Pagi itu. Bintang datang untuk membangunkan Wika yang masih tertidur diatas ranjang dan mengajaknya makan yang sudah disiapkannya.
“Wah... banyak sekali makanan kita hari ini kang ?” tanya Wika takjub melihat begitu banyak makanan yang tersedia dihadapannya.
Sejenak Bintang menoleh kearah luar, Wika pun ikut memandang keluar.
“Sepertinya hari ini akan turun hujan kang” ucap Wika lagi.
“Sepertinya begitu” ucap Bintang lagi.
“Hari ini kita lanjutkan perjalanan atau bermalam satu malam lagi kang ?” tanya Wika tiba-tiba.
“Sebenarnya kakang ingin cepat-cepat bertemu dengan Nenek Ular ?”
“Ya, Wika bisa mengerti itu kang, kakang pasti ingin cepat-cepat bertemu Nenek Ular untuk meminta penawar racun itukan” ucap Wika lagi dengan wajah sedih.
“Tidak! Bukan karena itu...” ucap Bintang lagi hingga mengejutkan Wika yang salah dugaan.
“Terus unt
“Sekali lagi saya minta maaf, saya tidak bisa memenuhi keinginan raden” ucap Wika lagi dengan lembut.“Kenapa ?”“Raden terlambat, kang Bintang sudah melamar Wika untuk menjadi istrinya. Dan Wika menerimanya” ucap Wika tersenyum seraya memeluk lengan Bintang dengan mesra.Kemesraan yang diperlihatkan oleh Wika, membuat Raden Gumiwang menjadi panas.“Memangnya apa kelebihan dia dibanding aku nona Wika. Aku lebih kaya, aku lebih terpandang dan aku juga lebih gagah darinya” ucap Raden Gumiwang dengan marah.“Itu semua benar sayang” bisik Bintang ditelinga Wika sehingga membuat Wika tersenyum mendengarnya, lalu dicubitnya lembut pinggang Bintang hingga membuat Bintang tertawa.Sikap mesra dan acuh Wika dan Bintang membuat hati Raden Gumiwang semakin panas melihatnya. Tindakan Wika dan Bintang seolah-olah didunia ini milik mereka berdua saja. Tidak perduli siapa yang ada diantara mereka
Tubuh Raden Gumiwang terlihat langsung gemetaran saat melihat sosok bercaping Bintang kini tengah menatapnya tajam.“Raden. Anggap hal ini tidak pernah terjadi. Kalau raden ingin memperpanjang urusan ini. Aku akan datang mencari raden. Percayalah, raden akan menyesal kalau aku sampai mendatangi raden” ucap Bintang dari balik caping yang dikenakannya.Raden Gumiwang sendiri yang memang pada dasarnya tidak memiliki dasar kanuragan terlihat sangat ketakutan mendengar hal itu, begitu takutnya, sampai-sampai Raden Gumiwang terlihat basah celananya karena terkencing dicelananya, selanjutnya sosok Raden Gumiwang tampak langsung jatuh terduduk lemas.Sementara Bintang sendiri tampak tidak memperdulikan hal itu, lalu berbalik dan berjalan kembali kearah Wika yang masih berdiri dengan memegangi tali kekang kudanya.“Kakang benar-benar hebat sekali” ucap Wika tersenyum kepada Bintang yang sudah berdiri dihadapannya. “Pantas saja kakang
Settt !! Settt !! Settt !! Settt !! Settt !!Tiba-tiba saja lelaki itu melepaskan senjata rahasianya kearah Wika, kilatan benda-benda hitam melesat cepat kearah Wika yang tak menyadari serangan gelap tersebut, sipelempar senjata rahasia tampak tersenyum melihat sebentar lagi lawannya akan terkena serangan rahasianya, tapi ;Seerrrr !!!!Trangg !! Trangg !! Trangg !!Satu sosok bayangan melesat disebelah Wika, selanjutnya dengan gerakan yang sangat cepat sekali, sosok yang baru saja muncul itu menangkis serangan senjata rahasia itu dengan senjata ditangannya, sipelempar senjata rahasia tampak berubah wajahnya melihat serangan rahasianya berhasil dimentahkan.Di dekat Wika sudah berdiri sosok Bintang yang telah menolong Wika dari serangan gelap, Wika sempat terkejut tapi saat melihat Bintang yang telah menolongnya, bibir indahnya tersenyum. Ditanah terlihat beberapa paku hitam terlihat, rupanya senjata rahasia yang tadi dilepaskan adalah paku-paku hi
PULAU ULAR, adalah sebuah pulau yang menjadi tempat tinggalnya semua jenis ular yang ada diatas muka bumi ini, hal ini dikatakan oleh orang-orang karena melihat begitu banyaknya jumlah ular yang menghuni Pulau Ular, jumlahnya ribuan bahkan mungkin jutaan tak terhitung, itulah kenapa para penduduk sekitar mengatakan Pulau Ular merupakan tempat kediaman semua jenis ular yang ada diatas muka bumi ini.Beberapa kilometer dari Pulau Ular, tampak sebuah kapal besar tengah berlayar kearah Pulau Ular, di anjungan kapal, tampak berdiri sosok seorang kakek berpakaian layaknya seorang pertapa, hanya saja kakek pakaian yang dikenakan oleh kakek ini tidak berwarna putih, melainkan berwarna hitam. Wajahnyapun tampak sangat tidak bersahabat seperti seorang pertapa pada umumnya, tapi yang paling mengejutkan dari sosok kakek pertapa hitam ini adalah kondisi mulutnya, terlihat mulut sikakek pertapa hitam ini merapat, seperti dijahit karena tidak tampak belahan bibirnya, alias mulut kakek perta
