Malam hari.
Tap. Tap. Tap. "Nyonya Wilona?" sapa seorang pelayan restoran, saat Wilona baru saja sampai di depan pintu sebuah restoran. "Iya," jawab Wilona dengan ramah. "Silahkan, tuan Bramasta sudah menunggu," ucap pelayan tersebut. Pelayan itu pun segera menunjukkan jalan dan Wilona mengekor di belakangnya. Tadi siang, saat Wilona tengah bersantai di taman sebelah kolam renang, tiba-tiba dia mendapatkan pesan dari Bramasta, bahwa Bramasta akan mengajaknya untuk makan malam disebuah restoran. "Apa tempat ini di sewa?" tanya Wilona saat dia mendapati bahwa tidak ada pengunjung lain di restoran tersebut. "Benar Nyonya, tuan Bramasta melakukan reservasi tadi pagi," jawab pelayan tersebut dengan tersenyum ramah. "Apa semua ini juga disiapkan olehnya?" tanya Wilona lagi, karena di sepanjang dia berjalan, sangat banyak sekali bunga mawar, baik di meja, kursi, dinding, bahkan di lantai juga bertaburan banyak bunga mawar, tidak lupa juga dengan banyak lilin. "Benar Bu," "Itu, tuan Bramasta ada di sebelah sana, saya permisi dulu." Wilona segera melihat ke arah yang ditunjuk oleh pelayan tersebut. Benar saja, Bramasta sudah menunggunya di sana dengan mengenakan setelan jas yang sangat rapi, bak seseorang yang hendak melamar kekasihnya. "Apa yang sedang dia lakukan? Apa dia ingin melamarku lagi? Kenapa berlebihan seperti ini?" gumam Wilona sembari terus berjalan ke arah Bramasta. "Sayang," sapa Bramasta saat Wilona sudah semakin dekat, dia juga berdiri untuk menyambut Wilona. "Apa yang kamu lakukan dengan semua ini?" tanya Wilona sembari duduk di hadapan Bramasta, tentu saja kursi yang akan diduduki oleh Wilona sudah digeserkan oleh pelayan. "Ini tidak berlebihan, kamu berhak mendapatkan semua ini, bahkan yang lebih dari ini," ucap Bramasta. "Apa lagi keinginan kamu? Sehingga membuat acara khusus untuk kita berdua seperti ini?" cecar Wilona dengan tatapan penuh menyelidik. "Aku hanya ingin meluruskan hubungan antara kita berdua." Sembari mereka berbicara, para pelayan juga segera menyiapkan minuman dan makanan pembuka di atas meja. "Memangnya ada kesalah pahaman apa antara kita berdua?" tanya Wilona. "Aku tidak ingin kamu berpikiran bahwa aku benar-benar ingin menikah lagi," "Kamu tahu benar kan, watak Mama itu seperti apa?" "Aku hanya memikirkan cara terbaik, agar keluarga kita bisa tetap damai," jelas Bramasta. "Dengan cara menikah lagi?" tanya Wilona dengan sinis. "Menikah lagi itu hanya sebagai formalitas saja, kamu juga tahu sendiri, aku sedari dulu juga selalu mendukungmu di belakang Mama, aku juga sangat menghargai keputusan kamu, jika memang kamu tidak ingin hamil," "Itu adalah tubuhmu, jadi memang hanya kamu yang berhak memutuskan mau hamil atau tidak, aku tidak pernah mempermasalahkan semua itu dari dulu," "Jadi ... " Bramasta menghentikan ucapanya. "Jadi apa?" tanya Wilona dengan cepat. "Jadi aku terpaksa menyetujui usulan Mama untuk menikah lagi," "Tapi aku berjanji, aku tidak akan pernah menyentuh Rosa," ucap Bramasta dengan mantap. "Lalu bagaimana nanti kamu akan memberikan keturunan pada Mama, jika kamu tidak ingin menyentuhnya?" tanya Wilona. "Aku memang setuju untuk menikah lagi, tapi itu bukan berarti aku akan membuatnya hamil kan? Yang terpenting sekarang aku terlihat ada usaha saja di depan Mama, untuk masalah hamil atau tidak, nanti aku bisa menjelaskan kalau memang belum saatnya diberi kepercayaan untuk memiliki anak," jelas Bramasta. "Sejak kapan kamu memikirkan semua ini? Bukankah kamu ingin berbakti pada mamamu?" tanya Wilona. "Aku sudah menuruti untuk menikah lagi, bukankah itu sudah cukup berbakti?" "Hahahaha." Ucapan Bramasta seketika membuat kedua sejoli itu tertawa bersama. "Terserah kamu sajalah Mas, aku sudah cukup pusing menghadapi mamamu itu, jika menurutmu itu yang terbaik untuk hubungan kita, maka lakukanlah, aku