Share

38

Author: Biru Gerimis
last update Last Updated: 2024-01-24 20:22:16

Ulfa mendecakkan lidahnya, entah untuk keberapa kalinya dalam tiga puluh menit. Ia tengah duduk merengut di kursi belakang mobil Dokter Lavin, dalam hati sibuk mengutuki nasibnya yang sial. Harusnya sekarang ia berkendara bersama Orion berdua saja usai menyingkirkan Citra dengan cara apapun, bukannya menumpang di mobil pria dingin yang hobinya bicara ketus itu sekali lagi.

Setelah bosan mendengar decakan yang terus berulang dari belakangnya, Dokter Lavin melirik melalui kaca spion dan bersuara. “Kalau kamu tidak suka naik mobilku, bilang saja. Aku akan menurunkanmu dengan senang hati. Lagipula, aku juga tidak senang kamu ikut pulang ke Ryha. Aku mengangkutmu semata-mata karena alasan kesopanan dan etika sebab tidak mungkin aku membiarkanmu sendirian di kantor polisi setelah mengantarmu ke sana.”

Pilihan kata yang digunakan Dokter Lavin membuat Ulfa terpana. Mengangkut? Memangnya ia ternak yang harus diangkut? Apa dokter itu tidak punya koleksi kata yang lebih baik untuk dilompatkan da
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Koper Merah di Kamar Mertua   39

    “Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?” Erian bertanya resah pada dokter wanita berhijab yang baru saja memeriksa keadaan Citra di brankarnya. Mereka baru tiba di rumah sakit kota sebelah lima belas menit yang lalu setelah sempat tersesat karena Pak Soni yang tidak familiar dengan jalannya dan hanya mengandalkan bertanya pada orang-orang.“Menantu Anda baik-baik saja. Dia pingsan karena stres dan kelelahan. Setelah istirahat yang cukup, dia akan pulih kembali. Tapi, kondisinya tidak bagus untuk kehamilannya karena bisa memengaruhi janin yang dikandungnya. Dia tidak boleh stres, harus berpikir positif, dan menjaga pola makan serta istirahatnya. Kalau dia begini terus, kami khawatir itu akan membahayakan bayinya,” jelas si dokter wanita.Erian memerhatikan penjelasan si dokter wanita dengan sungguh-sungguh. Ia tidak ingin kehilangan anak yang dikandung Citra. Itu adalah sarana terkuat yang bisa menghubungkan wanita itu dengannya sekaligus hal paling penting yang sanggup menahan Citra aga

    Last Updated : 2024-01-25
  • Koper Merah di Kamar Mertua   40

    Orion menelengkan kepalanya tidak mengerti, tapi ia memelototi juga kertas yang diberikan oleh Nadi. Wajahnya pun berubah dari bingung menjadi tidak percaya. “Ini kan catatan transaksi bankku, tapi kenapa tertulis saya mentransfer uang satu miliar lebih ke dealer penjualan mobil beberapa hari sebelumnya? Saya kan membeli mobil enam bulan yang lalu.”“Itu jugalah yang ingin kami ketahui, Pak Orion. Sebenarnya, kami tidak peduli Anda mau membeli seberapa sering, seberapa mahal, atau seberapa banyak mobil, namun masalahnya menjadi lain karena kami menemukan mobil yang dimaksud dalam catatan transaksi itu sama dengan yang dipakai oleh Gema dan Ariani saat kecelakaan itu,” ujar Nadi.“Apa?” Orion sampai berdiri saking terkejutnya, membuat kursi yang didudukinya terjengkang ke belakang. “Jadi, Anda mengira saya yang membeli mobil itu? Tidak! Pasti ada kesalahan. Saya tidak pernah membeli mobil itu. Lagipula, saya sudah punya mobil yang serupa, kenapa saya harus beli lagi? Catatan itu pasti

    Last Updated : 2024-01-26
  • Koper Merah di Kamar Mertua   41

    “Ada apa?” Dokter Lavin bertanya pada Ulfa di sela-sela makan. Ia akhirnya memilih bersuara setelah beberapa menit terakhir Ulfa bertingkah tidak wajar dan membuatnya muak. “Kenapa kamu menatap anakku intens begitu? Jangan coba-coba memikirkan rencana jahat pada orang yang sudah membantumu. Itu keterlaluan namanya, tandanya kamu lebih keji daripada iblis.”Ulfa tersentak sampai terbatuk-batuk karena tersedak oleh makanannya. Bukannya membantu mengambilkan air, Dokter Lavin hanya menontonnya berjuang menghentikan batuknya. Justru Belinda yang sigap menyorongkan gelas ke dalam jangkauannya sehingga Ulfa dapat minum dan mendorong makanan menuruni lehernya. “Sepertinya kamu tidak punya perbendaharaan kata yang baik-baik, ya. Selama kamu bicara hari ini, setiap kata yang keluar dari mulutmu tidak nyaman untuk pendengaran siapapun.”Dokter Lavin tidak peduli dengan protes yang ditembakkan Ulfa. Ia cuma menghabiskan suapan terakhir nasi gorengnya, menyeruput jus apelnya, lalu membersihkan m

