"Oya ...mas tenang saja aku akan pergi setelah waktunya tiba. Sebelum itu terjadi, apa mas sudah siap? Membayar semua hutang keluargamu termasuk uang kuliah Dista. Jika sudah aku akan pergi meski masa Iddah belum selesai."Aku meninggalkan mas Darma yang terlihat pucat-pasi. Sedang ibu dan istri mudanya, terlihat mengomel tanpa suara."Aku mau pergi ke pengadilan agama. Untuk melanjutkan sidang pertama, tapi ingat jika ada yang masuk ke kamarku maka dia akan menyesal."Aku berjalan dengan santai, di luar rumah sudah ada mobil dan sopir bapak menunggu. Hari ini memang sidang pertama, pengacara bapak minta untuk datang. Selanjutnya biar dia yang mengurusnya."Sombong sekali mantan istrimu, baru juga bisa sewa mobil, lagaknya seperti orang kaya."Aku tersenyum mendengar ucapan ibu setelah itu aku menutup pintu dan meminta sopir segera menuju ke pengadilan agama."Kalian boleh bicara sesukanya, tapi nanti setelah tau siapa bapak Semoga kalian tak terkena serangan jantung."Aku berkata dal
Aku menoleh ke arah pintu, karena lonceng kecil menunjukkan kalau ada yang masuk."Selamat siang dan selamat datang, silahkan ...."Aku tak melanjutkan ucapan, karena yang datang mas Darma dan istri barunya, tak ketinggalan ibunya juga ikut."Jadi benar yang kau katakan Dar, dia kerja jadi pegawai toko. Pantas bisa sombong menguggat cerai, kita lihat saja sampai kapan dia betah di sini?"Calon mantan mertua, terlihat menatap baju-baju yang baru aku letakan di gantungan. Terlihat matanya berbinar, namun tak lama redup saat melihat bandrol harga."Kerja di tempat ini berapa sih gajinya? Sampai berani minta cerai segala. Ingat Darma jangan mau, kalau nanti dia minta balikan, lihat saja baju begini harganya sampai tiga ratusan. Percaya deh sebentar lagi pasti bangkrut, apalagi ada si pembawa sial."Mendengar keributan itu Reni hendak menghampiri, tapi aku segera memberi tanda untuk tidak ikut campur."Ibu tidak usah takut, aku juga tak sudi balikan dengannya. Ayo kita pergi belanja di tem
"Akhirnya kau bisa segera keluar dari rumah suamiku. Sebagai janda kau jangan bermimpi untuk kembali pada mas Darma, dia tak akan kembali padamu lagi, jadi jangan mencoba mengodanya."Aku hampir tertawa mendengar ucapan istri muda mas Darma. Dia lupa kalau aku yang mengugat cerai, jadi mana mungkin masih berharap untuk rujuk kembali."Kau tenang saja sayang. Meski dia berlutut sekalipun, aku tak akan sudi kembali padanya. Bagiku dia hanya sampah karena telah menghina suaminya."Mas Darma tersenyum sinis dia begitu bangga dengan menghinaku. Sepertinya dia sudah tak sabar untuk mendapat kejutan dariku."Tenang saja mas hanya menunggu masa iddahku berakhir. Setelah itu aku tunjukan padamu, apa itu sampah yang sesungguhnya. Sebelum itu terjadi, apa kau tak berniat meresmikan pernikahanmu dengan wanita itu? Lihat perutnya semakin buncit. Apa tak takut anak itu tak mendapatkan identitas yang sebenarnya?"Mas Darma dan gundiknya terkejut. Mungkin mereka tak menyangka, aku tau kalau gundik su
"Kau, kalau mengidam minta pada pria itu. Pria yang begitu gigih kau rebut dari ku, kalau berharga tak masalah, ini tak berguna pun kau mau juga."Aku meninggalkan mereka sembari tertawa seperti Mak Lampir. Memang enak melihat mantan istri lebih bahagia setelah berpisah."Dasar mandul tak tau diri. Lihat saja setelah masa iddahnya berakhir, maka penderitaannya akan di mulai."Mas Darma terlihat geram. Dia keluar dari rumah dalam keadaan marah, istrinya masih memeluk lengannya dengan erat."Wanita bodoh memangnya kenyang dengan glendotan begitu."Ucapku pelan, heran saja sebenarnya apa yang dia lihat pada mas Darma. Apa rumah dan mobilnya begitu mengiurkan, sedangkan cicilan masih sangat lama.Atau ada tujuan lain yang belum aku ketahui? Apa perlu aku selidiki juga? Sama seperti kandungan pelakor itu."Malas ah, biar saja mampus sekalian pria bodoh itu."Aku berucap kesal karena pusing memikirkan keanehan wanita kedua mas Darma."Maya!"Aku terkejut mendengar teriakan ibu mantan mertua