percaya sama kamu," ucap Wilona setelah mereka berdua reda dari tawa mereka. "Kalau begitu, mari kita nikmati makan malam romantis kita," ajak Bramasta dengan tersenyum. Mereka berdua pun segera memulai makan malam romantis di restoran tersebut. "Ya, aku memang sedikit ragu kemarin-kemarin, tapi dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku masih percaya bahwa Mas Bramasta tidak akan mengkhianatiku dan selalu mendukungku dengan caranya sendiri, terutama dari serangan nenek lampir itu," monolog Wilona dalam hati. Wilona dan Bramasta makan malam sembari sesekali bergurau, seakan hubungan yang hampir retak itu bisa menyatu kembali seperti sedia kala, bahkan setelah makan malam, mereka berdua juga memutuskan untuk menginap di hotel dan menghabiskan malam yang panas di sana. *** Beberapa hari berlalu, Mama Arina dan Rosa sibuk menyiapkan pernikahan, sementara Bramasta malah menemani Wilona menyiapkan berkas untuk sekolah Raka dan Rani. Hal itu tentu saja membuat Wilona semakin percaya dengan Bramasta. *** Acara pernikahan pun berlangsung, semua orang tengah bersuka cita menikmati pesta pernikahan yang digelar tidak jauh megahnya dengan pernikahan Wilona dahulu, termasuk Raka dan Rani juga turut hadir di acara tersebut, tentu saja mereka berdua bagian bantu-bantu, bukan hadir sebagai tamu undangan. "Hmmb ... pasti semua orang saat ini tengah menikmati pesta," gumam Wilona sendirian di dalam kamar. Wilona memang memutuskan untuk tidak menghadiri pesta pernikahan suaminya yang kedua tersebut. "Sepertinya sekarang waktunya, selagi semua orang tidak ada di rumah," ucap Wilona sembari menyibakkan selimutnya dan turun dari ranjang. Wilona segera mengambil laptop dan turun ke lantai satu, dia duduk di ruang makan, agar bisa mengetahui jika ada orang yang datang. "Kalau tidak salah ingat, sekitar 6 bulan dari bulan ini, sebelum Mbok Sum meninggal," gumam Wilona sendirian sembari mulai memutar rekaman CCTV. "Semoga saja rekaman CCTV belum di format," gumam Wilona lagi. Tek. Tek. Tek. Jari-jari lentik Wilona mulai memainkan laptopnya dengan lincah, mencari rekaman CCTV yang dia maksud. "Nah, ini dia," ucap Wilona setelah cukup lama mencari rekaman tersebut. "Untung saja belum diformat," "Eh, tapi memang kita sebenarnya tidak pernah memformat rekaman CCTV, hanya sejak Rosa masuk ke keluarga ini semua yang ada di sini berubah," "Entah kenapa aku jadi sangat lemah setelah kedatangan Rosa ke rumah ini," "Jadi sering sakit-sakitan, dan juga menurut saja dengan ucapan mereka," "Aku jadi sangat kasihan pada Raka dan Rani, karena aku yang lemah, mereka juga jadi korban," "Tapi tenang saja, kali ini tidak akan aku biarkan dia menguasaiku ataupun menguasai rumah ini." Wilona terus berbicara sendiri sembari terus memandangi laptopnya. "Hmmmb, Mbok Sum," gumam Wilona saat melihat mendiang Mbok Sum di rekaman CCTV yang dia putar. "Nah, iya di situ," ucap Wilona saat mendapati Mbok Sum tengah menggali lubang di belakang rumah. Wilona ingat benar, bahwa memang ada sesuatu di rumah tersebut, hanya saja dia sedikit lupa letak tepatnya di mana Mbok Sum menggali lubang. "Mbok Sum juga merupakan korban, karena kelemahanku," "Maafkan aku Mbok Sum, aku kembali," "Tapi aku kembali saat Mbok Sum juga sudah tidak ada, jadi aku tidak mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan Mbok Sum, tapi Mbok Sum tenang saja, kali ini aku akan benar-benar menjaga Raka dan Rani dengan sangat baik," "Aku tidak akan menjadi orang yang lemah lagi," gumam Wilona dengan bersungguh-sungguh. "Sebaiknya aku amankan dulu semua rekaman CCTV dan segera menghapusnya sebelum Rosa mengkambing hitamkan Mbok Sum seperti yang sudah-sudah." Wilona pun segera melakukan semua hal yang harus dia lakukan, hal-hal yang dulu terlewatkan olehnya. *** Setelah Wilona selesai berkecimpung