Share

Bab 5

Penulis: Eriin 1208
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-18 15:50:02

Keesokan harinya.

"Hais, rasanya malas sekali aku harus pura-pura baik pada keluarga ini," gerutu Rosa sembari berjalan di lorong rumah sakit.

"Kalau bukan karena harta mas Bram yang berlimpah dan tidak akan habis sampai 7 turunan, aku tidak akan mau melayani mereka." 

"Lebih-lebih melayani istrinya, demi mendapatkan restu, agar aku bisa menikah dengan Mas Bram, aku harus rela masak dan membawakan makanan untuk istrinya itu, huft." Rosa terus menggerutu sembari membawa rantang yang berisi makanan, yang akan diberikan pada Wilona.

"Lagian itu perempuan nyawanya banyak banget ya, aku sudah melakukan banyak cara untuk mencelakainya, tapi dia masih saja selamat." 

"Kalau dia mampus kan enak, tidak perlu lagi untuk mengemis restu darinya." 

"Lagian Mas Bram juga cinta gila banget sih sama dia, apa dia benar bisa menerimaku jadi istrinya nanti?"

"Hais, sudahlah, yang pasti aku akan terus berusaha untuk menggodanya, toh aku juga lebih montok kan dari pada istrinya itu," ucap Rosa dengan penuh percaya diri.

Sepanjang perjalanan dari lobby menuju ruang rawat Wilona, Rosa terus berbicara sendiri, hingga akhirnya dia sampai di ruangan yang dia tuju.

"Lho? Kok gak ada siapa-siapa?" ucap Rosa dengan terkejut, saat mendapati ranjang ruangan tersebut kosong, bahkan sprei, bantal, dan selimut juga sudah tertata dengan rapi.

"Eh, Sus," panggil Rosa saat mendapati ada suster yang tengah berjalan melewatinya.

"Iya Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya Suster tersebut.

"Pasien yang ada di sini kemana ya?" tanya Rosa.

"Oh, Ibu Wilona?" tanya Suster tersebut.

"Iya, Ibu Wilona, kemana dia?" tanya Rosa dengan tergopoh.

"Ibu Wilona sudah pulang, beliau juga sudah membayar semua administrasi," jawab Suster tersebut.

"Ish, siapa yang memberikan izin dia keluar dari rumah sakit secepat ini," gerutu Ros yang kemudian berlari ke arah receptionist, bahkan dia juga meninggalkan bekal makanan yang tadinya akan diberikan pada Wilona begitu saja.

***

Brak.

"Jam berapa Wilona keluar dari rumah sakit?" Setelah sampai di lobby, dia segera menggebrak meja, hingga menyebabkan receptionist yang jaga di sana terkejut.

"Eh, sebentar Bu, saya cek dulu, Bu Wilona ada di ruang apa sebelumnya?" tanya receptionist.

"Dahlia," jawab Rosa sembari merogoh tasnya untuk mengambil telepon genggam.

Receptionist pun memainkan jari lentiknya di atas keyboard. "Bu Wilona sudah keluar sejak tadi pagi subuh Bu," ucap Receptionist yang semakin membuat Rosa kalang kabut.

Tuut ...

Tuut ....

Tuut ....

"Hais ... kenapa tidak diangkat!" gerutu Rosa sembari memainkan ponselnya dengan geram, entah siapa yang tengah dia hubungi saat itu.

Tanpa berterima kasih, Rosa pun segera berlari ke parkiran, masuk ke mobil dan melajukan mobilnya dengan cepat.

***

"Sayang, kata Mama kamu sudah pulang?" tanya Bramasta.

Rosa, Bramasta dan Mama Arina tiba di ruang makan secara bersamaan, sedangkan di sana sudah ada Wilona, Raka dan Rani.

"Kenapa kamu bisa pulang secepat ini?" tanya Mama Arina, tentu saja saat Wilona masuk ke rumah, Mama Arina tidak mengetahuinya, karena beliau setiap harinya hanya sibuk arisan kesana kemari dengan geng sosialitanya.

