Beranda / Romansa / Ku Kira Kau Rumah / 05. Ku Kira Kamu rumah

Share

05. Ku Kira Kamu rumah

Melepaskan mu, rasanya aku asing dengan itu, karena secuil pun aku tidak pernah memikirkan itu apalagi sampai melakukannya.

...

"Kamu itu harus bersyukur dapat suami kayak Angga, lagian pelakor itu kan tidak di nikahi oleh suami mu, anaknya pun tidak berada di sini masih dengan ibunya, jadi kamu aman gak usah berlagak minta cerai."

Suara ibu Alina kembali terdengar, orang tua alina berkunjung ke rumah mereka karena ingin melihat kedua cucunya. Sementara Angga menemani ayahnya di ruang tamu.

Alina menyampaikan maksud ke inginannya untuk bercerai dengan angga kepada sang ibu, Alina ingin sekali bercerai dengan Angga namun na'as semuanya kembali sia-sia.

"Nggak usah aneh-aneh, anak kamu udah dua, kamu nggak kerja, nggak punya tempat tinggal, kamu tau sendirikan rumah ibu kamarnya sudah full, tidak ada kamar lagi yang bisa kamu tempati jika seandainya kamu tinggal dengan ibu, sudahlah kamu tidak akan bisa apa-apa tanpa angga lina jadi jangan betingkah."

"Banyak wanita yang ingin berada di posisi kamu, seharusnya kamu banyak-banyak bersyukur dan sadar diri. Kamu lupakan saja kesalahan suami kamu itu dan bertahan saja lebih baik. Jangan jadi wanita bodoh yang dengan mudah meninggalkan laki-laki sesempurna angga lin."

Alina mengerjap, tangannya meremas baju miliknya dengan kuat untuk melampiaskan rasa sakit yang kini menusuk relung hatinya yang paling dalam.

Sakit yang tiada batasnya, ia kembali mendapat kan wejangan yang mampu membuatnya semangkin merasa tidak berharga dan tidak bisa apa-apa.

"Suami mu sudah banyak membantu kami, memberi kami uang setiap bulan, memberi kami hadiah, membiayai pengobatan bapak kamu, kurang apa dia?, cuma karena dia tidur dan memiliki anak dari wanita lain, kamu sudah mau cerai. sudah gila kamu lina?."

Cuma???

Hanya cuma???

Alina tersenyum miris, Bagaikan kaca yang pecah hatinya sudah tak berbentuk , remuk dan hancur. Tidak ada yang memihaknya sama sekali. semua orang menghinanya, alina tau dirinya memang tidak punya kerjaan ia juga tidak punya rumah, alina faham semua itu. Tapi apakah pantas ibu kandungnya, Ibu yang melahirkannya ke dunia ini menghinanya seperti itu.

Alina sekarang tau dan faham jika ibunya tidak ingin dirinya tinggal dengan mereka, ibunya tidak mungkin mau menampungnya yang pengangguran ini dan tak punya apa-apa seperti untuk dirinya berikan seperti angga memberikan banyak uang untuk mereka.

"Lupakan saja pikiran bodoh itu, jangan sampai kamu bercerai dengan angga, atau kamu bukan anak ku lagi karena sudah gak mau dengar ucapan wanita yang telah melahirkanmu ini, wanita yang membesarkan mu sampai sebesar ini. Berbaktilah sedikit lina"

Tangisan Alina pecah saat ibunya keluar dari dalam kamar dirinya, ia menutup mulutnya dengan rapat menahan Isak tangis yang sedari tadi ia tahan. Ya tuhan kenapa semua orang tega padanya. Tidak bisakah mereka melihat sakit yang di derita anaknya saat ini?,

Kenapa tidak ada satu pun yang memahami posisi nya.

.....

Semangkin hari rasanya angga tidak mengenal istrinya, Alina memang sudah bisa tersenyum, tidak menolak pelukannya atau pun kecupan di keningnya saat ia akan berangkat dan Sepulang kerja.

Ia senang, tentu saja, tapi angga merasa jika apa yang istrinya tampilkan terlihat palsu. Ia tidak menemukan binar kebahagiaan di mata wanita itu, wanita yang mendampingi dirinya

Sinar mata cahayanya meredup, tidak seterang dulu.

"Kamu mau sesuatu?."

