SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA.Pertanyaan demi pertanyaan mereka lontarkan tapi tak ada jawaban. Hingga orang yang mereka cari muncul seperti orang gila. Fandy datang bersama Hera dan mamanya."Apa yang terjadi pada Maya Pak? Kenapa tiba-tiba dia berada di rumah sakit? Sedangkan tadi dia dirumah, saat kami berada di halaman belakang."Plak ...plak ....Fandy tersungkur saat bapak Maya menamparnya. Pria itu murka setelah menebak apa yang terjadi pada anak dan menantunya."Kau pasti sibuk bersama wanita ini hingga mengabaikan istrimu. Baiklah, sudah cukup aku membelamu Fandy, mulai sekarang aku akan menuruti permintaan Maya, meskipun permintaannya untuk berpisah denganmu."Bapak Maya meninggalkan Fandy, lalu kembali duduk bersama istrinya. Hera mencoba menolong Fandy tapi pria itu menepis tangannya, sang mama tak bisa bicara apa-apa karena merasa bersalah."An, dimana istriku? Katakan, apa dia baik-baik saja."Plak ....Setelah menerima tamparan bap
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA.Kini enam bulan sudah sejak kejadian yang menimpa Maya. Wanita itu benar-benar meninggalkan suaminya, meski statusnya masih istri Fandy, Maya yang keras kepala masih bertahan dengan egonya."Apa kau yakin tak mau kembali dengan suamimu lagi Nak? Ingat Baihaqi dan Shanum, masih membutuhkan papanya. Bapak dengar Fandy membatalkan niatnya menuruti permintaan neneknya."Maya diam tak menjawab pertanyaan bapaknya. Matanya terus mengawasi Fandy yang bermain dengan Shanum, tentu dengan mengendong Baihaqi. Wanita itu memalingkan muka setiap kali Fandy menatap kearahnya."Jadi atau tak jadi, pada kenyataannya dia berniat untuk menerima wanita itu untuk menjadi istri keduanya. Apalagi sakit hati ini begitu perih pak, bila ingat saat aku butuh pertolongan, dia justru bercengrama dengan wanita itu."Maya menyeka airmatanya, bila mengingat betapa sakit hati dan tubuhnya saat itu. Saat sang suami bersama wanita lain, sedangkan dia
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA."Sekali lagi saya minta maaf Pak, Bu. Seandainya saya bicara pada Maya soal rencana itu, mungkin kami tak akan menjadi seperti ini. Saya titip anak-anak dan Maya, setelah ini saya tak akan datang lagi."Kedua orangtua Maya terkejut mendengar ucapan menantunya. Pada akhirnya pria itu menyerah untuk meluluhkan hati sang istri, mereka menganggukkan kepala karena tak bisa berbuat apa-apa lagi."Semoga kau bahagia dia luar sana Fan. Soal anak-anak jangan mencemaskan mereka, selagi kami hidup dan sehat kami akan membahagiakan mereka."Kali ini Fandy mengangguk, lalu beranjak pergi setelah mencium tangan bapak dan ibu Maya. Menarik napas agar sedikit meredakan sesak di dadanya, ketika melihat jendela kamar Maya masih tertutup rapat. Wanita itu bahkan tak ingin melihat kepergiannya."Selamat tinggal yank. Biarkan aku pergi untuk menghukum diriku, karena telah menyakiti hatimu."Fandy melajukan mobilnya meninggalkan rumah May