"Iya Kak, aku tadi ke rumah sakit lho, bahkan aku juga bela-belain bawa makanan yang aku masak sendiri untuk kakak." Kali ini Rosa yang berbicara.

Wilona masih tetap duduk manis sembari menikmati apel yang baru saja dikupas oleh Rani. "Sayang ... kalau kamu memang mau pulang cepat kan bisa bilang, nanti Mas akan jemput dan urus semuanya," ucap Bramasta sembari duduk di sebelah Wilona, seketika itu juga Raka dan Rani mundur beberapa langkah.

"Sayang, aku tidak ingin merepotkan kamu yang sedang bekerja," ucap Wilona dengan tersenyum.

"Lagian ngapain Rosa ada di sini? Apa dia tidak punya rumah? Sehingga setiap hari dia harus datang kemari?" cecar Wilona sembari memicingkan matanya.

"Ona! Jaga ucapan kamu! Kalau tidak ada Rosa, kamu kira siapa yang akan bawa kamu ke rumah sakit tempo hari!" bentak Mama Arina.

"Tentu saja dia ada di rumah, karena memang dia yang menyebabkan aku celaka,"  monolog Wilona dalam hati.

"Di rumah kan ada mobil, ada sopir, ada mereka berdua juga," ucap Wilona sembari menatap ke arah Raka dan Rani.

"Sudahlah! Yang pasti kamu berhutang terima kasih pada Rosa," tegas Mama Arina.

"Oh ya, karena kamu sudah ada di rumah, itu berarti kan kamu sudah sehat,"

"Lebih baik sekarang, cepat kamu tanda tangani surat izin untuk suamimu menikah lagi," ucap Mama Arina sembari duduk di dekat Bramasta.

"Memangnya siapa yang bilang kalau aku akan mengizinkan Mas Bramasta untuk menikah lagi Ma?" tanya Wilona.

"Wilona, kamu jangan egois dong, waktu lima tahun yang Mama berikan pada kamu sudah habis, dan sampai saat ini kamu belum bisa memberikan keturunan pada Bramasta," ucap Mama Arina.

"Apa tujuan menikah hanya untuk keturunan saja?" 

"Bagaimana denganmu Mas?" tanya Wilona sembari menatap ke arah Bramasta.

"Emmb ... Eh ... kalau aku sih masih tetap sabar aja, tidak masalah juga jika kita tidak bisa mempunyai anak." Ada keraguan dan juga senyum yang dipaksakan terlukis jelas di wajah Bramasta.

"Bramasta! Kamu yang tegas dong jadi suami, Mama ini sudah semakin tua, Mama hanya ingin menimang cucu saja, apa itu sangat sulit bagi kalian?" cecar Mama Arina.

"Wilona, lagian kan kamu juga sudah kenal dengan Rosa, tidak akan jadi masalah, jika dia yang menjadi madumu, dari pada kamu harus mencari madu yang lain, belum tentu nanti kamu bisa akur," jelas Mama Arina.

Semua orang terdiam beberapa saat, hingga menyebabkan suasana menjadi hening.

"Emmb ... sepertinya aku sudah punya solusi," celetuk Wilona yang membuat semua orang tertuju padanya.

"Bagaimana ... kalau aku dan Mas Bram bercerai saja," ucap Wilona.

"Sayang ... " sahut Bramasta.

"Kamu sudah gila ya! Aku tidak akan membiarkan kamu dan Bramasta bercerai dengan semudah itu!" sentak Mama Arina.

"Dasar Wanita gila! Kenapa dia tidak membiarkan mereka berpisah saja, bukankah itu akan lebih mudah bagiku,"  monolog Rosa dalam hati mengatai calon mertuanya.

"Kan yang Mama inginkan, Mas Bram bisa menikah dengan Rosa, kalau begitu biarkan aku dan Mas Bram bercerai saja Ma," tegas Wilona.

