"Jangan-jangan yang kulihat tadi Jin penghuni rimba belantara ini ...” pikir Bintang dengan tengkuk merinding. Dia kembali ke tempatnya semula. Menunggu kalau-kalau sosok tadi terlihat kembali. Tapi orang itu ternyata tidak muncul lagi. Bintang memandang ke arah timur. Langit masih tampak gelap pertanda sang surya masih lama baru akan terbit.
Tiba-tiba terdengar suara seperti ada satu benda meluncur di dalam air. Bintang palingkan kepalanya menatap tajam-tajam ke dalam telaga. Kejut pemuda ini bukan alang kepalang ketika tiba-tiba pandangannya membentur satu sosok panjang, hitam berkilat melesat keluar dari dalam telaga, langsung menyambar ke arahnya!
"Ular besarl" seru Bintang, Dia jatuhkan diri ke tanah lalu berguling menjauhi tepi telaga. Namun dari arah kanan tiba-tiba ada yang menyambar.
“Wuuuuttt!"
"Bukkkk!"
Bintang mengeluh tinggi. Tulang pinggulnya serasa hancur. Binatang panjang yang keluar dari dalam telaga ternyata tela
"RIMBA belantara aneh ..." kata Bintang yang saat itu masih mendekam di atas pohon berdaun jarang."Suara kicau burungpun terdengar menyeramkan!" Dia memandang ke arah timur. Langit di ufuk sana mulai kelihatan terang pertanda sang surya sebentar lagi akan muncul memperlihatkan diri menerangi jagat.Dari atas pohon Bintang memandang ke arah telaga kecil. Di tepi telaga tampak bangkai besar ular hitam masih tergeletak. Kicau burung semakin riuh. Di kejauhan ayam hutan mulai berkotek bersahut-sahutan. Langit di sebelah timur semakin terang. Bintang melompat turun dari atas pohon melangkah menuju telaga. Bangkai ular ditendangnya dengan kaki kiri hingga terpental jauh. Dia memperhatikan keadaan didalam dan sekitar telaga. Setelah memastikan tempat itu benar-benar aman baru dia masuk ke dalam telaga untuk membersihkan diri.Ketika dia keluar dari telaga Bintang dapatkan matahari telah muncul di sebelah timur."Aku harus keluar dari hutan celaka ini!" kata Bin
"Kalau tidak percaya majulah. Jalan ke arah sana..." Arya menyeringai. Masih menganggap Bayu bergurau. Dia melangkah ke depan. Baru berjalan tiga langkah tiba-tiba ada angin menyambar keras, membuatnya terpental dan jatuh duduk di tanah. Mukanya pucat."Ada yang tidak beres. Tempat ini pasti tempat angker. Lekas pergi dari sini ..." kata Arya seraya bangkit berdiri. Bayu memandang berkeliling. Meski hatinya mulai was-was namun dia ingin mencoba sekali lagi. Kali ini dia tidak berjalan cepat tapi melangkah perlahan-lahan. Pada langkah ke empat tubuhnya seperti membentur sebuah tembok yang tidak kelihatan. Dia tidak bisa meneruskan langkah. Dua tangannya diacungkan ke depan. Dia menyentuh sesuatu yang keras tapi tidak berujud. Dia coba mendorong. Daya dorongnya membalik ke arah dirinya sendiri. Makin keras dia mendorong makin keras daya balik mendera tubuhnya."Ada apa...?" bertanya Arya ketika dilihatnya wajah Bayu bukan saja keringatan tapi juga memutih pucat."
BINTANG duduk dengan paha dirapatkan. Pedang Pilar Bumi diletakkannya di atas pangkuan. Memandang ke langit dilihatnya matahari mulai menggelincir ke barat Sampai saat itu dia masih bingung karena tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi dengan dirinya.Apa lagi setelah hampir setengah harian dia mengelilingi rimba belantara itu namun tidak kunjung bisa keluar. Tanpa setahunya sepasang mata mengintip dari balik serumpunan semak belukar lebat. Tiba-tiba dia dikejutkan oleh sebuah benda hijau melayang di udara lalu jatuh di tanah, beberapa langkah di hadapannya.Ksatria Pengembara tidak segera memperhatikan benda apa yang jatuh di tanah itu. Sebaliknya perhatiannya lebih tertuju pada arah datangnya benda tersebut Saat itu dia melihat ujung semak belukar di sebelah sana tampak bergerak-gerak. Tanpa sadar akan keadaan dirinya dan mengira ada orang bermaksud jahat padanya dia cepat melompat ke arah semak belukar sambil putar Pedang Pilar Bumi di atas kepala. Sinar putih berki
RIMBA ALAS DIAM SALAWASAN adalah sebuah hutan rimba yang dibuat dengan susunan dan mantra Ilmu Hitam tertentu dengan maksud untuk mengacaukan atau membuat bingung orang yang memasukinya. Selain itu juga ditanami tumbuhan beracun, jebakan-jebakan mematikan dan hewan-hewan buas dan beracun seperti ular, kalajengking, buaya dan macan. Orang asing yang tidak mengenal keadaan hutan ini, dapat masuk namun kemungkinan untuk keluar tidak ada sama sekali. Hal ini selain banyaknya jebakan-jebakan yang mematikan, juga penanaman pohon diatur sedemikian rupa, sehingga selain dapat membingungkan juga menghalangi pandangan di sekitarnya. Rimba Alas Diam Salawasan (Hutan Tinggal Abadi). Disebut demikian karena orang-orang yang mencoba masuk ke kawasan hutan ini tidak dapat keluar lagi sehingga “menetap” di sana sampai akhir hayatnya. “Rimba Alas Diam Salawasan!" ujar Bintang kaget. Dia ingat, Maithatarun pernah menuturkan keangkeran hutan ini. Lalu dia ajukan pertanyaaan. "Apa kau penguasa rimba bel
