Bukankah Keluarga Tempat Ternyaman Untuk Menetap, Tapi Kenapa Tidak Untukku. Mereka Menjadi Luka Terdalam Seumur Hidupku.
....... "Cukup Alina, Hentikan omong kosongmu itu. Kau tidak akan bisa mendapatkan laki-laki seperti angga kembali. Biarkan saja wanita itu memiliki anak dari angga, toh cinta angga hanya untuk kamu bukan yang lain." Jawab sang ibu dengan enteng. Alina menatap tidak percaya dengan ucapan wanita yang telah melahirkannya itu, bagaimana ibunya meminta alina bertahan dengan pria yang telah mengkhianatinya. "Tapi bu, mas angga berselingkuh. Dia mengkhianati pernikahan suci kami bu, bagaimana ibu meminta untuk bertahan." Jawab alina dengan menatap wajah sang ibu penuh kekecewaan. "Wajar laki-laki seperti angga memiliki wanita lain alina, pria sukses, mapan dan tampan seperti Angga merupakan impian setiap wanita. Mereka berlomba-lomba ingin tidur di atas ranjang suamimu. Kau malah ingin bercerai dimana pikiranmu?." Teriak sang ibu, Alina memejamkan matanya, ternyata keputusan untuk berbicara dengan sang ibu adalah kesalahan besar. Alina lupa mereka telah di butakan oleh harta yang telah Angga berikan untuk mereka. "Dan lagi, ingin kau kasih makan apa anakmu itu alina jika sampai kau bercerai dengan Angga, ibu gak mau ya sampai kalian tinggal di sini!, kamu tau sendirilah kamar di sini penuh tidak dapat menampung orang lagi." Alina memejamkan kedua matanya, bagaimana wanita itu tega berbicara seperti itu kepada anak kandungnya, bahkan engga untuk menerima kedua cucunya. "Alina bisa bekerja bu, lina pasti sanggup membiayai devan dan david bu." kekeh alina menggenggam tangan sang ibu. "Hentikan lina, Hentikan omong kosongmu. Kau kira mencari pekerjaan mudah?, belum lagi biaya hidup sekarang sangat tinggi. Jangan lebay kamu." Bentak sang ibu dengan berkacak pinggang, "Ta...." Ucapan alina terhenti saat sang ayah berdiri di hadapannya. "Kalau sampai saya tau kau bercerai dengannya, maka lupakan hubungan darah di antara kita. Dasar anak pembangkang tidak tau balas budi." Ujar sang ayah, Pria itu melangkah pergi dan di ikuti oleh ibunya. Alina memejamkan matanya, menangis dalam diam. Kemana?, harus kemana alina saat ini. Tidak ada lagi tempat untuknya. Suami yang ia kira akan menjadi rumah tempat ternyamannya ternyata menjadi penyebab lukanya. Ia berdiri meninggalkan rumah itu dengan langkah gontai, tujuannya saat ini ke sekolah kedua putranya. Hanya merekalah yang saat ini alina punya, dan hanya ke dia putranya lah yang menjadi kekuatan alina saat ini. Mobil alina terhenti di depan cafe out dor yang tidak jauh dari sekolah devan dan david. Ia menatap ke dua insan yang sedang asik bercengkerama dengan seorang bayi. Alina tersenyum miris, ia melangkah turun dan menghampirinya. "Selamat siang tuan Angga?." sapanya dengan senyum seduh. "a-alina..." Angga berdiri menghampiri alina, wanita itu langsung mundur enggan untuk di sentuh oleh pria yang saat ini berstatus sebagai suaminya. "Maaf aku ganggu keluarga bahagia kalian ya?." Tanya alina menatap Angga dan Gemilang dengan bergantian. "Sayang Kenapa kamu ada di sini?." Tanya angga mengalihkan pembicaraan. "Wahh, sekarang kamu lupa ya mas?, Bukannya Cafe ini dekat dengan sekolah devan dan david bahkan juga dekat dengan kantorku!." Angga memejamkan matanya, ia merutiki kebodohannya bagaimana dia bisa lupa jika sekolah devan dan david juga tidak berada jauh dari sini. "Duduk mbak kita ngobrol-ngobrol sebentar, bukannya devad dan david keluar setengah jam lagi ya mas?." Ucapnya menatap Angga. Hati Alina berdenyut nyeri, menatap wajah sang suami yang sudah terlihat pucat pasih. "Wahh ternyata dia calon ibu Sambung yang baik ya mas, bukan begitu mbak gemilang." "Sayang..." Ucapan Angga terhenti saat alina mengangkat kedua tangannya, mantap Angga dengan penuh kekecewaan. "Aku tunggu kamu di rumah mas?." Setelah mengatakan itu alina pergi meninggalkan Angga dan Gemilang yang terpaku menatap kepergiannya. "Sakit tuhan, Sakit...." lirih Alina. Alina menepuk nepuk dadanya yang berdenyut nyeri, tidak pernah ia duga ternyata Angga juga bersikap manis kepada