SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA."Itu lingerie pesanan mu datang setelah kau pergi ke rumah bapak. Aku mencuci dan menyimpannya untukmu, coba lihat aplikasi toko online mu."Maya mengambil ponselnya dan melihat aplikasi toko online miliknya. Benar ada pesanan yang diterima dan itu sebuah lingerie yang ada di sofa."Mau makan atau tidak? Sudah mulai dingin nih. Kasihan anak kita kalau kau tak makan, lihat terlihat enak nih sop dagingnya."Maya menelan ludah mendengar ucapan Fandy. Apalagi aroma yang sangat menggugah seleranya, mau tak mau dia melangkah menuju ke tempat Fandy mengunakan selimut."Mau aku pakaikan baju ini atau mau pakai sendiri?"Maya merampas pakaian haram itu. Dia menatap wajah sang suami yang terlihat begitu berharap, melihatnya memakai baju itu di depannya. Maya yang sadar segera berlari ke kamar mandi, tak lama dia kembali sembari menutupi baju kurang bahan itu dengan kimononya.Fandy sudah menunggunya dengan piring berisi makana
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA."Tolong Nak, kali ini saja turuti permintaan nenek. Sejak jatuh dari kamar mandi, dia tak lagi bisa bergerak."Maya menatap Kedua mertuanya, lalu beralih pada Fandy yang diam tak bersuara. Perlahan Maya memejamkan mata, kemudian menarik napas panjang."Kalau nenek jatuh dan lumpuh, apa hubungannya dengan Hera Ma? Kenapa mas Fandy harus menikahinya?"Sekali lagi Maya bertanya dengan nada getir. Dia tak tau lagi kenapa pernikahannya selalu berurusan dengan pelakor."Hera telah banyak membantu kami. Waktu Fandy lumpuh dia yang membantu suamimu, sekarang nenek yang kena stroke lagi-lagi dengan ikhlas Hera merawat nenek juga."Maya tertawa getir saat mendengar kata ikhlas, kalau benar wanita itu ikhlas tak akan ada permintaan untuk menikahinya."Maya minta maaf kalau menjadi orang yang egois. Maya hanya tak ingin berbagi suami, kecuali mas Fandy memutuskan untuk berpoligami, maka tak ada alasan untuk menolaknya."Maya mel
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA.Kembali Maya melangkah pergi, tanpa memperdulikan Fandy. Dia segera merebahkan diri untuk istirahat karena perutnya terasa mual."Tak apa sayang, mama baik-baik saja. Tenanglah jangan takut mama masih di sini."Maya mengelus perutnya. Sembari mencium aroma minyak kayu putih, untuk meredakan rasa mualnya. Maya membuka mata saat merasakan pinjatan di keningnya, ternyata Fandy sudah duduk di samping kepalanya."Apa perlu kita pergi kerumah sakit Yank?"Maya kembali memejamkan mata, tanpa memperdulikan suaminya. Namun tak lama dia berlari menuju ke kamar mandi, karena mual itu sudah tak tertahankan lagi, hingga membuatnya muntah-muntah."Aku baik-baik saja. Tolong menjauhlah, aroma tubuhmu membuatku semakin mual."Fandy mencium aroma tubuhnya, walau belum mandi tapi dia yakin kalau bau tubuhnya tak separah itu. Melihat sang istri teduduk lemas, membuatnya menjauhkan diri segera."Apa kau butuh sesuatu Yank?"Fandy bertan
