Terima kasih masih mengikuti cerita ini. Dukung terus dengan memberikan ulasan bintang lima dan GEMS ya. Hari ini saya up tiga bab, selamat membaca.
SEORANG PERAMPOK BERHASIL DIRINGKUS POLISI.Deadline sebuah berita online, membuat Maya terpaku. Bukan hanya judulnya, tapi pria itu jelas dia kenal orangnya."Mas Diki? Dia ditangkap karena merampok."Maya menutup mulutnya dengan tangan karena terkejut. Dia tak menyangka mantan Abang iparnya, berprofesi sebagai perampok.Cup ...."Ish ...mas malu di lihat mama."Maya memasang wajah kesal pada suaminya. Karena pria itu tiba-tiba mencium bibirnya, bukannya takut Fandy justru meletakan kepalanya di pangkuan sang istri, lalu mencium perut buncitnya."Wah anak papa sedang main bola rupanya."Fandy tertawa senang, saat tangannya mendapat tendangan dari dalam perut istrinya. Pria itu terlihat asyik sendiri, tanpa menghiraukan Maya yang menatapnya kesal."Kenapa? Serius amat sampai suami mengucap salam tak dijawab.""Waalaikumsalam."Maya mengulurkan tangannya, sedangkan Fandy melotot padanya. "Terbalik sayang, harusnya aku yang mengulurkan tangan."Fandy mengulurkan tangan dan membawanya k
Sembari jalan Fandy pura-pura mengomel. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara dari depan rumah, dia melangkah menuju balkon untuk melihat ada apa di bawah sana."Wah ...bakal ramai tempat ini. Rumah depan sudah terjual rupanya."Fandy meringis, mendengar suara istrinya yang berdiri di belakangnya. Tak akan ada ketenangan kalau begini."Cinta membutakan mata hati Mas, pelakor bertambah satu depan mata pula."Fandy memijit keningnya mencoba menghilangkan pusing. Setelah Nora kini Dewi."Ampun dah ah, laki gak ganteng-ganteng amat, tapi pelakor sudah pada antri."Maya mengomel sendiri, dia melangkah keluar dari kamar untuk melihat tetangga baru mereka."Hai ...Tante kita akan jadi tetangga mulai sekarang. Semoga kita bisa segera akrab ya."Wanita itu melambaikan tangan kearah mertua Maya. Tepat saat dia keluar untuk melihat tetangga barunya."Jadi yang ketiga atau kumpul kebo Mbak?"Maya menunjuk pada pria yang baru keluar dari mobil. Pria yang pernah menjadi suaminya."Bukan ur
Fandy terlihat pucat. Namun wajahnya begitu bahagia, saat melihat bayi yang baru lahir itu ada dalam pelukan ibu mertuanya.Rasa sakit di wajah dan kepalanya, tak sebanding dengan kebahagiaan yang baru saja diberikan oleh istrinya.Seorang bayi perempuan yang sangat cantik, dengan kulit bersih dan hidung yang lumayan mancung."Kau tak mau periksa sekalian Fan? Ibu kasihan melihat wajahmu. Sebrutal itu anak ibu padamu, hingga kau babak belur dihajarnya."Semua orang tertawa mendengar ucapan ibu Maya. Mereka tak salah karena memang dia habis ditampar, dipukul dan di Jambak, saat Maya berusaha mengeluarkan bayinya."Itu kan karena Maya kesakitan Bu. Selama ini dia Maya sayang dan manjakan, lihat saja wajahnya semakin tampan, sampai para janda klepek-klepek."Nah kan janda lagi yang dibawa-bawa. Sepertinya Maya masih belum melupakan para wanita yang mengejar suaminya."Janda?"Ibu Maya terlihat bingung namun mama Fandy segera berbisik di telinganya."Kalau begitu kau harus bangga May. Itu