Alina menggelengkan kepalanya, saat ini mereka berdua sedang ada di acara pernikahan rekan bisnis angga. Nafsu makannya memang masih sangat miris saat ini, belum bisa kembali seperti semula sebelum kehancurannya terjadi

Tidak heran jika banyak yang mengomentari dirinya semangkin kurus, tapi jangan salah justru Alina semangkin terlihat seksi karena lekuk tubuhnya yang terlihat ramping saja

"Mbak Alina".

Alina menoleh mendengar sumber suara tersebut, di tatapnya wanita yang menyapanya tadi.

"Eh hai apa kabar?." Tanya Alina dengan senyum terpaksa.

Angga melebarkan matanya melihat Gemilang mendatangi mereka, wanita itu tidak menghiraukan ucapan dari angga yang memintanya untuk tidak hadir di acara ini.

"Baik mbak, Alin juga baik bukan begitu mas?." Ucap gemilang.

Alina mengangkat sebelah alisnya, "Alin?, siapa Alin..?."

"Oh apa mas angga tidak memberi tau mbak lina kalau nama anak saya dengan mas angga bernama Alin." Ujarnya dengan menghiraukan tatapan Angga.

"Wah benar kah mas?, Namanya sungguh sangat indah."

"Lina sayang, kamu gak mau minum dulu?." Ucap angga mengalihkan pertanyaan.

"boleh mas, aku juga haus. Entah kenapa hawanya mendadak panas." Ucapnya dengan menatap remeh Gemilang.

Angga pergi meninggalkan Alina dan Gemilang, melangkah mengambil minum untuk istri tercintanya.

"mbak harus mengizinkan mas angga untuk menikahi ku." Ujar gemilang membuka pembicaraan di antara mereka.

"Oh ya, siapa kamu mengatur saya?." Alina bersikap tenang, ia berusaha mungkin untuk tidak terpancing emosi.

"Ya karena mas angga tuh bosan sama mbak lina, terlebih lagi ada Alin di tengah-tengah kami." Jawab Gemilang menatap alina tajam.

"Silahkan kamu menikah dengan dia, tapi jangan mimpi nama suami saya tertulis di dalam akte lahir anak kamu." Alina tersenyum miring melihat wajah gemilang yang sudah memerah.

"Biarlah dia tau, jika dirinya di ciptakan hanya karena sebuah kesalahan." Sambungnya kembali dengan menepuk-nepuk pipi gemilang.

"Cukup, Kau keterlaluan mbak!." Teriak gemilang,

Seluruh tamu memperhatikan perdebatan mereka, begitu pun angga yang berjalan tergesa-gesa menghampiri kedua wanita tersebut

"Berteriak lah sekuat mungkin gemilang, hingga dunia tau jika kau tidak lebih dari penghangat ranjang suamiku."

Bisikan-Bisikan para tamu terdengar, mereka tidak menyangka jika bos mereka yang terkenal bucin kepada sang istri terlibat asmara dengan sekretarisnya sendiri.

"Saya kira pak angga setia..."

"Gila istrinya cantik layaknya bidadari masih bisa di selingkuhi.."

"kasian bu alina, kurang cantik apa ya bu lina..."

"Udah gue duga kalau gemilang itu perempuan gatel."

Masih banyak bisikan-bisikan terdengar, Angga menarik tangan istrinya dengan kencang, hingga alina terhuyung ke belakang.

"Cukup lina, apa-apaan kamu ini?." Teriak Angga.

"Kenapa mas?, kau sekarang berani meneriaki ku di depan umum mas?, hanya karena wanita ini." Ucapnya dengan senyum sinis.

"Kau sungguh keterlaluan, bisakah tidak membuat keributan sebentar saja?." Ucap Angga dengan nyalang.

"Baik lah, Silahkan berbahagia dengan Calon istrimu itu mas."

Alina berbalik keluar meninggalkan ruangan itu, air matanya mengalir begitu saja. Ternyata Alina tidak sekuat yang dirinya duga, air mata itu tetap saja mengalir.

Angga mengusap wajahnya dengan kasar, "Apa yang kalian lihat, bubar sekarang juga, bubar." Teriaknya menatap mereka satu persatu.

Gemilang berlari memeluk Angga, ia menangis di dalam pelukan pria itu. "Maafkan aku mas, aku hanya ingin lebih dekat dengan mbak lina, aku kira mbak lina bakal nerima aku dengan baik, maaf kan aku mas." Ucapnya dengan Isak tangis.

Angga mengusap pucuk kepala gemilang, "tidak apa, seiring berjalannya waktu alina dan anak anak pasti bisa menerima kamu dengan baik."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status