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA.Bapak Maya meninggalkan Fandy, lalu kembali duduk bersama istrinya. Hera mencoba menolong Fandy tapi pria itu menepis tangannya, sang mama tak bisa bicara apa-apa karena merasa bersalah."An, dimana istriku? Katakan, apa dia baik-baik saja."Plak ....Setelah menerima tamparan bapak mertuanya. Kini dia menerima tamparan lagi, dari dokter sekaligus teman istrinya."Bagaimana bisa kau tak tau istrimu jatuh di rumah? Dia berjuang sendirian ke rumah sakit, demi menyelamatkan anak kalian. Astaga Fandy, kau bahkan tak mengangkat saat aku hubungi."Anita menarik napas panjang, dia sedikit menyesal karena tak bisa mengontrol emosinya. Apalagi saat melihat wajah suami sahabatnya."Apa karena terlalu bahagia akan menikah lagi? Hingga kau tak lagi memperdulikan istrimu.""Menikah lagi? Siapa yang akan menikah lagi, kau Fandy?"Ibu Maya menatap menantunya. Maya memang belum menceritakan tentang rencana pernikahan Fandy, hingga d
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA."Tolong Nak, kali ini saja turuti permintaan nenek. Sejak jatuh dari kamar mandi, dia tak lagi bisa bergerak."Maya menatap Kedua mertuanya, lalu beralih pada Fandy yang diam tak bersuara. Perlahan Maya memejamkan mata, kemudian menarik napas panjang."Kalau nenek jatuh dan lumpuh, apa hubungannya dengan Hera Pa, Ma? Kenapa mas Fandy harus menikahinya?"Sekali lagi Maya bertanya dengan nada getir. Dia tak tau lagi kenapa pernikahannya selalu berurusan dengan pelakor."Hera telah banyak membantu kami. Waktu Fandy lumpuh dia yang membantu suamimu, sekarang nenek yang kena stroke lagi-lagi dengan ikhlas Hera merawat nenek juga."Maya tertawa getir saat mendengar kata ikhlas, kalau benar wanita itu ikhlas tak akan ada permintaan untuk menikahinya."Maya minta maaf kalau menjadi orang yang egois. Maya hanya tak ingin berbagi suami, kecuali mas Fandy memutuskan untuk berpoligami, maka tak ada alasan untuk menolaknya."Maya
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA.Maya melangkah pergi setelah menabrak bahu suaminya. Suami yang mengajaknya berjuang, nyatanya dia menerima permintaan sang nenek."Tak perlu bicara Mas, aku tak perduli pada apapun lagi. Jika kau tak mau bercerai, maka aku ambil resiko untuk kau gantung tanpa status resmi. Bagiku menjadi janda atau bersuami sama saja. Tak ada bedanya, jadi lakukan saja apa yang kau mau." Kembali Maya melangkah pergi, tanpa memperdulikan Fandy. Dia segera merebahkan diri untuk istirahat karena perutnya terasa mual."Tak apa sayang, mama baik-baik saja. Tenanglah jangan takut mama masih di sini."Maya mengelus perutnya. Sembari mencium aroma minyak kayu putih, untuk meredakan rasa mualnya. Maya membuka mata saat merasakan pinjatan di keningnya, ternyata Fandy sudah duduk di samping kepalanya."Apa perlu kita pergi kerumah sakit Yank?"Maya kembali memejamkan mata, tanpa memperdulikan suaminya. Namun tak lama dia berlari menuju ke kama
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA.Pertanyaan demi pertanyaan mereka lontarkan tapi tak ada jawaban. Hingga orang yang mereka cari muncul seperti orang gila. Fandy datang bersama Hera dan mamanya."Apa yang terjadi pada Maya Pak? Kenapa tiba-tiba dia berada di rumah sakit? Sedangkan tadi dia dirumah, saat kami berada di halaman belakang."Plak ...plak ....Fandy tersungkur saat bapak Maya menamparnya. Pria itu murka setelah menebak apa yang terjadi pada anak dan menantunya."Kau pasti sibuk bersama wanita ini hingga mengabaikan istrimu. Baiklah, sudah cukup aku membelamu Fandy, mulai sekarang aku akan menuruti permintaan Maya, meskipun permintaannya untuk berpisah denganmu."Bapak Maya meninggalkan Fandy, lalu kembali duduk bersama istrinya. Hera mencoba menolong Fandy tapi pria itu menepis tangannya, sang mama tak bisa bicara apa-apa karena merasa bersalah."An, dimana istriku? Katakan, apa dia baik-baik saja."Plak ....Setelah menerima tamparan bap