    Last Updated : 2024-01-29
  • Koper Merah di Kamar Mertua   42

    Citra menyentuh pipinya yang langsung tampak merah dan memberi Erian tatapan tidak percaya. Selama Citra mengenal pria itu, mulai dari berstatus sebagai kekasih Orion sampai sekarang sebagai selingkuhan ayah mertuanya sendiri, Erian tidak pernah sekali pun melompatkan kata-kata kasar dari mulutnya, apalagi sampai melibatkan fisik. Tapi, sekarang? Erian justru sudah berani menamparnya.“Ayah, ap- apa yang Ayah lakukan? Salah saya apa sampai Ayah tega menamparku? Saya bahkan sedang hamil dan baru sadar dari pingsan. Ayah keterlaluan! Ayah jahat! Ternyata Ayah sama saja dengan ibu!” Citra berujar pelan, tangan yang memegang pipinya gemetar dan air mata mulai bermunculan, siap mengaliri wajahnya yang mulus. Erian sendiri terlihat sangat terperanjat dengan apa yang sudah diperbuatnya. Berulang kali ia melihat dengan mata terbelalak ke arah tangannya dan pipi Citra secara bergantian, tak menyangka dirinya bisa berbuat sekeji itu pada wanita yang dicintainya dan tengah mengandung anaknya. P

    Last Updated : 2024-01-30
  • Koper Merah di Kamar Mertua   43

    “Masuk!”Orion tersandung dan nyaris jatuh tertelungkup di ambang pintu sel tahanan sebab didorong tanpa peringatan dengan tidak sopan oleh polisi yang baru saja menyuruhnya masuk dengan nada suara yang sama tidak sopannya. Interogasinya dengan Nadi berakhir beberapa menit lalu dan hasilnya sungguh di luar prediksi siapapun. Dirinya, yang tidak tahu apa-apa, kini telah berubah status menjadi terduga potensial kasus pembunuhan ibunya sendiri karena sidik jarinya ditemukan di senjata pembunuh. Sungguh kebetulan yang konyol sekaligus mengerikan.Orion jadi penasaran, siapa yang sudah menjebaknya begitu rupa? Pertama, kasus kecelakaan mantan asisten rumah tangga dan sopir keluarganya, sekarang kasus ibunya. Siapapun oknum itu, bisa dipastikan ia memiliki dendam kesumat yang membara pada Orion sampai mampu berbuat hal sekeji ini. Tapi, Orion merasa tidak pernah menyakiti seseorang sampai memberinya alasan untuk memorak-porandakan hidup Orion. Belum sempat Orion berdiri tegak kembali, pin

    Last Updated : 2024-01-31
  • Koper Merah di Kamar Mertua   44

    Erian tengah memelototi pemandangan berupa lalu lintas yang mulai sepi di depan rumah sakit. Ia berdiri sambil menumpukan lengannya pada pagar balkon ruang perawatan Citra di lantai tujuh, merenungkan perbuatannya beberapa menit yang lalu pada menantunya sekaligus konsekuensi yang mengiringinya. Harus diakui, hati Erian terasa sakit karena Citra mengabaikan keberadaannya.Tapi, Citra bukannya tidak bersalah sama sekali. Seharusnya wanita itu sadar kalau tingkahnya yang hanya mencari dan memedulikan Orion, padahal ada dirinya yang setia mendampinginya, sangat mampu menimbulkan perasaan cemburu akut dalam diri Erian. Walaupun hubungan mereka terlarang dan harus dijalani sembunyi-sembunyi, bukan berarti Citra bisa memperlakukannya sehina itu.Melempar napas resah, Erian berbalik memunggungi jalanan dan memandangi ruang perawatan Citra yang kosong. Namun, pikir Erian merana, akan lebih baik lagi kalau ia bisa mengendalikan diri. Bagaimanapun juga, Citra adalah wanita hamil yang tidak pant

