Home / Urban / Kontrak Rahasia: Melahirkan Putra Tuan Presdir / Bab 6. Pengganggu Malam Pertama

Share

Bab 6. Pengganggu Malam Pertama

Sejak hari di mana persiapan malam pertamanya menjadi sia-sia, 3 hari berlalu dengan damai. 

Dan karena sudah mulai bekerja, Irene kini harus membagi pikirannya sebagai istri kontrak Adam dan juga sebagai staf sekretaris Bright Co.Ltd.

“Irene, ini Noora. Dia yang akan mengajari semua pekerjaan yang biasa dikerjakan.” Staf personalia yang mengantar Irene mengenalkan seorang wanita muda dengan rambut pendek di bawah telinga.

Wanita bernama Noora itu langsung mengulurkan tangan dengan senyum ramahnya. “Hai! Aku Noora. Santai saja ya, Irene.”

Gugup, Irene langsung menyambut jabat tangan itu sambil memperkenalkan dirinya. 

Sebelum meninggalkan Irene dan Noora untuk melanjutkan pekerjaan, staf personalia itu berpesan, “Irene, saya harap satu minggu cukup buat kamu sudah menguasai semua pekerjaan, jadi Noora tidak perlu direpotkan setelah pindah divisi nanti.” 

Irene terkejut. Ia tak menyangka kalau dirinya akan menggantikan posisi Noora. “Oh?! Saya pikir saya akan satu divisi dengan senior Noora?” tanya Irene mengkonfirmasi ulang. 

Tidak ada yang menyadari wajah Noora berubah kecut karena merasa seperti diejek dengan pertanyaan Irene tersebut.

“Tidak. Noora akan dipindah ke divisi baru. Itu saja. Semangat bekerja!” ujar staf personalia itu sambil berjalan menjauh keluar dari ruang sekretariat.

Secepat kilat Noora kembali memasang raut wajah ceria dan mulai menjelaskan semua yang perlu disampaikan. Karena sikap ramah Noora, Irene berharap banyak kalau pekerjaannya saat ini akan terasa lebih baik dibanding yang dulu. 

“Setiap ada dokumen yang masuk, pisahkan sesuai departemennya. Nanti kamu pelajari direktur-direkturnya dan departemen apa yang mereka pegang. Oke?” Noora menjelaskan. 

Irene mengangguk. Sedikit banyak pekerjaannya mirip seperti di perusahaan lama. 

“Nah, kalau di sini, nanti gantian pesan menu makan siang buat direksi. Sebelum jam 11 tanyain masing-masing direktur, pada mau makan apa. Mereka santai aja kok orangnya.” Julia—salah satu rekan kerja Irene nanti, menambahkan. 

Noora mengangguk, membenarkan. “Oh iya, bener. Aku sampai lupa soal tugas itu.” 

Irene memang belum bertemu dengan direktur yang lain, tapi membayangkan Adam sebagai orang yang santai sepertinya agak sulit. Adam yang ia lihat kaku dan tak banyak senyum. 

“Cuma, jangan terlalu santai sama Pak Adam. Dia kan CEO. Dia juga anak yang punya perusahaan.” Kali ini seorang pria paruh baya yang adalah kepala sekretaris–Galleon, menyelipkan pesan lain.

Lagi-lagi Noora mengangguk. “Sama Pak Adam agak susah sih. Tapi tenang aja, kalau ada apa-apa kamu bisa tanya Pak Galleon kok.”

“Yup! Semoga betah ya, Irene.” Galleon dan Julia tersenyum ramah. Irene pun merasa sangat diterima di sana. 

***

Beberapa hari berlalu. Seperti yang diinginkan pihak personalia, Irene mampu mengerjakan semua bahkan sebelum 1 minggu berlalu. Dengan begitu, Noora sudah sepenuhnya pindah ke divisi baru.

Sesuai jadwal, sepulang kerja Irene harus bertemu lagi dengan Darren, dokter kandungan yang akan memantau proses kelahiran keturunan untuk Adam. Ia menemui Darren bersama Adam dan Leon di ruang makan.

“Mulai malam ini, minum obat ini 1 kali saat malam.” Darren menyodorkan satu plastik berisi 5 butir tablet obat. 

Detik berikutnya ia menyodorkan obat lain sambil melanjutkan penjelasannya, “Kalau yang ini vitamin, pagi saja. Semua diminum sesudah makan, karena kamu terdeteksi punya sakit lambung. Minum dengan air putih ya, jangan teh apalagi kopi.”

“Oke, Dok.” 

Irene mengambil obat-obatan itu sementara Darren beralih kepada Adam. 

“Ternyata, Pak Adam juga dapat obat ya,” batin Irene sambil melirik ke arah meja di sebelahnya. 

Obat yang harus dikonsumsi Adam bahkan lebih banyak dari miliknya. 

“Buat apa obat ini?” tanya Adam sambil mengerutkan dahi. 

Darren mendengus sambil tertawa kecil. Jawabnya, “Bikin sehat sperma, Dam. Santai.”

Adam mengangguk paham. Demikian Pun, Adam tetap menanyakan satu demi satu obat yang harus dikonsumsi. 

Tiba-tiba Irene berpikir, “Apa dia lagi ngajarin aku ya, buat nanya segala hal?”

