“Citra! Citra! Buka pintunya! Kamu di dalam, kan? Citra!”Teriakan panik melompat dari mulut seorang pria tampan berusia 30-an bernama Orion beradu dengan bunyi pintu yang digedor. Saat pulang kerja beberapa menit lalu, bukannya disambut oleh istrinya, Orion malah disuguhkan dengan info dari asisten rumah tangga keluarganya yang mengatakan bahwa istri Orion, Citra, tidak keluar dari kamar mereka di lantai dua sejak satu jam yang lalu usai bertengkar hebat dengan ibu Orion, Henny.Sebenarnya, pertempuran seru antara Citra dan Henny bukan berita baru bagi Orion. Sejak menikah dengan Citra tiga tahun lalu, perselisihan tidak perlu yang sebagian besar berkembang menjadi adu mulut bisa dianggap sebagai rutinitas harian. Henny selalu saja menemukan sesuatu dalam diri Citra yang dianggapnya tidak sesuai dengan standarnya sebagai seorang istri pengusaha hotel ternama di Kota Ryha. Yang paling sering dicelanya biasanya adalah latar belakang Citra yang mantan aktris populer, profesi yang dinil
Di bawah tatapan ngeri Bik Yuli dan pandangan resah Orion, para polisi Ryha berhasil membuka pintu kamar Henny dan Erian yang terkunci dalam satu tendangan tanpa menyentuh genangan darah di lantai.Begitu pintu terkuak dan memperlihatkan keadaan kamar yang gelap, Orion segera menciptakan jalan untuk dirinya agar bisa memasuki kamar orang tuanya dengan cara menyingkirkan bahu-bahu para polisi yang berkerumun di depan pintu. Satu kakinya baru saja akan menginjak darah ketika pundaknya ditahan oleh salah satu polisi.“Maaf, Pak. Tapi, Anda tidak diizinkan memasuki kamar ini sekarang,” ujar polisi bertampang tenang yang mencegah Orion.Kepanikan Orion yang timbul begitu melihat kondisi di bawah pintu kamar orang tuanya berubah menjadi kegeraman. Ibunya bisa saja sedang terluka dan membutuhkan pertolongan di dalam kamar yang gelap dan polisi malah menghalanginya untuk masuk?Orion telah memutuskan untuk mengabaikan peringatan polisi itu dan melepaskan dirinya dari tangan si polisi saat Eri
“Kenapa Citra tidak dibawa ke rumah sakit saja, Yah? Bagaimana kalau dia mengalami luka dalam?”Pertanyaan itu menembus pendengaran Citra yang sudah siuman beberapa menit yang lalu. Tapi, ia masih ngotot menerapkan kemampuannya sebagai mantan aktris dan berpura-pura pingsan untuk mengamati reaksi orang-orang di sekitarnya dengan lebih leluasa, terutama setelah ibu mertua yang sangat dibencinya meninggal dengan cara begitu tragis.Citra tentu saja sangat riang mengetahui bahwa akhirnya rumah tangganya tidak akan diusik oleh Henny lagi. Sekarang ia bisa bebas menjadi dirinya sendiri, tanpa harus mempertimbangkan pendapat ibu mertuanya yang cerewet itu.“Kamu kan dengar sendiri apa kata Dokter Julian tadi, Rion. Citra tidak apa-apa. Dia hanya pingsan karena stres. Seharusnya, kamu sebagai suaminya lebih memperhatikannya. Memangnya dia tidak pernah cerita apa yang membuatnya stres?”Aku sudah bilang ratusan kali sama Rion tapi ia cuma menyuruh bersabar, batin Citra sebal. Tentu saja, Cit
