Pamanyala berani menghadang Pasedayu karena dia mengetahui bahwa seluruh kesaktian yang ada pada Pasedayu telah dirampas oleh Jin Muka Seribu lewat Sendok Pemasung Nasib. Dugaan Pamanyala meleset. Karena selama berada di Lembah Seribu Kabut diam-diam Pasedayu menciptakan satu ilmu kesaktian yang didasarkan pada kekuatan alam sekitarnya. Dalam keadaan terdesak Pamanyala bermaksud hendak melarikan diri. Namun tidak terduga muncullah Jin Lumpur Hijau membantu. Dikeroyok dua orang, Pasedayu jadi tak berdaya. Apalagi setelah Pamanyala mengeluarkan ilmu kesaktiannya berupa kobaran api raksasa menelikung seputar Pasedayu.
Pada saat-saat dimana Pasedayu akan ditumpas habis dan menemui ajal, tiba-tiba muncullah Bintang bersama dua kawannya yakni Bayu dan Arya. Untuk menyelamatkan si kakek, Bintang keluarkan ilmu kesaktian bernama Segel Dewa Air, Angin Es Beku. Kobaran api ganas Pamanyala bukan saja padam tapi kakek jahat ini bersama-sama Jin Lumpur Hijau serta merta berub
DALAM Episode sebelumnya diceritakan bagaimana Ruhcinta, mengalami bencana, dikeroyok oleh kaki tangan Jin Muka Seribu yakni Ruhjahilio dan Pajahilio yang dikenal dengan julukan Sepasang Jin Bercinta. Dalam pertempuran hebat dua kakek nenek jahat ini menyerang dengan mempergunakan sejenis bubuk beracun sehingga Ruhcinta roboh pingsan tak sadarkan diri. Sebelum bencana lebih hebat menimpa gadis murid Jin Lembah Paekatakhijau ini muncullah Si Jin Budiman alias Patampi memberikan pertolongan. Orang yang wajahnya selama ini selalu ditutup tanah liat hitam itu kini menampakkan diri dengan wajah aslinya.Jin Muka Seribu yang ada di tempat itu coba menghadang ketika Si Jin Budiman menyelamatkan Ruhcinta. Tapi gagal. Penguasa Istana Surga Dunia ini kemudian melarikan diri menghindari bentrokan dengan Bintang. Bintang sendiri yang merasa khawatir akan keselamatan Ruhcinta, bersama Jin Selaksa Angin alias Ruhpingitan segera melakukan pengejaran sementara Bayu, Arya dan Betina Bercula m
"Wuuttt!"Selarik sinar hitam berbentuk kipas dipenuhi cahaya- cahaya terang seperti tebaran bunga api berkiblat di udara!"Pukulan Menebar Budi!" teriak Ksatria Pengembara.Tahu keganasan pukulan sakti itu dia segera lepaskan jembakannya pada rambut Si Jin Budiman. Lalu melompat satu tombak ke belakang seraya lepaskan pukulan Tapak Guntur."Bummm!""Bummm!"Dua letusan menggelegar di tempat itu. Air telaga muncrat setinggi tiga tombak. Belasan burung belibis menjerit keras ketakutan lalu beterbangan ke udara.Bintang jatuh terhenyak di tanah. Mukanya pucat dan dadanya berdenyut sakit. Jin Selaksa Angin tersandar ke sebatang pohon. Lututnya goyah lalu nenek ini jatuh berlutut. Di bagian lain Si Jin Budiman terpental dan terguling-guling di tanah. Mukanya mengelam. Sosoknya menghuyung ketika dia coba berdiri. Di sela bibirnya tampak lelehan darah."Masih hidup manusia keji ini rupanya!" kertak Jin Selaksa Angin. Dia menggebrak k
Jin Selaksa Angin menyaksikan apa yang terjadi di hadapannya itu dengan mata basah. Sejak tadi dia menahan diri agar tidak memancarkan kentut. Sementara Jin Paekatakhijau guru Ruhcinta tersengguk-sengguk menahan tangis.Beberapa saat kemudian ayah dan anak itu tegak berhadap-hadapan, hanya terpisah dua langkah. Keduanya saling memandang berhamburan air mata."Anakku Ruhcinta. " ucap Patampi dengan suara bergetar dan dada menggemuruh. Dua tangannya diulurkan hendak menyentuh bahu gadis itu. "Apa yang aku lakukan bukan kekejian berselubung nafsu mesum. Aku terpaksa menekan urat besar di dadamu. Aku terpaksa harus menyedot racun jahat lewat mulutmu. Hanya itu satu-satunya jalan menolong dirimu dari racun jahat yang ditebar kaki tangan Jin Muka Seribu."Ruhcinta sendiri tegak tak bergerak. Telinganya terbuka, tapi dia seolah tidak mendengar apa yaru diucapkan Patampi. Mulutnya ikut terbuka. Bibirnya bergeletar. Ingin ia mengucapkan kata "Ayah" tetapi lidahnya serasa