dengan laptopnya, dia segera kembali ke kamar dan menyimpan sebuah flashdisk di dalam brankas, sebuah brankas yang tidak pernah diketahui oleh Bramasta, di mana di dalam brankas tersebut juga ada amplop putih dari rumah sakit, lebih tepatnya amplop hasil pemeriksaan Bramasta dan Wilona tempo hari. "Aku harus segera ke belakang rumah dan mencari tahu kebenarannya," gumam Wilona setelah mengunci brankasnya dengan kode. *** Duk. Duk. Duk. "Hais, kuku ku jadi patah, karena harus menggali tanah ini," gumam Wilona yang sudah ada di belakang rumah, dia melakukan pekerjaan yang tidak pernah sama sekali dia lakukan sebelumnya. Sembari menggerutu, Wilona masih terus menggali tanah. Tak. "Apa ini?" Hingga akhirnya Wilona menyentuh benda padat di sana. Buru-buru Wilona menggali tanah menggunakan tangan, setelah sebelumnya dia menggunakan kayu yang dia temukan tidak jauh dari dia berada. Wilona tidak peduli lagi dengan kuku pasangannya yang sudah tidak karuan, di sana, Wilona menemukan kotak kayu berbentuk persegi, kotak tersebut nampak kecil, hampir menyerupai kotak cincin tapi tipis. "Mungkin ini yang ditemukan oleh Mbok Sum tempo hari," gumam Wilona sembari membuka kotak tersebut. "Apa sih ini?" gumam Wilona sembari mengernyitkan keningnya, dia tidak mengerti dengan apa yang ditulis di kertas tersebut, karena terlihat seperti bahasa jawa. "Ah, nanti sajalah aku cari tahu," ucap Wilona sembari menyimpan kotak tersebut ke sakunya, dia juga segera mengembalikan galian tanah tadi, lalu menindihnya dengan pot bunga. *** "Hati-hati Non dengan Nyonya Rosa, sepertinya dia punya niat buruk pada keluarga Non." Setelah melakukan hal yang menurutnya melelahkan, Wilona pun segera pergi mandi. Sembari memejamkan mata dan mengguyur seluruh tubuhnya menggunakan shower, tiba-tiba Wilona mengingat beberapa cuplikan adegan Mbok Sum di masa lalu. Blar. Wilona membuka mata. "Tunggu." "Jika memang Mbok Sum sudah menemukan kotak tersebut terlebih dahulu, kenapa beliau menguburnya kembali? Bukankah seharusnya dia melaporkannya padaku? Atau setidaknya bisa dibuang, atau dibakar?" Wilona menyadari ada yang janggal dari perilaku Mbok Sum. "Apa benar yang dituduhkan Rosa waktu itu? Seingatku, setelah pernikahan Mas Bram dan Rosa, akan terus terjadi cekcok di rumah ini, hingga entah kenapa Rosa mengecek CCTV, lalu menemukan Mbok Sum tengah menggali tanah, seperti yang ada di video tadi, saat itulah rumah ini akan menjadi neraka bagi Raka dan Rani," gumam Wilona mencoba mengingat kejadian di tahun tersebut. "Non, sebenci apapun Non terhadap saya, tolong jangan membenci Raka dan Rani ya Non, mereka berdua tidak tahu apa-apa, tolong jaga mereka jika saya sudah tidak kuat menjaga Non dan juga mereka, tolong maafkan saya karena tidak bisa bertahan." Lagi-lagi cuplikan memori tentang Mbok Sum tiba-tiba berputar di pikiran Wilona. "Sepertinya tidak mungkin jika Mbok Sum berkhianat, aku lebih mengetahui watak Mbok Sum dari pada siapapun, bahkan beliau adalah orang yang sangat dipercaya oleh Papa dan Mama, maka dari itu, setelah aku menikah, Mama dan Papa mengutus Mbok Sum untuk ikut denganku," gumam Wilona yang semakin bingung dengan segala situasi. Sembari berpikir, Wilona juga melakukan aktivitas mandi, dia juga melepas semua kuku palsunya yang sudah tidak berbentuk lagi itu, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama daripada biasanya, untuk Wilona berada di kamar mandi. *** "Benar," "Mbok Sum tidak akan berkhianat, semua kesalahpahaman terjadi setelah Rosa masuk ke rumah ini," "Kenapa dulu aku tidak mendengarkan ucapan Mbok Sum, aku terlalu percaya dengan semua orang di rumah ini, hingga aku menjadi lemah dan hal itu menjadi boomerang untuk diriku sendiri," ucap Wilona sembari keluar dari kamar mandi. "Sekarang yang harus aku pikirkan adalah, aku harus mencari