Melepaskan mu, rasanya aku asing dengan itu, karena secuil pun aku tidak pernah memikirkan itu apalagi sampai melakukannya.
... "Kamu itu harus bersyukur dapat suami kayak Angga, lagian pelakor itu kan tidak di nikahi oleh suami mu, anaknya pun tidak berada di sini masih dengan ibunya, jadi kamu aman gak usah berlagak minta cerai." Suara ibu Alina kembali terdengar, orang tua alina berkunjung ke rumah mereka karena ingin melihat kedua cucunya. Sementara Angga menemani ayahnya di ruang tamu. Alina menyampaikan maksud ke inginannya untuk bercerai dengan angga kepada sang ibu, Alina ingin sekali bercerai dengan Angga namun na'as semuanya kembali sia-sia. "Nggak usah aneh-aneh, anak kamu udah dua, kamu nggak kerja, nggak punya tempat tinggal, kamu tau sendirikan rumah ibu kamarnya sudah full, tidak ada kamar lagi yang bisa kamu tempati jika seandainya kamu tinggal dengan ibu, sudahlah kamu tidak akan bisa apa-apa tanpa angga lina jadi jangan betingkah." "Banyak wanita yang ingin berada di posisi kamu, seharusnya kamu banyak-banyak bersyukur dan sadar diri. Kamu lupakan saja kesalahan suami kamu itu dan bertahan saja lebih baik. Jangan jadi wanita bodoh yang dengan mudah meninggalkan laki-laki sesempurna angga lin." Alina mengerjap, tangannya meremas baju miliknya dengan kuat untuk melampiaskan rasa sakit yang kini menusuk relung hatinya yang paling dalam. Sakit yang tiada batasnya, ia kembali mendapat kan wejangan yang mampu membuatnya semangkin merasa tidak berharga dan tidak bisa apa-apa. "Suami mu sudah banyak membantu kami, memberi kami uang setiap bulan, memberi kami hadiah, membiayai pengobatan bapak kamu, kurang apa dia?, cuma karena dia tidur dan memiliki anak dari wanita lain, kamu sudah mau cerai. sudah gila kamu lina?." Cuma??? Hanya cuma??? Alina tersenyum miris, Bagaikan kaca yang pecah hatinya sudah tak berbentuk , remuk dan hancur. Tidak ada yang memihaknya sama sekali. semua orang menghinanya, alina tau dirinya memang tidak punya kerjaan ia juga tidak punya rumah, alina faham semua itu. Tapi apakah pantas ibu kandungnya, Ibu yang melahirkannya ke dunia ini menghinanya seperti itu. Alina sekarang tau dan faham jika ibunya tidak ingin dirinya tinggal dengan mereka, ibunya tidak mungkin mau menampungnya yang pengangguran ini dan tak punya apa-apa seperti untuk dirinya berikan seperti angga memberikan banyak uang untuk mereka. "Lupakan saja pikiran bodoh itu, jangan sampai kamu bercerai dengan angga, atau kamu bukan anak ku lagi karena sudah gak mau dengar ucapan wanita yang telah melahirkanmu ini, wanita yang membesarkan mu sampai sebesar ini. Berbaktilah sedikit lina" Tangisan Alina pecah saat ibunya keluar dari dalam kamar dirinya, ia menutup mulutnya dengan rapat menahan Isak tangis yang sedari tadi ia tahan. Ya tuhan kenapa semua orang tega padanya. Tidak bisakah mereka melihat sakit yang di derita anaknya saat ini?, Kenapa tidak ada satu pun yang memahami posisi nya. ..... Semangkin hari rasanya angga tidak mengenal istrinya, Alina memang sudah bisa tersenyum, tidak menolak pelukannya atau pun kecupan di keningnya saat ia akan berangkat dan Sepulang kerja. Ia senang, tentu saja, tapi angga merasa jika apa yang istrinya tampilkan terlihat palsu. Ia tidak menemukan binar kebahagiaan di mata wanita itu, wanita yang mendampingi dirinya Sinar mata cahayanya meredup, tidak seterang dulu. "Kamu mau sesuatu?." Alina menggelengkan