"Wah, papa muda sedang berjemur sama dedek bayi. Namanya siapa Mas Fandy?"Aku keluar untuk melihat, siapa wanita bersuara mendayu itu. Begitu tau siapa wanita itu, aku hanya bisa menarik napas panjang."Mas, bawa shanum masuk. Takutnya ada setan lewat, nanti bisa bikin sakit anak kita."Aku melipat tangan di atas dada, berharap wanita itu segera pergi. Namun aku harus ekstra sabar, karena wanita itu ternyata mengikuti mas Fandy."Mbak mau kemana?"Aku segera menghadangnya, setelah mas Fandy masuk ke rumah. Wanita itu terkejut saat tubuhku menghalanginya."Aku mau ngobrol sama mas Fandy. Lagian ngapain kamu tanya begitu? Cemburu atau takut bersaing?"Ser ....Wanita itu berteriak, saat aku menyemprotkan air dari selang bekas mas Fandy mencuci motorku. Dasar gatal dia sampai tak melihat apa yang aku pegang."Maya! kau memang wanita bodoh. Tak bisa menghormati tamu, kau itu tak pantas bersanding dengan mas Fandy. Dasar perempuan sial."Plak ...."Sayang!"Aku menatap wanita yang mulai m
"Masih ada tamu May, coba lihat siapa yang datang."Maya bergegas keluar untuk melihat siapa yang datang. Matanya melotot saat melihat orang yang keluar dari dalam mobil."Mau apa mereka datang kemari? Perasaan tak ada yang mengundang."Maya berkata pelan, sembari menatap Fandy yang baru datang untuk menyambut tamu tersebut."Mas, tak ada mengundang ya. Jadi kecilkan bola mata itu, aku tak mau difitnah."Maya mendesis kesal, kalau bukan suaminya lalu siapa yang mengundang mereka."Sudah tak perlu pikirkan siapa yang mengundang, tapi pikirkan masih ada tidak makanan di dalam."Maya berdecak kesal bisa-bisanya Darma datang bersama ketiga wanitanya. Entah apa maksud pria itu datang di acara aqiqah putrinya."Siapa yang datang May?"Maya tak menjawab, dia hanya menghela napas dengan kesal. Moodnya ambyar melihat kedatangan mantan suaminya."Darma Bu, bersama istri dan selir-selirnya. Masih ada sisa makanan Bu, kalau tak ada biar mas Fandy beli ke luar."Ibu Maya segera melihat meja makan,
"Ada keramaian apa di rumah Mas? Tak mungkin mama membuat acara penyambutan Shanum."Aku dan Mas Fandy yang baru pulang dari rumah ibu, setelah acara aqiqah terkejut melihat banyak orang di depan rumah mama. "Sepertinya bukan dari rumah mama tapi dari tetangga depan Yang, lihat mereka berdiri menghadap kemana."Aku mengangguk tapi tak bisa melihat ada apa di depan karena terhalang penonton."Tetap di tempat dan jangan bergerak."Aku mengerucutkan bibir karena mas Fandy memintaku tetap di tempat. Padahal aku mau turun melihat, ada apa di rumah tetangga itu."Kau baru melahirkan dan dedek bayi masih rentan. Jangan keluar sembarangan."Aku hanya bisa mengangguk walaupun jiwa kepoku terus meronta. Biarlah mas Fandy berusaha melewati warga, agar bisa masuk ke halaman, di dalam kan ada mama bisa mengorek informasi darinya."Pelan-pelan!"Aku terkejut mendengar mas Fandy berteriak. Aku baru sadar kalau jalan hampir berlari."Iya ...iya Mas, aku akan jalan seperti putri keraton."Aku kesal me
Brak ....Allah, aku dan mas Fandy terkejut, saat sebuah mobil menabrak pagar rumah Dewi. Tak lama keluar Karin dan Laila, terlihat Karin begitu marah. Sedangkan Laila, wanita itu terlihat diam seperti orang tertekan."Pelacur, dikasih hati minta jantung. Semakin lama dia seperti ingin menguasai mas Darma."Aku menelan ludah ketika mendengar ucapan Karin. Ternyata wanita itu marah karena suaminya lebih betah bersama Dewi.Cup ...."Mas, malu dilihat orang."Aku memukul dada mas Fandy, karena tiba-tiba mencium bibirku tanpa permisi. Lidahnya sempat menjilat rongga mulutku."Makanya tutup bibir itu. Kepo sampai mulut terbuka, daripada lalat yang masuk kan bagus lidahku."Bisa aja dia ngeles, kalau gini kan aku jadi hilang konsentrasi. Mana kedua wanita itu sudah masuk ke rumah Dewi pula, aku jadi tak tau apa yang terjadi."Dengar, tak perlu kau urusi orang lain. Terpenting kita jaga keluarga kita, sekarang suami tampanmu meminta masuk ke dalam. Bisa lakukan sekarang? Jangan keluar kalau