informasi maksud dari tulisan yang ada di kotak tadi, agar aku bisa mengetahui apa maksud dari Rosa," "Ya, aku yakin pasti Rosa yang sudah mengubur kotak tersebut," gumam Wilona sendirian di dalam kamar, sembari dia memilih baju ganti. Srek. Saat mengambil baju, secara tidak sengaja Wilona menjatuhkan beberapa foto. Dengan masih memakai bathrobe, Wilona pun segera memungut beberapa foto yang terjatuh di lantai tersebut. "Mama, Papa." Wilona melihat foto Mama dan papanya, saat itu adalah hari pertama Raka dan Rani masuk ke rumah mereka. "Ona, kamu harus menjaga mereka berdua, jangan lupa selalu perhatikan pendidikan mereka kelak, jangan sampai mereka berdua putus sekolah." Begitulah pesan dari Mama Wilona saat mengantarkan Raka dan Rani masuk ke keluarga Wilona. "Sebenarnya memang tidak secara gamblang Mama Wilona menjelaskan bahwa mereka berdua adalah cucu Mbok Sum," "Tapi ... siapa lagi mereka jika bukan cucu Mbok Sum? Selama ini yang aku lihat, mereka sangat patuh dan menyayangi Mbok Sum dengan tulus," gumam Wilona sembari terus memandangi foto orang tuanya. Wilona menarik nafas dalam, karena sangat merindukan orang tuanya, tapi dia saat ini tidak bisa menghubungi mereka berdua. Karena dia tahu, jika dia menghubungi Mama dan papanya di saat yang seperti ini, pasti air matanya tidak bisa tertahan lagi, sedikit banyak dia merasa berat dan sakit hati hidup dengan Mama Arina, terlebih sekarang suaminya tengah melangsungkan pernikahan lagi, sementara dia? Dia hanya sendirian di dalam rumah yang cukup besar tersebut. Wilona juga mempunyai prinsip, bahwa dia tidak akan menceritakan kepahitan yang dia alami selama menikah pada orang tuanya. "Kenapa Mama masih terlihat sangat cantik di usia tersebut?" Alhasil, Wilona hanya bisa membuka social media mamanya untuk melepas rindu. "Semoga, Mama dan Papa sehat selalu disana. Doakan aku, agar aku bisa menjalani setiap proses kehidupan rumah tanggaku." Tek. Wilona segera mematikan ponselnya, karena dia juga tidak ingin berlarut dalam kesedihan, bisa-bisa nanti semua orang mengira bahwa Wilona tengah menangisi pernikahan suaminya yang saat ini sedang berlangsung."Selamat pagi," sapa Wilona sembari menuruni anak tangga."Pagi ... " jawab semua orang secara serentak."Kenapa pagi-pagi kamu sudah rapi?" tanya Bramasta."Kan aku sudah bilang, kalau aku mau bekerja lagi," jawab Wilona yang sudah sampai di meja makan dan segera duduk."Mbak, apa Mbak memang perlu bekerja lagi?" tanya Rosa yang tentu saja sudah menjadi anggota keluarga saat ini, bahkan juga tinggal satu atap."Kenapa Ros? Apa kamu keberatan? Bukankah kamu sudah menandatangani syarat untuk menikah dengan Mas Bram tempo hari?" cecar Wilona."Bukan begitu Mbak, Mbak kan sudah berhenti bekerja selama beberapa tahun, takutnya nanti Mbak malah sudah lupa dengan semua yang biasa dikerjakan di kantor, malah repot nanti kalau Mbak harus belajar lagi,""Lebih baik Mbak di rumah saja, mengurusi urusan rumah, bukankah itu sudah menjadi keahlian Mbak Ona," sindir Rosa."Tenang saja, aku adalah orang yang cerdas, tidak mungkin aku melupakan semua tentang urusan kantor, lagi pula di rumah kan suda
"Kenapa lampu ruangan kamu masih menyala?" tanya Furi yang juga baru saja menyelesaikan pekerjaannya, saat dia hendak pergi, dia melihat lampu di ruangan Wilona masih menyala, maka dari itu Furi memutuskan untuk mengecek."Aku harus lembur," jawab Wilona."Kamu sendiri kenapa belum pulang?" tanya Wilona."Aku harus menyelesaikan semua pekerjaanku, sebelum aku kembali mengabdi padamu paduka," jawab Furi yang seketika membuat Wilona mengulas senyum."Kamu tidak harus menyelesaikannya dalam semalam semua map yang aku kasih tadi," ucap Furi."Aku tidak sedang mengecek map dari kamu," ucap Wilona."Lalu apa yang kamu lakukan?" tanya Furi sembari duduk di hadapan Wilona."Aku sedang membuat proposal untuk kerja sama dengan grup Salim," jawab Wilona."Apa kamu sudah tahu?" tanya Furi dengan terkejut."Tidak, Rosa yang menyuruhku membuat ini," jawab Wilona."Hais, dasar wanita gila," gerutu Furi."Emb, aku tahu kamu memang pekerja keras, tapi ..." "Tapi apa?" tanya Wilona."Pikirkanlah juga