kepalanya, saat ini mereka berdua sedang ada di acara pernikahan rekan bisnis angga. Nafsu makannya memang masih sangat miris saat ini, belum bisa kembali seperti semula sebelum kehancurannya terjadi Tidak heran jika banyak yang mengomentari dirinya semangkin kurus, tapi jangan salah justru Alina semangkin terlihat seksi karena lekuk tubuhnya yang terlihat ramping saja "Mbak Alina". Alina menoleh mendengar sumber suara tersebut, di tatapnya wanita yang menyapanya tadi. "Eh hai apa kabar?." Tanya Alina dengan senyum terpaksa. Angga melebarkan matanya melihat Gemilang mendatangi mereka, wanita itu tidak menghiraukan ucapan dari angga yang memintanya untuk tidak hadir di acara ini. "Baik mbak, Alin juga baik bukan begitu mas?." Ucap gemilang. Alina mengangkat sebelah alisnya, "Alin?, siapa Alin..?." "Oh apa mas angga tidak memberi tau mbak lina kalau nama anak saya dengan mas angga bernama Alin." Ujarnya dengan menghiraukan tatapan Angga. "Wah benar kah mas?, Namanya sungguh sangat indah." "Lina sayang, kamu gak mau minum dulu?." Ucap angga mengalihkan pertanyaan. "boleh mas, aku juga haus. Entah kenapa hawanya mendadak panas." Ucapnya dengan menatap remeh Gemilang. Angga pergi meninggalkan Alina dan Gemilang, melangkah mengambil minum untuk istri tercintanya. "mbak harus mengizinkan mas angga untuk menikahi ku." Ujar gemilang membuka pembicaraan di antara mereka. "Oh ya, siapa kamu mengatur saya?." Alina bersikap tenang, ia berusaha mungkin untuk tidak terpancing emosi. "Ya karena mas angga tuh bosan sama mbak lina, terlebih lagi ada Alin di tengah-tengah kami." Jawab Gemilang menatap alina tajam. "Silahkan kamu menikah dengan dia, tapi jangan mimpi nama suami saya tertulis di dalam akte lahir anak kamu." Alina tersenyum miring melihat wajah gemilang yang sudah memerah. "Biarlah dia tau, jika dirinya di ciptakan hanya karena sebuah kesalahan." Sambungnya kembali dengan menepuk-nepuk pipi gemilang. "Cukup, Kau keterlaluan mbak!." Teriak gemilang, Seluruh tamu memperhatikan perdebatan mereka, begitu pun angga yang berjalan tergesa-gesa menghampiri kedua wanita tersebut "Berteriak lah sekuat mungkin gemilang, hingga dunia tau jika kau tidak lebih dari penghangat ranjang suamiku." Bisikan-Bisikan para tamu terdengar, mereka tidak menyangka jika bos mereka yang terkenal bucin kepada sang istri terlibat asmara dengan sekretarisnya sendiri. "Saya kira pak angga setia..." "Gila istrinya cantik layaknya bidadari masih bisa di selingkuhi.." "kasian bu alina, kurang cantik apa ya bu lina..." "Udah gue duga kalau gemilang itu perempuan gatel." Masih banyak bisikan-bisikan terdengar, Angga menarik tangan istrinya dengan kencang, hingga alina terhuyung ke belakang. "Cukup lina, apa-apaan kamu ini?." Teriak Angga. "Kenapa mas?, kau sekarang berani meneriaki ku di depan umum mas?, hanya karena wanita ini." Ucapnya dengan senyum sinis. "Kau sungguh keterlaluan, bisakah tidak membuat keributan sebentar saja?." Ucap Angga dengan nyalang. "Baik lah, Silahkan berbahagia dengan Calon istrimu itu mas." Alina berbalik keluar meninggalkan ruangan itu, air matanya mengalir begitu saja. Ternyata Alina tidak sekuat yang dirinya duga, air mata itu tetap saja mengalir. Angga mengusap wajahnya dengan kasar, "Apa yang kalian lihat, bubar sekarang juga, bubar." Teriaknya menatap mereka satu persatu. Gemilang berlari memeluk Angga, ia menangis di dalam pelukan pria itu. "Maafkan aku