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA."Pikirkan lagi Maya, kau seorang wanita dengan status tak jelas. Mau membesarkan dua orang anak itu akan sangat sulit, karena itu aku memberikan ide untuk membagi kedua anak itu. Kau rawat Shanum kami rawat Baihaqi."Maya menatap nenek Fandy yabg ternyata tak berubah sama sekali. Kemudian menatap kedua mertuanya yang hanya menundukkan kepala, ternyata orangtua dan anak sama saja tak punya pendirian."Kenapa harus Baihaqi yang masih bayi? Kenapa bukan Shanum yang kalian pilih untuk di jaga.""Karena Baihaqi anak Fandy sedangkan Shanum aku ragu dia cicitku bisa jadi dia anak dari mantan suamimu."Plak ...."Maya!"Kedua mertua Maya berteriak saat Maya menampar nenek Fandy. Bukannya menyesal Maya justru menunjuk wajah tua itu."Anda sudah berusia tua. Ingat lobang kubur sudah begitu dekat, bukannya mengumpulkan amal anda justru mengumpulkan dosa. Setelah berhasil menghancurkan pernikahan cucumu, sekarang dengan mudah an
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA."Selamat siang Bu Fira. Saya Maya utusan dari PT. Angkasa Sentosa, saya ingin memberikan berkas kerjasama yang telah anda setujui, dengan syarat menganti penanggungjawab proyek selain Bu Wita. Apa ada yang ingin anda sampaikan lagi? Agar saya bisa bicara dengan pak Agus sebagai pemilik perusahaan?"Maya mencoba bicara dengan nada baik dan lembut. Namun respon wanita di depannya terlihat acuh, membuatnya bingung. Kalau tak suka kenapa mengajak ketemuan, untuk membahas kerjasama sekaligus tandatangan.Karena meja yang dia duduki adalah reservasi Fira. Maka dengan sadar diri Maya permisi, dia mengira wanita itu berubah pikiran untuk bekerjasama dengan perusahaannya."Baiklah kalau begitu, terima kasih atas waktunya. Saya permisi, selamat siang."Maya segera berdiri dan kemudian pergi. Namun langkahnya terhenti saat seseorang menyebut namanya, bukan karena namanya yang disebut yang membuatnya berhenti, tapi suara itu san
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA.Di depan pintu masuk dia berpapasan dengan Fira dan bosnya. Tanpa memperdulikan kedua orang itu, dia berlalu seolah tak mengenali mereka, wajahnya datar meski melihat pria bersama Fira menatap kotak yang dia bawa."Maya berhenti! Kita harus bicara."Maya hendak membuka pintu mobil, setelah meletakkan barangnya di bagasi. Mendengar teriakan itu, tak menghentikan niatnya untuk masuk ke mobil, lalu meninggalkan parkiran tanpa memperdulikan orang yang memanggilnya.Ciit ...brak ....Maya membanting setir ke kiri, ketika sebuah mobil memotong lalu mendadak berhenti di depan mobilnya. Maya memegang keningnya yang terantuk kaca mobil, dengan murka dia keluar, hingga menatap seorang pria yang hari ini membuatnya emosi.Plak ...."Apa kau sudah gila? Setelah pergi tanpa pesan. Sekarang kau kembali untuk menghancurkan aku lagi, buat apa kau kembali kalau hanya membuat susah orang lain."Maya terkejut ketika pria itu mendorong
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA."Jadi Fandy kembali dan langsung membuatmu kehilangan pekerjaan? Terus apa rencanamu setelah ini May?"Saat selesai makan malam. Maya dan kedua orangtuanya memilih duduk di depan televisi, mereka berbincang sembari melihat Shanum dan Haqi yang sibuk dengan mainannya.Tok ...tok ...tok ....Maya dan kedua orangtuanya saling pandang, saat mendengar suara ketukan pintu. Merasa ada tamu yang datang, Maya meminta Shanum dan Haqi masuk ke kamar, dia meminta pembantunya untuk menemani mereka sebentar."Biar Maya yang membuka pintu Pak."Tanpa melihat keluar dia langsung membuka pintu. Bapak dan ibunya heran karena tak terdengar suara Maya dari depan sana."Siapa yang datang May? Kok tak di suruh masuk?"Kedua orangtua Maya membeku, saat melihat siapa yang datang. Setelah delapan tahun akhirnya mereka bertemu lagi."May, suruh mereka masuk dan siapkan minuman. Kita harus menerima tamu dengan baik, meski tamu itu akan membuat
