Sepertiga malam, Bintang dan Amanda meninggalkan pulau kera, dengan mengendarai Sembrani, keduanya kembali menuju Pulau Batu Raja. Amanda yang berada dibelakang tampak menatap sosok Bintang yang ada didepannya, kali ini Amanda tampak merangkulkan kedua tangannya dipinggang Bintang tanpa harus Bintang suruh kembali. Entah apa yang ada dibenak Amanda saat ini, yang jelas, tatapannya penuh makna kearah Bintang. Sementara Bintang yang ada didepan tampak diam, karena saat ini Bintang tengah memikirkan Gerbang Waktu, bahkan Bintang tak menyadari saat Amanda tampak merapatkan dirinya dibelakang Bintang, kedua tangannya semakin memeluk erat pinggang Bintang.
“K..ka..kakang.” terdengar suara pelan Amanda diantara deru angin yang berhembus kencang. Entah karena deru angin yang kencang atau Bintang yang sedang khusuk melamun, hingga suara lembut dan pelan Amanda tak terdengar olehnya. Entah kenapa Amanda menyebut Bintang dengan panggilan kakang, ti
“Cantik, tapi jauh lebih cantik istri kanda.” ucap Bintang membelai wajah cantik jelita Ajeng.“Kanda tidak ada hubungan kan dengannya, atau malam ini kanda lama baru kemari, karena kanda menemui Aria Amante terlebih dahulu.”“Tidak dinda... kanda terlambat kemari, karena tadi kanda harus menemui Dewa Kera terlebih dahulu.” jawab Bintang hingga membuat wajah Ajeng berubah mendengar hal itu.“Dewa Kera.. Dimana kanda menemuinya ?”“Kanda pergi bersama Sembrani ke pulau kera dinda.. Dewa Kera menghubungi kanda lewat batin”“Apakah ada sesuatu hal yang sangat penting kanda, sehingga Dewa Kera meminta kanda untuk datang” ucap Ajeng penasaran.“Benar dinda, Dewa Kera memperlihatkan sebuah pusaka yang disebutnya sebagai ‘Gerbang Waktu’” ucap Bintang hingga membuat wajah Ajeng berubah.“Gerbang Waktu, kanda.”
Cringgg...! Jaya Sampoerna mencabut Pedang Biru ditangannya.Plassh...! seketika saja semburat cahaya biru keluar dari Pedang Biru yang kini ada digenggaman Jaya Sampoerna.Cringgg...! Aria Amante ikut mencabut Pedang Merah ditangannya.Plassh...! seketika semburat cahaya merah keluar dari Pedang Merah yang ada genggaman Aria Amante.Pamor kedua pedang langsung memancar keluar hingga memicu deru angin yang dahsyat. Bagi Jaya Sampoerna sendiri, mahaguru Jayalaksana sudah memberikan gambaran jurus-jurus Pedang Merah yang akan dipergunakan oleh lawannya. Maka ;“Bersiaplah nona Aria!” ucap Jaya Sampoerna menyilangkan Pedang Biru ditangannya, dan ;Hiiatttttt..! Wuusshh...!Sosok Jaya Sampoerna berkelebat kedepan dengan Pedang Biru ditangannya, Aria yang memang sudah siap dari tadi segera ikut bertindak.Hiaaah...!Aria Amante mengibaskan Pedang M
“Kau tidak apa-apa nona Aria ?” tanya Jaya Sampoerna dengan sedikit cemas.“Tidak! ayo kita teruskan..!” ucap Aria Amante dengan penuh semangat.“Baiklah... bersiaplah untuk menerima serangan Pedang Biruku nona Aria!” ucap Jaya Sampoerna seraya kembali mempersiapkan serangannya, Aria Amante pun bersiap untuk menyambutnya.Hiiatttttt..! Wuusshh...!Kembali Jaya Sampoerna berkelebat kedepan dengan Pedang Biru ditangannya.Huuupp...! Tapi kali ini Aria Amante tidak mengadu pedangnya lagi untuk menangkis serangan Jaya Sampoerna, mungkin karena luka dalam yang dideritanya, terlalu berbahaya bila memaksakan diri untuk membenturkan pedang.Sosok Aria Amante melompat tinggi keudara, tapi saat serangan Jaya Sampoerna lewat, Aria Amante langsung berbalik dan menukik dengan cepat kebawah, persis seperti serangan Jaya Sampoerna sebelumnya. Jurus Pedang Merah, ‘pedang menembus bumi
Jurus ‘Raungan Mega Merah’ memang benar-benar luar biasa dipertunjukkan oleh Aria Amante, kedahsyatan, kecepatan dan kekuatannya sungguh sangat mengagumkan, pancaran pamor Pedang Merah begitu terasa sekali, terutama bagi Jaya Sampoerna yang berada tepat dihadapan Aria Amante, aura maut terpancar keluar dari jurus yang diperlihatkan oleh lawannya. Hal ini membuat Jaya Sampoerna menjadi ragu-ragu untuk meladeninya, karena bila diladeninya, hal ini sama saja dengan mengadu nyawa.Diantara keraguannya ;“Layani dengan jurus pamungkas Pedang Biru jaya, kalau tidak, kau tak akan menang darinya.” sebuah suara terdengar terngiang ditelinga Jaya Sampoerna, Jaya Sampoerna sendiri langsung menoleh kearah satu tempat, yaitu mahaguru Jayalaksana yang kini sudah kembali duduk ditempatnya, Jaya Sampoerna yakin suara yang terdengar ditelinganya tadi adalah suara mahaguru Jayalaksana. Mahaguru Jayalaksana sendiri terlihat menganggukkan