"Apa belum berkumpul semua?" tanya Wilona yang baru saja memasuki cafe, serta melihat Furi dan beberapa karyawan di sana."Sudah," jawab Furi sembari membungkukkan sedikit tubuhnya dengan sopan, karena dia menghormati Wilona sebagai atasannya."Apa?" Wilona pun terkejut dengan jawaban Furi, karena dia mendapati hanya ada 7 karyawan saja di sana."Memang hanya mereka saja yang bertahan," bisik Furi.Tap.Wilona pun segera duduk dan tersenyum pada mereka semua, para karyawan itu pun juga menunduk dengan segan. "Wajah-wajah tidak asing," ucap Wilona."Apa kalian semua masih mengingatku?" tanya Wilona."Tentu saja Bu, kami sangat senang sekali saat mendengar Ibu kembali ke kantor," jawab salah seorang karyawan."Apa Ibu sehat?" tanya karyawan lain."Tentu saja, aku sangat sehat dan tetap cantik," jawab Wilona dengan sedikit mengulas senyum, untuk meminimalisir kecanggungan diantara mereka.Meskipun Wilona nampak sangat dingin dan juga berekspresi datar, tapi para karyawan sangat senang da
Krincing."Kalian masih di sini?" tanya Rosa yang baru saja masuk ke cafe tempat Wilona makan siang tadi."Apa urusannya denganmu?" tanya Wilona dengan nada datar, juga dengan tetap memainkan ponselnya."Rugi dong cafe ini, jika kamu di sini seharian," ucap Rosa yang kemudian ikut duduk di tempat Wilona."Aku sudah menyewanya satu hari, jangan banyak cing cong," ucap Wilona."Apa kamu sudah berhasil menghubungi grup Salim?" tanya Rosa dengan nada mengejek. Wilona meletakkan ponselnya di atas meja, lalu menarik nafas dalam sembari melihat ke arah Rosa dengan kesal."Taraaam ..." "Aku sudah berhasil membuat janji," ucap Rosa dengan tersenyum, sembari menyodorkan ponselnya ke arah Wilona.Wilona dan Furi pun segera mendekatkan kepala mereka untuk melihat pesan di ponsel Rosa lebih dekat dan lebih jelas."Nih, baca aja sendiri." Rosa meletakan ponselnya di meja."Secepat itu?" tanya Wilona seakan tidak percaya, sementara Furi segera mencatat tempat pertemuan mereka, serta nomor telepon
"Berpikir Wilona, berpikirlah dengan cepat," monolog Wilona dalam hati.Pria tadi segera berjalan ke arah sofa mengikuti Wilona. "Eh tunggu, aku tadi kan haus, cepat pesankan aku minum dulu, bagaimana aku bisa melayani kalian dengan baik, jika tubuhku lemas seperti ini.""Pasti tidak akan menyenangkan bukan?" tanya Wilona sembari memutar tubuhnya hingga menghadap ke arah semua pria tadi."Cepat kalian pesan minuman," suruh pria yang mereka panggil 'Bos'."Oh, ternyata dia yang membawa kunci," batin Wilona dengan memandangi sekeliling agar tidak menimbulkan kecurigaan.Karena dia saat ini sedang berusaha mengulur waktu, Wilona pun berjalan ke arah meja makan, dia mengurungkan niatnya untuk duduk di sofa.Wilona memperhatikan sekeliling dan melihat ada CCTV di mana-mana. "Hmb, tidak mungkin para karyawan tidak tahu kejadian di sini, kecuali mereka memang sudah disuap sehingga mereka menutup mata," monolog Wilona dalam hati.Ceklek.Tidak lama kemudian, seorang pelayan datang membawa mi
Brak."Sayang, apa kamu baik-baik saja?" Bramasta datang ke rumah sakit dengan tergopoh, hal itu membuat Furi segera menyudahi makan malamnya dan turun dari ranjang."Aku tadi mengabari tuan Bramasta," ucap Furi dengan nada lirih sembari menunduk.Bramasta pun segera berjalan ke ranjang Wilona dan memeluknya dengan erat. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Bramasta dengan suara sangau, sepertinya dia sedang menahan tangis."Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu tidak menjaga Ibu dengan baik!" teriak Bramasta sembari menghadap ke arah Raka."Aku baik-baik saja, kenapa kamu berteriak padanya? Dia yang telah menyelamatkanku," sahut Wilona. Sementara Raka, Rani dan Furi hanya bisa menunduk."Cih, padahal dia juga tidak menjaga istrinya dengan baik, kenapa malah marah-marah pada Raka, dasar sampah!" gumam seseorang di seberang telepon Raka, saat dia mendengar teriakan Bramasta.Tut.Orang tersebut pun segera menutup sambungan teleponnya dan menyeruput es Cappucino yang ada di hadapannya dengan s