Bunyi kode ruangan yang tengah dimasukkan terdengar. Sejurus kemudian, pintu kayu berpelitur halus berwarna hitam terbuka dan memperlihatkan wujud seorang pria tampan yang memasuki apartemen itu dengan bungkusan berisi makanan mahal di tangannya. Ia lalu mengganti sepatunya dengan sandal rumah yang tersedia. Gerakannya sama sekali tidak canggung, seolah ia sudah biasa mengunjungi tempat itu.Mungkin pria itu tidak sadar, tapi kelakuannya sejak melangkahi ambang pintu diamati oleh seorang wanita berambut lurus hitam panjang, dengan poni tipis yang menutupi jidatnya.Mengenakan gaun tidur panjang berwarna hitam berbahan satin yang memang dimaksudkan untuk menggoda, wanita itu berdiri sambil menyilangkan kaki dan menyandarkan bahu di dinding samping sofa. Menunggu.Pria itu selesai mengenakan sandal rumah dan mengangkat tatapannya dari lantai. Saat itulah ia melihat si wanita dan otomatis senyum mesum tertera di wajahnya yang rupawan. Sambil mempertontonkan bungkusan makanan mahal yang d
“Bagaimana perasaan Anda, Bu Citra? Sudah lebih baik?”Citra mengangguk walaupun tengah bertatap muka dengan lantai, lebih memilih tidak melihat wajah Nadi yang baru saja menanyainya. Di samping kirinya, duduk Orion yang berusaha keras tidak kelihatan resah. Di sisi kanannya, Erian memarkirkan pantatnya di kursi dan tampak benar-benar tenang.“Bisa ceritakan kejadian sebelum Anda ditemukan pingsan di kamar?”Pelan-pelan mengangkat kepalanya, Citra menoleh dulu ke ayah mertuanya yang memberinya senyuman menghibur.Namun, ia sama sekali tidak berpaling ke Orion, padahal suaminya itu sudah menengok ke arah Citra sambil mencoba menarik kedua sudut bibirnya.“Sekitar jam 4 sore tadi, saya berniat pergi ke supermarket untuk membeli peralatan mandi kami yang sudah habis. Saya memang terbiasa membeli semua kebutuhan sendiri, hanya bahan makanan saja yang diurus oleh Bik Yuli. Di ruang tamu, saya ketemu dengan ibu. Mungkin Anda sudah dengar, tapi hubungan saya dan ibu mertua memang tidak terla
Orion mendelik. Mulutnya ternganga. Spontan, ia berdiri dari kursinya sangat tergesa-gesa sampai membuat benda malang itu terjungkal. Pertanyaan sekaligus pernyataan Nadi membuat Orion sempat lupa bagaimana cara bernapas. Ia bahkan tidak menyadari jika Citra dan Erian juga tersentak mendengar ucapan si polisi.Setelah berhasil menormalkan kerja paru-parunya kembali, Orion berupaya menyetel ekspresinya agar kelihatan benar-benar tersinggung. Menaikkan sedikit dagunya guna menegaskan bahwa dirinya adalah konglomerat yang tidak selevel dengan Nadi, karena itu ia tidak akan terpengaruh dengan apapun yang didengarnya, Orion lalu menuding polisi itu dengan telunjuk yang bergetar.“Jaga ucapan Anda, Pak Nadi. Berani sekali Anda memfitnah warga kota yang baik hanya karena bau parfum yang belum tentu juga Anda endus. Saya sungguh-sungguh merasa terhina,” ujar Orion dengan suara yang juga agak gemetar.Tapi, Nadi bergeming. Ia sama sekali tak goyah dengan provokasi yang dilancarkan oleh Orion.
