Pertapa Hinip sendiri tampak berjongkok, matanya terpejam dan telapak tangan kanannya menyentuh tanah.
Tuk !
Terdengar Pertapa Hinip mengetukkan jari tengahnya yang tertekuk ketanah.
Tuk !
Kembali Pertapa Hinip melakukannya. Sesaat kemudian Pertapa Hinip membuka kembali kedua matanya. Lalu bangkit berdiri.
“Sepertinya Nenek Ular masih berada di pertapaannya” ucap Pertapa Hinip lagi. “Ayo kita kesana” ucap Pertapa Hinip lagi melangkah terlebih dulu menuju kearah belakang pondok. Bondo dan Woso segera mengikutinya dari belakang.
Langkah ketiganya sampai juga disebuah goa yang sangat besar sekali lubangnya masuknya. Didepan goa besar tersebut, Pertapa Hinip dan kedua muridnya berhenti. Didepan pintu goa, dua ular anaconda berukuran raksasa tampak tengah berbaring malas-malasan.
Yang satu berwarna belang dan yang satu berwarna hitam, ukuran keduanya cukup besar untuk menelan sapi / kerbau hidup-hidup.
Sssstt
“Apa kesalahan muridku sehingga gusti pangeran ingin menangkapnya ?” tanya Nenek Ular lagi“Dia telah membunuh Adipati Wetan dan Adipati Kemangi juga lurah bayan” ucap Pertapa Hinip lagi, wajah Nenek Ular tampak berubah terkejut, tapi kemudian tersenyum.“Ternyata Wika berhasil membalaskan dendamnya” batin Nenek Ular lagi.“Muridku belum kembali. Sebaiknya kau kembali lagi kemari purnama mendatang” ucap Nenek Ular dengan tenangnya. Kali ini wajah Pertapa Hinip yang berubah.“Aku tak bisa kembali dengan tangan kosong. Nyawamu saja sebagai ganti nyawa muridmu” ucap Pertapa Hinip lagi. Nenek Ular terlihat tersenyum sinis, tapi sesaat kemudian wajah Nenek Ular beruba.“Ana, cepat kau pergi keluar bantu belang dan hitam, sepertinya mereka sedang kesulitan menghadapi lawannya” ucap Nenek Ular tiba-tiba.Sssttttt !!!Anaconda raksasa yang dipanggil ana itu langsung mende
Kalau saja Nenek Ular bisa mendengar, dari gesekan kedua tangan Pertapa Hinip terdengar suara gemerisik-gemerisik aliran petir, ditempatnya walaupun Nenek Ular tidak bisa mendengar, tapi Nenek Ular yakin Pertapa Hinip tengah mengerahkan ajian dahsyatnya, hal ini dapat terlihat dari kedua tangan Pertapa Hinip yang saling bergesek mengeluarkan asap.Tak ingin kalah, Nenek Ular segera mengerahkan tenaganya. Hawa panas menjalar cepat. Pusaran angin tercipta dari sekeliling tubuh Nenek Ular, pusaran tersebut tercipta sebagai bentuk pengembangan Ajian Bayu Bajra yang dipadu dengan Serat Jiwa. Ajian Bayu Bajra sanggup melipatgandakan kekuatan Ajian Serat Jiwa. Bagai badai yang berputar memusat, menciptakan gemuruh dan meruntuhkan dan merengkahkan tanah di sekitar Nenek Ular berdiri. Kedua tangan Nenek Ular tampak mulai dialiri Cahaya hijau keemasan itu perlahan mengalir kearah kedua tangan dan menjalar hingga sampai pergelangan tangan.“Ajian Serat Jiwa!” ucap Per
“Jurus keheningan dalam kesunyianku ini akan membunuhmu Nenek Ular” terdengar sebuah suara yang diyakini Nenek Ular adalah suara Pertapa Hinip.“Kegelapan ini adalah kegelapan hampa tanpa udara yang akan membunuh siapa saja yang masuk kedalamnya” ucap suara Pertapa Hinip lagi.Wajah Nenek Ular berubah mendengar hal itu, dengan cepat Nenek Ular menutup penciumannya. Tapi seperti yang dikatakan oleh Pertapa Hinip, mau sampai kapan Nenek Ular bisa bertahan di ruangan yang tanpa udara. Dan benar saja, semakin lama semakin Nenek Ular merasakan sesak didadanya karena tak ada udara yang masuk kedalam paru-parunya. Hal ini membuat wajah Nenek Ular mulai berubah pucat.Bleeeppp !!!Tiba-tiba saja sosok Nenek Ular menghilang. Seiring dengan menghilangnya sosok Nenek Ular.Blleeeppp !!!Kegelapanpun menghilang, kembali menjadi tempat ruangan goa yang luas. Sosok Pertapa Hinip terlihat dengan wajah bingung dan heran menatap sosok