Beberapa hari kemudian.Braak !!"Kamu masih bisa bersantai seperti ini?" Sentak Rosa saat memasuki ruangan Bramasta.Mengetahui ada istri bosnya masuk, sekretaris Bramasta pun segera keluar dari ruangan. Saat itu Bramasta tengah mengecek beberapa berkas di atas meja."Apa kamu tidak melihat berita hari ini?" Rosa segera mengambil remot dan menyalakan televisi yang ada di ruangan Bramasta.'Nyonya Wilona akan segera mengadakan jumpa pers, terkait kasus penyerangan yang dia alami'"Lihat itu yang sedang dilakukan istrimu! Dia ingin mengadakan jumpa pers untuk mengkonfirmasi kejadian tempo hari, bahkan memar-memar di wajahnya juga masih terlihat jelas!" ucap Rosa dengan menggebu."Bertanggung jawablah atas perbuatanmu sendiri," ucap Bramasta dengan suara lirih dan tegas."Bukan itu maksudku, kamu harus menghentikan langkahnya sebelum dia mencoreng wajah perusahaan, lagian kan pelakunya juga sudah ditangkap semua, lalu apa lagi yang ingin dia konfirmasi?" jelas Rosa."Dia masih meyakini
Hap."Rosa, lepaskan aku! Apa yang kamu lakukan?" teriak Wilona sembari menahan rasa sakit, karena Rosa tengah menjambak rambut dan juga menenggelamkan wajah Wilona beberapa kali ke dalam wastafel yang penuh dengan air.Hap.Beberapa kali juga Wilona mencoba mengambil nafas saat rosa menarik rambutnya, hingga wajahnya keluar dari genangan air di wastafel tersebut.Bruuk."Ro ... sa," rintih Wilona saat dia sudah tidak tahan lagi dan ambruk ke lantai."Ingat, ini hanya pelajaran awal saja, jika kamu tidak segera menandatangani surat pengalihan harta, aku akan memberimu pelajaran yang lebih menyakitkan dari hari ini," ucap Rosa dengan tersenyum puas, bahkan dia berbicara juga sembari memainkan kuku palsunya, seakan tidak menyesali perbuatannya sama sekali.Sayup-sayup Wilona mencoba membuka mata dalam keadaan yang sudah pucat pasi, dia penasaran dengan suara langkah kaki yang baru saja masuk ke kamarnya."Sayaaang ..." teriak Rosa.Jedaaar.Betapa terkejutnya Wilona saat mendapati Brama
BRUAAAK!"Kenapa kita semalam tidak langsung serang saja Bramasta itu?" kesal Debby sembari melemparkan semua senjatanya di lantai.Sore itu, Debby, Firman dan Alex baru saja tiba di vilanya Debby. "Kenapa juga kita harus jalan kaki sejauh itu? Padahal aku punya mobil," kesalnya lagi. Firman dan Alex hanya bisa saling menoleh dan bertukar pandang.BUGH.Secara bersamaan, Alex dan Firman segera menjatuhkan tubuhnya di atas sofa untuk melepas penat. "Dari mana saja kalian?" tanya Agatha sembari membawakan mereka air mineral botol dan memberikan pada mereka masing-masing 1. Namun, tidak ada satupun dari mereka yang menjawab."Kamu belum tahu saja, bagaimana kejamnya Bramasta, saat orang lain mencampuri urusannya, ataupun memegang miliknya," ucap Alex pada Debby."Aku tidak takut dengannya!" sentak Debby dengan wajah merah padam."Meskipun kamu tidak takut, kita harus melawannya dengan persiapan, tidak tiba-tiba seperti itu, kamu lihat sendiri kan anak buah dia banyak dan semua terlatih,