“Ayah rasa lebih baik kamu ikut juga, Citra. Anda pun boleh ikut kalau mau, Pak Nadi,” ujar Erian di pintu ruang makan. Kepalanya ditolehkan pada dua orang yang diajaknya bicara. Di sampingnya, Orion melirik tidak berdaya.Nadi mengiyakan dengan cepat. Ia memang merasa lebih bagus jika terlibat langsung. “Tapi, saya harus ketemu rekan polisi yang tadi saya minta membawa Bik Yuli, Pak Erian. Tunggu sebentar,” kata Nadi sambil buru-buru melewati Erian dan Orion menuju ruang keluarga tempat rekannya menunggu.“Bagaimana, Citra? Kamu ikut, kan? Ayo, kita tunggu Pak Nadi di mobil saja,” ajak Erian dan langsung berbalik tanpa menanti respons menantunya. Citra yang mengerti kalau ucapan barusan adalah perintah, bukan permintaan, menyusul kedua pria itu.Langkah kaki dari belakangnya membuat Citra berpaling. Ia menemukan Nadi telah mengekori mereka. Di depannya, Erian dan Orion telah berdiri di undakan teras, menunggu sopir keluarga memarkirkan mobil.Segera saja mobil mewah berwarna hitam me
Tercengang. Erian butuh beberapa detik untuk mencerna ucapan Dokter Hardi. Ekspresinya kosong, matanya melebar, dan mulutnya terbuka. Tapi, Dokter Hardi justru terbahak-bahak menonton raut wajah temannya.“Apa kubilang? Info ini akan sangat mengejutkan, bukan? Aku paham apa yang kau rasakan, Erian. Reaksiku juga kurang lebih sama saat tahun lalu aku diberitahu oleh putri dan menantuku bahwa aku bakal punya cucu, sempat bingung dan tidak bisa berkata-kata. Ha ha ha, lucu sekali,” ujar Dokter Hardi geli sendiri.“Cucu? Cucu? Cucu?” Erian mengulang linglung. “Aku akan memiliki cucu? Penerus keluarga Indrayana? Benarkah itu, Hardi?”“Benar sekali, temanku. Wah, kita berdua sudah menjadi kakek-kakek. Kita telah memasuki satu lagi fase penting dalam hidup. Sekali lagi kuucapkan selamat, Erian. Dan tentu saja untuk kamu juga, Orion,” kata Dokter Hardi kelewat riang, seolah dirinyalah yang akan menimang cucu.Tiba-tiba dan tidak bisa diprediksi, Erian melompat maju menubruk tubuh temannya dan
“Apa yang terjadi, Lavin? Kenapa ada polisi di sini?”Citra bertanya dengan wajah menghadap ke moncong pistol yang mengarah padanya, matanya tajam melirik Dokter Lavin yang tengah memberinya tatapan terluka. Walaupun malam itu udara lumayan dingin, keringat mulai bermunculan di dahinya. Wanita itu meneguk ludah yang terasa mengganjal. Ada yang tidak beres dengan mantan kekasihnya itu.Namun, bukannya menjawab, Dokter Lavin justru memutus kontak matanya dengan Citra, turun dari mobil, membuka pintu belakang, dan membawa Belinda ke dalam gendongannya. Ia memilih untuk tidak menengok ke arah Citra satu kali pun selagi melangkah kembali ke dalam toko yang pengunjungnya tampaknya tidak menyadari kejadian di depan bangunan yang mereka datangi, berbeda dengan Belinda yang tidak berhenti memelototi mobil yang baru saja mereka tinggalkan.“Lavin, Lavin, kamu mau ke mana? Jelaskan padaku ada apa ini. Lavin! Kamu tidak boleh pergi begitu saja dan meninggalkanku di sini!” Citra memanggil-manggil
Mata Citra terbelalak mendengar pengumuman mengejutkan yang disampaikan oleh Jian. Dengan mulut setengah membuka, ia menoleh ke arah Dokter Lavin yang juga tengah menatapnya. Berkat kehadiran polisi di luar sana di waktu yang sangat tidak tepat ini, rencananya bersama pria itu untuk mengasingkan Orion di ruangan tersendiri bisa dipastikan gagal.“Bagaimana mereka bisa tahu saya di sini? Setahu saya, kita tidak diikuti sejak di pusat perbelanjaan tadi. Saya juga yakin orang-orang di toko tidak ada yang mengenali saya,” ujar Citra dengan nada heran setelah berhasil berjumpa dengan suaranya. Kepalanya bergantian berpaling ke Dokter Lavin dan Jian, menuntut penjelasan. Tidak bisa dipungkiri ada sorot menuduh dalam pandangannya. Mungkin ibu dan anak itu tidak setulus yang Citra kira.Dokter Lavin melihat ke sekeliling rumah dengan resah sebelum membuka mulut. “Kalau dilihat dari polisi yang datang, bukan orang-orang suruhan Erian, kemungkinan besar mereka bisa mengetahui lokasi Citra denga
