Beranda / Romansa / Ku Kira Kau Rumah / 02. Ku Kira Kau Rumah

Share

02. Ku Kira Kau Rumah

Bukankah Keluarga Tempat Ternyaman Untuk Menetap, Tapi Kenapa Tidak Untukku. Mereka Menjadi Luka Terdalam Seumur Hidupku.

.......

"Cukup Alina, Hentikan omong kosongmu itu. Kau tidak akan bisa mendapatkan laki-laki seperti angga kembali. Biarkan saja wanita itu memiliki anak dari angga, toh cinta angga hanya untuk kamu bukan yang lain." Jawab sang ibu dengan enteng.

Alina menatap tidak percaya dengan ucapan wanita yang telah melahirkannya itu, bagaimana ibunya meminta alina bertahan dengan pria yang telah mengkhianatinya.

"Tapi bu, mas angga berselingkuh. Dia mengkhianati pernikahan suci kami bu, bagaimana ibu meminta untuk bertahan." Jawab alina dengan menatap wajah sang ibu penuh kekecewaan.

"Wajar laki-laki seperti angga memiliki wanita lain alina, pria sukses, mapan dan tampan seperti Angga merupakan impian setiap wanita. Mereka berlomba-lomba ingin tidur di atas ranjang suamimu. Kau malah ingin bercerai dimana pikiranmu?." Teriak sang ibu,

Alina memejamkan matanya, ternyata keputusan untuk berbicara dengan sang ibu adalah kesalahan besar. Alina lupa mereka telah di butakan oleh harta yang telah Angga berikan untuk mereka.

"Dan lagi, ingin kau kasih makan apa anakmu itu alina jika sampai kau bercerai dengan Angga, ibu gak mau ya sampai kalian tinggal di sini!, kamu tau sendirilah kamar di sini penuh tidak dapat menampung orang lagi."

Alina memejamkan kedua matanya, bagaimana wanita itu tega berbicara seperti itu kepada anak kandungnya, bahkan engga untuk menerima kedua cucunya.

"Alina bisa bekerja bu, lina pasti sanggup membiayai devan dan david bu." kekeh alina menggenggam tangan sang ibu.

"Hentikan lina, Hentikan omong kosongmu. Kau kira mencari pekerjaan mudah?, belum lagi biaya hidup sekarang sangat tinggi. Jangan lebay kamu." Bentak sang ibu dengan berkacak pinggang,

"Ta...." Ucapan alina terhenti saat sang ayah berdiri di hadapannya.

"Kalau sampai saya tau kau bercerai dengannya, maka lupakan hubungan darah di antara kita. Dasar anak pembangkang tidak tau balas budi." Ujar sang ayah,

Pria itu melangkah pergi dan di ikuti oleh ibunya. Alina memejamkan matanya, menangis dalam diam. Kemana?, harus kemana alina saat ini. Tidak ada lagi tempat untuknya.

Suami yang ia kira akan menjadi rumah tempat ternyamannya ternyata menjadi penyebab lukanya.

Ia berdiri meninggalkan rumah itu dengan langkah gontai, tujuannya saat ini ke sekolah kedua putranya. Hanya merekalah yang saat ini alina punya, dan hanya ke dia putranya lah yang menjadi kekuatan alina saat ini.

Mobil alina terhenti di depan cafe out dor yang tidak jauh dari sekolah devan dan david. Ia menatap ke dua insan yang sedang asik bercengkerama dengan seorang bayi.

Alina tersenyum miris, ia melangkah turun dan menghampirinya.

"Selamat siang tuan Angga?." sapanya dengan senyum seduh.

"a-alina..."

Angga berdiri menghampiri alina, wanita itu langsung mundur enggan untuk di sentuh oleh pria yang saat ini berstatus sebagai suaminya.

"Maaf aku ganggu keluarga bahagia kalian ya?." Tanya alina menatap Angga dan Gemilang dengan bergantian.

"Sayang Kenapa kamu ada di sini?." Tanya angga mengalihkan pembicaraan.

"Wahh, sekarang kamu lupa ya mas?, Bukannya Cafe ini dekat dengan sekolah devan dan david bahkan juga dekat dengan kantorku!."

Angga memejamkan matanya, ia merutiki kebodohannya bagaimana dia bisa lupa jika sekolah devan dan david juga tidak berada jauh dari sini.

"Duduk mbak kita ngobrol-ngobrol sebentar, bukannya devad dan david keluar setengah jam lagi ya mas?." Ucapnya menatap Angga.

