"Kau memang pantas berbuat baik pada Si Jin Budiman itu. Siapa tahu satu hari dia kelak akan menjadi ayah mertuamu! Hik... hik. hik!"
"Butt prett!"
"Mulutmu enak saja bicara Nek!" gerutu Bintang mendengar ucapan si nenek muka kuning.
Jin Selaksa Angin tersenyum geli. "Tadi aku dengar kau lagi-lagi menyebut nama Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Kapan kau mau menerangkan siapa adanya Gusti Allah itu. Lalu dimana aku bisa menemuiNya?"
Kini Bintang yang tertawa. "Nanti Nek, kalau kau sudah bertemu dengan suamimu Pasedayu, pada saat itulah kau akan merasakan kekuasaan dan kasihnya Gusti Allah”
"Jadi aku harus bertemu dulu dengan kakek sial itu, baru bisa tahu Gusti Allah?"
Bintang tersenyum. Sulit baginya menerangkan pada Jin Selaksa Angin. Sebaliknya karena tidak mendapat jawab si nenek muka kuning lalu pancarkan kentutnya.
"Buttt prett!"
Habis kentut tiba-tiba si nenek berbalik.
Bintang memandang dengan heran lalu bertany
SATU cahaya merah melesat dari langit, membuat Dewi Awan Putih yang tengah duduk di bawah keteduhan pohon besar di tepi kelokan sungai terkejut. Cepat-cepat dia menyembunyikan benda yang sejak tadi dipegangnya ke balik pakaian putihnya. Satu sosok terbungkus gulungan kain sutera merah tahu-tahu sudah berada di hadapan Dewi Awan Putih. Bau harum mewangi memenuhi udara di tempat itu."Hai, kau terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba ini Dewi Awan Putih?" Satu suara parau menegur."Ratu Dewi!" seru Dewi Awan Putih ketika menyadari siapa yang tegak di hadapannya. Lalu dia menjura memberi hormat."Keterkejutanku rasanya sangat beralasan Hai Ratu Dewi. Aku berada di tempat terpencil begini rupa. Bagaimana kau bisa mengetahui kehadiranku di sini. Kemudian, bukankah sejak beberapa purnama ini kau diketahui mengucilkan diri menjauhi alam manusia dan alam Dewi? Mengapa kini kau mendadak muncul? Apakah pengucilan dirimu telah berakhir?"Yang tegak di hadapan Dew
Ratu Dewi mengangguk. "Kau boleh segera pergi Hai kerabatku. Namun ada satu hal lagi yang ingin kukatakan. Pada hari lima belas bulan dua belas mendatang, pergilah ke Istana Surga Dunia. Atas undangan Jin Muka Seribu disitu akan berkumpul semua tokoh utama Negeri Jin. Tapi berhati-hatilah. Satu hal besar menurut firasatku akan terjadi di tempat itu.""Aku memang sudah mendengar berita undangan itu. Dan aku juga sudah memutuskan untuk pergi..."Ratu Dewi tersenyum. "Selamat tinggal Dewi Awan Putih. Aku akan kembali ke tempat pengasinganku. Jangan lupa kewajibanmu mencari pemuda yang telah mencemari kehidupan kita bawan Dewi. Sudah sejak lama kaum kita dipermalukan dan dipaksa bertekuk lutut di depan kaki laki-laki bawan manusia. Kalau tidak diambil tindakan tegas, kejadian seperti itu akan terulang berkali-kali”"Aku tahu apa yang harus dilakukan," kata Dewi Awan Putih pula lalu menjura lebih dahulu sebelum Ratu Dewi meninggalkan tempat itu. Sikap Dewi Awan
Tentu saja Dewi Awan Putih tidak mau menerangkan bentrokannya dengan dua nenek sakti itu. "Selamat tinggal Pamanyala! Mudah-mudahan kita bisa bertemu di Istana Surga Dunia pada hari lima belas bulan dua belas!""Dewi Awan Putih, tunggu dulu!" seru Pamanyala.Dua kali melangkah makhluk ini sudah berada di depan sang Dewi. "Aku belum menjelaskan maksud pertemuan kita ini”"Hemm.. Kalau begitu kau hadir karena sengaja mencari diriku”"Tidak salah. Tapi jangan kau menaruh curiga. Aku datang membawa maksud baik”"Katakanlah maksud baik yang bagaimana?"Dari balik pakaiannya yang dikobari api Pamanyala keluarkan seuntai kalung terbuat dari butir-butir batu yang dikobari nyala api berwarna biru aneh. Dewi Awan Putih terkejut melihat benda itu."Kalung Api Buana Biru..." katanya menyebut nama benda itu. Setahu Dewi Awan Putih kalung itu adalah benda keramat milik para Dewa yang semasa jabatan Pamanyala sebagai Wakil Para Dew
"Ah! Hati dan pikiranmu rupanya mulai terbuka! Tapi harap maafkan diriku Hai Dewi Awan Putih. Menurut Dewa itu aku tidak boleh menerima apapun yang berbentuk kain atau pakaian darimu. Berarti kau harus menyerahkan benda lain pengganti kalung keramat ini!""Pamanyala! Silat lidahmu hanya menghabiskan waktuku saja! Jika Utusan Dewa tidak mau menerima pemberianku berupa selendang biru ini, maka harap dia suka menerima dua bola mataku!" Habis berkata begitu Dewi Awan Putih kedipkan dia matanya dan putar kepalanya.Begitu mata dikedipkan maka melesatlah dua larik cahaya biru. Begitu kepala diputar maka cahaya biru itu bergulung menghantam kobaran api di sekeliling dan di atas Dewi Awan Putih."Wuussss! Wussss!""Buummm! Bummm!"Cahaya biru menyabung menyambar kobaran api. Dua letusan dahsyat menggoncang tempat itu. Air sungai memercik sampai setengah tombak. Daun-daun pohon yang kering berkobar diterjang api. Dewi Awan Putih menggebrak tunggangannya, be