"Tidak, aku tidak mau kita bercerai," sahut Bramasta.

"Aku juga tidak akan membiarkan kalian bercerai, yang aku inginkan adalah cucu dari keturunan Bramasta, entah itu dari Rosa ataupun wanita lain, yang pasti Mama hanya menginginkan cucu!" teriak Mama Arina.

"Hais, akan lebih sulit lagi jika sampai ada Wanita lain yang datang tiba-tiba menjadi saingan, kenapa sih mereka tidak ingin melepaskan Wilona, padahal sudah jelas-jelas dia pasti mandul," gerutu Rosa dalam hati.

"Haduh ... Mama semakin pusing kalau seperti ini," 

"Heh, kalian berdua, jangan hanya berdiri saja, cepat ambilkan kami semua minum," suruh Mama Arina pada Raka dan Rani.

"Biar aku saja," ucap Rosa sembari bergegas ke dapur.

"Enak-enakan ya kalian berdua bisa tinggal di rumah mewah, kalian pikir yang perlu kalian layani hanya Wilona saja!" umpat Mama Arina, Wilona pun segera menoleh ke arah mereka berdua dan mengulas senyum, agar mereka tidak terlalu merasa terintimidasi.

"Ingat ya kalian berdua! Kalian harus bekerja di sini seumur hidup, untuk menggantikan semua biaya sekolah kalian yang kami keluarkan!" tegas Mama Arina pada Raka dan Rani. Mereka berdua pun hanya bisa menundukkan kepala, tanpa ada keinginan untuk melawan.

"Tenang ... selama ada Ibu Wilona, kami masih akan diperlakukan seperti manusia,"  monolog Rani dalam hati.

Tidak lama kemudian, Rosa datang dengan membawa nampan, tentu saja dia bahkan sudah hafal letak perabotan di rumah tersebut. Satu per satu Rosa meletakkan gelas berisi air di dekat Mama Arina, Bramasta dan juga Wilona.

Tap.

Byur.

Namun, saat dia meletakkan gelas di dekat Wilona, dengan cepat Wilona menyambar gelas tersebut dan mengguyurkan air ke kepala Rosa.

"Wilona! Apa yang kamu lakukan?" teriak Mama Arina.

"Emmb, aku hanya menguji kesabarannya, mungkin saja nanti dia benar-benar akan menjadi maduku, bukankah dia harus selalu menghormati ku," ucap Wilona dengan senyum tanpa bersalah, Rosa hanya bisa tetap tertunduk sembari mengepalkan tangannya.

"Sabar Rosa ... sabar, sekarang masih belum giliranmu,"  monolog Rosa dalam hati.

"Baiklah, Obrolan kita sampai disini dulu, aku mau istirahat untuk memulihkan tenaga ku," ucap Wilona yang kemudian berlalu meninggalkan mereka semua, dia tidak peduli pada pandangan Mama mertuanya yang begitu mengintimidasi.

Mama Arina dan Bramasta segera mengelap rambut dan baju Rosa yang tengah basah, tanpa memperdulikan lagi kepergian Wilona.

***

Tap.

Tap.

"Ibu, apa Ibu baik-baik saja?" tanya Rani dengan terkejut.

Saat berjalan menuju kamar, tiba-tiba saja Wilona merasa bahwa kakinya sangat lemas, hingga dia hampir terjatuh, beruntung di belakangnya ada Raka dan Rani.

"Tidak apa, aku baik-baik saja,"

"Hanya ... ini pertama kalinya aku berbicara tegas pada mereka bertiga," ucap Wilona dengan malu.

"Bagaimana? Apa aku sudah terlihat keren?" gurau Wilona.

"Ibu sangat keren sekali," ucap Rani dengan antusias.

"Mari Bu, aku bantu," sementara Raka tidak merespon, karena lebih fokus pada memapah Wilona.

