“Kan Wika udah bilang nek. Calon suami Wika itu adalah pendekar nomor 1 dijagat dunia persilatan” ucap Wika lagi.
“Diatas langit masih ada langit Wika”
“Tapi beneran nek. Kesaktian kakang Bintang berada diatas langit tertinggi” ucap Wika lagi tersenyum.
“Apa calon suamimu itu bisa menghidupkan Ana ?” tanya Nenek Ular lagi hingga membuat wajah Wika berubah murung saat teringat ibu angkatnya itu.
“Aku mungkin tak bisa menghidupkan yang telah mati, tapi mungkin ada cara lain yang bisa dilakukan” tiba-tiba saja sebuah suara yang mengaung ditempat itu. Hingga membuat Nenek Ular terkejut dan juga bingung. Hanya Wika yang tersenyum tipis, karena Wika tau suara itu berasal dari Bintang. Saat Nenek Ular menatap kearah Bintang, lalu menatap kembali ke arah Wika, tampak wajah Wika mengangguk, sebagai tanda membenarkan dugaan Nenek Ular.
“Ilmu Pemecah Suara anak muda ini sangat sempurna sekali d
Bintang memang telah menggunakan salah satu kesaktiannya, Ajian Rohwicara, sebuah ajian yang membuat Bintang mampu berbicara dengan jasad orang mati. Ajian hebat ini adalah pemberian Mbah Suro dan ini pertama kalinya Bintang menggunakan pada mahluk yang bukan manusia. Ternyata berhasil.“Wika...” terdengar suara Ular Ana menyapa, kali ini suara Ular Ana terdengar jelas oleh Bintang dan Nenek Ular. Wajah Wika berubah mendengar hal itu.“Anakku, Wika...” kembali terdengar suara Ular Ana menyapanya.“Ibu....” terdengar suara bergetar Wika.“Akhirnya ibu masih bisa melihatmu anakku” terdengar Ular Ana bersuara.“Ibu bahagia sekali” sambung Ular Ana lagi.Wika dan Nenek Ular sendiri tak mampu menahan rasa haru mereka, air mata terlihat mengalir dimata mereka, air mata kesedihan dan kegembiraan bercampur menjadi satu.Wika tiba-tiba saja ingin berlari kedepan untuk memeluk
“Belang! Hitam!!” terdengar Ular Ana menatap kearah kedua ular besar yang ada didekat Wika dan Nenek Ular.SSssttttttt !! SSssttttttt !!Belang dan Hitam terlihat langsung bereaksi dengan mengangkat kepala mereka.“Mulai sekarang ! kalian jaga adik kalian. Kapanpun dia membutuhkan kalian. Kalian harus datang membantunya” ucap Ular Ana lagi.SSssttttttt !! SSssttttttt !!Kembali Belang dan Hitam mendesis seakan menjawab apa yang dikatakan oleh Ular Ana.Ular Ana sendiri kini menatap kearah Bintang.“Tuan. Sekali lagi terima kasih karena tuan telah memberikan kesempatan untuk bertemu kembali dengan anak hamba” ucap Ular Ana. Bintang tersenyum dan mengangguk.“Nenek Ular ! Titip Wika...” ucap Ular Ana. Nenek Ular tampak mengangguk mantap.“Anakku... selamat tinggal. Sekali lagi ibu ucapkan selamat untuk pernikahanmu” ucap Ular Ana lagi.“Ibu...!”
ISTANA BLAMBANG SEWU kedatangan Pertapa Hinip beserta kedua muridnya, Bondo dan Woso. Pangeran Blambang Sewu, Jonggrang dan para pejabat Istana Blambang Sewu tengah menunggu ketiganya di aula utama Istana Blambang Sewu.Pertapa Hinip beserta kedua muridnya segera menjura hormat dihadapan Pangeran Blambang Sewu.“Bangunlah pertapa” ucap Pangeran Blambang Sewu mempersilahkan Pertapa Hinip beserta kedua muridnya untuk duduk.“Bagaimana dengan tugas yang kuberikan pada kalian ?” sambung tanya Pangeran Blambang Sewu lagi.Pertapa Hinip tidak menjawab, tapi mengeluarkan sesuatu dari balik pakaiannya. Sebuah kitab tua dan usang terlihat ditangan Pertapa Hinip. Di singgasananya, wajah Pangeran Blambang Sewu tampak berubah melihat kitab tua yang ada ditangan Pertapa Hinip.Tanpa banyak bicara, karena memang mulut Pertapa Hinip yang terkunci, Pertapa Hinip lalu menyerahkan kitab tua ditangannya kepada Pangeran Blambang Sewu.
