Sandoro tengah berusaha menetralkan panas di tubuhnya."Maa
"Hai ...mau kemana kau?"Sandoro dan bapak Maya terkejut, saat melihat Fandy berdiri menuju pintu kamar yang di tempati istrinya."Aku rela menerima rasa sakit yang di berikan istriku, tapi aku tak bisa tetap diam saat dia merasakan sakit, karena apa yang dia pikirkan apalagi semua itu tidak benar."Fandy membuka pintu dan menemukan sorot mata dingin dan penuh rasa kecewa. Perlahan dia mendekat dan bersiap, seandainya sang istri kembali menyerangnya."Kau bisa memukul atau menamparku jika itu membuatmu lega, Yank. Aku memang bodoh, hingga tanpa sadar terus membuatmu terluka dan kecewa. Hanya saja kau harus tau, aku mencintaimu tak ada wanita lain yang bisa menggantikan cinta itu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Hingga jatuh pingsan sebelum Sandoro bicara. Apa mungkin itu bawaan bayi kita, yang sudah berkembang di rahimmu? Mungkin dia juga ikutan marah, karena mamanya berpikir papanya melakukan kesalahan lagi."Maya terlihat bingung dengan apa yang suaminya bilang. Mata wanita itu ber
Maya mengeliat merasakan sakit di kepalanya. Rasa pusing membuatnya tak sadar apa yang sudah terjadi padanya, perlahan dia terdiam saat otaknya mulai menginggat apa yang sudah terjadi."Sayang, syukurlah kau sudah sadar."Plak ...brak ...."Pergi! Aku tak mau melihatmu lagi!"Maya berteriak setelah menampar suaminya. Dia mulai membanting barang-barang yang ada di meja, pikiran dalam kepala membuatnya marah. Raut wajah Sandoro dan tatapan pria itu membuatnya menerka, apa yang sudah di lakukan Fandy."Sialan kau Mas. Percuma aku beri kau kesempatan berulang kali, ternyata kau membuatku seperti perempuan bodoh. Keluar, aku akan menggugat ke pengadilan agama kita bercerai!""Cukup Maya!"Maya tersentak saat mendengar teriakan bapaknya dari depan pintu. Wanita itu menangis histeris, karena mengira semua orang membodohinya termasuk orangtuanya."Bapak tenang dulu, sayang tenang dan dengarkan aku.""Tidak! Semua sudah jelas. Jadi pergi kalian semua, aku tak mau mendengar atau melihat kalian
"Kau yakin wanita itu ada di tempat yang kau katakan? Bersama pak Cakra Kusuma juga."Maya menatap Sandoro, untuk memastikan kalau laporan pria itu tak salah."Yakin, aku sudah memastikannya langsung dengan sekretaris pak Cakra. Wanita itu ingin menawarkan kerjasama dengan pak Cakra."Maya mengelengkan kepala sembari menatap Sandoro. Dia heran, bagaimana pria itu bisa mendapat informasi secepat itu."Rayuan ku tak pernah gagal May. Kau mau membuktikannya?"Plak ....Maya memukul bahu Sandoro. Pria itu memang suruhan Maya tapi dia bukan pegawai Maya, jadi dia masih bisa bicara dengan santai pada wanita itu."Masih ada satu lagi kejutanku untukmu May. Kau pasti suka, tak perlu mengeluarkan tenaga untuk memberi wanita itu pelajaran, cukup dengan Vidio ini."Sandoro mengirim sebuah Vidio ke nomor Maya. Wanita itu membukanya dan terkejut, dengan wajah merah dia menatap Sandoro."Sial kau, kenapa tak mengingatkan aku soal Vidio mesum ini?"Maya mengusap wajahnya dia jadi malu pada Sandoro k
"Seorang janda yang melanjutkan usaha suaminya. Sayang isi otaknya tak terlalu bagus, jadi perusahaan tak berjalan baik justru mendekati bangkrut. Irvan menjanjikan suntikan dana dengan syarat membantu Fira menjebak suamimu."Maya mengepalkan tangan ternyata dugaannya benar. Ada yang aneh dengan wanita yang ingin bekerjasama dengan Fandy."Bagus kalau begitu terus awasi dia. Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran, kalau dia tak boleh macam-macam dengan milikku."Sandoro adalah orang yang diminta Maya mengawasi wanita yang memasukkan obat perangsang dalam minuman Fandy. Pria itu begitu cekatan, hingga dalam waktu singkat sudah meletakkan informasi yang dia minta di atas meja kerjanya."Ngomong-ngomong, bagaimana kabar suamimu? Aku dengar dia membenturkan kepala, agar tak menyentuh wanita itu."Maya menarik napas saat mendengar pertanyaan Sandoro. Bicara soal Fandy, Maya belum menemui suaminya lagi sejak semalam. Dia masih kesal dengan kebodohan suaminya."Yah begitulah. Dia masih d