mas, aku hanya ingin lebih dekat dengan mbak lina, aku kira mbak lina bakal nerima aku dengan baik, maaf kan aku mas." Ucapnya dengan Isak tangis. Angga mengusap pucuk kepala gemilang, "tidak apa, seiring berjalannya waktu alina dan anak anak pasti bisa menerima kamu dengan baik.""Apa-Apaan kamu alina, kamu sengaja ingin mempermalukan aku dan Gemilang?, tindakan gegabah kamu itu membuat namaku dan Gemilang tercoreng!." Teriak Angga yang baru sama memasuki kamar mereka. "Memangnya kenapa mas?, Bukannya yang aku katakan kebenaran ya?. kalau wanita itu hanya penghangat ranjang kamu?." Angga mengeraskan rahangnya. "Harus berapa kali aku bilang sama kamu alina, itu semua hanya sebuah kecelakan. Hanya sebuah ketidak sengajan." Ucap Angga menekan setiap kalimatnya dengan wajah yang Sudah memerah menahan amarah "Tapi itu semua tidak jadi alasan buat kamu mempermalukan aku dan Gemilang di depan umum alina." Sambungnya kembali Hanya ketidak sengajan gimananya ya?, Di bagian mana ketidak sengajanitu terjadi mas?, bukannya hubungan kalian masih berlanjut hingha saat ini. Bahkan kamu berani membentak aku di depan umum mas demi dia. Wanita yang kau anggap sebagai kesalahan." Alina menipiskan bibirnya memandang Angga dengan tatapan begitu nyalang. "Kamu pikir aku apa
Alina menggeliat ketika jam baker yang berada tidak jauh dari ranjang itu berbunyi, Ia memegang kepalanya yang berdenyut nyeri akibat menangis semalaman. "Astagfirullah aku ke siangan." alina melebarkan kedua matanya saat melihat jam yang berada di ruangan tersebut. Alina bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, CEKLEK Dirinya mematung saat melihat angga tertidur di depan pintu kamar kedua putra mereka, badannya bersandar pada dinding, begitupun kepalanya. "Mas!." Ujar alina dengan lembut, kedua tangan itu menepuk-nepuk pipi angga dengan perlahan. "Mas bangun, kenapa kamu tidur di sini?." Angga yang tidurnya terusik mulai membuka matanya, di peluknya alina dengan erat. Meluapkan rasa takut yang saat ini sedang melanda hatinya. "Sayang Maaf, maafin aku sayang." Ucapnya dengan lembut. Alina hanya mampu tersenyum getir, rasanya begitu tidak adil jika rasa sakit yang melimpah dirinya hanya di balas dengan kata maaf. "Mas maaf lepasi aku mas.." Uj
"Sayang.." Angga mematung melihat penolakan alina. "Maaf mas, tapi aku belum siap mas." Ucapnya dengan gemetar, Alina merapikan bajunya dan bergegas pergi dari dapur itu, angga mengusap wajahnya dengan kasar. "aaaaa..." Teriaknya dengan memukul udara. "Sial, sesakit itu ya sayang sampai kamu gak mau lagi aku sentuh." gumanya mendang alina dari kejauhan. Alina sendiri bergegas membersihkan tubuhnya, alina menggosok permukaan kulitnya cukup kencang. Terutama pada bagian tubuh yang telah di sentuh oleh Angga, bahkan bibir itu sudah memerah karena gosokan pada kulit. "Ternyata aku belum sanggup mas, hiksss...." isaknya terduduk di lantai kamar mandi dengan guyuran shower membasahi tubuh alina. Setelah selesai Alina bergegas bersiap-siap menuju sekolah kedua anaknya. Tempat ini bukan seperti rumah untuknya lagi, bukan kenyamanan yang alina dapatkan justru perdebatan dan bayang-bayang wanita lain. "Alina tunggu." Panggil angga menahan tangan istrinya. Alina menghela nafa
