“Ruhcinta sahabatku gadis tercantik di seluruh jagat! Jangan pergi dulu sebelum aku membayar hutang budi baikmu! Jangan bikin aku tidak bisa tidur tidak sedap makan! Bukan karena rindu atau jatuh hati padamu! Tapi karena ganjalan hutang piutang budi baik itu! Ha... ha. ha!”
Sesaat kemudian terdengar suara.
“beerrr... beerrr. beerrr!”
Lalu muncullah seorang gemuk bermuka bulat, mengenakan pakaian panjang dan sangat gombrong terbuat dari anyaman rumput kering menyerupai jerami. Di pipinya sebelah kiri ada satu tahi lalat besar atau tompel berwarna hitam ditumbuhi bulu-bulu hitam halus. Di atas kepalanya ada segulung kain menyerupai sorban. Lalu hebatnya, di atas sorban ini dia menjunjung sebuah belanga besar terbuat dari tanah. Dari dalam belanga ini mengepul asap kecoklatan menebar bau harumnya rempah-rempah!
“Sahabatku kakek sakti berjuluk Jin Obat Seribu!” seru Ruhcinta begitu meliha
“Jin Obat Seribu, aku...” Bintang terpaksa tidak teruskan ucapannya karena saat itu. Jin Obat Seribu sudah membungkuk dan mendekatkan mulutnya ke telinganya. Lalu dengan suara sangat perlahan orang ini berkata. “Bagaimana kalau aku meramal sesuatu tentang dirimu Hai anak muda!”“Sil... silahkan saja. Aku suka mendengar.” kata Bintang.“Ratusan orang akan jatuh cinta pada gadis itu. Tapi hanya ada satu pemuda yang berkenan di hatinya. Kau!”Bintang undur melangkah dan tetap wajah besar Jin Obat Seribu. “Gadis itu... Maksudmu gadis yang mana? Siapa?”Jin Obat Seribu tertawa mengekeh hingga Bintang merasa tanah yang dipijaknya bergetar. “Sudahlah, kau tak usah tanyakan hal itu. Sekarang.”“Tunggu dulu. Kau belum mengatakan siapa adanya gadis itu.”“Siapa lagi kalau bukan si cantik tinggi semampai bertubuh ramping dan berwajah selangit tembus itu. Ruhcinta!
“Tapi obat dalam gelas tanah itu sudah kami minum habis!” kata Bayu.“Ah, kau keliru. Coba lihat lagi ke dalam gelas tanah..” Bayu dan Arya ulurkan kepala, memandang ke dalam gelas tanah di hadapan mereka. Keduanya terkejut karena ternyata mereka melihat gelas tanah itu masih berisi penuh obat berbau harum itu!“Aneh.” kata Bayu perlahan sambil memandang pada Arya.“Bagaimana dengan sahabat kami Bintang?” tanya Bayu pula.“Oh, dia. Karena dia patuh pada apa yang aku katakan maka dia akan menerima berkah seperti apa yang diinginkannya dan seperti apa yang dimintakan Ruhcinta.” Jin Obat Seribu berpaling pada Bintang. “Anak muda, apakah kau sudah siap meneguk obat yang kuberikan?”Bintang buka kedua matanya, menatap ke arah Jin Obat Seribu lalu berkata. “Dengan izinmu aku akan meneguk obat cairan sakti itu.”Jin Obat Seribu tersenyum. “Kau ku ijinkan
DIBALIK curahan air terjun Air Pajatuh tampak dua sosok mendekam tak bergerak. Mereka telah berada di tempat itu sebelum sang surya muncul menerangi Negeri Jin. Dari sikap keduanya dapat diduga kalau mereka tengah menunggu sesuatu. Di langit awan pagi berarak biru. Dari arah timur serombongan burung melayang ke jurusan barat.Sosok di sebelah kanan mengusap wajahnya. Orang ini bertubuh besar kekar. Di pertengahan keningnya menempel sebuah benda menyerupai kaca sebesar kuku ibu jari kaki.“Pagandrung, sejak dini hari kita berada di sini. Saat ini matahari sudah mulai tinggi. Orang yang kita tunggu belum juga muncul. Apa kau yakin dia akan datang ke sini?”“Hai adikku Pagandring! Jangan kau ragukan apa yang kuketahui dan kukerjakan. Sejak puluhan tahun, setiap pertengahan bulan ganjil Jin Tangan Seribu selalu datang ke tempat ini untuk membersihkan diri, berlangir bersiram air bunga. Sabarkan hatimu, kita tunggu saja. Dia pasti datang.” men
“Pertama!” Pagandring membentak yang membuat pemuda gagah pencongkan mulut keheranan.Dalam hati pemuda gagah itu memaki. “Sialan! Apa pertama yang dimaksudkan makhluk berkaca di jidatnya ini!”“Pertama! Kita tidak bersahabat...!”“Oh, begitu?! Tidak bersahabat boleh-boleh saja. Aku tidak rugi, kau juga mungkin tidak untung!”“Kedua!”“Kedua! Huh...! Apa yang kedua?!” pemuda gagah kembali pencongkan mulutnya.“Kedua! Lekas tinggalkan tempat ini!”“Walah! Aku baru saja sampai di sini! Sudah disuruh pergi! Apa-apaan ini! Memangnya tempat ini termasuk telaga dan air terjun itu milikmu?”“Aku menghitung sampai tiga! Jika pada hitungan ke tiga kau tidak angkat kaki berarti kau minta mati!” hardik Pagandring.Si Pemuda gagah hanya tersenyum-senyum simpul mendengar hal itu. “Kau jago berhitung rupanya! Coba ini bera
