Dengan banyaknya hal yang diserap Irene malam ini, ia akhirnya kehabisan energi dan terlelap tanpa ia sadari. Ditambah ketegangan malam pertama yang sekali lagi hanyalah sebuah kesia-siaan belaka, karena pada akhirnya tidak terjadi apa-apa antara dirinya dan Adam.
Begitupun, ia cukup bersyukur, karena kedatangan Aldrich membuat Adam tidak jadi melahapnya malam ini. Irene masih belum siap menerima pria tersebut.“Ah … sudah tidur ternyata,” gumam Adam yang akhirnya selesai bicara dengan Aldrich.Dan ketika kembali ke kamar, ia malah mendapati Irene terlelap dengan posisi membentang di atas tempat tidurnya. “Kenapa juga tidurnya miring begini. Apa dia tipe yang tidurnya nggak bisa diem ya?”Adam mencoba membetulkan posisi tidur Irene dan menyelimuti gadis itu. Ia menatap tempat tidurnya kemudian beralih ke sofa dan memutuskan, “Sebaiknya aku tidur di sofa. Besok aku minta Leon menjebol kamar sebelah.”Wajah Irene terlihat panik, karena ia tidak menyangka kalau Aldrich akan langsung menembaknya dengan pernyataan seperti itu. "Wow! Sepertinya aku sudah harus menggunakan keahlian baruku sebagai artis!" keluhnya dalam hati. Dengan netra berkaca-kaca, Irene tergagap seolah terkejut dengan ucapan Aldrich. “Si—siapa yang bilang?” Sambil memamerkan cengiran kekanakan, Aldrich menjawab, “Kak Adam. Kalian benar menikah secara kontrak, kan?” Irene sadar kalau Aldrich hanya ingin memancing. Adik laki-laki dari suaminya itu seperti mengarahkan pikiran Irene bahwa Adam memberitahu Aldrich soal rahasia ini. Yang tidak diketahui Aldrich, semua informasi terkait hubungan Adam dengan keluarga, sudah diketahui oleh Irene. Berusaha keras menangis seperti orang patah hati, Irene kemudian berjongkok di tempatnya, membuat Aldrich menaikkan salah satu alisnya. Heran. Tak lama kemudian
“Omong kosong, Claire. Semua sudah berakhir. Tidak ada pentingnya mengungkit hal itu,” tegur Adam dengan mata menyipit.Namun, sepertinya Claire tidak mau menyerah begitu saja. Ia terus membahas hubungan spesial yang pernah hadir di antara mereka.Artis cantik itu merengek, “Kau tahu, aku sakit hati saat Aldrich mengatakan kau sudah menikah. Katakan, apa dia lebih cantik dariku, Adam?”“Ha?! Menikah?!” bisik Julia dengan mata melotot, karena tak sengaja mendapat berita di luar perkiraan.Saat itulah Irene memutuskan untuk mengetuk pintu. Ia tidak mungkin membiarkan Julia mendengar pengakuan dari mulut Adam kalau pria itu benar-benar sudah menikah. Kalau sampai te
Tanpa disadari, langkah membawanya berhenti di depan pintu ruangan Adam. Dengan berat gadis itu mengetuk pintu sang CEO Bright Co.Ltd. Dua kali ketuk sebelum sang penguasa ruangan memberi izin masuk. “Bapak cari saya?” tanya Irene sambil memasuki ruangan Adam dan berjalan mendekati meja kerja sang atasan.Adam mengangguk sambil berdehem singkat. “Ada masalah dengan penerimaan dokumen?” tanyanya sambil menandatangani sisa dokumen yang menjadi tanggung jawabnya.Di ujung air mata yang hampir tumpah Irene mengangguk tanpa bisa menjelaskan apapun. Ia tidak tahu apakah ini juga perbuatan seseorang untuk menjebaknya lagi atau murni kesalahpahaman.Adam yang melihat raut panik dan terpukul di wajah Irene tiba-tiba merasakan amarah yang besar menyelimuti hatinya. Ia tidak berpikir bahwa perasaan ingin marah demi Irene karena perbuatan seseorang yang mencoreng nama gadis itu, bisa muncul dalam hatinya.“Hm, kurasa kurang tepat kalau bahas hasil pengamatan kasus dia di kantor lamanya sekarang.