“Monochrome Dimension!”Terdengar suara Bintang menggema ditempat itu, dan ; Weeesshhh..!Cahaya keperakan tanpa warna langsung menyemburat keatas membentuk satu pilar sepanjang bilah pedang yang tadi terbungkus oleh cahaya keperakan tersebut, dua pilar itu terbentuk dari dua pedang pusaka yang ada ditangan Jaya Sampoerna dan Aria Amante, hebatnya lagi pilar-pilar itu hanya terbentuk sebesar bilah Pedang Merah dan Pedang Biru, rupanya Bintang sudah mampu untuk mengendalikan besarnya Monochrome Dimension yang terbuat dari segel dewa tanahnya.Cahaya tanpa warna itu terus terbentuk hingga tinggi menjulang, seperti pilar langit, dan ;BLLEEGGARRRR..! BLLEEGGARRRR..!Dua ledakan dahsyat terjadi dari pusaka Pedang Merah dan Pedang Biru, dan ledakan dahsyat itu langsung membuncah naik keatas, mengikuti alur pilar yang terbentuk tinggi menjulang.Api merah dari pusaka Pe
Keesokan harinya, semuanya kembali berkumpul di aula tempat kediaman Mahaguru Jayalaksana. Semua mahaguru beserta rombongannya telah duduk ditempat yang telah dipersiapkan, sementara itu ditengah-tengah mereka tampak duduk bersimpuh sosok jelita Aria Amante dengan wajah tertunduk.“Aria Amante.” terdengar suara Mahaguru Jayalaksana membahana ditempat itu. Aria Amante terlihat mengangkat wajahnya menatap kearah depan, dimana didepannya memang terlihat sosok Mahaguru Jayalaksana.“Saya mahaguru.”“Setelah melihat pertarunganmu kemarin.. Aku telah mengambil keputusan. Pusaka Pedang Merah ini memang pantas untuk kau warisi.” ucap Mahaguru Jayalaksana seraya mengangkat pusaka Pedang Merah yang ada dihadapannya, salah satu murid Mahaguru Jayalaksana terlihat bangkit berdiri mendekati Mahaguru Jayalaksana yang segera menyerahkan pusaka Pedang Merah ditangannya kepada muridnya itu, sang murid lalu menerimany
Sementara itu wajah Jaya Sampoerna terlihat berubah mendengar penolakan dari Aria Amante. Apalagi saat melihat tatapan Aria Amante kepada Bintang. Mahaguru Jayalaksana sendiri masih tetap diam ditempatnya.“Baiklah.. Jika memang begitu kenyataannya.” ucap Mahaguru Jayalaksana akhirnya. Bagi Mahaguru Jayalaksana hal itu tidak menjadi masalah, yang penting pusaka Pedang Merah masih tetap berada ditangannya, dan itu berarti untuk mewujudkan keinginannya mendapatkan Pedang Alam Semesta akan segera terlaksana. Mahaguru Jayalaksana kemudian terlihat memandang kearah Bintang yang terlihat masih sibuk meringis kesakitan, karena Roro dan Ajeng yang terus mencubitinya.“Tuan Bintang.” terdengar suara menggema Mahaguru Jayalaksana. Roro dan Ajeng yang sibuk mencubit Bintang menghentikan tindakan mereka dan kini mereka memandang kearah Mahaguru Jayalaksana.“Ada satu hal yang sangat membuatku penasaran, jika hal ini tak diwuju
Huupp...!Berfikir seperti itu, Bintang bersalto tinggi keudara untuk menghindari serangan Mahaguru Jayalaksana, dan seperti dugaan Bintang, Mahaguru Jayalaksana kembali memburunya keatas. Diudara... Bintang memperlihatkan kelasnya sebagai pendekar pilih tanding, jurus kelana pemabuk dipergunakan diudara, hasilnya serangan-serangan Mahaguru Jayalaksana meleset sedikit saja dari sasaran. Masih berada diudara, keduanya terus bertarung dengan sengit. Kedua-duanya seperti mampu menjejak udara sehingga pertarungan terlihat lebih sengit dan seru.Dari pertarungan diudara, sampai kembali lagi ketanah, sejauh ini Bintang hanya terlihat mampu menghindar, sementara Mahaguru Jayalaksana terus melancarkan serangan maut dan gencarnya.Pertarungan yang memakan waktu lama itu membuat Bintang sedikit heran, karena sedikitpun tidak terlihat tanda-tanda Mahaguru Jayalaksana terkuras tenaganya, padahal sudah menyerangnya sedemikian lama. “Apakah ini berarti kela