    Last Updated : 2024-02-01
  • Koper Merah di Kamar Mertua   45

    “Mau ke mana, Bu?” Sopir taksi yang terlihat seumuran dengan Orion bertanya lewat kaca spion saat Citra telah duduk dengan tidak nyaman di kursi belakang. Tapi, ketika melihat penumpangnya terlihat tidak asing sekaligus bertingkah tidak wajar, si sopir berbalik demi memastikan penglihatannya. Ia pun terbelalak terkejut bercampur senang karena di dalam taksinya sungguh-sungguh duduk Citra Narutama, si artis itu.“Tolong antar ke kantor polisi Kota Ryha, Pak. Cepat!” Citra bertitah. Tiap beberapa detik sekali kepalanya menoleh ke belakang taksi, berharap perawat yang tadi bersamanya tidak menyadari ia keluar rumah sakit. Sebab, kalau perawat itu tahu, maka Erian pun juga akan tahu. Kalau sudah begitu, rencananya untuk menemui Orion bisa dipastikan bakal dipatahkan.Si sopir terperanjat lagi mendengar tujuan Citra. Dari tempatnya sampai ke kantor polisi Kota Ryha itu berjarak lebih dari lima puluh kilometer, jika ia memilih mengantar penumpangnya yang terkenal itu, ia akan menempuh jarak

    Last Updated : 2024-02-02
  • Koper Merah di Kamar Mertua   46

    Orion mengernyitkan dahinya. Reaksi Ulfa sungguh di luar prediksi siapapun. Sepanjang tiga puluh tahun lebih hidupnya dan belasan kali berurusan dengan wanita dalam sejarah asmaranya, baru kali ini Orion menemukan respons yang betul-betul berbeda. Terang saja, siapa yang tertawa terbahak-bahak saat diputuskan? Kecuali yang bersangkutan sudah tercuri akal sehatnya. Atau memang benar begitu?Bahkan tawa Ulfa yang terlalu lepas juga menarik perhatian para polisi yang berjaga di ruang besuk. Mereka saling bertatapan dengan wajah bertanya-tanya kemudian memandang Orion seolah memintanya menyuruh Ulfa menghentikan aksinya. Akhirnya, Orion memilih untuk memanggil wanita yang asyik sendiri itu dengan suara pelan dan hati-hati. ”Ulfa?”“Hah hah hah. Hah hah hah. Omonganmu terlalu lucu, Rion. Aku sampai tidak bisa mengendalikan diri. Hah hah hah,” jawab Ulfa lalu melanjutkan tawanya, bahkan dengan suara yang semakin keras, memberi waktu bagi Orion untuk merasakan kebingungan lebih lama. Ia sam

    Last Updated : 2024-02-05

Latest chapter

  • Koper Merah di Kamar Mertua   105

    “Apa yang terjadi, Lavin? Kenapa ada polisi di sini?”Citra bertanya dengan wajah menghadap ke moncong pistol yang mengarah padanya, matanya tajam melirik Dokter Lavin yang tengah memberinya tatapan terluka. Walaupun malam itu udara lumayan dingin, keringat mulai bermunculan di dahinya. Wanita itu meneguk ludah yang terasa mengganjal. Ada yang tidak beres dengan mantan kekasihnya itu.Namun, bukannya menjawab, Dokter Lavin justru memutus kontak matanya dengan Citra, turun dari mobil, membuka pintu belakang, dan membawa Belinda ke dalam gendongannya. Ia memilih untuk tidak menengok ke arah Citra satu kali pun selagi melangkah kembali ke dalam toko yang pengunjungnya tampaknya tidak menyadari kejadian di depan bangunan yang mereka datangi, berbeda dengan Belinda yang tidak berhenti memelototi mobil yang baru saja mereka tinggalkan.“Lavin, Lavin, kamu mau ke mana? Jelaskan padaku ada apa ini. Lavin! Kamu tidak boleh pergi begitu saja dan meninggalkanku di sini!” Citra memanggil-manggil

  • Koper Merah di Kamar Mertua   104

    Mata Citra terbelalak mendengar pengumuman mengejutkan yang disampaikan oleh Jian. Dengan mulut setengah membuka, ia menoleh ke arah Dokter Lavin yang juga tengah menatapnya. Berkat kehadiran polisi di luar sana di waktu yang sangat tidak tepat ini, rencananya bersama pria itu untuk mengasingkan Orion di ruangan tersendiri bisa dipastikan gagal.“Bagaimana mereka bisa tahu saya di sini? Setahu saya, kita tidak diikuti sejak di pusat perbelanjaan tadi. Saya juga yakin orang-orang di toko tidak ada yang mengenali saya,” ujar Citra dengan nada heran setelah berhasil berjumpa dengan suaranya. Kepalanya bergantian berpaling ke Dokter Lavin dan Jian, menuntut penjelasan. Tidak bisa dipungkiri ada sorot menuduh dalam pandangannya. Mungkin ibu dan anak itu tidak setulus yang Citra kira.Dokter Lavin melihat ke sekeliling rumah dengan resah sebelum membuka mulut. “Kalau dilihat dari polisi yang datang, bukan orang-orang suruhan Erian, kemungkinan besar mereka bisa mengetahui lokasi Citra denga