"Apa yang terjadi Mas?"Maya tersenyum melihat wajah Darma dan istri barunya. Mereka terlihat shock berat saat melihat rumah dalam keadaan kosong tanpa satu pun perabotan."Selamat datang, akhirnya kalian kembali pulang. Kau ingin memulai hidup baru dengan wanita ini kan Mas? Jadi aku sudah menjual semua barang yang aku beli saat baru menempati rumah ini. Sekarang saatnya istri barumu yang mengisinya."Maya bicara dengan santai, dia memasang sebuah tikar lama yang warnanya sudah memudar. Darma dan istrinya terdiam meski jelas wajah wanita itu terlihat menyebalkan."Kau ingat kan Mas. Tikar ini yang bisa kau beli saat kita memasuki rumah ini. Sekarang aku wariskan pada istri baru mu, agar dia merasakan apa yang kita rasakan dahulu kala."Maya menyeruput jus alpukat, yang baru dia ambil dari dalam kamar. Darma dan istrinya terlihat menahan geram."Tidak usah marah begitu Mas, bukankah kau tau pasti, semua barang di rumah ini aku yang beli. Kecuali tikar itu dan tikar di dalam kamar kali
Setelah Maya pergi Darma dan Diki ribut. Kedua saudara itu saling menyalahkan, sang ibu hanya terdiam karena tak tau harus berbuat apa lagi."Tak ada jalan lain, berikan tabungan kita. Dengan uang itu aku bisa memperbaiki kekacauan ini."Darma terkejut, dia tak menyangka uang yang dia simpan selama ini, akan di keluarkan hanya untuk membantu Diki."Gak bisa begitu dong, uang itu milik kita berempat, jadi harus ada persetujuan semua orang."Darma tak mau menyerahkan uang tabungan rahasianya. Bahkan Maya saja tidak tau soal uang itu."Jangan cari masalah lagi Darma, kau tau karena kebodohanmu itu, aku yang harus kehilangan semua yang aku bangun selama ini. Maya berhasil membuatku kehilangan pekerjaanku."Diki terlihat sangat murka. Dalam sekelip mata Maya bisa membuatnya di pecat, dia belum tau bagaimana bisa adik iparnya berbuat begitu. Nanti dia akan menyelidikinya."Sudah jangan membuang waktu lagi. Ambil uang itu aku harus segera bertindak cepat."Dengan berat hati Darma pergi ke ka
Darma menarik napas, karena merasakan lapar di perutnya. Setelah makan diluar, masih saja belum merasa kenyang.Perlahan dia masuk ke dapur. Matanya melotot dengan pemandangan di sana, Maya benar-benar membawa semuanya. Bahkan tempat beras yang telah kosong dia angkut juga."Begitu kejam hatimu May, bahkan tak menyisakan satu barang pun di rumahku. Meski semua kau yang beli, kenapa tak kau tinggalkan sedikit barang sebagai kenang-kenangan."Darma kembali ke ruang keluarga, lalu berjalan menuju ke kamar. Dia menarik napas saat melihat hamparan baju miliknya, diatas lantai beralaskan tikberalaska"Ini saja yang kita beli Mas. Semoga setelah ini rejeki kita berlimpah dan bisa membeli barang untuk mengisi rumah impian kita. Tidak apa kita mulai dari nol lagi, karena keluar dari rumah ibumu."Itu ucapan Maya saat pertama kali mereka keluar dari rumah ibunya. Tanpa membawa satu barangpun, karena ibunya tak mengijinkan barang yang masuk ke rumahnya untuk di bawa keluar. "Itu pamali Dar, kal
"Selamat siang pak Darma, saya rasa jam kerja perusahaan ini, sudah lewat lebih dari setengah jam dan anda baru datang. Sebagai seorang pegawai seharusnya ini tak boleh terjadi, apa ada ijin dari pak Emir? Atau anda mencoba korupsi waktu, karena beliau tidak sedang di kantor."Darma terkejut karena saat masuk ke ruangannya ada seseorang duduk di kursi kerjanya dan membelakangi, sehingga tidak terlihat wajahnya."Siapa anda? Kenapa lancang masuk dan duduk di ruangan saya."Darma bertanya namun dia tak bisa melihat siapa orang itu. Membuat Maya kesal karena mantan suaminya tak mengenali suaranya."Baru beberapa hari bercerai, kau bahkan tak lagi mengenali suaraku sungguh mengecewakan. Sebaiknya kau langsung ke HRD, siapa tau langsung di pecat bukan teguran lagi."Darma terkejut, dia tak menyangka Maya adalah orang yang duduk di kursi kerjanya. Dengan kesal dia mengusir mantan istrinya."Tidak usah sok jijik begitu Mas, bisa jadi sebentar lagi ruangan ini tak lagi kau tempati."Maya ters