"Seharusnya Ibu seperti itu dari dulu, agar Nyonya Rosa tidak bisa masuk ke sini," 

"Ssst ... diamlah." Raka seketika memotong ucapan Rani, agar tidak menuai keributan. sementara Wilona lagi-lagi tersenyum dengan tingkah Raka dan Rani.

Rani pun segera ikut memapah Wilona menuju kamar, dia juga saling bertukar senyum dengan Wilona.

Bab terkait

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 1

    Sayup-sayup Wilona mulai membuka mata. “Ssst … aw,” desis Wilona sembari memegang kepalanya yang terasa sangat berat, pemandangannya juga berkunang-kunang.Ceklek.“Kak Ona sudah sadar?” Terdengar suara seorang wanita yang sangat tidak asing ditelinga Wilona, baru saja membuka pintu.Wanita itu pun segera berjalan ke arah Wilona dengan antusias, juga dengan senyum yang merekah. Meskipun pandangan Wilona masih sedikit kabur, tapi dia tahu betul siapa gerangan wanita yang menghampirinya saat ini.“Kak Wilona sudah sadar?” tanya wanita itu lagi sembari memegang telapak tangan Wilona.Plak! Bruk!Dengan kepala yang masih terasa sangat berat dan pandangan tidak jelas, Wilona bangun dari tidurnya serta menampar wanita tersebut dengan kekuatan penuh, hingga dia tersungkur di bawah ranjang. “Aw, apa yang Kakak lakukan?” jerit wanita itu.“Pergi kamu! Pergi … ! Wilona berteriak sekencang-kencangnya.“Kak Ona, ini aku Rosa.” Wanita itu mencoba menenangkan Wilona sembari berusaha berdiri.“Perg

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 2

    Sayup-sayup Wilona mulai membuka mata, kali ini dia melihat ke sekeliling dan mendapati bahwa hari sudah gelap. Wilona terus berusaha duduk sembari memegangi kepalanya yang masih terasa berat.Wilona melihat kesana dan kemari, ia mendapati bahwa Raka dan Rani tengah tidur di sofa, sedangkan Bramasta tidak ada di ruangan. “Sssst … kemana Mas Bram ini,” gumam Wilona dengan menahan rasa sakit.Wilona menyibakkan selimutnya dan berusaha turun dari ranjang rumah sakit, dengan terhuyung-huyung dia mencoba berjalan keluar ruangan sembari memegang tongkat, yang digunakan untuk mengaitkan infus. “Permisi, sekarang tanggal berapa ya?” tanya Wilona pada seseorang yang sedang duduk santai di depan ruangan sebelah Wilona.“Sekarang tanggal 17 Juni,” jawab orang tersebut sembari melihat telepon genggamnya.“Emb … apa sekarang tahun 2021?” tanya Wilona dengan ragu.“Iya, sekarang memang tahun 2021,” jawab orang tersebut dengan yakin.“Baik, terima kasih,” ucap Wilona sembari sedikit membungkukkan ba

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 3

    "Ibu,""Ibu dari mana saja?" Saat Wilona berjalan menyusuri lorong, dia mendengar suara yang tidak asing."Rani," ucap Wilona."Ibu dari mana? Kami semua mencari Ibu dari tadi," tanya Rani sembari berjalan menghampiri Wilona dan berusaha memapahnya. Wilona pun mengulas senyum tipis pada Rani."Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Wilona setelah mereka berdua terpaku beberapa saat."Aku ... aku belum pernah melihat Ibu tersenyum padaku dengan tulus," jawab Rani dengan sedikit ragu."Benarkah?" tanya Wilona."Emmb," jawab Rani sembari mulai berjalan."Apa aku dulu sejahat itu?" tanya Wilona lagi."Ibu tidak jahat, Ibu sangat baik, hanya saja keadaan yang merubah Ibu dari ceria menjadi murung," jawab Rani dengan terus memapah lengan Wilona."Keadaan? Keadaan yang seperti apa?" tanya Wilona."Apa Ibu sudah lupa?" tanya Rani."Kalau bisa ... memang sebaiknya Ibu melupakan hal-hal yang buruk, jadi Ibu bisa kembali menjadi diri Ibu sendiri," lanjut Rani."Entahlah, apa itu memang lebih