Kamu boleh membohongi orang lain, mengatakan bahwa kamu baik-baik saja. Tapi tidak denganku, Karena aku tau kalau kamu tidak baik-baik saja. -Bram- **** "kalaupun bram ingin merebut aku dari kamu mas, itu sudah dia lakuin dari dulu mas. Kamu pikir aku wanita itu seperti apa?, aku gak mungkin berkhianat. bram sudah seperti kakakku, dia paling banyak membantuku mas!." Nafas alina memburu, ia benar-benar tidak habis fikir dengan pola pikir angga. "Kamu gak tau rasanya jadi anak tengah, kurang mendapatkan kasih sayang, selalu di marahin, selalu salah. Bram dan keluarganya selalu menolongku saat aku di marahin oleh ibu dan ayah. Aku gak bisa menjauh dari bram dan keluarganya mas, karena mereka sudah banyak memberiku perlindungan." Ucap alina dengan lirih. "Perlindungan mereka sangat berharga buat ku, kamu gak tau gimana masa sulitku saat aku kecil mas. bram dan keluarganya lah yang melindungi." Sambunbnya kembali. Angga memandangi wajah alina yang berantakan hancur karena ri
"Kamu gak izin sama aku kalau kamu pergi ke rumah sahabat kamu itu?." Ujar angga mulai meng interogasi alina. Alina menghela nafas berat, di tatatpnya wajah angga yang sedang menatapnya pandangan permusuhan. "Memangnya kamu bakal izini aku buat ke sana?, enggak kan." Jawab alina Rahang Angga mengeras mendengar Jawaban dari alina. "Aku gak suka kamu ketemu sama dia, harus berapa kali aku bilang sama kamu alina, Aku gak suka kalau kamu ketemu sama bram. Jangan karena dia sahabat kamu, kamu jadi seenaknya ketemuan sama dia. Dia juga laki-laki lina, belum menikah, dan bisa aja kalian melakukan hal yang tidak-tidak." Teriak Angga dengan suara menggelegar. hal yang tidak-tidak maksudnya gimana?, kenapa ucapan itu terdengar aneh di telinga alina. "Hal yang tidak-tidak seperti yang kamu lakukan dengan gemilang begitu?." Alina menyingkirkan senyumnya menatap angga dengan nyalang. "Kamu pikir aku seperti kamu iya mas?, kamu pikir aku seperti kamu dan gudik kamu itu." Sambungnya kem
Udara pagi Menyapa, terasa dingin menusuk membuat manusia terkadang enggan untuk bangun, memilih menarik selimut mencari kehangatan. Atau barang kali mencari selimut bernyawa memintanya memeluk untuk berbagi kehangatan. itu yang juga angga lakukan, udara pagi yang dingin enggan membuat dirinya bangkit dari tidur. Dirinya lebih memilih tubuh polos istrinya yang mampu memberi ke hangatan dan kenyamanan. Angga mengecup bahu plos istrinya, "Maaf ya sayang, semalam aku kasar banget." Ucapnya penuh penyesalan. Angga tidak bermaksud berbuat yang demikian, tapi dia benar-benar emosi, dia cemburu. Tidak sanggup rasanya meski sekedar membayangkan istrinya di sentuh laki-laki lain walaupun hanya sejengkal saja. kini angga mengerti bagaimana perasaan alina kala mengetahui jika dirinya telah berhubungan dengan wanita lain bahkan hingga memiliki seorang putra, meskipun di bawah pengaruh obat perangsang. Tapi tetap saja laki-laki brengsek seperti dirinya pun tidak mau alina pergi darinya
Alina memandangi pantulan dirinya di depan cermin, bercak kemerahan menguasai area leher dan dadanya, belum lagi di bagian lainnya. Mengingat perlakuan angga, membuat dirinya sangat kecewa. Alina tidak mau, lebih tepatnya belum siap melakukan hal itu dengan angga. Bayangan angga menyentuh wanita lain kerap kali menghantuinya lalu dirinya terluka setelah itu. sebenarnya tidak masalah jika angga melakukannya sebelum menikah dengan alina, karena itu termaksud bagian dari masalalu angga. Tapi sekarang beda, mereka sudah menikah dan angga suaminya, hanya miliknya, milik alina saja. Bohong jika angga tidak menikmati kegiatannya bersama dengan gemilang, jika angga tidak menikmati kegiatan itu mana mungkin angga mengeluarkannya di dalam, melakukannya berkali-kali hingga gemilang hamil. Alina terkekeh, tapi sialnya air matanya masih saja mengalir. Alina buru-buru menghapus air mata itu dengan kasar. Sialan sekali, alina benci dirinya yang lemah ini tidak berdaya melawan keadaan seper
