Rembulan bersinar terang malam itu, karena bulan menampakkan dirinya penuh malam itu, malam itu adalah malam bulan purnama, sinar bulan begitu terang menerangi malam, bahkan mampu menerangi gubuk kecil tanpa dinding yang menjadi tempat berteduhnya Bintang dan Sekarwangi, sehingga Bintang tak perlu menghidupkan api unggun untuk menerangi tempat itu.
Saat ini, Sekarwangi tampak tengah memanjakan dirinya dengan merebahkan dirinya dipangkuan Bintang yang duduk bersandar ditiang gubuk sambil menatap pemandangan alam bebas yang ada dihadapan mereka. Bintang tampak asyik membelai wajah jelita Sekarwangi yang tampak begitu menikmati belaian tangan Bintang pada wajahnya.
Tiba-tiba saja wajah Bintang berubah saat Bintang teringat akan sesuatu.
“Sekar”
“Ya, kakang” ucap Sekarwangi seraya membuka kedua matanya yang sejak tadi terpejam karena menikmati suasana romantis diantara dirinya dan Bintang. Sekarwangi tampak menatap kearah Bintang yang
“Tidak Sekar, pantang bagi kakang membunuh seorang wanita kalau tidak sangat terpaksa.. tapi Dewi Mawar Hitam juga sudah sudah kakang kalahkan, Sekarang sudah ditahan oleh masyarakat Jati Wangi” ucap Bintang lagi. “Kakang memang lelaki sejati.. Sekar makin cinta sama kakang” ucap Sekarwangi tersenyum, lalu memeluk Bintang dengan pelukan hangatnya. “Oh ya Sekar.. Saat kakang menemukan Sekar. Sekar tengah menderita luka dalam berhawa dingin, apakah itu hasil perbuatan si durjana itu?” tanya Bintang tiba-tiba hingga membuat Sekarwangi merenggangkan pelukannya dan menatap kearah Bintang. “Benar kang.. tapi si durjana itu juga takkan selamat kalau saja tidak ditolong oleh Datuk Tuak.. Sekar berhasil mengalahkannya dalam pertarungan” ucap Sekarwangi lagi. “Wah.. lama tidak bertemu, Sekarang Sekar sudah semakin hebat ya” “Tapi tidak sehebat kakang.. karena Bopo selalu bercerita tentang kehebatan kakang” ucap Sekarwangi. “Oh ya, bagaimana kaba
SORE ITU, matahari sudah begitu condong di ufuk barat, dimana mataharipun tampaknya sebentar lagi akan segera menghilang dari peraduannya setelah seharian menyinari alam mayapada yang luas ini. Segerombolan burung-burung yang terbang secara bergerombolpun tampak terbang pulang kembali kesarangnya, pak nelayanpun sudah menambatkan perahunya ditepi pantai, pak tani dan bu tanipun ikut pulang setelah seharian menggarap sawah mereka.Sementara di sebuah kaki lembah tampak sepasang muda-mudi yang tengah berkelebat cepat menaiki lembah tersebut. Lembah yang disepanjang jalan hanya terlihat pohon-pohon bambu yang tumbuh dengan suburnya, lesatan tubuh keduanya baru berhenti saat tiba dipuncak lembah tersebut dimana dihadapan mereka terlihat sebuah bangunan yang cukup besar.Sepasang muda mudi yang tak lain adalah Bintang dan Sekarwangi itu tampak menatap bangunan besar yang ada dihadapan mereka, sementara Sekarwangi terlihat langsung melangkah kedepan dan membuka pintu gerbang
Kegelapan sudah menyelimuti alam, rembulan tampak bersinar redup malam itu. Tapi masih terlihat satu dua Bintang yang dengan setia menemaninya malam itu. Angin berhempus perlahan, membelai apapun yang dilewatinya. Sesekali terdengar suara binatang malam memecah kesunyian malam.Lembah Bambu terlihat tenggelam dikesunyiannya, keindahan tempat itu seakan sirna bersama kegelapan malam. Di dalam sebuah kamar yang berukuran cukup besar, beberapa meja hias terlihat didalamnya, tapi bukan hal itu yang menarik didalam kamar tersebut, melainkan dua sosok tubuh yang berada diatas peraduan yang berada ditengah-tengah kamar tersebut.Dua sosok, dimana sosok sang wanita tampak tengah memeluk dada bidang seorang lelaki. Melihat sosok raut wajah keduanya, mereka tak lain adalah Bintang dan Sekarwangi adanya. Sosok keduanya terlihat masih terpejam dengan nafas yang memburu, tubuh keduanya terlihat ditutupi oleh sebuah selimut tebal, tapi walaupun begitu keringat tampak memban
