"Kau, kalau mengidam minta pada pria itu. Pria yang begitu gigih kau rebut dari ku, kalau berharga tak masalah, ini tak berguna pun kau mau juga."Aku meninggalkan mereka sembari tertawa seperti Mak Lampir. Memang enak melihat mantan istri lebih bahagia setelah berpisah."Dasar mandul tak tau diri. Lihat saja setelah masa iddahnya berakhir, maka penderitaannya akan di mulai."Mas Darma terlihat geram. Dia keluar dari rumah dalam keadaan marah, istrinya masih memeluk lengannya dengan erat."Wanita bodoh memangnya kenyang dengan glendotan begitu."Ucapku pelan, heran saja sebenarnya apa yang dia lihat pada mas Darma. Apa rumah dan mobilnya begitu mengiurkan, sedangkan cicilan masih sangat lama.Atau ada tujuan lain yang belum aku ketahui? Apa perlu aku selidiki juga? Sama seperti kandungan pelakor itu."Malas ah, biar saja mampus sekalian pria bodoh itu."Aku berucap kesal karena pusing memikirkan keanehan wanita kedua mas Darma."Maya!"Aku terkejut mendengar teriakan ibu mantan mertua
"Apa yang terjadi Mas?"Maya tersenyum melihat wajah Darma dan istri barunya. Mereka terlihat shock berat saat melihat rumah dalam keadaan kosong tanpa satu pun perabotan."Selamat datang, akhirnya kalian kembali pulang. Kau ingin memulai hidup baru dengan wanita ini kan Mas? Jadi aku sudah menjual semua barang yang aku beli saat baru menempati rumah ini. Sekarang saatnya istri barumu yang mengisinya."Maya bicara dengan santai, dia memasang sebuah tikar lama yang warnanya sudah memudar. Darma dan istrinya terdiam meski jelas wajah wanita itu terlihat menyebalkan."Kau ingat kan Mas. Tikar ini yang bisa kau beli saat kita memasuki rumah ini. Sekarang aku wariskan pada istri baru mu, agar dia merasakan apa yang kita rasakan dahulu kala."Maya menyeruput jus alpukat, yang baru dia ambil dari dalam kamar. Darma dan istrinya terlihat menahan geram."Tidak usah marah begitu Mas, bukankah kau tau pasti, semua barang di rumah ini aku yang beli. Kecuali tikar itu dan tikar di dalam kamar kali
Setelah Maya pergi Darma dan Diki ribut. Kedua saudara itu saling menyalahkan, sang ibu hanya terdiam karena tak tau harus berbuat apa lagi."Tak ada jalan lain, berikan tabungan kita. Dengan uang itu aku bisa memperbaiki kekacauan ini."Darma terkejut, dia tak menyangka uang yang dia simpan selama ini, akan di keluarkan hanya untuk membantu Diki."Gak bisa begitu dong, uang itu milik kita berempat, jadi harus ada persetujuan semua orang."Darma tak mau menyerahkan uang tabungan rahasianya. Bahkan Maya saja tidak tau soal uang itu."Jangan cari masalah lagi Darma, kau tau karena kebodohanmu itu, aku yang harus kehilangan semua yang aku bangun selama ini. Maya berhasil membuatku kehilangan pekerjaanku."Diki terlihat sangat murka. Dalam sekelip mata Maya bisa membuatnya di pecat, dia belum tau bagaimana bisa adik iparnya berbuat begitu. Nanti dia akan menyelidikinya."Sudah jangan membuang waktu lagi. Ambil uang itu aku harus segera bertindak cepat."Dengan berat hati Darma pergi ke ka
Darma menarik napas, karena merasakan lapar di perutnya. Setelah makan diluar, masih saja belum merasa kenyang.Perlahan dia masuk ke dapur. Matanya melotot dengan pemandangan di sana, Maya benar-benar membawa semuanya. Bahkan tempat beras yang telah kosong dia angkut juga."Begitu kejam hatimu May, bahkan tak menyisakan satu barang pun di rumahku. Meski semua kau yang beli, kenapa tak kau tinggalkan sedikit barang sebagai kenang-kenangan."Darma kembali ke ruang keluarga, lalu berjalan menuju ke kamar. Dia menarik napas saat melihat hamparan baju miliknya, diatas lantai beralaskan tikberalaska"Ini saja yang kita beli Mas. Semoga setelah ini rejeki kita berlimpah dan bisa membeli barang untuk mengisi rumah impian kita. Tidak apa kita mulai dari nol lagi, karena keluar dari rumah ibumu."Itu ucapan Maya saat pertama kali mereka keluar dari rumah ibunya. Tanpa membawa satu barangpun, karena ibunya tak mengijinkan barang yang masuk ke rumahnya untuk di bawa keluar. "Itu pamali Dar, kal
