“Baskara, kurasa itu tidak perlu.”Gemintang mengatakan jawabannya dengan suara tenang. Dengan cepat, ia berdiri dan mengambil posisi tepat di depan pria itu, menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan.Sedangkan Baskara, yang berdiri dengan postur tegak, mengerutkan dahinya. Kebingungan tersirat di wajahnya. “Kenapa? Jika kau punya bisnis sendiri, bukankah itu baik untukmu? Kamu sudah dapat tanggapan baik hari ini, kalau potensi itu dikembangkan maka kau bisa mendapatkan banyak uang. Dengan begitu kau lebih siap untuk bercerai dengan Janu.”Kepala Gemintang bergerak menggeleng. “Tapi sungguh, kamu tidak perlu melakukan apapun, Bas,” katanya lagi, kali ini dengan penekanan yang lebih dalam. “Kamu sengaja meminta pembimbing memasukkan namaku ke dalam acara ini. Aku tahu itu, dan aku menghargainya. Tapi, aku harap cukup hari ini saja.”Baskara terdiam, sedikit terkejut mendengar penolakan itu. “Kamu ….”Gemintang menghela napas, mengalihkan pandangannya sejenak sebelum kembali m
Hati Gemintang terasa diremas, rasa perih menjalar hingga ke tulang, membuat tubuhnya hampir limbung.Dengan kasar, ia mengalihkan pandangan dan menahan air mata yang hampir saja mengalir. Ia menarik napas dalam-dalam, sebelum melangkah membawa jas dan pakaian kotor suaminya ke tempat cucian.Setelah itu, Gemintang memutuskan tidur. Sayangnya, ia tak menyangka meski sudah tidur selama delapan jam penuh, perasaan itu tak juga berubah ketika ia terbangun keesokan harinya.Sisi ranjang yang kosong memicu banyak pertanyaan, mungkinkah Janu sudah pergi sebelum pagi?Entah mengapa bayangan mengerikan bagaimana Janu tersenyum manis kepada Rosaline. Namun, pikiran itu segera teralihkan ketika ia mendengar nada keras putrinya.“Ayah bohong! Ayah selalu tidak menepati janji!” teriak Maura, suaranya parau.“Iya, ayah salah. Kemarin ayah banyak pekerjaan, jadi tidak bisa menepati janji. Ayah minta maaf ya, Maura.” Suara Janu terdengar pelan.Gemintang cepat-cepat menyingkap selimut dan berjalan
"Itu ..." Manggala menjeda ucapannya. "Ck! Aku menelponmu dengan suasana hati yang baik, kau malah menjawab dengan ketus! Aku bahkan belum mengatakan apa pun!”Janu membuang napas panjang. Lalu mengambil satu cangkir kosong dan mulai mengisinya dengan kopi bubuk intan. “Kau menelpon di waktu yang tidak tepat.”“Aku tidak peduli hal apa yang sedang kau lakukan, tapi jauh ini lebih penting! Bisakah kita bertemu sebentar sekarang?”Gerakan Janu menuang air panas terhenti. Pria itu menekuk dahinya, kemudian berkata, “Apa yang ingin kau bahas? Bukankah pabrik sudah kondusif?”“Bukan masalah pabrik, ini tentang kumpulan invoice mencurigakan yang dilampirkan pada laporan Dewi tentang tuduhan kasus korupsi ayahmu."Janu hendak bertanya tentang perkembangan kasus itu, tetapi belum juga bibirnya terbuka, Maura membentur-benturkan sendoknya pada piring dengan sengaja.Anak itu sedang memberi isyarat agar Janu tidak sibuk lagi dengan pekerjaannya.“Oh, masalah itu.” Pria itu kemudian melanjutkan
Senyum Janu merekah ketika pesan itu langsung dibaca oleh sang penerima pesan. Namun, hanya beberapa detik sebelum panggilan Maura kembali terdengar.Pria yang masih mengenakan piyama itu lantas bergegas menuju ruang tengah. Ia harus menunaikan janji, menemani putri semata wayangnya.Hari ini, Janu benar-benar memanjakan Maura. Mereka bermain, menonton film kesukaannya, belajar bersama, dan bahkan pergi ke taman kecil di dekat rumah.Kendati demikian, pikiran Janu tak bisa sepenuhnya lepas dari Gemintang. Terlebih ketika wanita itu hanya membisu sepanjang hari dan membuang pandangan ketika mereka berpapasan … dia sungguh merasa tersiksa.Ketika malam hari, setelah memastikan Maura terlelap, pria itu lantas bergegas mengambil sebuah kotak berwarna biru dari dalam laci kamar Maura. "Kalau kuberikan ini dan dia malah tidak suka, apa dia akan semakin mengabaikanku?" gumamnya sambil menatap kotak itu dengan ragu. Janu membuang napas panjang, merasa tidak yakin."Lalu, apa kata yang tepat