Ciiit.Belum lama Firman mengemudikan mobilnya, tiba-tiba dia menginjak rem secara mendadak, Alex dan Debby yang tengah duduk di kursi penumpang dan menyandarkan punggungnya, seketika terkejut dan melihat ke depan. Mereka berdua melihat seseorang menodongkan senapan laras panjang pada mobil mereka, Firman segera mengangkat kedua tangannya, sementara Alex menyipitkan mata untuk menajamkan penglihatannya."Robert," gumam Alex.Alex segera membuka pintu mobil dan keluar dengan mengangkat kedua tangan. "Kalian tetap di dalam," ucap Alex pada Firman dan Debby dengan terus melihat ke arah Robert, takut jika tiba-tiba saja dia menarik pelatuknya."Robert," panggil Alex dengan sedikit berbisik."Robert, ini aku Alex," bisik Alex lagi sembari berjalan mendekati Robert."Alex," ucap Robert sembari menurunkan senjatanya."Sedang apa kamu disini?" taya Robert."Tidak perlu jawab," ucap Robert lagi dengan gelisah. Robert segera berjalan ke arah mobil dan melihat ada siapa saja di dalam sana."Kali
Pagi itu Furi dan Agatha berjalan menyusuri perusahaan pink, dengan clutch warna abu bling-bling, kaca mata coklat dan rambut ikal warna coklat yang terurai, Agatha berjalan dengan percaya diri, sementara di sebelahnya, Furi tengah mengenakan baju formal dan memegang map di depan dada."Sekretaris Rizal, ada yang ingin bertemu dengan Bu Rosa," ucap Furi setelah sebelumnya dia mengetuk pintu ruangan Rizal terlebih dahulu."Apa sudah buat janji?" tanya Rizal dengan angkuh."Belum, tapi tamu ini sangat penting," ucap Furi."Tidak bisa begitu, apa kamu tidak tahu kalau direktur kita itu sangat sibuk, meskipun tamu penting, tetap harus membuat janji," ucap Rizal yang masih fokus pada laptopnya.Braak.Braak.Agatha berjalan ke ambang pintu dan menggebrak pintu ruangan Rizal beberapa kali, tapi tidak terlalu keras. "Jika kamu tidak mau mengantar, kami bisa pergi ke ruangannya sendiri," ucap Agatha dengan ketus.Rizal pun segera beranjak dari kursinya. "Oh, bukan seperti itu maksud saya Bu,"
"Bagaimana hasilnya?" tanya Debby. Hari itu saat weekend, mereka semua berkumpul di villanya Debby."Benar yang dicurigai Wilona, mereka berdua telah banyak menggelapkan dana perusahaan," jawab Furi."Benarkah? Bagaimana caranya?" tanya Firman."Mereka membeli lukisan dari pelukis amatiran dengan harga yang sangat mahal," jawab Furi sembari menyodorkan laptopnya dan memberikan data.Debby pun mendekat dan melihat laptop tersebut. "Lalu?" sahut Debby."Lalu, selang beberapa hari hingga 7 hari kerja, akan ada dana masuk ke rekening pribadi Pak Bramasta dari orang baru," jawab Bunga sembari mengeluarkan banyak berkas yang berisi mutasi rekening Bramasta, Bunga juga sudah menstabilo pada tanggal-tanggal tertentu.Firman segera mengambil berkas dari Bunga dan melihatnya sekilas. "Berapa banyak?" tanya Firman."Pak Bram membeli lukisan tersebut 100 juta dan akan mendapatkan kembali 90 juta," jawab Bunga."Apa selalu seperti itu?" tanya Debby."Tidak, ada yang 150 juta, 200 juta dan seterusn
"Permisi," ucap petugas kebersihan yang ada di perusahaan pink, saat ini dia tengah mencoba mengetuk pintu ruangan CCTV."Ada apa?" tanya seorang petugas yang baru saja membuka pintu."Ini, aku bawakan minuman untuk kalian, ada salah satu orang perusahaan yang bagi-bagi," jelas seorang paruh baya yang menjadi petugas kebersihan tersebut."Wah ... kebetulan sekali, kami sedang mengantuk, makasih ya Bu," ucap petugas CCTV tersebut dengan ramah sembari menerima 2 gelas es cappucino."Bekerjalah dengan baik, jangan sampai kamu ketiduran," ucap petugas kebersihan tersebut sembari mendorong trolinya dan pergi dari sana. 2 petugas CCTV pun segera menyeruput es cappucino tersebut hingga habis setengah gelas, sepertinya mereka benar-benar kehausan."Satu ... " "Dua ... ""Tiga ... "Sementara itu, Furi yang berada di balik tembok, dia terus menghitung dengan menggunakan jarinya, juga sembari memainkan kakinya."Lima puluh sembilan." Setelah menghitung hingga satu menit, Furi pun segera berjal
