Beranda / Romansa / Ku Kira Kau Rumah / 04. Ku Kira Kau Rumah

Share

04. Ku Kira Kau Rumah

Ia merasa semuanya terasa seperti mimpi, Bagaikan di tikam palu tak kasat mata,

Orang yang kata nya sangat mencintai nya justru memberi luka, lalu bagaimana itu bisa terjadi?, cinta seperti apa yang ia maksud?.

...

Pagi ini badan Alina mendadak panas, belum lagi kepalanya pusing bukan main. Memang selama beberapa hari ini ia stres dan nafsu makannya berkurang. Belum lagi ia selalu terjaga tengah malam kerena mimpi buruk.

Kacau, saat ini alina benar-benar kacau, ah lebih tepatnya hancur.

Angga yang melihat istrinya tidur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya, berinisiatif untuk menyiapkan roti panggang untuk sarapan mereka. Namun setelah ia selesai menyiapkan sarapan untuk mereka berdua alina belum juga turun.

Akhirnya ia masuk ke dalam kamar, angga mendapati Alina masih terbaring di atas tempat tidur. Perlahan Angga mendekati Alina, ia mengusap rambut istrinya dengan lembut. Angga mendadak panik saat mendapati telapak tangannya terasa panas. Ia saat ini istri nya sedang demam.

"Sayang hei, bangun. Badan kamu panas sayang?"

"Engghh" Alina melenguh, ia mengeratkan selimutnya membungkus tubuhnya yang saat ini terasa sangat dingin baginya.

"Buka selimutnya sayang. Suhu tubuh kamu panas banget ini sayang."

"Dingin." Sahut Alina dengan suara paruh. Ia benar benar merasa kan dingin di seluruh tubuhnya.

Angga yang khawatir segera mengambil air dan kain. Ia mengompres kening istrinya yang saat ini sedang demam. Setelah itu Angga ke dapur membuatkan bubur untuk istrinya dan mengambil obat penurun panas.

Setelah selesai, angga kembali ke kamar dengan membawa nampan yang berisi bubur, air hangat dan obat penurun panas. Angga meletakkan nampak di atas meja dekat ranjang. "Sayang makan dulu ya, habis itu kita minum obat biar demamnya cepat turun."

Alina menggeleng, ia tak ingin makan apalagi minum obat. Perutnya saat ini benar-benar sedang tidak enak.

"Sedikit aja sayang. mau ya?."

Angga tersenyum saat Alina mengangguk, ia membantu istri tercintanya duduk bersandar di kepala ranjang. Melihat wajah istrinya yang pucat, Alina benar-benar merasa tidak tega dan ia sangat sedih dengan ke adaan istrinya sekarang dan itu semua tidak lepas dari kesalahannya.

Angga mengambil semangkuk bubur dan menyuapinya dengan perlahan, "Maaf kalau bubur nya nggak enak." Ujar angga, karena jujur saja ia tidak tahu cara membuat bubur seenak buatan istri tercintanya..

Alina hanya diam menerima suapan dari angga. Suapan demi suapan Alina terima, tapi hanya lima kali suap Alina sudah menggelengkan kepalanya, Pertanda Alina sudah tidak lagi ingin memakan bubur tersebut. Bukan, bukan berarti rasa bubur itu tidak enak. Hanya saja perutnya yang memang tidak bisa menerima nya lagi.

Angga menghela nafas berat, meletakkan bubur di atas meja. Ia lalu mengambil air dan obat penurun panas lalu di berikan kepada istrinya. Dengan malas-malasan Alina terpaksa mengambil obat tersebut. Jujur saya, ia sangat tidak menyukai obat yang pahit sama seperti cerita hidupnya.

"Kamu istirahat ya, mau aku pegang kepalanya atau, mau aku..."

"Nggak perlu." Sahut Alina kembali merebahkan dirinya

Angga menunduk merasakan sesak di dadanya,

"Kamu masih marah sama aku sayang?."

Alina hanya diam dan memejamkan matanya, rasanya lucu sekali mendengar pertanyaan itu.

"Maaf ya, aku minta maaf?." Nada suara Angga mulai bergetar, suara nya tercekat menahan sesak.

"Aku memang bukan suami yang baik, tapi lin aku mohon jangan ke mana-mana. Jangan tinggalkan aku, aku mohon."

