Sesaat kemudian perempuan itu sudah terlibat dalam jaring. Masih untung larikan-larikan api jaring telah berubah menjadi seperti tali-tali biasa. Kalau tidak niscaya sekujur wajah dan tubuh Ruhsantini akan menjadi terbakar hangus!
"Celaka!" Di sebelah sana Jin Terjungkir Langit berseru kaget melihat bagaimana Ruhsantini telah masuk dalam libatan jaring. Bagaimana pun dia berusaha meloloskan diri tetap saja tidak berhasil. Si kakek sendiri saat itu tengah berusaha mengatur jalan darah dan pernafasannya. Bentrokan antara kabut saktinya tadi dengan api jaring biru telah membuat tubuhnya tergoncang hebat luar dalam. Begitu keadaannya pulih kembali, cepat dia berkelebat mendekati Ruhsantini. Tangannya bergerak kian kemari untuk merobek dan memutus jaring. Sia-sia belaka! Jin Bara Neraka keluarkan suara tawa bergelak.
"Jangan harap dia bisa keluar dari dalam jaring itu! Tidak ada satu makhlukpun bisa membebaskannya! Aku memang tidak berhasil membunuh mereka. Tapi aku sudah c
Sementara di langit sang surya semakin mendekati ufuk tenggelamnya. Sebentar lagi tempat itu akan menjadi gelap. Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba semak belukar di sebelah kiri terkuak. Tiga sosok muncul dan salah satu diantaranya berucap."Seruan yang memanggil-manggil nama Maithatarun tadi pasti datang dari tempat ini! Tapi tak ada siapa siapa di sini!""Hei! Lihat di sebelah sana! Ada orang tergeletak di dalam jaring aneh!" Suara kedua berseru Menyusul orang ke tiga ikut berteriak."Di sebelah situ juga ada jaring satu lagi! Ada orang terjebak di dalamnya!""Kawan-kawan! Kau lekas memeriksa orang di dalam jaring sebelah sana! Aku akan berusaha menolong orang satunya!" Ketika orang yang bicara ini melompat ke hadapan jaring dimana Ruhsantini berada kagetlah dia karena dia masih bisa mengenali siapa adanya perempuan itu."Bukankah... Bukankah kau orangnya yang bernama Ruhsantini?"Ruhsantini memperhatikan dari dalam jaring. Matanya penuh
"Ruhcinta?!" Bintang memanggil kembali. Setelah ditunggu tetap tak ada jawaban Bintang bersiap untuk mengerahkan Ilmu Mata Dewa yang didapatnya dari Dewa Kera. Ilmu yang sebelumnya hanya bisa digunakan untuk melihat segala sesuatunya dengan lebih jelas dan mampu melihat kelemahan jurus lawan, kini Bintang telah meningkatkan kemampuan Mata Dewanya. Mata Dewa kini mampu melihat tembus pandang. Namun hal itu urung dilakukan oleh Bintang, karena saat itu lapat-lapat mendadak dia mendengar suara orang menangis."ltu seperti suara Ruhcinta! Ada apa dia menangis..." Bintang sibakkan serumpunan semak belukar lalu bergerak cepat ke arah datangnya suara orang menangis. Suara tangisan itu terdengar semakin jelas tanda semakin dekat. Namun sampai sekian lama Bintang masih belum juga menemukan Ruhcinta. Sementara itu tanpa disadarinya Bintang telah masuk makin jauh ke dalam rimba belantara Alas Diam Salawasan.Di satu tempat Bintang akhirnya hentikan langkah. Udara bertambah kelam.
"Tua bangka keparat! Aku memang sudah lama mendengar kejahatanmu! Antara kita tidak ada permusuhan! Mengapa kau hendak mencelakai aku? Siapa menyuruhmu?!"Si nenek hanya menjawab dengan tawa cekikikan. Bintang gerakan dua tangannya. Sosok si nenek dibantingkannya ke tanah hingga mengeluarkan suara bergedebukan. Tapi hebatnya si nenek cepat bangkit dan kembali tertawa panjang melengking-lengking. Dengan dua tangannya Bintang tangkap leher si nenek. Namun dia tak mampu meneruskan gerakannya untuk mencekik atau mematahkan leher kurus itu. Seperti ada satu kekuatan aneh membendung apa yang hendak dibuatnya. Tiba-tiba si nenek gerakkan kedua tangannya."Bukk ... bukkk ... bukkk!" Jotosan keras melanda dada Bintang. Berteriak kesakitan Bintang terpaksa lepaskan cengkeramannya di leher si nenek. Terhuyung-huyung dia cepat imbangi diri lalu tidak menunggu lebih lama Bintang menghantam tubuh si nenek dengan gerakan menepuk. ‘Tepuk Guntur’ dikerahkan. Jangankan tubuh
"Jangan-jangan yang kulihat tadi Jin penghuni rimba belantara ini ...” pikir Bintang dengan tengkuk merinding. Dia kembali ke tempatnya semula. Menunggu kalau-kalau sosok tadi terlihat kembali. Tapi orang itu ternyata tidak muncul lagi. Bintang memandang ke arah timur. Langit masih tampak gelap pertanda sang surya masih lama baru akan terbit.Tiba-tiba terdengar suara seperti ada satu benda meluncur di dalam air. Bintang palingkan kepalanya menatap tajam-tajam ke dalam telaga. Kejut pemuda ini bukan alang kepalang ketika tiba-tiba pandangannya membentur satu sosok panjang, hitam berkilat melesat keluar dari dalam telaga, langsung menyambar ke arahnya!"Ular besarl" seru Bintang, Dia jatuhkan diri ke tanah lalu berguling menjauhi tepi telaga. Namun dari arah kanan tiba-tiba ada yang menyambar.“Wuuuuttt!""Bukkkk!"Bintang mengeluh tinggi. Tulang pinggulnya serasa hancur. Binatang panjang yang keluar dari dalam telaga ternyata tela