"Memangnya Wilona tahu dari mana kalau kita bisa melawan Rosa pakai daun kelor, dia aja gak pernah pergi ke dukun!" hardik Mama Risma. Pagi itu, Rani segera pergi ke kediaman Mama Risma untuk mengajaknya berbelanja bahan yang disuruh oleh Wilona ke pasar, sekalian juga memberi kabar Mama Risma, bahwa putrinya baik-baik saja."Ada Ma di buku catatannya Bu Rosa, lengkap dari ritual sampai pantangannya," jelas Rani."Oh, jadi selain bermain santet, dia juga bermain susuk. Apa lagi yang dia mainkan?" tanya Mama Risma dengan penasaran."Guna-guna," jawab Rani singkat."Guna-guna?" gumam Mama Risma."Ayo Ma kita segera ke pasar untuk beli semua bahan dan kita segera eksekusi dia, biar dia tahu rasanya senjata makan tuan," ajak Rani dengan geram."Memangnya kamu tahu bentuknya daun kelor? Mama aja baru denger namanya barusan dari kamu," ucap Mama Risma."Lah? Mama juga gak tau? Aku kira Mama tahu, makannya aku mau ngajak Mama," gerutu Rani.Mama Risma terdiam sejenak, beliau mengambil ponsel
Bunga sampai di depan mansion Melisa, ada perasaan gelisah dan berkecamuk di sana, terlebih saat dia melihat pengawal Melisa yang selalu sigap. Dengan perasaan yang masih ragu, Bunga pun turun dari mobil, setelah sebelumnya menarik nafas panjang dan mencoba menguasai pikirannya sendiri."Aku hanya akan mencari ponselku yang kemarin hilang," ucap Bunga pada salah satu pengawal Melisa."Di mana?" tanya pengawal tersebut."Ya mana aku tahu, namanya juga hilang. Seingatku semalam aku hanya mendatangi atap dan juga pantai, tidak banyak ruangan yang aku kunjungi di sini," jelas Bunga."Aku akan memeriksanya di atap," ucap pengawal tersebut."Oke kalau begitu, aku akan menyusuri pantai," ucap Bunga yang kemudian pergi ke pantai, pantai tersebut ada di depan mansion.Bunga berjalan pelan sembari melihat laut, sesekali juga dia melihat ke mansion. "Bu Wilona ada di kamar yang mana ya," gumam Bunga sembari mengingat kejadian tadi malam, saat Wilona baru dibawa keluar oleh dua pengawal dalam kea
Bramasta datang ke Mansion Melisa dengan perasaan berkecamuk. BRAAAK! Tentu saja tidak ada lagi yang menahannya saat masuk ke mansion tersebut, karena semua anak buah Melisa sudah tahu, bahwa Bramasta adalah salah satu partner kerja Melisa. Begh! "Kenapa kamu melakukan itu?" Saat baru saja masuk ke mansion, Bramasta mendapati Melisa berdiri di ruang kerjanya. Bramasta segera masuk dan mencekik leher Melisa menggunakan satu tangan hingga Melisa memundurkan langkahnya dan berhenti karena menabrak meja. Merasakan bahwa tangan Bramasta semakin erat dan membuatnya kesulitan bernafas, Melisa segera meraih pistol yang memang ada di atas meja. Setelah mendapatkan pistol tersebut dengan susah payah, Melisa pun segera menodongkan pistol itu ke pelipis Bramasta. Mereka berdua sempat bersitegang sebentar dengan saling menatap. "Oke." Tepat saat Melisa hendak menarik pelatuknya, Bramasta melepaskan tangannya yang mencengkeram leher Melisa. Melisa mengatur nafas sejenak, dia menoleh ke arah
BRUUAAAKKK!!Raka, Debby, Firman dan Furi segera menoleh ke arah sumber suara. "Tolong selamatkan dia dulu, nanti aku akan kembali," ucap Bunga sembari membopong Alex dan juga memberi sesuatu dari sakunya ke Raka.Bunga segera meninggalkan villa Debby, sementara Debby, Firman dan Furi masih terpaku sembari melihat seorang pria yang tengah duduk di lantai dengan darah bercucuran di lengannya."Bukankah tadi itu adalah sekretarisnya Pak Bram?" tanya Furi dengan keheranan."Apa???" pekik Firman dan Debby secara bersamaan.Grep.Begh.Debby segera berjalan ke arah Raka dan mencekik lehernya dengan satu tangan, hal itu membuat semua orang yang ada di sana terkejut. "Apa maksud kamu memberitahu villa ini pada sekretarisnya Bramasta?" tanya Debby dengan kesal."Atau kamu adalah pengkhianatnya sejak awal?" Debby tidak memberi celah untuk Raka menjelaskan."Lepaskan aku," ucap Raka dengan terbata dan mencari celah untuk bernafas."Lepaskan Debby." Firman segera beranjak dan mencoba menarik tan