Kemudian gadis itu membolak-balik plastik obat di tangannya sambil membatin, “Aku bahkan nggak tahu ini obat apa. Yang ini tadi vitamin, ini buat apa?”

“Oke. Dua hari lagi, kalian bisa coba. Jadi, jaga diri jangan sampai sakit.” Darren menutup penjelasannya kemudian pamit dari ruang makan.

Merasa canggung karena tidak ada yang bisa dibahas dengan Adam, Irene bermaksud pamit, tetapi Adam mendahuluinya dengan membuka percakapan. Menahan Irene di sana. 

“Bagaimana pekerjaanmu di kantor?” tanyanya. “Kudengar bagian personalia cukup puas karena kamu bisa beradaptasi sebelum tenggat waktu yang ditetapkan.”

Irene mengangguk. “Sedikit banyak sama seperti pekerjaan di perusahaan lama. Sulitnya cuma menggabungkan pesanan makan siang kalau direktur sudah jawab ‘terserah’,” keluh sang istri menuai kekehan singkat dari Adam. 

“Apalagi kalau Ibu Lily sudah memutuskan untuk memasak di kantor,” tambah Irene lagi.

“Well, kalau mereka membuatmu susah, kau bisa bilang kalau aku ingin makan chinese food. Mereka tak akan berani pesan macam-macam.”

Ucapan Adam membuat Irene langsung menoleh dengan wajah super ceria. Ia tidak menyangka kalau seorang Adam yang dingin dan tidak peduli, rela menyerahkan namanya untuk dipakai sebagai tameng soal makan siang. 

Seolah dinding di antara mereka runtuh, Irene merasa nyaman dan langsung bertanya banyak hal soal menu makanan yang bisa dan tidak bisa dikonsumsi oleh Adam. 

Adam sebenarnya tidak terlalu peduli dengan hal ini, tetapi menurut Leon ia harus membangun hubungan sebelum melakukan malam pertama dengan seorang wanita. Jadi, disinilah ia memutar otak bagaimana membuat Irene nyaman di dekatnya. 

“Demi tujuanku merebut Allaster Corporation,” batin Adam. 

“Kalau begitu aku pamit ke kamar. Selamat malam, Pak Adam, Pak Leon.”

Adam mengangguk sambil berdehem pelan. Ia mengamati Irene yang terlihat ceria dibanding saat ia masuk ke ruang makan tadi. 

“Apa sebegitu susahnya mengurus makanan direksi? Apa sebaiknya kami mengurus sendiri makanan kami?” tanya Adam meminta pendapat Leon. 

Leon yang sudah pernah beberapa kali berada di kantor, memperhatikan hal ini sebagai pekerjaan yang memang menyulitkan para sekretaris. 

“Saya rasa, untuk Mrs. Lily agak sulit menahan beliau agar tidak memasak di kantor. Ia selalu menganggap Anda dan semua direktur seperti anak sendiri. Menyajikan makanan ala rumah baginya pasti sesuatu yang sangat berharga,” komentar Leon.

Namun, Adam mendengus geli. “Berharga? Kurasa dia hanya mau mengambil simpatiku agar tertarik dengan putrinya. Aku tidak percaya dengan hal seperti itu.”

Tanpa menunggu, Adam segera beranjak dari kursi makan menuju kamarnya sendiri. 

***

Sampai hari kedelapan, Adam rutin melakukan pendekatan ringan pada Irene untuk membuat wanita itu nyaman. Dan hari ini, karena rapat yang cukup panjang membuat Adam terlambat pulang dari kantor. 

Sementara itu, Irene yang pulang tepat waktu, sudah dipoles ulang oleh Nannia untuk bersiap melakukan ritual malam pertamanya dengan Adam. 

Gadis itu sudah menunggu di kamar Adam. Duduk mematung di sisi tempat tidur, bersiap diterkam kapan saja oleh sang empunya kamar.

Cklak!

Jantung Irene seolah jatuh ke perut saat mendengar pintu kamar dibuka. Adam yang baru saja masuk ke kamarnya pun tertegun melihat Irene di sana. 

“Ah … uhm. Pak Leon bilang saya harus menunggu di sini, ka–kalau-kalau Pak Adam mau—”

“Mh-hm,” potong Adam yang tak mau mendengar penjelasan Irene. 

Pria itu sadar kalau semua rencana ini adalah keinginannya, tapi ia tidak menyangka kalau berdua saja dengan seorang wanita bisa membuat tubuhnya bereaksi seperti pria normal. 

“Tak keberatan kalau aku tidak mandi dulu?” tanya Adam sambil melonggarkan dasinya. 

Irene mengangguk sambil mencengkram erat jubah tidurnya. Selengkap apapun Nannia membuatnya siap, hati Irene belum siap dengan apa yang akan ia alami beberapa saat kemudian ini. 

Adam mendekatinya dan mulai mencumbu leher Irene. Baru saja lututnya naik ke atas tempat tidur, pintu kamar terbuka lebar. 

Suara terkejut yang seperti dibuat-buat terdengar mengejek, “Oh! Apa aku mengganggu malammu?”

Lovely Bintang

Hai! Akhirnya sudah bisa update sesuai keputusan EIH nih. Nantikan cerita selanjutnya ya. ^_^

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status