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 4

    "Sayang, ini aku bawakan handphone kamu, agar kamu tidak bosan selama menjalani perawatan disini," ucap Bramasta mencoba mencairkan suasana, setelah keadaan menjadi kikuk sejenak. "Oh iya, aku memang sangat membutuhkannya," ucap Wilona sembari menerima handphone tersebut. "Sebentar lagi aku akan pulang, karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan, mereka berdua yang akan menjagamu," "Apa tidak masalah?" tanya Bramasta. "Emb, tentu saja tidak masalah, terima kasih karena kamu selalu bekerja keras untuk keluarga, jangan lupa makan dan istirahat," ucap Wilona sembari mengulas senyum manis. "Tentu saja, kamu juga makan yang banyak ya, agar segera pulih dan bisa segera kembali ke rumah," ucap Bramasta sembari mengecup kening istrinya. Wilona pun mengangguk dan tersenyum dengan perlakuan Bramasta tersebut. *** Beberapa saat kemudian setelah kepergian Bramasta, Raka dan Rani pun masuk ke ruangan Wilona. "Dari mana kalian?" tanya Wilona. "Kami hanya di luar Bu," jawab Raka. "Kenap

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18

Bab terbaru

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 5

    Keesokan harinya."Hais, rasanya malas sekali aku harus pura-pura baik pada keluarga ini," gerutu Rosa sembari berjalan di lorong rumah sakit."Kalau bukan karena harta mas Bram yang berlimpah dan tidak akan habis sampai 7 turunan, aku tidak akan mau melayani mereka." "Lebih-lebih melayani istrinya, demi mendapatkan restu, agar aku bisa menikah dengan Mas Bram, aku harus rela masak dan membawakan makanan untuk istrinya itu, huft." Rosa terus menggerutu sembari membawa rantang yang berisi makanan, yang akan diberikan pada Wilona."Lagian itu perempuan nyawanya banyak banget ya, aku sudah melakukan banyak cara untuk mencelakainya, tapi dia masih saja selamat." "Kalau dia mampus kan enak, tidak perlu lagi untuk mengemis restu darinya." "Lagian Mas Bram juga cinta gila banget sih sama dia, apa dia benar bisa menerimaku jadi istrinya nanti?""Hais, sudahlah, yang pasti aku akan terus berusaha untuk menggodanya, toh aku juga lebih montok kan dari pada istrinya itu," ucap Rosa dengan penu

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 4

    "Sayang, ini aku bawakan handphone kamu, agar kamu tidak bosan selama menjalani perawatan disini," ucap Bramasta mencoba mencairkan suasana, setelah keadaan menjadi kikuk sejenak. "Oh iya, aku memang sangat membutuhkannya," ucap Wilona sembari menerima handphone tersebut. "Sebentar lagi aku akan pulang, karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan, mereka berdua yang akan menjagamu," "Apa tidak masalah?" tanya Bramasta. "Emb, tentu saja tidak masalah, terima kasih karena kamu selalu bekerja keras untuk keluarga, jangan lupa makan dan istirahat," ucap Wilona sembari mengulas senyum manis. "Tentu saja, kamu juga makan yang banyak ya, agar segera pulih dan bisa segera kembali ke rumah," ucap Bramasta sembari mengecup kening istrinya. Wilona pun mengangguk dan tersenyum dengan perlakuan Bramasta tersebut. *** Beberapa saat kemudian setelah kepergian Bramasta, Raka dan Rani pun masuk ke ruangan Wilona. "Dari mana kalian?" tanya Wilona. "Kami hanya di luar Bu," jawab Raka. "Kenap