Melihat keadaan tubuh lelaki yang serba bugil walau tertutup api tipis, Dewi Awan Putih menjadi merah mukanya."Makhluk kurang ajar! Ilmu iblis apa yang kau perlihatkan padaku!" bentak sang Dewi. Justru disinilah kesalahan Dewi Awan Putih. Siapa saja yang menyaksikan sosok Jin Api Menari sekali-kali tidak boleh terpengaruh. Kalau sampai terpengaruh maka hawa aneh akan merasuk masuk ke dalam tubuhnya dan dalam alam diluar sadar orang itu akan ikut menari.Lebih celakanya dia akan membuka pakaiannya satu persatu agar dapat bersama bugil dengan sang Jin!Perlahan-lahan Dewi Awan Putih mulai menggerakkan kaki dan sepasang tangannya menirukan gerak tari Pamanyala. Sesaat kemudian ketika Pamanyala menari mengelilinginya Dewi Awan Putih gerakkan dua tangannya membuka ikatan pinggang pakaian sutera putihnya. Sebagian dada dan perutnya yang putih mulus tersingkap. Pada saat itu pula sebuah benda yang sejak tadi disimpannya di balik pinggang, meluncur jatuh ke tahan. Sepa
Dua kaki Jin Terjungkir Langit membuat gerakan bersilang. Kabut kebiruan menebar. Lalu bukkk!Kekuatan hawa dingin saling bentrokan dengan hawa panas lewat beradunya dua kaki."Cessss!"Jin Terjungkir Langit terbalik tunggang langgang.Pamanyala sendiri terpental jauh. Ketika dia bangkit berdiri tubuhnya tampak miring. Kaki kanannya yang tadi beradu dengan kaki lawan kini tidak di kobari api lagi dan kelihatan bengkok hitam kebiruan. Pamanyala tidak bisa mempercayai bagaimana musuh yang telah kehilangan seluruh ilmu kesaktiannya dan sengsara berpuluh tahun dalam kutukannya ternyata masih memiliki ilmu kesaktian yang bisa membuat dirinya cidera begitu rupa! Sudah dua kali sebelum ini dia dipecundangi! Sekali ini dia harus bisa melumat menghabisi musuh besarnya ini!Pamanyala membentak keras. Dua tangannya digerakkan. Dua larik kobaran api bergulung di seputar tubuh Jin Terjungkir Langit. Sekali lagi Pamanyala menggerakkan dua tangan. Seperti tadi wa
Pandangan Dewi Awan Putih kembali pada Bintang. Untuk sesaat lamanya dua orang ini saling menatap tanpa ada kata yang terucap. Kemudian Bintang bergerak. Dewi Awan Putih mengira sang pendekar hendak mendatanginya. Ternyata Bintang mendekati sosok nenek berjubah kuning. Dalam kecewa Dewi Awan Putih merasa lega. "Dia tidak mendatangiku. Dia tidak mengatakan apa-apa. Berarti dia tidak melihat. Dia tidak tahu kalau Cincin Berbatu Hijau ada padaku”* * *RUHPINGITAN alias Jin Selaksa Kentut terduduk memeluk dan menangisi sosok Jin Terjungkir Langit yang diletakkannya di atas pangkuannya. Beberapa bagian kulit tubuh kakek ini tampak terkelupas merah. Saat itu Bayu, Arya dan Betina Bercula yang mengikuti perjalanan Bintang telah sampai pula di tempat itu. Mereka tidak tahu mau berbuat apa. Lebih- lebih ketika melihat Dewi Awan Putih. Sejak Peristiwa Dewi Awan Putih menganiaya Maithatarun tempo hari, ketiga orang itu tidak lagi menaruh hormat pada san
"Kalau suka saja tak ada artinya. Yang aku ingin kan adalah kawin. Juga dia sendiri dulu yang jelas-jelas kudengar berkata mau kawin denganku!" si nenek merajuk.Mendengar ucapan si nenek itu Bayu dan Betina Bercula jadi tersenyum geli. Bintang tertawa lebar. Dia memandang pada si kakek lalu berkata. "Kek, apa ikan asap atau ikan pindang mengingatkan kau pada seseorang?"Wajah tua Jin Terjungkir Langit langsung berubah. Kakek ini usap janggutnya berulang kali dan basahi bibirnya dengan ujung lidah. "Kau membuat air liurku keluar. Itu makanan kesayanganku sejak muda. Tapi sudah puluhan tahun aku tak pernah mencicipinya”Nenek muka kuning memegang lengan Bintang dan berbisik. "Kau dengar sendiri. Dia hanya ingat pada ikannya. Bukan padaku. ""Kek, kalau kau memang suka ikan pindang atau ikan asap, apa kau masih ingat siapa yang paling pandai memasakkannya untukmu?""Tentu saja istriku! Tapi dia entah dimana sekarang. Puluhan tahun kami berpisah