Gemilang dan anaknya. "Bahkan saat ini kedua putra ku juga harus berbaik ayahnya dengan orang lain. Tega mas, kamu benar benar tega." Setelah puas menumpahkan seluruh kesediaannya, Alina melajukan mobilnya dan menemui kedua putranya. David yang melihat Alina berdiri tidak jauh dari gerbang sekolah berlari dan memeluknya. Di pandangnya lekat lekat wajah sang mama, senyum pria kecil itu memudar saat melihat kedua mata Alina. "Mama habis nangis ya, kenapa mata mama menjadi seperti ini?." Tangan mungil itu menyentuhn wajah alina. "Tidak sayang, ini karena mama habis makan pedas jadinya begini deh." Mata David berkedip dengan lucu, mencerna Ucapan sang mama. "Emangnya kalau makan pedas mata mama akan menjadi seperti ini?." Alina menganggukkan kepalanya dengan mantap, menjawab pertanyaan anaknya itu. "Kalau begitu mama tidak boleh makan pedas lagi, david tidak suka melihat mata mama seperti ini sangat jelek." Devan menggelengkan kepalanya melihat tingkah sang adik yang sangat menggemaskan itu, Alina sendiri mencubit kedua pipi david. "Bagaimana kalau malam ini menginap di rumah tante kia?, David mau?." David melompat kegirangan, sudah lama ia tidak menginap di rumah om dan tantenya, "Mau ma, David mau sekali." Pandangan Alina beralih menatap devan, "Bagaimana dengan mama?, devan gak mau mama sendirian!." Ujarnya dengan raut wajah khawatir. "Mama Akan baik-baik saja sayang, tenanglah di rumah juga ada papa?." Jawab Alina dengan lembut. "Baik lah kalau begitu ma, kalau terjadi apa-apa mama harus langsung hubungi davan." Ujarnya dengan mantap. "Ia sayang mama janji,,," Alina mengulurkan jari kelingkingnya, langsung di sambut oleh devan. "david ma, David juga..." Ujarnya sembari berlompat-lompat kecil menggapai tangan sang mama. Alina mengajukan jari kelingkingnya kepada david setelahnya mengusap gemas rambut ikal pria mungil itu "lest go, kita kerumah tante...." Ujarnya dengan girang. Sesaat alina melupakan rasa sakit yang saat ini sedang ia rasakan, melihat tingkah menggemaskan ke dua putranya terutama si bungsu membuat alina merasa damai. setengah jam sudah mobil itu melaju membelah jalanan, saat ini mereka tiba di depan gerbang rumah basmal, rumah adik iparnya. "Kak Lina, akhirnya sampai juga. Tante udah siapin makan siang buat kedua ponakan tante, ayuk makan dulu." Kia menggandeng tangan mungil david, pria itu berceloteh kesana kemari menceritakan semua kegiatan yang sudah ia jalani mulai dari pagi hari hingga saat ini. "Tante tau, david juga punya adek bayi seperti adek tante. Tapi tidak boleh dekat kata kak devan karena mama dan papa sedang bertengkar." Tubuh Alina menegang, seluruh mata tertuju padanya. Alina faham dengan pandangan itu, pandangan yang menuntut penjelasan dari alina. "David bagaimana kalau kita bermain di taman belakang?," Ucap devan mengajak david untuk menjauh dari pada orang dewasa. "Kakak!..." "Sebaiknya kita bicara di ruang tengah, tidak baik bicara di depan makanan!" Sela basmal. Pria itu tau bahwa yang akan di ceritakan alina adalah kabar buruk, melihat dari raut wajah kakak iparnya itu sudah menjawab semua rasa penasaran. "Apa maksud Ucapan david kak?." Tanya Kia dengan menggenggam erat kedua tangan Alina. "Mas Angga, dia..."Kalau saja, andai saja.Kata itulah yang selama ini ia rasakan.Beribu penyesalan tidak akan dapat merubah keadaan. Tapi bisakah ia perbaiki masa depan ..... "Mas angga, dia, di-dia punya anak dari sekretarisnya Kia." Ucapnya dengan nada bergetar, Kia yang mendengar itu langsung memeluk Alina dengan erat, memberikan kekuatan untuk iparnya itu. Sedangkan Basmal, ia memejamkan kedua matanya. Ternyata praduganya benar, wanita ular itu tidak akan melepaskan kakaknya begitu saja. "Dia khianati aku kia, dia rusak pernikahan suci kami. Hiks...." Sambungnya dengan lirih. Bahu alina bergetar di dalam pelukan kia, hidupnya hancur dalam sekejam. Kedatangan wanita itu menghancurkan segalanya. Kia mengusap lembut punggung Alina, Kia merelai pelukan itu ketika Alina sudah mulai tenang. "Maafkan aku, aku terlalu terbawa suasana," Ujarnya dengan lirih. "Lalu apa Keputusan kakak?." Alina hanya menggelengkan kepalanya, kejadian ini terlalu tiba-tiba, bahkan tidak pernah terlint