  • Koper Merah di Kamar Mertua   103

    “Hati-hati menggalinya, jangan sampai guci itu pecah. Lebih baik kita menggalinya pakai tangan saja.”Nadi memberi instruksi pada rekan-rekannya sambil membasmi keringat yang berlelehan mengaliri dahinya menggunakan punggung tangan yang berlumur tanah. Mereka, para aparat kepolisian itu, tengah menggali tanah di halaman belakang kediaman Indrayana untuk mencari sesuatu yang disebutkan oleh Erian pada Nadi tiga puluh menit sebelumnya.“Kalau Anda tahu siapa yang membunuh korban, kenapa Anda tidak bilang dari awal dan membantu penyidikan? Kenapa malah menyembunyikannya dan bersikap tidak tahu apa-apa, bahkan sampai menjebak anak Anda sendiri? Apakah Anda diancam oleh Bu Citra atau Anda sendiri yang memilih untuk menutupi kasus ini, Pak Erian?”“Saya sendiri yang memang memutuskan untuk menutupi kasus ini. Saya pikir, jika Henny ditemukan meninggal sebagai korban pembunuhan, orang-orang akan bersimpati pada saya yang akhirnya akan menaikkan harga saham hotel. Tapi, Citra juga turut andil

  • Koper Merah di Kamar Mertua   102

    Dokter Lavin duduk di sofa ruang tamu rumahnya, alih-alih di ruang keluarga tempatnya mengambil kotak obat, semata-mata agar tidak mendengar pertengkaran antara Citra dan Orion. Sambil menotol-notolkan kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol ke lukanya, ia meyakinkan diri bahwa sangat tidak sopan menguping perselisihan suami istri dan mereka tentu tidak ingin didengar oleh siapapun., walaupun Dokter Lavin penasaran setengah hidup.Sekarang, setelah Citra ada di sini, apa yang akan mereka lakukan? Hanya bersembunyi dari Erian tanpa usaha apapun untuk melepaskan wanita itu sepenuhnya dari jeratan pengusaha ternama itu? Citra memang sudah mengambil langkah pertama dengan memutuskan untuk menggugat cerai Orion, tapi kaitan antara mantan kekasihnya dan Erian bukan hanya itu.Namun, sampai kapan mereka sanggup menyembunyikan diri begini? Dokter Lavin harus bekerja, yang tentu saja tidak aman dilakukan sebab Erian sudah tahu jika dirinya ikut terlibat. Sekali Dokter Lavin tertangkap, Citra,

  • Koper Merah di Kamar Mertua   101

    “Itu benar, Pak Nadi. Citralah yang telah membunuh istriku. Aku tidak bohong atau sedang berupaya kabur. Itulah yang sebenarnya terjadi.”Erian menegaskan kalimatnya usai melihat reaksi Dokter Hardi dan Nadi atas perkataannya sebelumnya adalah saling melempar tatapan tidak mengerti. Tapi, sedetik kemudian, wajah si polisi menjelma tidak percaya dan ekspresi si dokter tetap dalam kebingungannya.“Apa maksudmu, Erian?” Dokter Hardi menyuarakan ketidakpahamannya. Ia bergantian memandang polisi di depannya dan temannya yang terbaring di brankar, menunggu salah satu dari keduanya sudi menjelaskan. “Citra yang membunuh Henny? Tapi, kenapa? Tadi kamu bilang kalau dijebak dan akan berusaha mencari pelaku sebenarnya, sekarang kamu bilang kalau Citra pelakunya. Apa yang terjadi di sini, Erian?”“Lebih baik Anda ikut ke kantor dan menjelaskan semuanya di sana, Pak Erian. Bangunlah, saya akan memapah Anda ke mobil,” sebut Nadi lalu melangkah mendekati brankar dan mengulurkan tangannya pada Erian,