"RIMBA belantara aneh ..." kata Bintang yang saat itu masih mendekam di atas pohon berdaun jarang."Suara kicau burungpun terdengar menyeramkan!" Dia memandang ke arah timur. Langit di ufuk sana mulai kelihatan terang pertanda sang surya sebentar lagi akan muncul memperlihatkan diri menerangi jagat.Dari atas pohon Bintang memandang ke arah telaga kecil. Di tepi telaga tampak bangkai besar ular hitam masih tergeletak. Kicau burung semakin riuh. Di kejauhan ayam hutan mulai berkotek bersahut-sahutan. Langit di sebelah timur semakin terang. Bintang melompat turun dari atas pohon melangkah menuju telaga. Bangkai ular ditendangnya dengan kaki kiri hingga terpental jauh. Dia memperhatikan keadaan didalam dan sekitar telaga. Setelah memastikan tempat itu benar-benar aman baru dia masuk ke dalam telaga untuk membersihkan diri.Ketika dia keluar dari telaga Bintang dapatkan matahari telah muncul di sebelah timur."Aku harus keluar dari hutan celaka ini!" kata Bin
"Kalau tidak percaya majulah. Jalan ke arah sana..." Arya menyeringai. Masih menganggap Bayu bergurau. Dia melangkah ke depan. Baru berjalan tiga langkah tiba-tiba ada angin menyambar keras, membuatnya terpental dan jatuh duduk di tanah. Mukanya pucat."Ada yang tidak beres. Tempat ini pasti tempat angker. Lekas pergi dari sini ..." kata Arya seraya bangkit berdiri. Bayu memandang berkeliling. Meski hatinya mulai was-was namun dia ingin mencoba sekali lagi. Kali ini dia tidak berjalan cepat tapi melangkah perlahan-lahan. Pada langkah ke empat tubuhnya seperti membentur sebuah tembok yang tidak kelihatan. Dia tidak bisa meneruskan langkah. Dua tangannya diacungkan ke depan. Dia menyentuh sesuatu yang keras tapi tidak berujud. Dia coba mendorong. Daya dorongnya membalik ke arah dirinya sendiri. Makin keras dia mendorong makin keras daya balik mendera tubuhnya."Ada apa...?" bertanya Arya ketika dilihatnya wajah Bayu bukan saja keringatan tapi juga memutih pucat."
BINTANG duduk dengan paha dirapatkan. Pedang Pilar Bumi diletakkannya di atas pangkuan. Memandang ke langit dilihatnya matahari mulai menggelincir ke barat Sampai saat itu dia masih bingung karena tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan dirinya.Apa lagi setelah hampir setengah harian dia mengelilingi rimba belantara itu namun tidak kunjung bisa keluar. Tanpa setahunya sepasang mata mengintip dari balik serumpunan semak belukar lebat. Tiba-tiba dia dikejutkan oleh sebuah benda hijau melayang di udara lalu jatuh di tanah, beberapa langkah di hadapannya.Ksatria Pengembara tidak segera memperhatikan benda apa yang jatuh di tanah itu. Sebaliknya perhatiannya lebih tertuju pada arah datangnya benda tersebut Saat itu dia melihat ujung semak belukar di sebelah sana tampak bergerak-gerak. Tanpa sadar akan keadaan dirinya dan mengira ada orang bermaksud jahat padanya dia cepat melompat ke arah semak belukar sambil putar Pedang Pilar Bumi di atas kepala. Sinar putih berki
RIMBA ALAS DIAM SALAWASAN adalah sebuah hutan rimba yang dibuat dengan susunan dan mantra Ilmu Hitam tertentu dengan maksud untuk mengacaukan atau membuat bingung orang yang memasukinya. Selain itu juga ditanami tumbuhan beracun, jebakan-jebakan mematikan dan hewan-hewan buas dan beracun seperti ular, kalajengking, buaya dan macan. Orang asing yang tidak mengenal keadaan hutan ini, dapat masuk namun kemungkinan untuk keluar tidak ada sama sekali. Hal ini selain banyaknya jebakan-jebakan yang mematikan, juga penanaman pohon diatur sedemikian rupa, sehingga selain dapat membingungkan juga menghalangi pandangan di sekitarnya. Rimba Alas Diam Salawasan (Hutan Tinggal Abadi). Disebut demikian karena orang-orang yang mencoba masuk ke kawasan hutan ini tidak dapat keluar lagi sehingga “menetap” di sana sampai akhir hayatnya. “Rimba Alas Diam Salawasan!" ujar Bintang kaget. Dia ingat, Maithatarun pernah menuturkan keangkeran hutan ini. Lalu dia ajukan pertanyaaan. "Apa kau penguasa rimba bel