Hati Alina berdenyut nyeri, menatap wajah sang suami yang sudah terlihat pucat pasih.

"Wahh ternyata dia calon ibu Sambung yang baik ya mas, bukan begitu mbak gemilang."

"Sayang..."

Ucapan Angga terhenti saat alina mengangkat kedua tangannya, mantap Angga dengan penuh kekecewaan.

"Aku tunggu kamu di rumah mas?."

Setelah mengatakan itu alina pergi meninggalkan Angga dan Gemilang yang terpaku menatap kepergiannya.

"Sakit tuhan, Sakit...." lirih Alina.

Alina menepuk nepuk dadanya yang berdenyut nyeri, tidak pernah ia duga ternyata Angga juga bersikap manis kepada Gemilang dan anaknya.

"Bahkan saat ini kedua putra ku juga harus berbaik ayahnya dengan orang lain. Tega mas, kamu benar benar tega."

Setelah puas menumpahkan seluruh kesediaannya, Alina melajukan mobilnya dan menemui kedua putranya.

David yang melihat Alina berdiri tidak jauh dari gerbang sekolah berlari dan memeluknya. Di pandangnya lekat lekat wajah sang mama, senyum pria kecil itu memudar saat melihat kedua mata Alina.

"Mama habis nangis ya, kenapa mata mama menjadi seperti ini?." Tangan mungil itu menyentuhn wajah alina.

"Tidak sayang, ini karena mama habis makan pedas jadinya begini deh."

Mata David berkedip dengan lucu, mencerna Ucapan sang mama. "Emangnya kalau makan pedas mata mama akan menjadi seperti ini?."

Alina menganggukkan kepalanya dengan mantap, menjawab pertanyaan anaknya itu.

"Kalau begitu mama tidak boleh makan pedas lagi, david tidak suka melihat mata mama seperti ini sangat jelek."

Devan menggelengkan kepalanya melihat tingkah sang adik yang sangat menggemaskan itu, Alina sendiri mencubit kedua pipi david.

"Bagaimana kalau malam ini menginap di rumah tante kia?, David mau?."

David melompat kegirangan, sudah lama ia tidak menginap di rumah om dan tantenya, "Mau ma, David mau sekali."

Pandangan Alina beralih menatap devan, "Bagaimana dengan mama?, devan gak mau mama sendirian!." Ujarnya dengan raut wajah khawatir.

"Mama Akan baik-baik saja sayang, tenanglah di rumah juga ada papa?." Jawab Alina dengan lembut.

"Baik lah kalau begitu ma, kalau terjadi apa-apa mama harus langsung hubungi davan." Ujarnya dengan mantap.

"Ia sayang mama janji,,,"

Alina mengulurkan jari kelingkingnya, langsung di sambut oleh devan.

"david ma, David juga..." Ujarnya sembari berlompat-lompat kecil menggapai tangan sang mama.

Alina mengajukan jari kelingkingnya kepada david setelahnya mengusap gemas rambut ikal pria mungil itu

"lest go, kita kerumah tante...." Ujarnya dengan girang.

Sesaat alina melupakan rasa sakit yang saat ini sedang ia rasakan, melihat tingkah menggemaskan ke dua putranya terutama si bungsu membuat alina merasa damai.

setengah jam sudah mobil itu melaju membelah jalanan, saat ini mereka tiba di depan gerbang rumah basmal, rumah adik iparnya.

"Kak Lina, akhirnya sampai juga. Tante udah siapin makan siang buat kedua ponakan tante, ayuk makan dulu."

Kia menggandeng tangan mungil david, pria itu berceloteh kesana kemari menceritakan semua kegiatan yang sudah ia jalani mulai dari pagi hari hingga saat ini.

"Tante tau, david juga punya adek bayi seperti adek tante. Tapi tidak boleh dekat kata kak devan karena mama dan papa sedang bertengkar."

Tubuh Alina menegang, seluruh mata tertuju padanya. Alina faham dengan pandangan itu, pandangan yang menuntut penjelasan dari alina.

"David bagaimana kalau kita bermain di taman belakang?," Ucap devan mengajak david untuk menjauh dari pada orang dewasa.

"Kakak!..."

"Sebaiknya kita bicara di ruang tengah, tidak baik bicara di depan makanan!" Sela basmal.

Pria itu tau bahwa yang akan di ceritakan alina adalah kabar buruk, melihat dari raut wajah kakak iparnya itu sudah menjawab semua rasa penasaran.

"Apa maksud Ucapan david kak?." Tanya Kia dengan menggenggam erat kedua tangan Alina.

"Mas Angga, dia..."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status