"Kau mau menjadi pengacara Karin Mas?"Aku jadi kesal sendiri, saat mas Fandy bilang kalau mau menjadi pengacara Karin, parahnya lagi atas permintaan Laila."Kau sudah keterlaluan mas, buat apa kau minta ijin, kalau sudah menerima permintaan wanita itu."Aku muak sangat muak. Berusaha agar dia tak berdekatan dengan wanita itu, tapi nyatanya dia sendiri yang mendekati. Aku masih takut opsesi dalam hati suamiku, jauh di hatinya pasti ingin melihat wajah Laila saat sange."Sial ...apes benar hidupku."Brak .... Aku meraih pintu lemari, mengambil baju dan memasukkan dalam koper. Cukup dengan pikiran meresahkan lebih baik pergi menenangkan diri."Kita bisa bicara, tak perlu seperti ini. Apa salahnya aku membantu Karin? Dulu kau meminta aku tak membantu Dewi bercerai dengan Diki, hingga pria itu harus masuk penjara karena merampok. Bisa tidak kau jangan egois."Plak ....Aku menampar mas Fandy bisa-bisanya dia bilang aku egois."Egois kau bilang Mas? Baiklah kalau begitu. Lakukan apa yang k
"Kalian penipu, untuk menguasai harta ibu kalian sengaja bilang bangkrut. Kalian ingin menguasai hak Aina putriku."Siti berteriak, membuat semua orang yang datang ke acara tujuh hari nenek Fandy terkejut. Mereka tak menyangka kalau wanita itu tidak memiliki sopan-santun. Membuat Hardi muak."Cukup! Hak apa yang kau maksudkan, Siti. Aina bahkan bukan darah dagingku, dia anak harammu dengan pria lain. Apa kau mau semua orang tau siapa ayah Aina? Sudah siap di hancurkan istri dan keluarga pria itu?"Siti terkejut dia tak menyangka Hardi akan semarah itu. Selama ini tak ada yang tau soal Aina selain Hardi dan orangtua Fandy, tapi sekarang Hardi siap membuka aibnya."Bagaimana?"Siti gemetar dia hanya bisa menatap Hardi tanpa berani untuk bicara. Dia tak siap berhadapan dengan keluarga kekasihnya, apalagi tanpa perlindungan Hardi."Sebaiknya kau pergi daripada hanya membuat omong kosong. Demi harta kau tak sadar sedang berada di mana, selama ini kau sudah enak hidup dari belaskasihan kami
"Ini gak mungkin, pasti akal-akalan kalian kan. Jangan mentang-mentang ibu tinggal bersama kalian lalu kalian berusaha menguasai hartanya."Sari terlihat marah saat pengacara keluarga datang sesuai permintaan Sari. Malas ribut orangtua Fandy menuruti permintaannya."Awalnya aku tak mau melibatkan kalian. Sayangnya kau terlalu serakah Sari, apa boleh buat segera kosongkan rumah yang kalian tempati, karena itu termasuk harta ibu yang di gadaikan. Bahkan rumah ini sudah bukan milik ibu lagi, hutang dan kesombongan membuat semuanya hilang."Kali ini Maya dan Fandy tak berani bersuara. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan para orangtua yang bicara, agar tak terjadi keributan yang lebih panjang."Bagaimana Har? Apa kau siap bicara pada wanita ini? Wanita yang tak sadar siapa dirinya. Hanya mantan tapi masih merasa berkuasa, aku rasa sudah waktunya kau buang dia, daripada menyusahkan mu terus-menerus."Maya dan Fandy terkejut begitu juga dengan Sari. Wanita itu tak menyangka akan mendapat