SUNDUL YA KAK DENGAN CARA KLIK VOTE. TERIMA KASIH SUMBANGAN GEMSNYA."Cukup! Hentikan Fandy. Jangan melukai dirimu lagi."Fandy terduduk setelah memukuli tembok rumahnya. Hatinya hancur saat mamanya selesai bicara, tentang kemarahan Maya pada mereka.Sang nenek masih terlihat angkuh. Sedangkan papanya hanya menunduk, meski hatinya sakit tapi pria itu tak berani melawan ibunya."Sudahlah, tidak usah berlebihan begitu. Memangnya kenapa kalau kami curiga? Istrimu itu yang lebay, kalau tak benar dugaan kami, kenapa dia harus marah? lalu membawa ke dua anak itu pergi."Fandy menepis tangan sang mama, yang hendak mengobati luka di tangannya. Kemudian dia menatap papa dan neneknya, emosinya kembali memuncak saat melihat wajah kedua orang itu."Aku mendukung istriku untuk pergi dari kalian. Sungguh, jika delapan tahun yang lalu aku tau semua ini. Aku akan memilih untuk pergi, meninggalkan kalian semua termasuk nenek. Sudah tua tapi tak tau diri sama sekali. Bagaimana bisa menghancurkan perni
"Kalian penipu, untuk menguasai harta ibu kalian sengaja bilang bangkrut. Kalian ingin menguasai hak Aina putriku."Siti berteriak, membuat semua orang yang datang ke acara tujuh hari nenek Fandy terkejut. Mereka tak menyangka kalau wanita itu tidak memiliki sopan-santun. Membuat Hardi muak."Cukup! Hak apa yang kau maksudkan, Siti. Aina bahkan bukan darah dagingku, dia anak harammu dengan pria lain. Apa kau mau semua orang tau siapa ayah Aina? Sudah siap di hancurkan istri dan keluarga pria itu?"Siti terkejut dia tak menyangka Hardi akan semarah itu. Selama ini tak ada yang tau soal Aina selain Hardi dan orangtua Fandy, tapi sekarang Hardi siap membuka aibnya."Bagaimana?"Siti gemetar dia hanya bisa menatap Hardi tanpa berani untuk bicara. Dia tak siap berhadapan dengan keluarga kekasihnya, apalagi tanpa perlindungan Hardi."Sebaiknya kau pergi daripada hanya membuat omong kosong. Demi harta kau tak sadar sedang berada di mana, selama ini kau sudah enak hidup dari belaskasihan kami
"Ini gak mungkin, pasti akal-akalan kalian kan. Jangan mentang-mentang ibu tinggal bersama kalian lalu kalian berusaha menguasai hartanya."Sari terlihat marah saat pengacara keluarga datang sesuai permintaan Sari. Malas ribut orangtua Fandy menuruti permintaannya."Awalnya aku tak mau melibatkan kalian. Sayangnya kau terlalu serakah Sari, apa boleh buat segera kosongkan rumah yang kalian tempati, karena itu termasuk harta ibu yang di gadaikan. Bahkan rumah ini sudah bukan milik ibu lagi, hutang dan kesombongan membuat semuanya hilang."Kali ini Maya dan Fandy tak berani bersuara. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan para orangtua yang bicara, agar tak terjadi keributan yang lebih panjang."Bagaimana Har? Apa kau siap bicara pada wanita ini? Wanita yang tak sadar siapa dirinya. Hanya mantan tapi masih merasa berkuasa, aku rasa sudah waktunya kau buang dia, daripada menyusahkan mu terus-menerus."Maya dan Fandy terkejut begitu juga dengan Sari. Wanita itu tak menyangka akan mendapat