  • Koper Merah di Kamar Mertua   100

    Bunyi pukulan itu mengalihkan perhatian Citra yang tengah asyik duduk di kursi kerja Jian dan memelototi salah satu kertas yang diraupnya dari atas meja. Tangannya otomatis menjatuhkan benda yang dipegangnya begitu menyaksikan bagaimana suaminya menonjok pipi Dokter Lavin yang sama sekali tidak menduga datangnya serangan itu. Ia tergesa-gesa menghampiri mantan kekasihnya yang setengah bersimpuh di lantai dan berjongkok di sampingnya.“Kamu tidak apa-apa, Lavin?” Citra bertanya risau sambil mengamati wajah lebam pria di sisinya. Saat Dokter Lavin hanya mengangguk sebagai reaksi tanpa mengatakan apapun, wanita itu menaikkan kepalanya untuk memberi Orion tatapan sengit. “Apa yang kamu lakukan, Rion? Kenapa kamu memukul Lavin? Dia kan tidak salah apa-apa sama kamu.”Mata Orion mendelik, dadanya masih naik turun mengejar napas. Tenaganya yang tidak seberapa, karena baru makan sekali dalam hari ini, dikerahkan semuanya untuk memberi Dokter Lavin pukulan sekuatnya yang pantas pria itu terima

  • Koper Merah di Kamar Mertua   99

    “Ibu!”“Tante!”Dokter Lavin dan Citra memekik berjamaah kemudian saling bertatapan salah tingkah setelahnya yang segera dilanjutkan dengan membuang pandangan masing-masing ke arah berlawanan. Citra pura-pura tertarik dengan hiasan rambut Belinda yang duduk di pangkuannya, sedangkan Dokter Lavin berdeham tidak jelas sambil bersikap seakan-akan terpesona dengan pemandangan di luar jendela mobil.“Loh, apa yang salah?” Jian bertanya dengan wajah tanpa dosa, tidak menyadari bencana yang baru saja diciptakannya, matanya bergantian menatap tiga penumpang dewasa yang terduduk di kursi belakang mobilnya. “Kalau Citra dan pria ini bercerai, artinya dia bisa kembali pada Lavin dan anak kandungnya, Belinda. Nah, pria ini bisa bersama dengan si poni kekanak-kanakan itu. Akhir yang bahagia untuk semuanya.”Usai menemukan kendali dirinya kembali, Dokter Lavin memandang ibunya, sebisa mungkin menahan matanya agar tidak melirik ke arah Citra atau Orion yang duduk di sisi kiri dan kanannya. “Lebih ba

  • Koper Merah di Kamar Mertua   98

    Nadi duduk tepekur di sofa kulit mahal yang ada di ruang rawat mewah itu. Operasi pengangkatan peluru di betis Erian yang dilakukan langsung oleh Dokter Hardi sudah selesai tiga jam yang lalu. Sekarang, ia hanya perlu menunggu pengusaha hotel itu siuman untuk ditanyai. Nadi memilih untuk bersiaga di ruangan yang sama dengan Erian untuk mencegah orang kaya itu berkonspirasi jahat dengan Dokter Hardi lagi.Sebenarnya, ia bisa saja meminta Kun atau rekannya yang lain untuk menggantikannya berjaga di rumah sakit. Tapi, Nadi memutuskan terlibat langsung karena saat ini bisa dikatakan jika Erian merupakan terduga potensial dalam kasus pembunuhan Henny serta kecelakaan Gema dan Ariani. Baginya, ini semacam tanggung jawab moril selaku ketua tim penyidikan. Bukankah sebagai pemimpin, ia yang harus bekerja lebih keras?Usai beberapa belas menit duduk sambil menjalin tangan dan bertatap muka dengan lantai, Nadi mengubah posisinya menjadi bersandar di sofa dengan kepala mendongak dan mata nyalang

  • Koper Merah di Kamar Mertua   97

    “Orion?”Citra menggumamkan nama suaminya dengan nada terperanjat bervolume rendah. Ia tidak salah dengar, kan? Tapi, apa yang dilakukan Orion di sini? Bukannya dia tengah ditahan di kantor polisi?“Buka pintunya, Citra. Ini aku, Orion!” Orang yang berdiri di luar bilik toilet Citra itu berbicara lagi.Mendengar suara manusia itu sekali lagi, Citra akhirnya yakin. Sekarang ia berseru lantang. “Orion? Itu benar-benar kamu, kan?”“Iya, Citra. Aku Orion, suamimu.”Lebih tepatnya, pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suamiku, pikir Citra. Walaupun yakin betul kalau makhluk yang mengobrol dengannya adalah Orion, ia tetap memilih melakukan tindakan pencegahan dengan cara mengintip lagi melalui celah di bawah pintu, siapa tahu ada orang lain di situ.Usai memastikan jika suaminya memang benar-benar datang sendirian, Citra menjatuhkan pecahan cermin di tangannya ke lantai dan membuka pintu bilik toilet. Di depannya, terpampang wujud Orion yang terlihat tidak terurus dengan wajah dan pa

DMCA.com Protection Status