Angga memandang luar jendela dengan tatapan kosong, anak buahnya memberi informasi bahwa beberapa jam yang lalu sang istri tercintanya bertemu dengan bram. Dari laporananak buat tersebut tidak ada ke anehan di antara keduanya, ke duanya hanya mengobrol ringan lalu pergi. Istrinya langsung menjemput putra mereka dan bram pergi meninggalkan tempat tersebut.Tapi meski begitu ada perasaan sedih yang hinggap di hati angga, istrinya tidak mengabarinya terlebih dahulu dan meminta izin padanya."Brengsek." Angga menggeram marah, rasanya ia benar-benar ingin membunuh bram saat ini juga. Berani sekali laki-laki itu bertemu dengan Alina yang saat ini sudah menjadi istrinya.Suara ketukan pintu dari luar ruangan mengalihkan anestesinya. Angga menarik nafas berkali-kali, menghilangkan emosi yang meluap luar di dada."Masuk".Sang sekretaris langsung masuk ke dalam ruangan, namun rahang Angga kembali mengeras saat melihat siapa yang berapa di belakang sekretarisnya.Lionel sang sekretaris, ia da
"Pa kami sudah ter...." Ucapan Devan terhenti saat memasuki kamar papanya itu. Tubuh anak itu menegang saat melihat sang ayah bersama wanita lain di kamar kedua orang tuanya, di ranjang ibunya. "Papa ayok kit..." Devan langsung memeluk adiknya itu, tidak ingin membiarkan sang adik melihat hal yang tidak pantas untuk mereka Pandang. Devan membawa david yang saat ini berada di dalam Pelukkannya perlahan keluar dari kamar itu. Jangan di tanya lagi bagaimana reaksi Angga, Pria itu masuk ke dalam badcover begitupun dengan gemilang, menutupi tubuhnya yang tidak tertutup sehelai benang pun. Angga langsung bergegas membersihkan diri dan bersiap pergi dari dalam kamar tersebut, di tatapnya gemilang yang saat ini sudah menggunakan pakaian lengkap. "Mas tunggu." Gemilang beranjak dari kursi dan mengejar angga. Gemilang berhasil menahan tangan angga, dan menunjukkan senyum termanisnya. "Kamu belum lagi sarapan mas, kenapa harus buru buru?." Tanya gemilang agar angga tidak mengej
"Mas maafkan aku mas, aku cemburu mantan istrimu itu berusaha mendekati mu mas." Ujar gemilang yang saat ini sedang berada di dalam ruang kerja bersama angga. "Alina hanya melihat kedua putranya gemilang, ayolah jangan rusak suasana. kedua putra ku juga membutuhkannya." Ucap angga yang masih terfokus pada layar laptop di depannya. Gemilang berdiri, ia mendekati angga dengan perlahan, "Mas, tapi aku cemburu." Ujarnya berbisik pada telinga angga. Gemilang memeluk angga dari belakang, kedua tangan meraba dada bidang milik angga, tidak lupa hembusan hembusan kecil gemilang berikan pada telinga angga di sertai gigitan kecil. "Sayang Cukup pekerjaan ku masih banyak." Ucap angga suara serak. Gemilang yang mendengar itu semangkin gencar melakukan aksinya, dirinya duduk di atas pangkuan angga dan menggerakkan tubuhnya perlahan. Dapat gemilang lihat jika angga tidak mampu lagi menahan hasratnya hingga angga mencondongkan wajahnya mendekati gemilang. gemilang dapat merasakan hembus