“Hati-hati menggalinya, jangan sampai guci itu pecah. Lebih baik kita menggalinya pakai tangan saja.”Nadi memberi instruksi pada rekan-rekannya sambil membasmi keringat yang berlelehan mengaliri dahinya menggunakan punggung tangan yang berlumur tanah. Mereka, para aparat kepolisian itu, tengah menggali tanah di halaman belakang kediaman Indrayana untuk mencari sesuatu yang disebutkan oleh Erian pada Nadi tiga puluh menit sebelumnya.“Kalau Anda tahu siapa yang membunuh korban, kenapa Anda tidak bilang dari awal dan membantu penyidikan? Kenapa malah menyembunyikannya dan bersikap tidak tahu apa-apa, bahkan sampai menjebak anak Anda sendiri? Apakah Anda diancam oleh Bu Citra atau Anda sendiri yang memilih untuk menutupi kasus ini, Pak Erian?”“Saya sendiri yang memang memutuskan untuk menutupi kasus ini. Saya pikir, jika Henny ditemukan meninggal sebagai korban pembunuhan, orang-orang akan bersimpati pada saya yang akhirnya akan menaikkan harga saham hotel. Tapi, Citra juga turut andil
Dokter Lavin duduk di sofa ruang tamu rumahnya, alih-alih di ruang keluarga tempatnya mengambil kotak obat, semata-mata agar tidak mendengar pertengkaran antara Citra dan Orion. Sambil menotol-notolkan kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol ke lukanya, ia meyakinkan diri bahwa sangat tidak sopan menguping perselisihan suami istri dan mereka tentu tidak ingin didengar oleh siapapun., walaupun Dokter Lavin penasaran setengah hidup.Sekarang, setelah Citra ada di sini, apa yang akan mereka lakukan? Hanya bersembunyi dari Erian tanpa usaha apapun untuk melepaskan wanita itu sepenuhnya dari jeratan pengusaha ternama itu? Citra memang sudah mengambil langkah pertama dengan memutuskan untuk menggugat cerai Orion, tapi kaitan antara mantan kekasihnya dan Erian bukan hanya itu.Namun, sampai kapan mereka sanggup menyembunyikan diri begini? Dokter Lavin harus bekerja, yang tentu saja tidak aman dilakukan sebab Erian sudah tahu jika dirinya ikut terlibat. Sekali Dokter Lavin tertangkap, Citra,
“Itu benar, Pak Nadi. Citralah yang telah membunuh istriku. Aku tidak bohong atau sedang berupaya kabur. Itulah yang sebenarnya terjadi.”Erian menegaskan kalimatnya usai melihat reaksi Dokter Hardi dan Nadi atas perkataannya sebelumnya adalah saling melempar tatapan tidak mengerti. Tapi, sedetik kemudian, wajah si polisi menjelma tidak percaya dan ekspresi si dokter tetap dalam kebingungannya.“Apa maksudmu, Erian?” Dokter Hardi menyuarakan ketidakpahamannya. Ia bergantian memandang polisi di depannya dan temannya yang terbaring di brankar, menunggu salah satu dari keduanya sudi menjelaskan. “Citra yang membunuh Henny? Tapi, kenapa? Tadi kamu bilang kalau dijebak dan akan berusaha mencari pelaku sebenarnya, sekarang kamu bilang kalau Citra pelakunya. Apa yang terjadi di sini, Erian?”“Lebih baik Anda ikut ke kantor dan menjelaskan semuanya di sana, Pak Erian. Bangunlah, saya akan memapah Anda ke mobil,” sebut Nadi lalu melangkah mendekati brankar dan mengulurkan tangannya pada Erian,