"Setelah ibu meninggal akhirnya kalian datang juga. Begitu inginnya kalian mendapat warisan ibu."Baru saja masuk ke rumah, belum juga mendudukan bokong ke kursi. Susah terdengar ucapan pedas seorang wanita."Maksud Tante Sari apa ya? Kenapa bicara soal warisan? Saat nenek belum genap tiga hari meninggal."Fandy yang terkejut langsung menatap istri adik papanya. Mereka memang tak dekat, bahkan saat dia dan Maya menikah tak ada keluarga papanya yang datang. Sepertinya dia tau sebabnya."Heran saja, sejak ibu sakit tak ada kalian datang menjenguk tapi begitu dia meninggal cepat sekali datang pasti menginginkan harta warisan kan? Sudahlah aku bisa menebaknya dengan mudah."Fandy terlihat mengepalkan tangan, tentu dia emosi mendengar tuduhan Tantenya. Namun tidak dengan Maya, wanita itu terlihat santai sekali membuat Fandy heran dan juga bingung."Sayangnya Tante salah besar. Kami berdua tak membutuhkan warisan dari siapapun, asal tau aja kami berdua sudah memiliki dua perusahaan besar un
Fandy dan Maya duduk menghadap gundukan tanah merah yang masih basah. Di sana terbaring seorang wanita yang pernah merusak pernikahan mereka, wanita yang hingga akhir hayatnya tak sempat meminta maaf pada Fandy Maya."Sudah siang, kita pulang sekarang. Papa dan mama ingin bicara dengan kita."Fandy menautkan jari tangan pada tangan sang istri. Dia tau Maya masih belum bisa percaya pada kedua orangtuanya, setelah mereka sempat melakukan kesalahan pada wanita itu."Berapa lama kita di sini, Mas? Apa bisa aku pulang duluan? Rasanya tak nyaman berada di sini apalagi ada Hera."Maya terlihat tak nyaman tapi Fandy juga tak mungkin membawa istrinya pulang sekarang. Apa kata orang kalau mereka pulang, mereka saja datang setelah tiga hari kematian sang nenek. Jadi gak pantas kalau langsung pergi."Tenang ada aku bersamamu. Lagipula mama dan papa kan sudah meminta maaf, apa salahnya kita beri mereka kesempàtan, jangan sampai kejadian yang di alami nenek terjadi pada orangtua ku juga.""Apa kau
Kedua pasangan itu berciuman dengan panas. Mereka bahkan lupa berada di mana saat itu, Sandoro benar-benar bahagia, saat gadis yang dia cintai membalas perasaannya. Sandoro menarik tangan gadis yang baru satu jam yang lalu menerima cintanya. Mereka duduk di kursi ruangan Maya, posisi duduk mengangkang kekasihnya, membuat milik lelaki itu semakin tegang. Apalagi wanita itu justru duduk di pangkuannya, jelas membuat miliknya semakin membesar."Ah ....Pak milikmu menusuk milikku."Gadis itu terkejut hingga melepaskan ciuman di bibir kekasih barunya. Pria itu tersenyum dan meremas pantatnya."Mau buka celana dalammu? Agar dia bisa benar-benar masuk dan membuatmu merasakan nikmatnya."Gadis itu mengerjabkan matanya. Seperti berpikir antara takut dan ingin merasakan, benda besar yang menusuk miliknya. Perlahan dia bangun dari pangkuan Sandoro, menatap mata kekasihnya lalu membelai wajah pria yang tengah memejamkan mata itu, dia tau Sandoro tengah berusaha menetralkan panas di tubuhnya."Maa
"Hai ...mau kemana kau?"Sandoro dan bapak Maya terkejut, saat melihat Fandy berdiri menuju pintu kamar yang di tempati istrinya."Aku rela menerima rasa sakit yang di berikan istriku, tapi aku tak bisa tetap diam saat dia merasakan sakit, karena apa yang dia pikirkan apalagi semua itu tidak benar."Fandy membuka pintu dan menemukan sorot mata dingin dan penuh rasa kecewa. Perlahan dia mendekat dan bersiap, seandainya sang istri kembali menyerangnya."Kau bisa memukul atau menamparku jika itu membuatmu lega, Yank. Aku memang bodoh, hingga tanpa sadar terus membuatmu terluka dan kecewa. Hanya saja kau harus tau, aku mencintaimu tak ada wanita lain yang bisa menggantikan cinta itu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Hingga jatuh pingsan sebelum Sandoro bicara. Apa mungkin itu bawaan bayi kita, yang sudah berkembang di rahimmu? Mungkin dia juga ikutan marah, karena mamanya berpikir papanya melakukan kesalahan lagi."Maya terlihat bingung dengan apa yang suaminya bilang. Mata wanita itu ber