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 3

    "Ibu,""Ibu dari mana saja?" Saat Wilona berjalan menyusuri lorong, dia mendengar suara yang tidak asing."Rani," ucap Wilona."Ibu dari mana? Kami semua mencari Ibu dari tadi," tanya Rani sembari berjalan menghampiri Wilona dan berusaha memapahnya. Wilona pun mengulas senyum tipis pada Rani."Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Wilona setelah mereka berdua terpaku beberapa saat."Aku ... aku belum pernah melihat Ibu tersenyum padaku dengan tulus," jawab Rani dengan sedikit ragu."Benarkah?" tanya Wilona."Emmb," jawab Rani sembari mulai berjalan."Apa aku dulu sejahat itu?" tanya Wilona lagi."Ibu tidak jahat, Ibu sangat baik, hanya saja keadaan yang merubah Ibu dari ceria menjadi murung," jawab Rani dengan terus memapah lengan Wilona."Keadaan? Keadaan yang seperti apa?" tanya Wilona."Apa Ibu sudah lupa?" tanya Rani."Kalau bisa ... memang sebaiknya Ibu melupakan hal-hal yang buruk, jadi Ibu bisa kembali menjadi diri Ibu sendiri," lanjut Rani."Entahlah, apa itu memang lebih

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 2

    Sayup-sayup Wilona mulai membuka mata, kali ini dia melihat ke sekeliling dan mendapati bahwa hari sudah gelap. Wilona terus berusaha duduk sembari memegangi kepalanya yang masih terasa berat.Wilona melihat kesana dan kemari, ia mendapati bahwa Raka dan Rani tengah tidur di sofa, sedangkan Bramasta tidak ada di ruangan. “Sssst … kemana Mas Bram ini,” gumam Wilona dengan menahan rasa sakit.Wilona menyibakkan selimutnya dan berusaha turun dari ranjang rumah sakit, dengan terhuyung-huyung dia mencoba berjalan keluar ruangan sembari memegang tongkat, yang digunakan untuk mengaitkan infus. “Permisi, sekarang tanggal berapa ya?” tanya Wilona pada seseorang yang sedang duduk santai di depan ruangan sebelah Wilona.“Sekarang tanggal 17 Juni,” jawab orang tersebut sembari melihat telepon genggamnya.“Emb … apa sekarang tahun 2021?” tanya Wilona dengan ragu.“Iya, sekarang memang tahun 2021,” jawab orang tersebut dengan yakin.“Baik, terima kasih,” ucap Wilona sembari sedikit membungkukkan ba

  • Kukembalikan Kesengsaraanku Pada Maduku   Bab 1

    Sayup-sayup Wilona mulai membuka mata. “Ssst … aw,” desis Wilona sembari memegang kepalanya yang terasa sangat berat, pemandangannya juga berkunang-kunang.Ceklek.“Kak Ona sudah sadar?” Terdengar suara seorang wanita yang sangat tidak asing ditelinga Wilona, baru saja membuka pintu.Wanita itu pun segera berjalan ke arah Wilona dengan antusias, juga dengan senyum yang merekah. Meskipun pandangan Wilona masih sedikit kabur, tapi dia tahu betul siapa gerangan wanita yang menghampirinya saat ini.“Kak Wilona sudah sadar?” tanya wanita itu lagi sembari memegang telapak tangan Wilona.Plak! Bruk!Dengan kepala yang masih terasa sangat berat dan pandangan tidak jelas, Wilona bangun dari tidurnya serta menampar wanita tersebut dengan kekuatan penuh, hingga dia tersungkur di bawah ranjang. “Aw, apa yang Kakak lakukan?” jerit wanita itu.“Pergi kamu! Pergi … ! Wilona berteriak sekencang-kencangnya.“Kak Ona, ini aku Rosa.” Wanita itu mencoba menenangkan Wilona sembari berusaha berdiri.“Perg

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status