Ia merasa semuanya terasa seperti mimpi, Bagaikan di tikam palu tak kasat mata, Orang yang kata nya sangat mencintai nya justru memberi luka, lalu bagaimana itu bisa terjadi?, cinta seperti apa yang ia maksud?. ... Pagi ini badan Alina mendadak panas, belum lagi kepalanya pusing bukan main. Memang selama beberapa hari ini ia stres dan nafsu makannya berkurang. Belum lagi ia selalu terjaga tengah malam kerena mimpi buruk. Kacau, saat ini alina benar-benar kacau, ah lebih tepatnya hancur. Angga yang melihat istrinya tidur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya, berinisiatif untuk menyiapkan roti panggang untuk sarapan mereka. Namun setelah ia selesai menyiapkan sarapan untuk mereka berdua alina belum juga turun. Akhirnya ia masuk ke dalam kamar, angga mendapati Alina masih terbaring di atas tempat tidur. Perlahan Angga mendekati Alina, ia mengusap rambut istrinya dengan lembut. Angga mendadak panik saat mendapati telapak tangannya terasa panas. Ia saat ini istri nya sedang
Melepaskan mu, rasanya aku asing dengan itu, karena secuil pun aku tidak pernah memikirkan itu apalagi sampai melakukannya. ... "Kamu itu harus bersyukur dapat suami kayak Angga, lagian pelakor itu kan tidak di nikahi oleh suami mu, anaknya pun tidak berada di sini masih dengan ibunya, jadi kamu aman gak usah berlagak minta cerai." Suara ibu Alina kembali terdengar, orang tua alina berkunjung ke rumah mereka karena ingin melihat kedua cucunya. Sementara Angga menemani ayahnya di ruang tamu. Alina menyampaikan maksud ke inginannya untuk bercerai dengan angga kepada sang ibu, Alina ingin sekali bercerai dengan Angga namun na'as semuanya kembali sia-sia. "Nggak usah aneh-aneh, anak kamu udah dua, kamu nggak kerja, nggak punya tempat tinggal, kamu tau sendirikan rumah ibu kamarnya sudah full, tidak ada kamar lagi yang bisa kamu tempati jika seandainya kamu tinggal dengan ibu, sudahlah kamu tidak akan bisa apa-apa tanpa angga lina jadi jangan betingkah." "Banyak wanita yang ingi
"Apa-Apaan kamu alina, kamu sengaja ingin mempermalukan aku dan Gemilang?, tindakan gegabah kamu itu membuat namaku dan Gemilang tercoreng!." Teriak Angga yang baru sama memasuki kamar mereka. "Memangnya kenapa mas?, Bukannya yang aku katakan kebenaran ya?. kalau wanita itu hanya penghangat ranjang kamu?." Angga mengeraskan rahangnya. "Harus berapa kali aku bilang sama kamu alina, itu semua hanya sebuah kecelakan. Hanya sebuah ketidak sengajan." Ucap Angga menekan setiap kalimatnya dengan wajah yang Sudah memerah menahan amarah "Tapi itu semua tidak jadi alasan buat kamu mempermalukan aku dan Gemilang di depan umum alina." Sambungnya kembali Hanya ketidak sengajan gimananya ya?, Di bagian mana ketidak sengajanitu terjadi mas?, bukannya hubungan kalian masih berlanjut hingha saat ini. Bahkan kamu berani membentak aku di depan umum mas demi dia. Wanita yang kau anggap sebagai kesalahan." Alina menipiskan bibirnya memandang Angga dengan tatapan begitu nyalang. "Kamu pikir aku apa
Katamu, aku wanita satu satunya yang kamu cintai sepanjang hidup. Katamu, aku akan menjadi wanita satu satunya yang akan menjadi ibu dari anak anak kamu?, Bukan kah begitu?, Ah, rupanya tidak, itu hanya janji manis, dan aku benar benar menyesal percaya akan hal itu?. .... "Siapa mereka mas?" tanya Alina. Tubuh Alina bergetar, menahan sesak di hati melihat wanita berdiri di hadapannya dengan menggendong seorang bayi, yang wanita itu klaim sebagai anak dari suaminya. "Aku Gemilang mbak, sekretaris mas angga." Jawabnya dengan menatap tajam alina. "Aku kesini ingin meminta pertanggung jawaban dari mas angga, tidak ada seorang ibu yang ingin anaknya tidak mendapat kasih sayang seorang ayah." Sambungnya kembali. Tubuh alina terhuyung ke belakang, Jantung alina seakan berhenti berdetak mendengar jika suaminya ternyata memiliki anak bersama wanita lain. Tatapan alina beralih menatap angga. "Mas dia berbohong bukan?, Ti-tidak mungkin kamu mengkhianatikukan mas?." Tanya Alina deng