"Mas dimana kamu?, mas angga!." Teriak gemilang. wanita itu memasuki rumah dengan berteriak, bahkan gemilang tidak lagi menghiraukan satpam yang berusaha menahan dirinya. "Keluar kamu mas, kamu sembunyikan di mana wanita gatel itu..." Angga yang mendengar teriakan gemilang langsung berlari menghampiri wanita itu, ia takut alina dan kedua anaknya merasa terganggu. "Apa-Apaan ini gemilang kenapa kamu Teriak-Teriak di dalam rumah" Setak angga berjalan mendekati gemilang. "Di mana kamu sembunyikan mantan istri mu itu mas, kalian sudah bercerai tidak sepantasnya dia masuk ke dalam rumah ini lagi." Ucap gemilang dengan murka, bahkan wajahnya sudah memerah. Sementara Alina hanya melipat kedua tangannya, menatap perdebatan mereka yang menurutnya tidak terlalu penting. "Hentikan omong kosong mu, aku gak mau ya devan dan david dengan ucapan sampah mu itu." Angga mencengkam lengan gemilang dan menyeretnya ke depan pintu rumah angga. "Wanita murahan di mana kau!." Teriaknya
Alasan bertahan adalah karena nggak sanggup melihat dia bersanding dengan orang lain.....Alina terkejut saat melihat Angga di depan gerbang kost nya, laki laki itu masih memakai setelan kerja, dengan menggunakan kemeja maroon dan di padukan dengan celana hitam. Namun tidak ada jas yang melekat di tubuh nya.Rambut nya yang sudah acak acak kan malah menambah kadar ketampanan nya, Alina buru buru menggelengkan kepala nya berusaha menyadarkan dirinyaSementara angga a terpaku melihat penampilan istrinya. Ah ralat, mantan istrinya ck, demi tuhan dia benar benar benci mengatakan ini. Dan hatinya terasa perih saat menyadari Alina dan dirinya kini telah berpisah.Tapi tak dapat di pungkiri, Alina terlihat sangat cantik, dengan rok span yang melekat di tubuhnya. Tapi sepertinya angga kurang suka melihat rok span yang saat ini alina kenakan, lihat saja lekukkan tubuh mantan istrinya semangkin terlihat jelas. Ia sangat tidak suka sungguh. Ia tidak rela ada laki laki yang menatap kagum pada a
Cinta tidak harus memiliki itu adalah satu hal yang menyakitkan, dan aku sangat membenci itu.....Angga telah resmi bercerai dengan Alina, namun persidangan kali ini Alina tidak datang, wanita itu hanya di wakilkan oleh kuasa hukumnya sajaSedih tentu saja ia masih ingin melihat Alina walau pun hanya sebentar, ia masih ingin mengobrol dengan alina walaupun hanya sepatah dua kata saja.Belum lagi sampai detik ini angga masih belum mengetahui tempat tinggal alina, mantan mertuanya pun tidak tau di mana alina tinggal.Lalu apa mungkin bram tau di mana alina tinggal, menyebut nama bram saja rasanya ia sudah ingin murka, entah kenapa ia merasa bram tau di mana tempat tinggal alina saat ini"Awasi bramudya, bisa jadi laki laki itu tau, di mana Alina tinggal." Perintah angga kepada beberapa anak buahnyaTangannya terkenal membayangkan bram berdekatan dengan Alina saja rasa nya sudah membuat nya cemburu bukan main.Lalu bagaimana jika angga mengetahui apa yang hampir terjadi antara alina den
Balas Dendam tidak selamanya menghasilkan kepuasan. -Alina- ---- bram mendekati Aljna yang duduk di sisi tempat tidur, alina sudah mengenakan baju tidur lengan panjang dan celana panjang. "Maaf lina, aku gak bisa mengontrol diri ku sendiri." Alina menggigit bibir bawahnya, "Maaf bram, Aku juga salah." Air mata Alina tidak mampu ia bendung lagi. "Aku berpikir ka-kalau aku juga di sentuh laki laki lain apakah anggq juga merasa kan hal yang sama seperti apa yang aku rasa kan. Tapi ini semua salah aku..." Bram membawa Alina ke dalam pelukannya, padahal ia tau perasaan alina saat ini, bodohnya bram hampir saja melakukan kesalahan fatal. "Maaf Lina, ini semua salah ku. Jangan membalas kan dendam apapun lina, orang yang membalas dendam tidak selamanya akan menemukan kebahagiaan justru kita akan merasa kan penyesalan seumur hidup lin." "Aku minta maaf sekali lagi lina, ini semua salah aku, aku yang nggak bisa ngobrol diri aku sendiri." Alina melepaskan pelukan bram. Menyalahkan br