Pertapa Hinip sendiri tampak berjongkok, matanya terpejam dan telapak tangan kanannya menyentuh tanah.Tuk !Terdengar Pertapa Hinip mengetukkan jari tengahnya yang tertekuk ketanah.Tuk !Kembali Pertapa Hinip melakukannya. Sesaat kemudian Pertapa Hinip membuka kembali kedua matanya. Lalu bangkit berdiri.“Sepertinya Nenek Ular masih berada di pertapaannya” ucap Pertapa Hinip lagi. “Ayo kita kesana” ucap Pertapa Hinip lagi melangkah terlebih dulu menuju kearah belakang pondok. Bondo dan Woso segera mengikutinya dari belakang.Langkah ketiganya sampai juga disebuah goa yang sangat besar sekali lubangnya masuknya. Didepan goa besar tersebut, Pertapa Hinip dan kedua muridnya berhenti. Didepan pintu goa, dua ular anaconda berukuran raksasa tampak tengah berbaring malas-malasan.Yang satu berwarna belang dan yang satu berwarna hitam, ukuran keduanya cukup besar untuk menelan sapi / kerbau hidup-hidup.Sssstt
“Apa kesalahan muridku sehingga gusti pangeran ingin menangkapnya ?” tanya Nenek Ular lagi“Dia telah membunuh Adipati Wetan dan Adipati Kemangi juga lurah bayan” ucap Pertapa Hinip lagi, wajah Nenek Ular tampak berubah terkejut, tapi kemudian tersenyum.“Ternyata Wika berhasil membalaskan dendamnya” batin Nenek Ular lagi.“Muridku belum kembali. Sebaiknya kau kembali lagi kemari purnama mendatang” ucap Nenek Ular dengan tenangnya. Kali ini wajah Pertapa Hinip yang berubah.“Aku tak bisa kembali dengan tangan kosong. Nyawamu saja sebagai ganti nyawa muridmu” ucap Pertapa Hinip lagi. Nenek Ular terlihat tersenyum sinis, tapi sesaat kemudian wajah Nenek Ular beruba.“Ana, cepat kau pergi keluar bantu belang dan hitam, sepertinya mereka sedang kesulitan menghadapi lawannya” ucap Nenek Ular tiba-tiba.Sssttttt !!!Anaconda raksasa yang dipanggil ana itu langsung mende
Kalau saja Nenek Ular bisa mendengar, dari gesekan kedua tangan Pertapa Hinip terdengar suara gemerisik-gemerisik aliran petir, ditempatnya walaupun Nenek Ular tidak bisa mendengar, tapi Nenek Ular yakin Pertapa Hinip tengah mengerahkan ajian dahsyatnya, hal ini dapat terlihat dari kedua tangan Pertapa Hinip yang saling bergesek mengeluarkan asap.Tak ingin kalah, Nenek Ular segera mengerahkan tenaganya. Hawa panas menjalar cepat. Pusaran angin tercipta dari sekeliling tubuh Nenek Ular, pusaran tersebut tercipta sebagai bentuk pengembangan Ajian Bayu Bajra yang dipadu dengan Serat Jiwa. Ajian Bayu Bajra sanggup melipatgandakan kekuatan Ajian Serat Jiwa. Bagai badai yang berputar memusat, menciptakan gemuruh dan meruntuhkan dan merengkahkan tanah di sekitar Nenek Ular berdiri. Kedua tangan Nenek Ular tampak mulai dialiri Cahaya hijau keemasan itu perlahan mengalir kearah kedua tangan dan menjalar hingga sampai pergelangan tangan.“Ajian Serat Jiwa!” ucap Per
“Jurus keheningan dalam kesunyianku ini akan membunuhmu Nenek Ular” terdengar sebuah suara yang diyakini Nenek Ular adalah suara Pertapa Hinip.“Kegelapan ini adalah kegelapan hampa tanpa udara yang akan membunuh siapa saja yang masuk kedalamnya” ucap suara Pertapa Hinip lagi.Wajah Nenek Ular berubah mendengar hal itu, dengan cepat Nenek Ular menutup penciumannya. Tapi seperti yang dikatakan oleh Pertapa Hinip, mau sampai kapan Nenek Ular bisa bertahan di ruangan yang tanpa udara. Dan benar saja, semakin lama semakin Nenek Ular merasakan sesak didadanya karena tak ada udara yang masuk kedalam paru-parunya. Hal ini membuat wajah Nenek Ular mulai berubah pucat.Bleeeppp !!!Tiba-tiba saja sosok Nenek Ular menghilang. Seiring dengan menghilangnya sosok Nenek Ular.Blleeeppp !!!Kegelapanpun menghilang, kembali menjadi tempat ruangan goa yang luas. Sosok Pertapa Hinip terlihat dengan wajah bingung dan heran menatap sosok