"Setelah ibu meninggal akhirnya kalian datang juga. Begitu inginnya kalian mendapat warisan ibu."Baru saja masuk ke rumah, belum juga mendudukan bokong ke kursi. Susah terdengar ucapan pedas seorang wanita."Maksud Tante Sari apa ya? Kenapa bicara soal warisan? Saat nenek belum genap tiga hari meninggal."Fandy yang terkejut langsung menatap istri adik papanya. Mereka memang tak dekat, bahkan saat dia dan Maya menikah tak ada keluarga papanya yang datang. Sepertinya dia tau sebabnya."Heran saja, sejak ibu sakit tak ada kalian datang menjenguk tapi begitu dia meninggal cepat sekali datang pasti menginginkan harta warisan kan? Sudahlah aku bisa menebaknya dengan mudah."Fandy terlihat mengepalkan tangan, tentu dia emosi mendengar tuduhan Tantenya. Namun tidak dengan Maya, wanita itu terlihat santai sekali membuat Fandy heran dan juga bingung."Sayangnya Tante salah besar. Kami berdua tak membutuhkan warisan dari siapapun, asal tau aja kami berdua sudah memiliki dua perusahaan besar un
Fandy dan Maya duduk menghadap gundukan tanah merah yang masih basah. Di sana terbaring seorang wanita yang pernah merusak pernikahan mereka, wanita yang hingga akhir hayatnya tak sempat meminta maaf pada Fandy Maya."Sudah siang, kita pulang sekarang. Papa dan mama ingin bicara dengan kita."Fandy menautkan jari tangan pada tangan sang istri. Dia tau Maya masih belum bisa percaya pada kedua orangtuanya, setelah mereka sempat melakukan kesalahan pada wanita itu."Berapa lama kita di sini, Mas? Apa bisa aku pulang duluan? Rasanya tak nyaman berada di sini apalagi ada Hera."Maya terlihat tak nyaman tapi Fandy juga tak mungkin membawa istrinya pulang sekarang. Apa kata orang kalau mereka pulang, mereka saja datang setelah tiga hari kematian sang nenek. Jadi gak pantas kalau langsung pergi."Tenang ada aku bersamamu. Lagipula mama dan papa kan sudah meminta maaf, apa salahnya kita beri mereka kesempàtan, jangan sampai kejadian yang di alami nenek terjadi pada orangtua ku juga.""Apa kau
Kedua pasangan itu berciuman dengan panas. Mereka bahkan lupa berada di mana saat itu, Sandoro benar-benar bahagia, saat gadis yang dia cintai membalas perasaannya. Sandoro menarik tangan gadis yang baru satu jam yang lalu menerima cintanya. Mereka duduk di kursi ruangan Maya, posisi duduk mengangkang kekasihnya, membuat milik lelaki itu semakin tegang. Apalagi wanita itu justru duduk di pangkuannya, jelas membuat miliknya semakin membesar."Ah ....Pak milikmu menusuk milikku."Gadis itu terkejut hingga melepaskan ciuman di bibir kekasih barunya. Pria itu tersenyum dan meremas pantatnya."Mau buka celana dalammu? Agar dia bisa benar-benar masuk dan membuatmu merasakan nikmatnya."Gadis itu mengerjabkan matanya. Seperti berpikir antara takut dan ingin merasakan, benda besar yang menusuk miliknya. Perlahan dia bangun dari pangkuan Sandoro, menatap mata kekasihnya lalu membelai wajah pria yang tengah memejamkan mata itu, dia tau Sandoro tengah berusaha menetralkan panas di tubuhnya."Maa
"Hai ...mau kemana kau?"Sandoro dan bapak Maya terkejut, saat melihat Fandy berdiri menuju pintu kamar yang di tempati istrinya."Aku rela menerima rasa sakit yang di berikan istriku, tapi aku tak bisa tetap diam saat dia merasakan sakit, karena apa yang dia pikirkan apalagi semua itu tidak benar."Fandy membuka pintu dan menemukan sorot mata dingin dan penuh rasa kecewa. Perlahan dia mendekat dan bersiap, seandainya sang istri kembali menyerangnya."Kau bisa memukul atau menamparku jika itu membuatmu lega, Yank. Aku memang bodoh, hingga tanpa sadar terus membuatmu terluka dan kecewa. Hanya saja kau harus tau, aku mencintaimu tak ada wanita lain yang bisa menggantikan cinta itu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Hingga jatuh pingsan sebelum Sandoro bicara. Apa mungkin itu bawaan bayi kita, yang sudah berkembang di rahimmu? Mungkin dia juga ikutan marah, karena mamanya berpikir papanya melakukan kesalahan lagi."Maya terlihat bingung dengan apa yang suaminya bilang. Mata wanita itu ber