Bram menelan ludah, "Maksud ku, kamu tidur di bawah aku tidur di tempat tidur, gimana?." Bram mengerjapkan matanya beberapa kali lalu mengangguk setuju. "Iya udah kamu tidur." Bram berjalan, ia mengambil kasur lipat, di kamar sebelah dan membawanya ke kamar utama, Bram meletakkan kasur lipat di atas lantai, dekat ranjang dan merebahkan diri. Ia mengabaikan debaran jantungnya yang menggila. "Bram" "Hemm." "Kamu ke dinginnya." "Hemm, lumayan." "Maaf." "Tidur Alina." Alina mengabaikan bram, ia beranjak mengambil satu buah selimut di dalam lemari, namun naas karena pencahayaan yang minim kakinya tersandung di ujung kasur lipat dan akhirnya alina terjatuh di atas tubuh bram. bram meringis, ia membuka mata melihat wajah alina yang begitu dekat dalam pencahayaan yang minim. Alina terlihat sangat cantik dan mempesona. "Ada yang sakit?," Tanya bram dengan suara serak dan di jawab dengan gelanggang kepala oleh Alina. Alina buru-buru bangun dari atas tubuh bram. Ia l
Hari ini seperti mimpi buruk yang membuat ku terlihat tidak berdaya. .... Angga melirik Alina yang menatap lurus ke depan. Istrinya ah, ralat wanita yang sangat ia cintai, terlihat semangkin cantik saja. Kali ini alina mengenakan dress cantik berwarna sage. Dengan rambut yang di gerai namun tatap menggunakan jepit rambut, sebagai pemanisnya. Alina tampak segar dan seperti wanita yang masih remaja. Eemm, astaga angga semangkin takut, setelah ini pasti banyak sekali laki-laki yang mendatangi wanitanya. Setelah sidang selesai, Angga mengikuti alina yang berjalan keluar seorang diri. "Lina." Alina menghentikan langkahnya, ia berbalik menatap Angga dengan raut penuh tanda tanya. Angga salah tingkah sendiri di tatap dengan demikian. Dadanya berdebar, ia seperti anak remaja yang baru saja jatuh cinta saja. "Mau aku antar pulang?", sejujurnya itu hanya alibinya saja. Karena dengan mengantar alina pulang, ia bisa tau di mana alina tinggal. Alina menggeleng, sampai detik ini p
Kalau boleh minta, bisakah aku minta waktu mu seumur hidup hanya dengan ku. Karena kehilangan mu sama seperti hidup tapi mati. .... Devan bukan tidak mengerti tentang permasalahan yang terjadi antara ke dua orang tua nya. Ia melihat sendiri bagaimana wanita itu datang menangis tersedu sedu memohon kepada papanya untuk bertanggung jawab kepada bayi kecil yang ada di dalam gen,... devan pun tak sanggup untuk melanjutkan nya. Sejujurnya devan kecewa, sangat kecewa kepada papanya, yang sudah menyakiti hati dan perasaan mamanya. Ia pun sama kecewanya, karena faktanya ia memiliki adik dari wanita lain bukan mamanya yang telah melahirkan adik ke duanya itu. Tapi saat menguning pembicaraan papa dan mamanya, rupanya bayi itu adalah adek tirinya. Jujur saja katakan lah ia jahat, ia tidak peduli dengan adiknya itu. devan akan sangat senang, sangat senang jika anak papanya dengan wanita lain yang menyakiti mamanya itu meninggal dunia, Agar alasan yang menjadi kehancuran keluarga pergi sel