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA.Kini enam bulan sudah sejak kejadian yang menimpa Maya. Wanita itu benar-benar meninggalkan suaminya, meski statusnya masih istri Fandy, Maya yang keras kepala masih bertahan dengan egonya."Apa kau yakin tak mau kembali dengan suamimu lagi Nak? Ingat Baihaqi dan Shanum, masih membutuhkan papanya. Bapak dengar Fandy membatalkan niatnya menuruti permintaan neneknya."Maya diam tak menjawab pertanyaan bapaknya. Matanya terus mengawasi Fandy yang bermain dengan Shanum, tentu dengan mengendong Baihaqi. Wanita itu memalingkan muka setiap kali Fandy menatap kearahnya."Jadi atau tak jadi, pada kenyataannya dia berniat untuk menerima wanita itu untuk menjadi istri keduanya. Apalagi sakit hati ini begitu perih pak, bila ingat saat aku butuh pertolongan, dia justru bercengrama dengan wanita itu."Maya menyeka airmatanya, bila mengingat betapa sakit hati dan tubuhnya saat itu. Saat sang suami bersama wanita lain, sedangkan dia
"Kalian penipu, untuk menguasai harta ibu kalian sengaja bilang bangkrut. Kalian ingin menguasai hak Aina putriku."Siti berteriak, membuat semua orang yang datang ke acara tujuh hari nenek Fandy terkejut. Mereka tak menyangka kalau wanita itu tidak memiliki sopan-santun. Membuat Hardi muak."Cukup! Hak apa yang kau maksudkan, Siti. Aina bahkan bukan darah dagingku, dia anak harammu dengan pria lain. Apa kau mau semua orang tau siapa ayah Aina? Sudah siap di hancurkan istri dan keluarga pria itu?"Siti terkejut dia tak menyangka Hardi akan semarah itu. Selama ini tak ada yang tau soal Aina selain Hardi dan orangtua Fandy, tapi sekarang Hardi siap membuka aibnya."Bagaimana?"Siti gemetar dia hanya bisa menatap Hardi tanpa berani untuk bicara. Dia tak siap berhadapan dengan keluarga kekasihnya, apalagi tanpa perlindungan Hardi."Sebaiknya kau pergi daripada hanya membuat omong kosong. Demi harta kau tak sadar sedang berada di mana, selama ini kau sudah enak hidup dari belaskasihan kami
"Ini gak mungkin, pasti akal-akalan kalian kan. Jangan mentang-mentang ibu tinggal bersama kalian lalu kalian berusaha menguasai hartanya."Sari terlihat marah saat pengacara keluarga datang sesuai permintaan Sari. Malas ribut orangtua Fandy menuruti permintaannya."Awalnya aku tak mau melibatkan kalian. Sayangnya kau terlalu serakah Sari, apa boleh buat segera kosongkan rumah yang kalian tempati, karena itu termasuk harta ibu yang di gadaikan. Bahkan rumah ini sudah bukan milik ibu lagi, hutang dan kesombongan membuat semuanya hilang."Kali ini Maya dan Fandy tak berani bersuara. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan para orangtua yang bicara, agar tak terjadi keributan yang lebih panjang."Bagaimana Har? Apa kau siap bicara pada wanita ini? Wanita yang tak sadar siapa dirinya. Hanya mantan tapi masih merasa berkuasa, aku rasa sudah waktunya kau buang dia, daripada menyusahkan mu terus-menerus."Maya dan Fandy terkejut begitu juga dengan Sari. Wanita itu tak menyangka akan mendapat