Saat itu juga, Manggala menghentikan tawanya. Ekspresinya berubah kesal tetapi itu hanya beberapa detik saja. “Anak buahku sudah mendatangi alamat-alamat yang tertera di invoice itu, seperti yang kau minta. Susah payah mereka mencari alamat dan hanya diputar-putar saja selama berbulan-bulan. Dan sekarang baru ada hasilnya.”Janu mengernyitkan alisnya. Dia menerima bendelan kertas itu dan memeriksa catatan yang diberikan oleh orang-orang Manggala. Lembar demi lembar berisi informasi mencurigakan tentang transaksi keuangan yang diduga hanya laporan palsu dan perusahaan fiktif diverifikasi kebenarannya.“Laporan ini tidak salah. Semua perusahaan yang tercantum di sana adalah perusahaan palsu. Proyek-proyek ini juga sebenarnya tidak pernah ada. Jadi, tidak peduli dengan metode apa yang digunakan, siapapun yang memeriksa ini, pasti menyimpulkan bahwa ayahmu sudah melakukan penggelapan dana dan terlibat di proyek fiktif.”Janu memijat kepala lalu merebahkan punggungnya setelah meletakkan
"Aku tahu ini tujuanmu sejak lama. Tetapi kau juga tidak boleh mengorbankan perasaan Gemintang dan Maura!" Manggala kembali menasihatinya. "Lagipula lusa agendamu terlalu padat.""Reschedule saja," jawab lelaki itu dengan mudahnya mengundang dengkus kesal dari Manggala. "Tidak bisa, Janu! Lusa kau sudah jadwalkan presentasi penting dengan dengan GreenLand group, kau jangan lupa ini kepercayaan terakhir mereka setelah kekacauan kemarin. Selain itu, ada rapat dengan dewan direksi terkait proyek ekspansi.""Ck! Apa gunanya kau sebagai Vice CEO?""Meski aku menggantikan, jangan lupa bahwa ada acara amal yang sudah kita rencanakan sejak lama. Kau harus hadir di sana sebagai pembicara utama. Acara ini tidak bisa diubah atau diundur begitu saja. Jadi, kau tetap tidak bisa berangkat lusa."Janu kembali mendesah lelah, pria itu mengeluarkan ponselnya dan turut memeriksa agenda. Dia mencari tanggal yang sekiranya pas. "Kalau begitu hari jumat saja!" katanya sebelum melempar kembali ponselnya k
Sayangnya, tidur Gemintang terlalu nyenyak hingga tak mendengar permintaan maaf itu. Sementara Janu tampak seperti pria pengecut yang tak ingin berusaha lagi mengambil hati Gemintang, memilih untuk membiarkan suasana rumah tangga mereka tetap membeku, berharap semuanya akan membaik dengan sendirinya tanpa harus menghadapi percakapan yang sulit.Meskipun demikian, keduanya masih mampu menjaga sikap ketika di hadapan Maura. Hari Minggu pun tak jauh berbeda. Janu dan Gemintang tampak bahagia menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan, berperan seolah tak ada masalah, menyembunyikan luka dalam rumah tangga mereka dengan tawa dan senyum yang dipaksakan demi menjaga hati gadis kecil itu.Namun, ketika Maura tak ada, keheningan dan jarak yang menganga di antara mereka semakin terasa menyiksa. Entah sampai kapan Gemintang akan bertahan, dia hanya bisa mengusahakan yang terbaik demi Maura, buah hatinya.Hari ini, Gemintang kembali bekerja dan karena Maura tidak sekolah, maka ia menitipkannya
“Tunggu ... Lorena?” tanpa sadar, bibir Gemintang menggumamkan nama itu.Baskara yang sedang merapikan ponsel dan dompetnya, menoleh sambil mengangguk pelan. "Ya, dia sudah lama ingin bertemu denganmu. Ada hal yang ingin dibicarakan, jadi kurasa hari ini adalah waktu yang tepat. Kalian bisa berbincang sepuasnya."Gemintang mengerjap, mencoba mengingat nama itu. Lorena. Ia pernah membaca nama tersebut di ponsel Baskara beberapa waktu lalu dan juga melihatnya pada daftar tamu pesta NovaLuxe kemarin. Namun, ia tidak ingat jelas siapa Lorena dan jabatan apa yang dipegangnya.“Ada masalah, Gemintang?” tanya Baskara, yang masih menunggu jawaban darinya. Gemintang lalu menggeleng cepat.“Tidak, hanya saja, aku merasa tidak mengenalnya,” jawab Gemintang. Baskara tersenyum.“Tidak apa-apa, setelah ini kau bisa mengenalnya lebih baik,” ujarnya sembari mendekat dan mengajaknya keluar. "Ayo."***Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk tiba di sebuah restoran di pusat kota. Seorang wanita berambut