Maya mengeliat merasakan sakit di kepalanya. Rasa pusing membuatnya tak sadar apa yang sudah terjadi padanya, perlahan dia terdiam saat otaknya mulai menginggat apa yang sudah terjadi."Sayang, syukurlah kau sudah sadar."Plak ...brak ...."Pergi! Aku tak mau melihatmu lagi!"Maya berteriak setelah menampar suaminya. Dia mulai membanting barang-barang yang ada di meja, pikiran dalam kepala membuatnya marah. Raut wajah Sandoro dan tatapan pria itu membuatnya menerka, apa yang sudah di lakukan Fandy."Sialan kau Mas. Percuma aku beri kau kesempatan berulang kali, ternyata kau membuatku seperti perempuan bodoh. Keluar, aku akan menggugat ke pengadilan agama kita bercerai!""Cukup Maya!"Maya tersentak saat mendengar teriakan bapaknya dari depan pintu. Wanita itu menangis histeris, karena mengira semua orang membodohinya termasuk orangtuanya."Bapak tenang dulu, sayang tenang dan dengarkan aku.""Tidak! Semua sudah jelas. Jadi pergi kalian semua, aku tak mau mendengar atau melihat kalian
"Kau yakin wanita itu ada di tempat yang kau katakan? Bersama pak Cakra Kusuma juga."Maya menatap Sandoro, untuk memastikan kalau laporan pria itu tak salah."Yakin, aku sudah memastikannya langsung dengan sekretaris pak Cakra. Wanita itu ingin menawarkan kerjasama dengan pak Cakra."Maya mengelengkan kepala sembari menatap Sandoro. Dia heran, bagaimana pria itu bisa mendapat informasi secepat itu."Rayuan ku tak pernah gagal May. Kau mau membuktikannya?"Plak ....Maya memukul bahu Sandoro. Pria itu memang suruhan Maya tapi dia bukan pegawai Maya, jadi dia masih bisa bicara dengan santai pada wanita itu."Masih ada satu lagi kejutanku untukmu May. Kau pasti suka, tak perlu mengeluarkan tenaga untuk memberi wanita itu pelajaran, cukup dengan Vidio ini."Sandoro mengirim sebuah Vidio ke nomor Maya. Wanita itu membukanya dan terkejut, dengan wajah merah dia menatap Sandoro."Sial kau, kenapa tak mengingatkan aku soal Vidio mesum ini?"Maya mengusap wajahnya dia jadi malu pada Sandoro k
"Seorang janda yang melanjutkan usaha suaminya. Sayang isi otaknya tak terlalu bagus, jadi perusahaan tak berjalan baik justru mendekati bangkrut. Irvan menjanjikan suntikan dana dengan syarat membantu Fira menjebak suamimu."Maya mengepalkan tangan ternyata dugaannya benar. Ada yang aneh dengan wanita yang ingin bekerjasama dengan Fandy."Bagus kalau begitu terus awasi dia. Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran, kalau dia tak boleh macam-macam dengan milikku."Sandoro adalah orang yang diminta Maya mengawasi wanita yang memasukkan obat perangsang dalam minuman Fandy. Pria itu begitu cekatan, hingga dalam waktu singkat sudah meletakkan informasi yang dia minta di atas meja kerjanya."Ngomong-ngomong, bagaimana kabar suamimu? Aku dengar dia membenturkan kepala, agar tak menyentuh wanita itu."Maya menarik napas saat mendengar pertanyaan Sandoro. Bicara soal Fandy, Maya belum menemui suaminya lagi sejak semalam. Dia masih kesal dengan kebodohan suaminya."Yah begitulah. Dia masih d