“Bopo! Kang Buntal!”. ucap si wanita yang tak lain adalah Sekarwangi. Sementara itu kedua sosok yang ada dihadapan Sekarwangi juga tak lain adalah Sigila Tuak, salah satu dedengkot persilatan aliran putih yang sangat dihormati dan disegani oleh kawan maupun lawan, sosok gemuk yang ada disebelah Sigila Tuak tak lain adalah Buntal, murid Sigila Tuak. “Sudah pulang, Sekar?” “Sudah bopo.” “Kok pakai dikunci-kunci segala, Sekar” gerutu Buntal seraya melangkah masuk, diiringi langkah Sigila Tuak dan Sigila Tuak dibelakangnya. “Bopo dari kemana?” tanya Sekarwangi lagi “Bopo dan Buntal baru saja menghadiri pembukaan padepokan milik sahabat bopo Sekar” ucap Sigila Tuak lagi. Ketiganya terus melanjutkan langkah menuju kearah bangunan besar yang ada dihadapan mereka, tapi tiba-tiba saja Sigila Tuak dan Buntal mengeyitkan kening, kedua mata mereka menyipit, dipintu bangunan terlihat tengah menunggu sesosok tubuh. “Siapa Sekar?” tanya Bunta
“Sekar berhasil mengalahkan si durjana iblis itu bopo. Hanya saja Datuk Tuak menolongnya.. Sekar sendiri ditolong kang Bintang” jelas Sekarwangi.“Apa Gusti Prabu juga berhadapan langsung dengan Datuk Tuak?”“Belum guru”“Berhati-hatilah bila berhadapan dengan Datuk Tuak Gusti Prabu, Datuk Tuak memiliki sebuah ajian dahsyat yang bernama ‘nafas badai’ Konon, dengan kesaktiannya itu, Datuk Tuak mampu mengeluarkan badai yang dapat menyapu tanah Jawa dalam satu kali hembusan napasnya” ucap Sigila Tuak lagi hingga membuat wajah Sekarwangi dan Buntal berubah terkejut, sementara Bintang masih tenang-tenang saja.“Saya memiliki sebuah pusaka yang mampu menandingi ‘nafas badai’ milik Datuk Tuak, guru. Pemberian Begawan Cakra Buana” ucap Bintang lagi hingga kali ini wajah Sigila Tuak yang berubah.“Pusaka apa yang diberikan oleh Begawan Cakra Buana itu
Bintang segera menarik kembali Cakra Petirnya dari dalam keris kyai guntur, kilauan kilat petir itupun langsung surut menghilang,Sreggg....!Keris kyai guntur kembali kedalam sarungnya.“Luar biasa” ucap Sigila Tuak dengan kagum.“Hebat” ucap Buntal juga tak kalah kagum.Sekarwangi tetap diam, tapi dari pandangannya, jelas Sekarwangi sangat kagum melihat pusaka keris kyai guntur yang baru saja diperlihatkan oleh Bintang.“Jika memang keris itu bisa menangkal ajian ‘nafas badai’ milik Datuk Tuak.. kini aku tenang” ucap Sigila Tuak. Sejenak Sigila Tuak memalingkan pandangannya kearah Sekarwangi.“Lalu kenapa kau membawa Gusti Prabu kemari Sekar, tanpa bantuan bopomu ini, bopo yakin Datuk Tuak takkan bisa menang menghadapi Gusti Prabu” ucap Sigila Tuak kepada putrinya, Sekarwangi.“Maaf guru.. Bukan karena itu kedatangan
"Akh!" Bayan Sangkuri memekik tertahan ketika dadanya kena tendangan keras Aryasuta. Belum lagi Sangkuri mampu bangkit, satu jejakan kuat bersarang di perutnya. Laki-laki setengah baya itu bergulingan ke samping. Dengan menahan rasa sakit pada dada dan perutnya, dia segera bangkit.Tanpa menghiraukan keadaan dirinya lagi, Sangkurikembali bergerak dengan senjata golok di tangan.Sementara itu Datuk Tuak terus mengamuk sambil berusaha mendekati Dewi Mawar Hitam. Dalam waktu yang tidak berapa lama, telah lebih dari separuh penjaga tewas berlumuran darah. Dan begitu dia melompat, tahu-tahu telah berada di dekat Dewi Mawar Hitam yang masih terikat rantai. Bahkan tangannya yang menggenggam bumbung tuak berhasil merobohkan tiga orang sekaligus."Edan! Bumbungku pecah!" rungut Datuk Tuak.“Datuk Tuak, cepat bebaskan aku!" seru Dewi Mawar Hitam."Huh! Bumbungku pecah, tuakku habis!" rungut Datuk Tuak."Akan kubelikan yang terbaik nanti! Cep
Sementara itu Datuk Tuak terus memperhatikan sosok Bintang dengan seksama sejak tadi. Kalau saja Datuk Tuak tidak merentangkan tangannya dihadapan Dewi Mawar Hitam, mungkin Dewi Mawar Hitam sudah melesat menyerang kearah Bintang. Rentangan tangan Datuk Tuak membuat Dewi Mawar Hitam mengurungkan niatnya untuk menyerang.“Siapa kau pendekar?” tanya Datuk Tuak kepada Bintang, rupanya penampilan Bintang yang baru dengan menggunakan blangkon dikepalanya, membuat Dewi Mawar Hitam tidak mengenali ciri-cirinya.“Aku utusan Setyo Kencana, datang untuk membasmi orang-orang seperti kalian!” ucap Bintang dengan tegas. Ucapan Bintang membuat Datuk Tuak dan Dewi Mawar Hitam terlihat saling pandang.“Setyo Kencana!” ulang Datuk Tuak dan Dewi Mawar Hitam bersamaan dengan wajah berubah.“Kau terlalu jumawa pendekar.. Kau kira mampu untuk mengalahkan kami berdua?!” tanya Datuk Tuak dengan sinis.&ldqu