"Setelah ibu meninggal akhirnya kalian datang juga. Begitu inginnya kalian mendapat warisan ibu."Baru saja masuk ke rumah, belum juga mendudukan bokong ke kursi. Susah terdengar ucapan pedas seorang wanita."Maksud Tante Sari apa ya? Kenapa bicara soal warisan? Saat nenek belum genap tiga hari meninggal."Fandy yang terkejut langsung menatap istri adik papanya. Mereka memang tak dekat, bahkan saat dia dan Maya menikah tak ada keluarga papanya yang datang. Sepertinya dia tau sebabnya."Heran saja, sejak ibu sakit tak ada kalian datang menjenguk tapi begitu dia meninggal cepat sekali datang pasti menginginkan harta warisan kan? Sudahlah aku bisa menebaknya dengan mudah."Fandy terlihat mengepalkan tangan, tentu dia emosi mendengar tuduhan Tantenya. Namun tidak dengan Maya, wanita itu terlihat santai sekali membuat Fandy heran dan juga bingung."Sayangnya Tante salah besar. Kami berdua tak membutuhkan warisan dari siapapun, asal tau aja kami berdua sudah memiliki dua perusahaan besar un
Fandy dan Maya duduk menghadap gundukan tanah merah yang masih basah. Di sana terbaring seorang wanita yang pernah merusak pernikahan mereka, wanita yang hingga akhir hayatnya tak sempat meminta maaf pada Fandy Maya."Sudah siang, kita pulang sekarang. Papa dan mama ingin bicara dengan kita."Fandy menautkan jari tangan pada tangan sang istri. Dia tau Maya masih belum bisa percaya pada kedua orangtuanya, setelah mereka sempat melakukan kesalahan pada wanita itu."Berapa lama kita di sini, Mas? Apa bisa aku pulang duluan? Rasanya tak nyaman berada di sini apalagi ada Hera."Maya terlihat tak nyaman tapi Fandy juga tak mungkin membawa istrinya pulang sekarang. Apa kata orang kalau mereka pulang, mereka saja datang setelah tiga hari kematian sang nenek. Jadi gak pantas kalau langsung pergi."Tenang ada aku bersamamu. Lagipula mama dan papa kan sudah meminta maaf, apa salahnya kita beri mereka kesempàtan, jangan sampai kejadian yang di alami nenek terjadi pada orangtua ku juga.""Apa kau
Kedua pasangan itu berciuman dengan panas. Mereka bahkan lupa berada di mana saat itu, Sandoro benar-benar bahagia, saat gadis yang dia cintai membalas perasaannya. Sandoro menarik tangan gadis yang baru satu jam yang lalu menerima cintanya. Mereka duduk di kursi ruangan Maya, posisi duduk mengangkang kekasihnya, membuat milik lelaki itu semakin tegang. Apalagi wanita itu justru duduk di pangkuannya, jelas membuat miliknya semakin membesar."Ah ....Pak milikmu menusuk milikku."Gadis itu terkejut hingga melepaskan ciuman di bibir kekasih barunya. Pria itu tersenyum dan meremas pantatnya."Mau buka celana dalammu? Agar dia bisa benar-benar masuk dan membuatmu merasakan nikmatnya."Gadis itu mengerjabkan matanya. Seperti berpikir antara takut dan ingin merasakan, benda besar yang menusuk miliknya. Perlahan dia bangun dari pangkuan Sandoro, menatap mata kekasihnya lalu membelai wajah pria yang tengah memejamkan mata itu, dia tau Sandoro tengah berusaha menetralkan panas di tubuhnya."Maa
"Hai ...mau kemana kau?"Sandoro dan bapak Maya terkejut, saat melihat Fandy berdiri menuju pintu kamar yang di tempati istrinya."Aku rela menerima rasa sakit yang di berikan istriku, tapi aku tak bisa tetap diam saat dia merasakan sakit, karena apa yang dia pikirkan apalagi semua itu tidak benar."Fandy membuka pintu dan menemukan sorot mata dingin dan penuh rasa kecewa. Perlahan dia mendekat dan bersiap, seandainya sang istri kembali menyerangnya."Kau bisa memukul atau menamparku jika itu membuatmu lega, Yank. Aku memang bodoh, hingga tanpa sadar terus membuatmu terluka dan kecewa. Hanya saja kau harus tau, aku mencintaimu tak ada wanita lain yang bisa menggantikan cinta itu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Hingga jatuh pingsan sebelum Sandoro bicara. Apa mungkin itu bawaan bayi kita, yang sudah berkembang di rahimmu? Mungkin dia juga ikutan marah, karena mamanya berpikir papanya melakukan kesalahan lagi."Maya terlihat bingung dengan apa yang suaminya bilang. Mata wanita itu ber