"Kau memang pantas berbuat baik pada Si Jin Budiman itu. Siapa tahu satu hari dia kelak akan menjadi ayah mertuamu! Hik... hik. hik!""Butt prett!""Mulutmu enak saja bicara Nek!" gerutu Bintang mendengar ucapan si nenek muka kuning.Jin Selaksa Angin tersenyum geli. "Tadi aku dengar kau lagi-lagi menyebut nama Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Kapan kau mau menerangkan siapa adanya Gusti Allah itu. Lalu dimana aku bisa menemuiNya?"Kini Bintang yang tertawa. "Nanti Nek, kalau kau sudah bertemu dengan suamimu Pasedayu, pada saat itulah kau akan merasakan kekuasaan dan kasihnya Gusti Allah”"Jadi aku harus bertemu dulu dengan kakek sial itu, baru bisa tahu Gusti Allah?"Bintang tersenyum. Sulit baginya menerangkan pada Jin Selaksa Angin. Sebaliknya karena tidak mendapat jawab si nenek muka kuning lalu pancarkan kentutnya."Buttt prett!"Habis kentut tiba-tiba si nenek berbalik.Bintang memandang dengan heran lalu bertany
SATU cahaya merah melesat dari langit, membuat Dewi Awan Putih yang tengah duduk di bawah keteduhan pohon besar di tepi kelokan sungai terkejut. Cepat-cepat dia menyembunyikan benda yang sejak tadi dipegangnya ke balik pakaian putihnya. Satu sosok terbungkus gulungan kain sutera merah tahu-tahu sudah berada di hadapan Dewi Awan Putih. Bau harum mewangi memenuhi udara di tempat itu."Hai, kau terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba ini Dewi Awan Putih?" Satu suara parau menegur."Ratu Dewi!" seru Dewi Awan Putih ketika menyadari siapa yang tegak di hadapannya. Lalu dia menjura memberi hormat."Keterkejutanku rasanya sangat beralasan Hai Ratu Dewi. Aku berada di tempat terpencil begini rupa. Bagaimana kau bisa mengetahui kehadiranku di sini. Kemudian, bukankah sejak beberapa purnama ini kau diketahui mengucilkan diri menjauhi alam manusia dan alam Dewi? Mengapa kini kau mendadak muncul? Apakah pengucilan dirimu telah berakhir?"Yang tegak di hadapan Dew
Ratu Dewi mengangguk. "Kau boleh segera pergi Hai kerabatku. Namun ada satu hal lagi yang ingin kukatakan. Pada hari lima belas bulan dua belas mendatang, pergilah ke Istana Surga Dunia. Atas undangan Jin Muka Seribu disitu akan berkumpul semua tokoh utama Negeri Jin. Tapi berhati-hatilah. Satu hal besar menurut firasatku akan terjadi di tempat itu.""Aku memang sudah mendengar berita undangan itu. Dan aku juga sudah memutuskan untuk pergi..."Ratu Dewi tersenyum. "Selamat tinggal Dewi Awan Putih. Aku akan kembali ke tempat pengasinganku. Jangan lupa kewajibanmu mencari pemuda yang telah mencemari kehidupan kita bawan Dewi. Sudah sejak lama kaum kita dipermalukan dan dipaksa bertekuk lutut di depan kaki laki-laki bawan manusia. Kalau tidak diambil tindakan tegas, kejadian seperti itu akan terulang berkali-kali”"Aku tahu apa yang harus dilakukan," kata Dewi Awan Putih pula lalu menjura lebih dahulu sebelum Ratu Dewi meninggalkan tempat itu. Sikap Dewi Awan
Tentu saja Dewi Awan Putih tidak mau menerangkan bentrokannya dengan dua nenek sakti itu. "Selamat tinggal Pamanyala! Mudah-mudahan kita bisa bertemu di Istana Surga Dunia pada hari lima belas bulan dua belas!""Dewi Awan Putih, tunggu dulu!" seru Pamanyala.Dua kali melangkah makhluk ini sudah berada di depan sang Dewi. "Aku belum menjelaskan maksud pertemuan kita ini”"Hemm.. Kalau begitu kau hadir karena sengaja mencari diriku”"Tidak salah. Tapi jangan kau menaruh curiga. Aku datang membawa maksud baik”"Katakanlah maksud baik yang bagaimana?"Dari balik pakaiannya yang dikobari api Pamanyala keluarkan seuntai kalung terbuat dari butir-butir batu yang dikobari nyala api berwarna biru aneh. Dewi Awan Putih terkejut melihat benda itu."Kalung Api Buana Biru..." katanya menyebut nama benda itu. Setahu Dewi Awan Putih kalung itu adalah benda keramat milik para Dewa yang semasa jabatan Pamanyala sebagai Wakil Para Dew
"Ah! Hati dan pikiranmu rupanya mulai terbuka! Tapi harap maafkan diriku Hai Dewi Awan Putih. Menurut Dewa itu aku tidak boleh menerima apapun yang berbentuk kain atau pakaian darimu. Berarti kau harus menyerahkan benda lain pengganti kalung keramat ini!""Pamanyala! Silat lidahmu hanya menghabiskan waktuku saja! Jika Utusan Dewa tidak mau menerima pemberianku berupa selendang biru ini, maka harap dia suka menerima dua bola mataku!" Habis berkata begitu Dewi Awan Putih kedipkan dia matanya dan putar kepalanya.Begitu mata dikedipkan maka melesatlah dua larik cahaya biru. Begitu kepala diputar maka cahaya biru itu bergulung menghantam kobaran api di sekeliling dan di atas Dewi Awan Putih."Wuussss! Wussss!""Buummm! Bummm!"Cahaya biru menyabung menyambar kobaran api. Dua letusan dahsyat menggoncang tempat itu. Air sungai memercik sampai setengah tombak. Daun-daun pohon yang kering berkobar diterjang api. Dewi Awan Putih menggebrak tunggangannya, be