Ini bukan sekali dua kali ia memohon, jika perlu ia akan terus memohon agar Alina tidak kemana mana, Agar istri nya tetap ada di sini nya. Karena sungguh, jika Alina pergi Angga tidak tahu lagi bagaimana menjalani hidup.

"Aku minta maaf, aku terlalu egois, aku nggak akan bisa melepaskan kamu?." Ucap Angga

Air mata nya sudah tumpah dan terjatuh di kedua pipi nya.

"Lebih baik kamu berangkat kerja?." Sahut Alina

"Mana mungkin aku berangkat kerja. Aku nggak bisa meninggalkan kamu dalam keadaan begini lin."

Alina memilih diam mengabaikan Angga yang masih duduk di sisi ranjang. Mata Alina sudah mulai terpejam, mungkin saja karena efek obat yang ia minimum. Melihat istrinya sudah terlelap Angga pun bangkit mengganti pakaian nya kembali dengan pakaian rumah.

....

Siang hari,

Alina membuka matanya melihat sekeliling ruangan, Angga sudah tidak ada di ruangan tersebut, Alina mengira Angga sudah berangkat ke kantor. Tubuhnya sudah jauh lebih baik. Kepalanya juga sudah tidak terlalu sakit dan suhu tubuh nya sudah kembali normal.

Dengan langkah gontai, Alina mencuci wajahnya di kamar mandi dan bergegas turun ke lantai bawah. Netra matanya bersitatap dengan angga, rupanya laki-laki itu benar-benar tidak berangkat ke kantor.

"Sayang kamu kok udah bangun?, gimana kamu udah mendingan belum sayang?." Tanya Angga yang khawatir melihat Alina

"Iya."

Angga mengatupkan bibirnya, tidak tahu lagi ingin bertanya apa. Melihat jawaban Alina seperti itu sudah cukup menandakan bahwa Alina sudah tidak ingin lagi berbicara dengannya.

"Mas"

"Iya sayang"

"Boleh aku bicara sebentar."

angga menelan ludah dengan kasar, takut dengan apa yang akan istrinya bicarakan. Ia takut jika itu berkaitan dengan,,, tidak, tidak demi tuhan jangan.

Angga terkejut saat melihat istrinya duduk bersimpuh di bawah kakinya.

"Sayang, hei, kamu..."

Alina menggelengkan kepalanya meminta angga untuk diam, di tempat nya.

"Tolong mas, lepaskan aku," bibir alina mulai bergetar, air matanya mengalir bak anak sungai.

"Aku nggak tau lagi bagaimana cara melupakan semuanya, aku nggak tau bagaimana caranya, tolong."

Alina menyentuh dadanya yang terasa sesak, bukan ia tak berusaha, ia sudah sangat berusaha melupakan semuanya, lalu ia ingin bersikap seperti semula. Tapi demi tuhan ia benar-benar tidak dapat menerima kenyataan bahwa ia bukan satu satunya yang memberikan Angga kenikmatan dan seorang putra.

Ia tidak sanggup membayangkan bagaimana tubuh Angga di sentuh dan menyentuh wanita lain, berkali kali dan menanam kan benih nya di dalam rahim wanita itu. Sungguh rasa nya sarah hampir gila.

"Kamu lagi sakit sayang, mangkanya kamu ngelantur gini hemm?," angga tersenyum ia masih berfikir positif dan mensugeati dirinya bahwa alina istrinya itu tidak serius dengan hal ini.

Tapi senyum angga memudar tat kala kedua matanya bersitumbruk dengan netra mata Alina yang nampak lelah dan sayu.

Saat ini juga angga terdiam kaku, saat mendengar istrinya berkata. "Aku sehat, aku sehat tapi hati ku tidak baik baik saja, aku mohon mas aku mohon. Tolong mas."

Angga menggeleng, ia duduk bersimpuh di depan istrinya, menyentuh tangan istrinya dan menggenggam nya erat erat,

"tolong sayang, tolong jangan begini."

Alina terisak dan itu sangat menyakitkan di mata Angga. Rasanya tak mampu lagi menahan rasa sakit di dada saat melihat wanita yang ia cintai menangis seperti ini karena diri nya.

Apakah ia harus melepaskan Alina?, tapi demi tuhan ia tidak mau ini terjadi.

....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status