Maya mengeliat merasakan sakit di kepalanya. Rasa pusing membuatnya tak sadar apa yang sudah terjadi padanya, perlahan dia terdiam saat otaknya mulai menginggat apa yang sudah terjadi."Sayang, syukurlah kau sudah sadar."Plak ...brak ...."Pergi! Aku tak mau melihatmu lagi!"Maya berteriak setelah menampar suaminya. Dia mulai membanting barang-barang yang ada di meja, pikiran dalam kepala membuatnya marah. Raut wajah Sandoro dan tatapan pria itu membuatnya menerka, apa yang sudah di lakukan Fandy."Sialan kau Mas. Percuma aku beri kau kesempatan berulang kali, ternyata kau membuatku seperti perempuan bodoh. Keluar, aku akan menggugat ke pengadilan agama kita bercerai!""Cukup Maya!"Maya tersentak saat mendengar teriakan bapaknya dari depan pintu. Wanita itu menangis histeris, karena mengira semua orang membodohinya termasuk orangtuanya."Bapak tenang dulu, sayang tenang dan dengarkan aku.""Tidak! Semua sudah jelas. Jadi pergi kalian semua, aku tak mau mendengar atau melihat kalian
"Kau yakin wanita itu ada di tempat yang kau katakan? Bersama pak Cakra Kusuma juga."Maya menatap Sandoro, untuk memastikan kalau laporan pria itu tak salah."Yakin, aku sudah memastikannya langsung dengan sekretaris pak Cakra. Wanita itu ingin menawarkan kerjasama dengan pak Cakra."Maya mengelengkan kepala sembari menatap Sandoro. Dia heran, bagaimana pria itu bisa mendapat informasi secepat itu."Rayuan ku tak pernah gagal May. Kau mau membuktikannya?"Plak ....Maya memukul bahu Sandoro. Pria itu memang suruhan Maya tapi dia bukan pegawai Maya, jadi dia masih bisa bicara dengan santai pada wanita itu."Masih ada satu lagi kejutanku untukmu May. Kau pasti suka, tak perlu mengeluarkan tenaga untuk memberi wanita itu pelajaran, cukup dengan Vidio ini."Sandoro mengirim sebuah Vidio ke nomor Maya. Wanita itu membukanya dan terkejut, dengan wajah merah dia menatap Sandoro."Sial kau, kenapa tak mengingatkan aku soal Vidio mesum ini?"Maya mengusap wajahnya dia jadi malu pada Sandoro k
"Seorang janda yang melanjutkan usaha suaminya. Sayang isi otaknya tak terlalu bagus, jadi perusahaan tak berjalan baik justru mendekati bangkrut. Irvan menjanjikan suntikan dana dengan syarat membantu Fira menjebak suamimu."Maya mengepalkan tangan ternyata dugaannya benar. Ada yang aneh dengan wanita yang ingin bekerjasama dengan Fandy."Bagus kalau begitu terus awasi dia. Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran, kalau dia tak boleh macam-macam dengan milikku."Sandoro adalah orang yang diminta Maya mengawasi wanita yang memasukkan obat perangsang dalam minuman Fandy. Pria itu begitu cekatan, hingga dalam waktu singkat sudah meletakkan informasi yang dia minta di atas meja kerjanya."Ngomong-ngomong, bagaimana kabar suamimu? Aku dengar dia membenturkan kepala, agar tak menyentuh wanita itu."Maya menarik napas saat mendengar pertanyaan Sandoro. Bicara soal Fandy, Maya belum menemui suaminya lagi sejak semalam. Dia masih kesal dengan kebodohan suaminya."Yah begitulah. Dia masih d