Sementara itu di Pulau Ular. Wika benar-benar menikmati masa bulan madunya bersama Bintang. Tiada hari dan waktu keduanya laluinya dengan merajut birahi bersama. Wika benar-benar ketagihan meregup kenikmatan dengan keperkasaan dan kepandaian Bintang memanjakannya. Sementara Bintangpun juga ikut ketagihan menikmati kecantikan dan keindahan tubuh yang dimiliki Wika. Sungguh perpaduan yang sempurna, saling membutuhkan dan saling pengertian satu sama lain. Siang itu, Pulau Ular dan pulau-pulau disekitarnya tengah diguyur hujan lebat, tapi hal itu justru semakin menambah keindahan pergulatan birahi Bintang dan Wika didalam gubuk tua milik Nenek Ular. Nenek Ular sendiri selama Bintang dan Wika berada di Pulau Ular lebih banyak berada di Pulau Ular, memberikan kesempatan Bintang dan Wika untuk menikmati bulan madu mereka tanpa gangguan. Lebatnya hujan yang mengguyur semakin membuat rintihan dan jeritan-jeritan kenikmatan yang keluar dari dalam gubuk Nenek Ular semakin tak terdengar keluar.
Kotaraja Blambang Sewu terlihat begitu ramai penduduknya, hal ini tentunya dikarenakan kerajaan Blambang Sewu merupakan salah satu tempat persinggahan juga menjadi pusat perekonomian. Diantara ribuan orang yang sibuk dengan segala aktivitasnya, terlihat sepasang muda mudi bercaping yang ada didalam keramaian tersebut. Sepasang muda mudi ini tampak berhenti sejenak diantara keramaian, keduanya mengangkat caping bambu yang mereka kenakan, terlihat seraut wajah tampan dan cantik keduanya.“Apa yang harus kita lakukan sekarang kang ?” terdengar suara lembut dari gadis cantik bercaping kearah lelaki muda bercaping disebelahnya.“Kita amati dan selidiki dulu keadaan disini Wika” ucap lelaki muda bercaping yang memang tak lain adalah Bintang. Keduanya sudah tiba di wilayah kotaraja Blambang Sewu.“Dimana kita harus memulainya kang ?”“Di tempat makan. Ayo kita cari makan dulu” ucap Bintang lagi hingga membuat Wika
Kita kembali ke tempat dimana Wika masih duduk termenung dijendela kamarnya.“Kang Bintang kemana ya, kok lama sekali ya” ucap Wika seperti berkata pada dirinya sendiri. Wika mulai merasakan kesepian tanpa kehadiran Bintang disisinya, kini Wika menyadari kalau kehadiran Bintang dihidupnya memang benar-benar sangat berarti, karena baru ditinggal sebentar saja, Wika sudah merasakan sepi dan hampa didalam dirinya. Sesekali kedua mata indah Wika tampak menatap keadaan disekitarnya untuk melihat-lihat apakah Bintang sudah kembali. Tapi tetap tak ditemukannya sosok yang dicarinya.Sementara itu cuaca diluar mulai tidak bersahabat, angin kencang mulai berhembus, Bintang-Bintang dan rembulanpun sudah tak tampak lagi, tertutup oleh awan-awan hitam, para pedagang mulai menutup dagangannya, keadaan jalan-jalan dikotarajapun mulai terlihat sepi.Dhuer !!Guntur menggelegar dengan kerasnya seiring dengan turunnya hujan yang membasahi bumi.“Ad
Wika yang tak sabar terlihat lebih dulu membuka caping bambu dikepalanya, hingga seraut wajah cantik jelita tampak mempesona dipandangan Pertapa Hinip, Bondo dan Woso.“Aku Bidadari Pulau Ular ingin menuntut balas atas dendam kesumatku pada kalian” ucap Wika dengan tegas hingga membuat wajah Pertapa Hinip, Bondo dan Woso berubah.“Bidadari Pulau Ular...” ulang Bondo dan Woso hampir bersaman. Pertapa Hinip tampak maju kedepan murid-muridnya.“Jadi kau Bidadari Pulau Ular !” terdengar Pertapa Hinip mengeluarkan suara perutnya.Wika terkejut melihat lawannya bisa mengeluarkan suara, bukan dari mulutnya yang terkatup rapat. Tapi ini bukan saatnya bagi Wika untuk terkejut.“Benar, aku Bidadari Pulau Ular yang akan menuntut balas pada kalian” ucap Wika lagi dengan tegas.“Ha ha ha...!”Tawa Pertapa Hinip tiba-tiba terdengar menggema ditempat itu.“Nenek Ular gurumu saj
<kilas balik>Kita kembali ke masa saat Bintang dan Wika yang berpamitan dengan Nenek Ular untuk meninggalkan Pulau Ular. Mencari Pertapa Hinip untuk membalaskan dendam kesumat Wika atas kematian ibunya, Ular Ana.“Jika kalian berhadapan dengan Pertapa Hinip, berhati-hatilah, kemampuannya bisa membuat dunia disekitar kita menjadi sangat hening, bahkan puncak jurusnya yang bernama Keheningan dalam kesunyian bisa membawa kita ke ruang tanpa udara, kita bisa mati terjebak dalam ruang tanpa udara itu” ucap Nenek Ular memberikan petunjuk untuk Bintang dan Wika.Bila Bintang sangat penasaran mendengar kemampuan Pertapa Hinip, Wika justru merinding mendengarnya, tak dapat terbayangkan terjebak disebuah ruang tanpa udara.Tak lupa Nenek Ular mewanti-wanti kepada Bintang dan Wika tentang kitab Ajian Serat Jiwa yang telah dicuri oleh Pertapa Hinip. Untung saja Ajian Serat Jiwa tingkat X yang bernama "Ajian S