“Yeah. Waktu kejadiannya terlalu tepat.” Derrick menjawab sambil menyunggingkan senyum geli, membayangkan masih ada yang bertindak kotor demi jabatan.Sementara Ferdian larut dalam ucapan Derrick, pria itu sudah beranjak. Lagi katanya, “Ayo, Adam minta kita ke ruangannya.”Ferdian mengangguk sambil beranjak dari kursi, mengikuti Derrick. Pria itu masih tak berkomentar karena tengah memikirkan ucapan Adam juga di ruang rapat tadi. Batinnya, “Kalau penilaianku soal Irene, tanpa masalah dokumen hilang kemarin, memang seperti yang disebut Adam. Anak itu kerjanya bagus.”Tengah larut dalam pertimbangannya sendiri, ia dikagetkan dengan ucapan Derrick, “Kurasa anak itu menyembunyikan sesuatu.” Derrick merujuk pada Adam.“Menyembunyikan sesuatu? Apa maksudmu, Rick? Siapa?” tanya Ferdian dengan dahi berkerut-kerut dan bibir yang mengerucut, berusaha mencari tahu jawaban dari pertanyaannya sendiri.Derrick mengedikkan bahunya. “Adam. Something like … mungkin Irene itu pacar rahasia?”Mengangga
Ha! Ha! Ha!“Gila! Jadi, tebakan Derrick hampir benar?!” pekik Ferdian yang sejenak lupa dengan kerugian 3 milyar tadi.Kedua temannya benar-benar tak berniat menahan diri saat tergelak, tertawa lepas begitu saja.Tidak pernah sedikitpun Adam melirik perempuan selain Claire dan sekarang malah mengaku kalau seorang gadis muda biasa dengan jabatan sekretaris adalah istrinya.Bukan sekedar pacar.Wajah Adam terlihat kesal saat menghentak napas, tetapi tak bisa dipungkiri hati kecilnya merasa ada luapan emosi positif saat menyebut Irene sebagai istrinya. Begitu pun, ia tidak berniat menunjukkan perasaannya secara gamblang.
Adam terdiam sesaat. Ia cukup khawatir melihat Irene panik karena harus mendatangi kantor lamanya sendirian. “Kau mau ditemani Regan?” tanya Adam memberi usulan. Namun, bayangan ia masuk dengan seorang bodyguard nampak terlalu berlebihan. Ia pun memutuskan untuk memberanikan diri menolak tawaran Adam. “Nggak apa-apa, Pak. Saya sendiri saja. Bapak nggak lama, kan?”Adam mengangguk. Ia sudah memberitahu rekan bisnisnya kalau saat ini ia tidak punya waktu banyak untuk membahas bisnis, tetapi mereka cukup memaksa dan mengatakan bahwa pertemuannya tidak akan melebihi dari 30 menit. “Tidak akan lama,” jawab Adam, meyakinkan Irene lagi. Irene pun menyanggupi tugas yang diberikan Adam saat ini padanya. Ia segera turun dari mobil, tak ingin menunda urusan sang atasan lebih lama lagi.Dengan berat hati, ia membiarkan mobil itu membawa Adam menjauh darinya. Walau hanya sebentar, Irene merasa seolah ia tidak mengenakan pakaian apapun. Seolah sedikit sentuhan saja bisa menghancurkan hidupnya.
“Apa?!” Aimee berbalik lagi menghadapi Irene. Dengkusan pelannya jelas terdengar, mencemooh pengakuan Irene yang ia anggap gurauan belaka. “Ir, saya tahu kamu sangat sakit hati dengan semua ini, tapi kalau kamu sampai bawa-bawa nama sekretaris Pak Adam, kamu bisa kena masalah lebih besar. Saya yakin kamu nggak akan sanggup terima konsekuensinya.” Aimee berusaha menasehati.Tak kunjung dipercaya, Irene menambahkan, “Pak Adam bilang beliau mau ketemu Pak Dave. Kalau Ibu nggak siapin ruangan, nanti Pak Adam marah.”Aimee sedikit tergoyahkan ketika Irene bicara demikian. Kalau sampai apa yang diucapkan Irene adalah kenyataan, jabatannya dipertaruhkan di sana. Namun, untuk percaya pada kenyataan sepertinya memang tidak mudah. Aimee berusaha menekan Irene lagi. “Ir, nggak mungkin kamu jadi sekretaris Pak Adam. Nggak mungkin dia mempekerjakan orang yang dianggap sudah merugikan perusahaan.” “Tapi, Bu—”Ucapan Irene terhenti ketika seseorang membuka pintu ruang rapat. Wajah Tiara yang mur
“Astaga! Astaga! Lihat nggak siapa yang barusan lewat?!” pekik Dinda sambil menepuk-nepuk punggung temannya. Arin—Rekan resepsionisnya mengangguk penuh semangat. “Iya, iya! Pak Adam dateng. Kukira si Irene cuma nipu aja.”Dinda mengerutkan dahinya. “Lho, jadi kamu nggak percaya sama yang dibilang Mbak Irene tadi?”“Mana mungkin percaya sih. Kamu nggak tahu aja kondisinya dulu waktu si Irene di pecat. Aneh ya, bisa-bisanya dia jadi sekretaris Pak Adam. Dia tidur sama—”Namun, Dinda langsung membekap mulut temannya itu. “Jangan nuduh sembarangan. Mbak Irene bukan orang begitu!” “Iya, iya. Tapi Pak Adam ganteng banget ya!” Arin kembali bersemangat sendiri, tak menghiraukan ucapan rekannya tadi.Karena ucapan Arin mengenai pemecatan Irene saat itu, Dinda berpikir untuk segera menghubungi ruang sekretaris direksi untuk memberitahu kedatangan Adam. Ia takut kalau-kalau Irene mendapat masalah di sana.“Halo, Kak Shiren, Bu Aimee ada?” tanya Dinda saat mendengar suara si penerima telepon.