GOA ULAR tampak masih berantakan, reruntuhan batu masih terlihat disana sini, tapi keindahan goa itu masih terlihat begitu indah dipandangan mata. Bintang dan Wika sudah berada dihadapan Nenek Ular, dan Bintang mengagumi keindahan goa ular, saat Bintang menatap kearah danau kecil berair jernih yang ada dihadapannya, Bintang terkejut saat melihat dua ekor anaconda besar yang ada didalamnya. Satu berwarna belang dan satu lagi berwarna hitam. Sementara itu sosok Nenek Ular yang mengenakan pakaian merah masih terlihat duduk diatas batu besar yang berada didepan air terjun. “Kemarilah Wika” ucap Nenek Ular kepada Wika yang ada dibawahnya. Wikapun segera melangkah naik. “Akhirnya kau kembali juga Wika” ucap Nenek Ular dengan tersenyum tipis. “Apa yang terjadi nek ? kenapa Belang dan Hitam terluka ?” ucap Wika saat melihat kearah danau dimana terlihat anaconda Belang dan Hitam tengah berada didalamnya. Wika tau kalau danau yang oleh Nenek Ular disebut
“Ilmu kanuragannya sebenarnya biasa-biasa saja. Tapi dia memiliki sebuah ajian yang aneh, juga sangat mematikan” ucap Nenek Ular lagi hingga membuat Bintang tertarik mendengarnya. Tapi Bintang tetap diam untuk mendengarkan kelanjutannya.“Ajian Keheningan dalam kesunyian” ucap Nenek Ular lagi hingga membuat paras Bintang berubah.“Keheningan dalam kesunyian” ulang Bintang lagi merasa aneh dengan nama ajian itu.“Ajian itu bisa membawa kita terperangkap dalam sebuah ruang yang hampa udara. Kalau saja saat itu Ana tidak cepat menyelamatkanku. Aku pasti sudah tewas karena kehabisan udara” jelas Nenek Ular lagi dan ini semakin membuat Bintang heran mendengarnya.“Adakah ajian hebat seperti itu” batin Bintang lagi. Sebuah ajian yang bisa membawa lawan ke sebuah ruang hampa udara.“Apakah Belang dan Hitam terluka karena Pertapa Hinip yang melukainya ?” tanya Bintang
“Kan Wika udah bilang nek. Calon suami Wika itu adalah pendekar nomor 1 dijagat dunia persilatan” ucap Wika lagi.“Diatas langit masih ada langit Wika”“Tapi beneran nek. Kesaktian kakang Bintang berada diatas langit tertinggi” ucap Wika lagi tersenyum.“Apa calon suamimu itu bisa menghidupkan Ana ?” tanya Nenek Ular lagi hingga membuat wajah Wika berubah murung saat teringat ibu angkatnya itu.“Aku mungkin tak bisa menghidupkan yang telah mati, tapi mungkin ada cara lain yang bisa dilakukan” tiba-tiba saja sebuah suara yang mengaung ditempat itu. Hingga membuat Nenek Ular terkejut dan juga bingung. Hanya Wika yang tersenyum tipis, karena Wika tau suara itu berasal dari Bintang. Saat Nenek Ular menatap kearah Bintang, lalu menatap kembali ke arah Wika, tampak wajah Wika mengangguk, sebagai tanda membenarkan dugaan Nenek Ular.“Ilmu Pemecah Suara anak muda ini sangat sempurna sekali d
Bintang memang telah menggunakan salah satu kesaktiannya, Ajian Rohwicara, sebuah ajian yang membuat Bintang mampu berbicara dengan jasad orang mati. Ajian hebat ini adalah pemberian Mbah Suro dan ini pertama kalinya Bintang menggunakan pada mahluk yang bukan manusia. Ternyata berhasil.“Wika...” terdengar suara Ular Ana menyapa, kali ini suara Ular Ana terdengar jelas oleh Bintang dan Nenek Ular. Wajah Wika berubah mendengar hal itu.“Anakku, Wika...” kembali terdengar suara Ular Ana menyapanya.“Ibu....” terdengar suara bergetar Wika.“Akhirnya ibu masih bisa melihatmu anakku” terdengar Ular Ana bersuara.“Ibu bahagia sekali” sambung Ular Ana lagi.Wika dan Nenek Ular sendiri tak mampu menahan rasa haru mereka, air mata terlihat mengalir dimata mereka, air mata kesedihan dan kegembiraan bercampur menjadi satu.Wika tiba-tiba saja ingin berlari kedepan untuk memeluk
“Belang! Hitam!!” terdengar Ular Ana menatap kearah kedua ular besar yang ada didekat Wika dan Nenek Ular.SSssttttttt !! SSssttttttt !!Belang dan Hitam terlihat langsung bereaksi dengan mengangkat kepala mereka.“Mulai sekarang ! kalian jaga adik kalian. Kapanpun dia membutuhkan kalian. Kalian harus datang membantunya” ucap Ular Ana lagi.SSssttttttt !! SSssttttttt !!Kembali Belang dan Hitam mendesis seakan menjawab apa yang dikatakan oleh Ular Ana.Ular Ana sendiri kini menatap kearah Bintang.“Tuan. Sekali lagi terima kasih karena tuan telah memberikan kesempatan untuk bertemu kembali dengan anak hamba” ucap Ular Ana. Bintang tersenyum dan mengangguk.“Nenek Ular ! Titip Wika...” ucap Ular Ana. Nenek Ular tampak mengangguk mantap.“Anakku... selamat tinggal. Sekali lagi ibu ucapkan selamat untuk pernikahanmu” ucap Ular Ana lagi.“Ibu...!”