Sesaat lagi Pukulan Tangan Dewa Merajam Bumi akan menghantam makhluk bermuka tanah Hat itu, tiba-tiba dari kegelapan malam berkelebat seseorang sambil menyorongkan sebatang tongkat bambu berwarna kuning, berusaha menangkis serangan Ruhcinta.
"Kraakkk!"
Tongkat bambu patah. Pukulan Ruhcinta melenceng ke kiri. Membongkar tanah dan bebatuan yang ada di tempat itu. Sosok Si Jin Budiman walau selamat tapi terlempar sejauh dua tombak. Bahu kirinya seperti ditusuk puluhan jarum dan tak bisa digerakkan. Terhuyung-huyung dia bangkit berdiri Jika saja mukanya tidak dilapisi tanah liat jelas akan terlihat bagaimana wajahnya pucat seputih kain kafan! Orang ini menatap sebentar ke arah Ruhcinta, lalu tidak menunggu lebih lama dia putar tubuhnya dan lenyap dari tempat itu.
Ruhcinta hendak mengejar tapi satu suara berkata mencegahnya.
"Tak perlu kau kejar orang itu Ruhcinta. saatnya kelak kalian akan bertemu kembali!"
Ruhcinta terkejut. Dia seperti mengenali suar
Bayu yang suka bicara usil tiba-tiba membuka mulut "Nenek yang kepala dan muka serta tubuhnya ketutupan kodok, kau menyebut kami bertiga aneh. Apa anehnya dari kami ini?"Jin Lembah Paekatakhijau berpaling pada Bayu. Dia pandangi pemuda itu sesaat lalu sambil tersenyum dia menjawab. "Aku mulai dengan kawanmu itu." Si nenek menunjuk ke arah Arya."Kukatakan aneh karena telinganya sebelah kanan kulihat terbalik! Hik... hik! Bagiku itu aneh, entah bagi orang lain. Hik... hik... hik!"Arya delikkan mata. Tapi dia tidak marah malah tertawa gelak-gelak menimpali cekikikan si nenek."Itu keanehan sahabatmu itu? Sekarang sobatmu yang kedua. Jelas dia laki-laki asli. Tapi mengapa berpakaian dan berdandan serta bersikap seperti perempuan? Padahal otaknya tidak miring! Apa itu tidak aneh namanya?"Kini giliran Betina Bercula yang beliakkan mata. Tapi dia juga tidak marah malah sambil senyum-senyum dia berkata. "Kau memang tidak tahu Nek! Di mata manusia
Mendengar cerita sang murid tampang si nenek yang tertimbun puluhan katak hijau jadi mengkeret kaku."Laki-laki memang jahanam semua!" katanya dengan suara bergetar."Kau betul Nek, laki-laki memang kurang ajar semua!" menimpali Betina Bercula."Aku tersinggung! Tidak semua laki-laki jahanam. Tidak semua laki-laki kurang ajar! Buktinya diriku!" kata Arya pula."Ooo. Kalau orang sepertimu memang sudah kurang ajar sejak lahirnya!" tukas si nenek.Saking kesalnya mendengar ucapan si nenek, Arya pelintir telinganya sendiri.Ruhmasigi berpaling pada muridnya. "Ruhcinta, aku akan mencari makhluk bermuka tanah liat Juga pemuda bernama Bintang itu."Si nenek kemudian melangkah mendekati Bayu dan teman-temannya kembali. Ruhcinta mengikuti. Sambil melangkah si nenek serahkan batu bunga mawar merah pada muridnya."Simpan benda ini baik-baik. Pada saatnya dia akan menjadi barang bukti yang tiada bernilai. Aku akan mencari nenekmu Jin Penju
SOSOK Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang tergeletak tak jauh dari tepian telaga tampak bergerak. Dari mulutnya keluar suara mengerang Saat itu memasuki dini hari. Keadaan sekitar telaga gelap pekat dan udara dingin mencucuk sekujur tubuhnya. Perlahan-lahan orang tua yang otaknya berada di luar batok kepala ini membuka sepasang matanya. Mula-mula dia hanya melihat kegelapan menghitam. Kemudian dia mulai mengenali apa yang ada di atasnya. Langit kelam."Dimana aku ini... apa yang terjadi dengan diriku?" Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab gerakkan tubuhnya, berusaha bangkit Sesaat dia terduduk di tanah, memandang berkeliling. "Ada telaga di sebelah sana... ada batu-batu hancur..." Lalu pandangannnya ditujukan pada dirinya sendiri. Dia menjadi kaget ketika melihat jubah putihnya berubah kuning. Bukan cuma jubah, tangan dan kakinya juga berwarna kuning. Kakek ini mengusap wajahnya berulang kali. "Walau tidak melihat, tapi aku yakin wajahku saat ini pasti juga berwarna kuning. Apa yang