"Selamat siang pak Darma, saya rasa jam kerja perusahaan ini, sudah lewat lebih dari setengah jam dan anda baru datang. Sebagai seorang pegawai seharusnya ini tak boleh terjadi, apa ada ijin dari pak Emir? Atau anda mencoba korupsi waktu, karena beliau tidak sedang di kantor."Darma terkejut karena saat masuk ke ruangannya ada seseorang duduk di kursi kerjanya dan membelakangi, sehingga tidak terlihat wajahnya."Siapa anda? Kenapa lancang masuk dan duduk di ruangan saya."Darma bertanya namun dia tak bisa melihat siapa orang itu. Membuat Maya kesal karena mantan suaminya tak mengenali suaranya."Baru beberapa hari bercerai, kau bahkan tak lagi mengenali suaraku sungguh mengecewakan. Sebaiknya kau langsung ke HRD, siapa tau langsung di pecat bukan teguran lagi."Darma terkejut, dia tak menyangka Maya adalah orang yang duduk di kursi kerjanya. Dengan kesal dia mengusir mantan istrinya."Tidak usah sok jijik begitu Mas, bisa jadi sebentar lagi ruangan ini tak lagi kau tempati."Maya ters
Dengan gontai Darma pulang, dia merasa lelah lahir dan batin. Dia terduduk di depan rumahnya, untuk menghilangkan suntuk. "Perasaan hidupku jadi tertimpa sial terus. Apa ini balasan karena aku telah mencurangi Maya?"Darma menarik napas panjang, dia bingung setelah di pecat tanpa pesangon. Darimana dia mendapat uang untuk membayar cicilan rumah dan mobilnya."Akhirnya kau pulang juga, bagaimana bisa kau dapatkan uang untuk menganti uang yang hilang itu?"Darma jadi ingin teriak atau menghajar wanita, yang datang-datang langsung bicara soal uang. Sayang wanita itu ibunya kalau tidak mungkin bisa dia jadikan pelampiasan rasa kesalnya."Tidak ada Bu, aku saja pusing, karena di pecat tanpa pesangon. Untuk makan saja bingung, apalagi untuk membayar cicilan rumah dan mobil."Mendengar ucapan anaknya wanita itu terkejut, dia bingung kok bisa tiba-tiba Darma di pecat."Aku juga tidak mengerti Bu, semua bermula saat Maya mendatangi kantorku. Dia mengancam, siapa tau ancamannya menjadi kenyata
"Jangan-jangan kau mau menipu ibu ya, uang tabungan itu sebenarnya tidak hilang, tapi kau gunakan untuk menyenangkan Maya."Darma kembali menarik napas. Kedatangan ibunya semakin membuatnya pusing, bisa-bisanya terpikir hal itu. Sementara dia tau selama ini telah membodohi istrinya, demi membahagiakan keluarganya."Aku rasa ibu tau itu tidak benar, justru selama ini kita yang bersenang-senang diatas penderitaan Maya. Apa ibu lupa uang yang ibu minta dengan alasan hutang, apa pernah ibu bayar? Tidak pernah kan?"Darma kembali duduk di atas lantai ruang tamu. Dia bersandar didinding dengan mata menerawang."Ibu datang kemari biasanya membawa makanan, kenapa sekarang tidak lagi?"Wanita itu menarik napas kesal. Selama ini dia mengira penganti Maya wanita kaya, ternyata wanita itu hanya mencoba menjadi benalu. Begitu melihat Darma dalam masalah, dia cuci tangan dan kabur."Ibu hanya berusaha menyenangkan istri barumu, karena mengira dia wanita kaya, ternyata kecantikannya hanya modal melo
"Apa maksudmu tak lagi kuliah, Dis? Jangan macam-macam kau. Ingat biaya kuliahmu itu mahal. Gara-gara biaya kuliahmu itu, aku sampai bercerai dengan Maya."Aku dan ibu menatap Dista. Bisa-bisanya dia bilang tak lagi kuliah, memangnya apa yang jadi masalahnya. Tinggal kuliah, biaya aku yang tanggung mau apa lagi coba?"Masalahnya aku dikeluarkan dari kampus!"Dista berteriak membuat aku dan ibu terkejut. Bukankah bayaran uang kuliah lancar, kenapa dia harus dikeluarkan."Ini tidak boleh dibiarkan Bu, aku harus minta pertanggungjawaban dari kampusnya."Mendengar ucapanku, Dista tak melanjutkan masuk ke kamar. Dia kembali dan melarang aku ke kampus."Jangan bikin malu Mas, kalau sudah dikeluarkan buat apa datang ke kampus. Mau mengemis gitu?"Aku mengepalkan tangan ingin rasanya menampar wajahnya. Bisa-bisanya dia bicara begitu, apa tak berpikir berapa banyak uang yang sudah aku keluarkan."Tunggu dulu, kau takut sekali aku ke kampusmu. Apa ada yang coba kau tutupi dari kami Dis?"Dista