Maya mengeliat merasakan sakit di kepalanya. Rasa pusing membuatnya tak sadar apa yang sudah terjadi padanya, perlahan dia terdiam saat otaknya mulai menginggat apa yang sudah terjadi."Sayang, syukurlah kau sudah sadar."Plak ...brak ...."Pergi! Aku tak mau melihatmu lagi!"Maya berteriak setelah menampar suaminya. Dia mulai membanting barang-barang yang ada di meja, pikiran dalam kepala membuatnya marah. Raut wajah Sandoro dan tatapan pria itu membuatnya menerka, apa yang sudah di lakukan Fandy."Sialan kau Mas. Percuma aku beri kau kesempatan berulang kali, ternyata kau membuatku seperti perempuan bodoh. Keluar, aku akan menggugat ke pengadilan agama kita bercerai!""Cukup Maya!"Maya tersentak saat mendengar teriakan bapaknya dari depan pintu. Wanita itu menangis histeris, karena mengira semua orang membodohinya termasuk orangtuanya."Bapak tenang dulu, sayang tenang dan dengarkan aku.""Tidak! Semua sudah jelas. Jadi pergi kalian semua, aku tak mau mendengar atau melihat kalian
"Kau yakin wanita itu ada di tempat yang kau katakan? Bersama pak Cakra Kusuma juga."Maya menatap Sandoro, untuk memastikan kalau laporan pria itu tak salah."Yakin, aku sudah memastikannya langsung dengan sekretaris pak Cakra. Wanita itu ingin menawarkan kerjasama dengan pak Cakra."Maya mengelengkan kepala sembari menatap Sandoro. Dia heran, bagaimana pria itu bisa mendapat informasi secepat itu."Rayuan ku tak pernah gagal May. Kau mau membuktikannya?"Plak ....Maya memukul bahu Sandoro. Pria itu memang suruhan Maya tapi dia bukan pegawai Maya, jadi dia masih bisa bicara dengan santai pada wanita itu."Masih ada satu lagi kejutanku untukmu May. Kau pasti suka, tak perlu mengeluarkan tenaga untuk memberi wanita itu pelajaran, cukup dengan Vidio ini."Sandoro mengirim sebuah Vidio ke nomor Maya. Wanita itu membukanya dan terkejut, dengan wajah merah dia menatap Sandoro."Sial kau, kenapa tak mengingatkan aku soal Vidio mesum ini?"Maya mengusap wajahnya dia jadi malu pada Sandoro k
"Seorang janda yang melanjutkan usaha suaminya. Sayang isi otaknya tak terlalu bagus, jadi perusahaan tak berjalan baik justru mendekati bangkrut. Irvan menjanjikan suntikan dana dengan syarat membantu Fira menjebak suamimu."Maya mengepalkan tangan ternyata dugaannya benar. Ada yang aneh dengan wanita yang ingin bekerjasama dengan Fandy."Bagus kalau begitu terus awasi dia. Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran, kalau dia tak boleh macam-macam dengan milikku."Sandoro adalah orang yang diminta Maya mengawasi wanita yang memasukkan obat perangsang dalam minuman Fandy. Pria itu begitu cekatan, hingga dalam waktu singkat sudah meletakkan informasi yang dia minta di atas meja kerjanya."Ngomong-ngomong, bagaimana kabar suamimu? Aku dengar dia membenturkan kepala, agar tak menyentuh wanita itu."Maya menarik napas saat mendengar pertanyaan Sandoro. Bicara soal Fandy, Maya belum menemui suaminya lagi sejak semalam. Dia masih kesal dengan kebodohan suaminya."Yah begitulah. Dia masih d