Bunyi pukulan itu mengalihkan perhatian Citra yang tengah asyik duduk di kursi kerja Jian dan memelototi salah satu kertas yang diraupnya dari atas meja. Tangannya otomatis menjatuhkan benda yang dipegangnya begitu menyaksikan bagaimana suaminya menonjok pipi Dokter Lavin yang sama sekali tidak menduga datangnya serangan itu. Ia tergesa-gesa menghampiri mantan kekasihnya yang setengah bersimpuh di lantai dan berjongkok di sampingnya.“Kamu tidak apa-apa, Lavin?” Citra bertanya risau sambil mengamati wajah lebam pria di sisinya. Saat Dokter Lavin hanya mengangguk sebagai reaksi tanpa mengatakan apapun, wanita itu menaikkan kepalanya untuk memberi Orion tatapan sengit. “Apa yang kamu lakukan, Rion? Kenapa kamu memukul Lavin? Dia kan tidak salah apa-apa sama kamu.”Mata Orion mendelik, dadanya masih naik turun mengejar napas. Tenaganya yang tidak seberapa, karena baru makan sekali dalam hari ini, dikerahkan semuanya untuk memberi Dokter Lavin pukulan sekuatnya yang pantas pria itu terima
“Ibu!”“Tante!”Dokter Lavin dan Citra memekik berjamaah kemudian saling bertatapan salah tingkah setelahnya yang segera dilanjutkan dengan membuang pandangan masing-masing ke arah berlawanan. Citra pura-pura tertarik dengan hiasan rambut Belinda yang duduk di pangkuannya, sedangkan Dokter Lavin berdeham tidak jelas sambil bersikap seakan-akan terpesona dengan pemandangan di luar jendela mobil.“Loh, apa yang salah?” Jian bertanya dengan wajah tanpa dosa, tidak menyadari bencana yang baru saja diciptakannya, matanya bergantian menatap tiga penumpang dewasa yang terduduk di kursi belakang mobilnya. “Kalau Citra dan pria ini bercerai, artinya dia bisa kembali pada Lavin dan anak kandungnya, Belinda. Nah, pria ini bisa bersama dengan si poni kekanak-kanakan itu. Akhir yang bahagia untuk semuanya.”Usai menemukan kendali dirinya kembali, Dokter Lavin memandang ibunya, sebisa mungkin menahan matanya agar tidak melirik ke arah Citra atau Orion yang duduk di sisi kiri dan kanannya. “Lebih ba
Nadi duduk tepekur di sofa kulit mahal yang ada di ruang rawat mewah itu. Operasi pengangkatan peluru di betis Erian yang dilakukan langsung oleh Dokter Hardi sudah selesai tiga jam yang lalu. Sekarang, ia hanya perlu menunggu pengusaha hotel itu siuman untuk ditanyai. Nadi memilih untuk bersiaga di ruangan yang sama dengan Erian untuk mencegah orang kaya itu berkonspirasi jahat dengan Dokter Hardi lagi.Sebenarnya, ia bisa saja meminta Kun atau rekannya yang lain untuk menggantikannya berjaga di rumah sakit. Tapi, Nadi memutuskan terlibat langsung karena saat ini bisa dikatakan jika Erian merupakan terduga potensial dalam kasus pembunuhan Henny serta kecelakaan Gema dan Ariani. Baginya, ini semacam tanggung jawab moril selaku ketua tim penyidikan. Bukankah sebagai pemimpin, ia yang harus bekerja lebih keras?Usai beberapa belas menit duduk sambil menjalin tangan dan bertatap muka dengan lantai, Nadi mengubah posisinya menjadi bersandar di sofa dengan kepala mendongak dan mata nyalang
“Orion?”Citra menggumamkan nama suaminya dengan nada terperanjat bervolume rendah. Ia tidak salah dengar, kan? Tapi, apa yang dilakukan Orion di sini? Bukannya dia tengah ditahan di kantor polisi?“Buka pintunya, Citra. Ini aku, Orion!” Orang yang berdiri di luar bilik toilet Citra itu berbicara lagi.Mendengar suara manusia itu sekali lagi, Citra akhirnya yakin. Sekarang ia berseru lantang. “Orion? Itu benar-benar kamu, kan?”“Iya, Citra. Aku Orion, suamimu.”Lebih tepatnya, pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suamiku, pikir Citra. Walaupun yakin betul kalau makhluk yang mengobrol dengannya adalah Orion, ia tetap memilih melakukan tindakan pencegahan dengan cara mengintip lagi melalui celah di bawah pintu, siapa tahu ada orang lain di situ.Usai memastikan jika suaminya memang benar-benar datang sendirian, Citra menjatuhkan pecahan cermin di tangannya ke lantai dan membuka pintu bilik toilet. Di depannya, terpampang wujud Orion yang terlihat tidak terurus dengan wajah dan pa