Ksatria Pengembara pandangi wajah dan sosok Ruhtinti. Jika tidak dalam keadaan seperti itu dia akan menyadari betapa gadis berkulit hitam manis ini bukan saja memiliki wajah cantik jelita tapi juga tubuh yang sangat bagus dan tersingkap di sana-sini penuh menggairahkan. Sebaliknya Ruhtinti yang berada dalam keadaan lebih tenang setiap dia menatap paras sang pendekar dadanya terasa berdebar. Dia harus mengakui, tidak ada pemuda di Negeri Jin yang memiliki wajah segagah pemuda asing ini. Bintang kepalkan dua tangannya. Lalu dia ingat akan "llmu Mata Dewa" yang di dapatnya dari Dewa Kera. Pada Ruhtinti dia berkata. "Kita pasti bisa keluar dari sini! Aku akan berusaha!" Lalu Bintang salurkan tenaga dalamnya ke kepala. Matanya dikedipkan dua kali berturut-turut. Dia memandang berkeliling. Seperti diketahui dengan ilmu itu Bintang bisa melihat apa saja dikejauhan sekalipun terhalang sesuatu. Namun saat itu sampai dia cucurkan keringat dingin dan sepasang matanya menjadi perih dia tidak ma
"Hai, apa yang kau tanyakan tadi?" "Tidak, tidak apa-apa!" jawab Ksatria Pengembara. Ruhtinti hentikan langkahnya dan menatap sejurus pada Bintang. Wajah si gadis kemudian tampak bersemu merah. Cepat-Cepat dia palingkan kepala dan melangkah pergi. Bintang kembali menyeringai. Di sebelah depan Ruhtinti berkata dalam hati. "Maithatarun memang pernah menuturkan riwayat dan sifat-sifat pemuda asing ini. Tapi tidak kusangka, dalam keadaan seperti ini dia masih bisa bicara kurang waras!" Ruhtinti tertawa sendiri. "Kulihat kau tertawa. Ada apa Ruhtinti. ?" bertanya Bintang. "Tidak, tidak ada apa-apa," jawab si gadis.. "Ah, dia ganti membalas rupanya!" kata Bintang dalam hati. * * * Bintang pegang lengan Ruhtinti. Sambil memandang berkeliling dia berkata. "Keadaan di tempat ini aneh sekali. Barusan saja aku masih melihat matahari di langit dan cuaca terang benderang. Mengapa tahu-tahu di sini keadaan redup, matahari mendadak lenyap, udara berubah gelap seolah-olah siang telah berganti d
"Bintang, kau sudah bangun...?" Lalu ada satu benda lembut, hangat dan basah menjilati daun telinganya, membuat Ksatria Pengembara jadi merinding menggeliat. "Ruhtinti?" Bintang menyebut nama gadis itu karena suara yang barusan didengar dan dikenalinya adalah suara Ruhtinti. Cepat-cepat Bintang bangkit dan duduk. Karena si gadis tidak mau melepaskan rangkulannya, sosoknya jadi ikut bangkit dan kini terduduk diatas pangkuan Bintang. "Bintang, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Aku lupa memberi tahu sebelumnya '! "Aku... Ruhtinti aku..." "Aku ingat satu cara yang bisa membuat kita keluar dari dalam rimba Alas Diam Salawasan ini " "Katakanlah" jawab Bintang ketika Ruhtinti hentikan ucapannya. "Tapi harap kau duduk di lantai. Kalau kau duduk di pangkuanku rasanya aku tak bisa bernafas!" Ruhtinti tertawa. Dengan manja dia turun dari pangkuan Bintang, lepaskan rangkulannya dan duduk di lantai. Walau keadaan di dalam goa itu redup dan agak gelap namun Bintang masih bisa melihat
"Ruhtinti, aku tidak bisa melakukan permintaanmu" “Aku yakin kau bisa. Jika kau mau... Jika tidak, berarti kau bukan saja tega mencelakai diri sendiri tapi juga tega membiarkan sahabat-sahabatmu menemui malapetaka!" Sambil berkata Ruhtinti semakin rapatkan tubuhnya ke badan Bintang. Dua tangannya merangkul ke pinggang dan punggung Ksatria Pengembara. Lalu perlahan-lahan tubuh Bintang dibawanya luruh jatuh ke lantai goa. Ketika gadis itu hendak menanggalkan pakaian di tubuh Bintang, sang Pendekar segera sadar. Dia melompat berdiri dan lari keluar goa. "Bintang!" Ruhtinti bangkit berdiri, menyambar pakaian daunnya lalu mengejar. Bintang sengaja menyembunyikan diri di tempat gelap, di antara dua batu besar dibalik serumpunan semak belukar. Di sekelilingnya suara jangkrik ditingkah suara kodok terdengar tidak berkeputusan. Sambil duduk Bintang genggam Pedang Pilar Bumi yang diletakkannya di pangkuannya. "Ruhtinti, aku menaruh curiga. Jangan-jangan gadis itu menyembunyikan satu niat jah