Di tepi telaga Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab siap menanggalkan jubah putihnya. Tapi tiba-tiba ada suara sesuatu seperti sayap besar mengepak di udara. Dia cepat membalik. Saat itu sebuah benda besar kecoklatan melayang rendah di antara pepohonan lalu mendarat di tanah di hadapan si kakek, Ternyata benda ini adalah kura-kura raksasa bersayap lebar. Dan di atas punggung kura-kura terbang ini melompat turun seorang dara berpakaian ungu, berambut digulung ke atas dan berwajah cantik menawan. Sikapnya anggun ketika tegak berdiri berkacak pinggang memandang pada Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab.Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab yang sudah kenal siapa gadis ini memandang dengan wajah sinis karena dia tahu, sesuai kabar yang disirapnya di masa lalu, gadis ini adalah kekasih Jin Muka Seribu Hanya dalam hati si kakek bertanya-tanya sudah sejak berapa lama gadis itu berada di sekitar telaga. Mungkin juga telah melihat kemunculan gadis berpakaian putih panjang tadi."Aku mau membe
Makhluk yang mukanya tertutup tanah liat kering hitam itu sampai di puncak bukit kecil berbatu-batu. Dengan nafas mengengah dia tegak bersandar ke satu batu besar. Di sini dia membuka bagian atas jubah hitamnya. Begitu dadanya telanjang kelihatan bahu kirinya bengkak kemerahan. Sejak beberapa waktu lalu dia tidak sanggup menggerakkan sekujur tangan kirinya mulai dari bahu sampai ke ujung-ujung jari. Rasa sakit mendera hampir tak tertahankan. Itulah bekas dan akibat pukulan Tangan Dewa Merajam Bumi yang dilepaskan Ruhcinta sewaktu terjadi perkelahian di tepi telaga"Gadis secantik itu, tidak disangka memiliki pukulan begini! ganas. Berkali-kali aku mengerahkan tenaga dalam dan mengatur jalan darah. Tapi cidera ini seperti tak mau sembuh. Sekarang tubuhku terasa panas. Mungkin sekali pukulan ini mengandung racun jahat! Kalau saja pukulannya lebih ke sebelah tengah, mungkin jantungku sudah ambruk dan saat ini aku sudah berada di alam roh. Aku tak takut mati. Tapi kalau aku sampa
Di depan sebuah goa nenek aneh itu tegak berkacak pinggang lalu berseru. "Ruhmasigi! Aku datang! Hari sudah mau siang! Apa kau masih enak-enakan melingkar tidur di dalam sana?!"Baru saja si nenek berteriak begitu tiba-tiba ratusan ekor katak berbagai ukuran keluarkan suara mengorek riuh dan melesat menempel di kepala, muka serta tubuhnya sampai ke kaki."Katak-katak sialan!" maki si nenek walau kuduknya jadi merinding. "Ruhmasigi! Kalau kau tidak segera keluar jangan menyesal ratusan katakmu akan kujadikan bangkai untuk santapan pagimu?"Dari dalam goa terdengar suara tawa mengekeh. Sesaat kemudian muncullah sosok Ruhmasigi alias Jin Lembah Paekatakhijau. Dia tegak di mulut goa sambil kucak-kucak matanya."Tua bangka kurang ajar berjuluk Jin Penjunjung Ron alias Ruhniknik! Puluhan tahun kau menghilang! Di lobang semut mana kau sembunyi selama ini? Kini muncul untung masih kukenal! Tapi kurang ajarnya begitu datang ke tempat orang berteriak tidak karuan!
"Datangnya dari arah pohon itu. Aku....” Belum habis Ruhmasigi alias Jin Lembah Paekatakhijau berucap, Jin Penjunjung Roh telah melesat, berkelebat ke balik pohon besar. Tak selang berapa lama sesosok tubuh berjubah hitam terlempar dan jatuh terbanting di depan goa, di hadapan Ruhmasigi. Si nenek delikkan matanya."Jin Budiman! Kau!""Benar, memang dial" kata Jin Penjunjung Roh yang kembali telah berada di depan goa dan memandang garang pada sosok yang tergelimpang di tanah.* * *SOSOK yang terkapar di tanah itu memang adalah makhluk bermuka tanah Hati Si Jin Budiman. Ketika dia mencoba bangun, Jin Penjunjung Roh yang tadi mencekalnya di balik pohon lalu melemparkannya kedepan goa, segera injak dadanya hingga Si Jin Budiman kembali terhantar tertelentang di tanah."Biarkan dia bangkit dan duduk di tanah! Aku ingin menanyainya!" kata Jin Lembah Paekatakhijau."Aku yakin dia sengaja menguntit aku sampai ke tempat ini! Past
Si Jin Budiman sendiri tampak berkaca-kaca dua matanya. Jin Lembah Paekatakhijau mulai sesenggukan. "Kalau...kalau kau memang Patampi anakku, di punggungmu pasti ada tanda kehijauan. " Mendengar kata-kata Jin Penjunjung Roh itu Si Jin Budiman gerakkan tangan kanan untuk menurunkan jubahnya sampai sebatas pinggang. Lalu dia memutar tubuh, mengarahkan punggungnya pada Jin Penjunjung Roh. Si nenek terdengar memekik keras ketika dia melihat pada punggung Si Jin Budiman ada tanda kehijauan sebesar telapak tangan. Si Jin Budiman tarik jubahnya ke atas kembali. Masih dalam keadaan berlutut dia memutar tubuh, berhadap-hadapan lagi dengan si nenek. "Nenek, apakah kau bisa memberikan satu kepastian siapa adanya diri saya sebenarnya?" Jin Penjunjung Roh menggerung keras. "Kau... kau jangan panggil aku Nenek. Kau adalah anakku! Patampi! Kau adalah anakku! Aku ini ibumu!" Tak dapat menahan hatinya lagi Ruhniknik alias Jin Pe