TIBA-TIBA Pagandring berdiri. Matanya menyala laksana api. Tangan kanannya bergerak mencabut kaca merah yang ada di keningnya. Mulutnya berkomat-kamit seperti membaca mantera. Kaca merah yang ada dalam genggamannya mengepulkan asap. Di saat yang sama tubuhnya berubah menjadi besar dan tinggi.“Astaga! Dia berubah menjadi dua kali lebih besar!” Bintang tercekat. Kalau tadi dia masih mengerahkan setengah saja dari tenaga dalamnya, kini dia alirkan seluruh Cakra Petir yang ada dalam tubuhnya ke tangan kanan. “Akan kuhantam selangkangannya! Masak-an tidak amblas!” kata Bintang dalam hati. Tangan kanannya segera diangkat ke atas. Ditarik ke belakang. Pada saat dia siap menghantam tiba-tiba dari balik air terjun berkelebat sesosok tubuh. Menyusul suara orang berseru.“Pagandring! Tinggalkan pemuda itu! Orang yang kita tunggu sudah datang!”Pagandring menyeringai buruk. “Kau masih untung anak muda! Kalau tidak ada urus
“Pagandring! Lipat gandakan tenaga dalammu! Rentang dua kaki! Lawan mengajak adu kekuatan. Kita berdua dia sendiri masak-an kalah!”Mendengar ucapan kakaknya itu Pagandring segera salurkan seluruh tenaga dalamnya ke tangan kiri kanan. Dua kaki bergeser merenggang. Saking hebatnya pengerahan tenaga dalam dua saudara kembar itu, sepasang kaki mereka sampai amblas setengah jengkal dan tanah yang mereka pijak kelihatan kepulkan asap!Di atas batu di tepi telaga kakek berjuluk Jin Tangan Seribu melihat bunga di atas air telaga bergoyang-goyang. Lalu perlahan-lahan dia merasakan pula dua kakinya mulai bergetar. Getaran itu turun ke batu yang dipijaknya! Jin Tangan Seribu adalah seorang tokoh disegani yang memiliki kesaktian tinggi serta tenaga dalam yang sudah mencapai puncaknya. Namun diserang gabungan dua kekuatan lawan begitu rupa tak urung dia mengalami kesulitan.Jin Tangan Seribu memandang ke arah bunga-bunga di atas permukaan telaga. “Sebentar
“Hai! Kalian masih seperti dulu saja. Serba kesusu, selalu sibuk hingga tidak bisa berbagi waktu dengan para teman.”Pagandrung gelengkan kepala. “Ketahuilah Hai Jin Tangan Seribu, kami datang membawa berita sedih. Jangan terkejut. Kami di Perintahkan untuk mengambil kepalamu!”Bintang tersentak kaget. Sebaliknya Jin Tangan Seribu tidak tampak terkejut. Malah dia tertawa bergelak. “Pagandrung! Sejak kapan kau pandai melawak!”“Kami tidak melawak!” membentak Pagandring. Sang adik memang punya sifat lekas naik darah.Tawa Jin Tangan Seribu langsung terputus. Wajahnya kini berubah. Tapi hatinya masih tidak percaya. Maka dia bertanya. “Kalau kalian tidak sedang membanyol, lalu siapakah yang memerintahkan kalian mengambil kepalaku?!”“Jin Muka Seribu!” jawab dua lelaki kembar itu berbarengan.Bintang menyumpah dalam hati begitu mendengar nama yang disebutkan dua lelaki kembar
Bintang tak tinggal diam. Sambil tekuk dua lututnya, dua telapak tangan didorong ke atas. Tapak Guntur dikerahkan oleh Bintang. Laksana disambar halilintar Sinar Darah Merah musnah bertaburan dengan mengeluarkan beberapa kali suara letusan yang menggetarkan seantero telaga.Blegar...! Blegar...!! Blegar...!!!Air terjun seolah berhenti mengalir untuk sepersekian kejapan mata! Di tepi telaga Pagandring terkapar dengan mata mendelik, mulut ternganga dan tubuh seperti lumpuh. Darah mengucur dari sela bibir dan hidungnya. Sebelumnya sewaktu bertarung melawan Bintang, orang ini sempat menderita luka di dalam. Bentrokan yang terjadi barusan membuka lukanya bertambah parah. Kalau saja bukan Pagandring mungkin saat itu sudah megap-megap meregang nyawa!Beberapa belas langkah di sebelah kanan telaga, Ksatria Pengembara terduduk di tanah dengan tubuh tergontai-gontai. Di pelupuk matanya dia seolah masih melihat sinar merah darah pukulan sakti yang dilepa