Share

Kontrak Cinta Sang Muhallil
Kontrak Cinta Sang Muhallil
Penulis: Inoeng Loebis

Perhatian Pertama

Penulis: Inoeng Loebis
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-08 18:09:00

"Jadi nama kamu Habibie Burhanuddin, seorang lelaki yang sama sekali tidak punya harga diri?" tanya Arini sinis, pada pemuda yang menunduk memeluk plastik kresek berisi kotak makan.

Burhan mengangguk, menatap Arini sekilas, lalu menunduk lagi. Hanya sekilas kelopak itu mengembang--memancar bagai blitz kamera, yang ditatap justru menyorot tajam--memindai mangsa.

Meletakkan plastik hitam di sampingnya, memasang sepatu, mengikat dua tali yang masih berjalin satu, Arini menahan tali sepatu agar tidak terikat sempurna.

Burhan kepalang. Kekuatan lelakinya menguap walau sekadar menepis tangan Arini. Lelaki itu hanya menunduk, membuang wajah ke sebelah kanan.

Arini masih setia dengan tarikan garis bibirnya, berada di sebelah kiri, mengejek pemuda bernama Burhan.

Burhan sekuat daya menetralisir aliran darahnya agar terlihat biasa.

Lelaki mana yang tahan dengan godaan baju dengan belahan tepat di bagian dada. Arini seperti sengaja mempermainkan lelaki yang ada di depannya.

"Apa sebagai lelaki kamu tidak lagi punya harga diri sampai harus rela menjalani pernikahan kontrak hanya demi uang," cecar Arini membolakan kerjapan Burhan.

Terbelalak dengan ucapan Arini yang sangat pedas, justru ia kembali menunduk mengikat tali sepatunya setelah sebelah kembali dilepas Arini secara paksa.

Senyum menghina masih menaungi.

Tanpa mengucapkan sepatah kata, Burhan berdiri, meraih pintu, keinginan terbesarnya hari itu, berlalu secepatnya dari Arini.

Namun sayang, begitu gegas Arini menghalangi pintu tersebut. Kembali dengan sengaja membusungkan dada, memancing intuisi Burhan sebagai lelaki.

"Maaf, saya harus segera sampai ke kantor."

Begitu pongah, ia melewati Arini. Tidak tinggal diam, Arini menarik paksa tangan Burhan. Membalikkan segera dengan kuat.

Tenaga dari kepalan kecil yang sama sekali tanpa perlawanan dari Burhan memantulkan tubuh Burhan tepat menimpa Arini.

Bukan cuma menimpa Arini, bibir lelaki itu menyentuh lembut pipi Arini tanpa sengaja. Menyadari kekeliruan, buru-buru Burhan berdiri. Merapikan kemeja berwarna hitam dengan garis pinggiran putih. Wanita yang sengaja menarik tubuhnya agar tertimpa itu menyeringai tajam.

"hmmp" Seperti kehausan ia menarik wajah Burhan mendekat, sekali hentak bibirnya berhasil melumat bibir lelaki itu sangat seduktif.

"Nyonya, apa yang kau lakukan!" Burhan berusaha melepaskan pagutan Arini. Akalnya hampir saja hilang. Andai Arini melakukannya karena cinta pasti Burhan dengan begitu rela membalasnya. Mungkin lebih panas dari sekadar melumat bibir saja. Ia akan dengan bahagia menggendong Arini ke ranjang hangat mereka. Menyatukan cinta dalam lautan bara menggelora. Tapi, kisah mereka bukan kisah cinderela, bukan pula sepasang pengantin yang merindukan asmara. Kisah merea sungguh berbeda.

"Hei, kamu laki-laki atau banci?" bentak Arini, sekonyong menggigit leher Burhan. Lelaki itu menahan napas sesaknya. Meraba pelan hasil gigitan Arini. Menghirup oksigen lebih banyak.

"Nyonya, saya bisa telat. Nanti saya kan datang tepat waktu, Nyonya makanlah!"

Arini justru tertawa terbahak mendengar kalimat perhatian itu. Seketika melingkarkan tangannya pada leher Burhan dengan santai, kerlingan nakal tak lupa Arini sisipkan. "Bibirmu manis, apa kau pernah mencium perempuan selain aku?" tanya Arini sesekali mendesah. "Saya tidak pernah mencium wanita yang bukan mahrom saya," jawab Burhan. Pelan menepis tangan Arini.

"Aku sudah sah jadi istrimu, mari kita bercinta!" Lagi-lagi Arini memeluk Burhan kuat. Mengecup paksa telinga lelaki itu yang berusaha mengelak.

"Nyonya, maafkan aku." Iris legam itu lurus menatap, mata tajamnya membola kaget. Apa yang akan dilakukan wanita ini? Pikirnya kawatir, melirak ke arah jalan, apakah Ilham sang bos telah tiba. Sungguh ia sangat kawatir.

Srek.

Bunyi pakaian dikoyak. Arini mengkoyak sendiri bajunya tepat bagian dada di depan Burhan. Untuk kesekian kali lelaki itu tak mampu menepis kasar. Hanya terbelalak kaget. Menelan salivanya berkali-kali. Menatap keindahan, kemulusan, kepolosan di depan matanya. Secara agama tentu saja wanita itu halal untuknya.

Menggenggam kresek semakin kuat, di posisi serba salah, Burhan segera menarik diri. Arini sedikit terpental. Senyum menghina tetap ia kirim untuk lelaki yang tengah mengatur napas, merapikan rambutnya, kemeja yang sedikit kusut karena ulah Arini.

Burhan melangkah menarik daun pintu. Menepis pelan tangan Arini yang lepas dari pergelangannya.

Tanpa berbicara apapun. Burhan gegas melangkah lagi, Namun, sayangnya tangan Arini lebih cepat menahan pergelangan kanan yang masih mengayun.

"Hei, kamu budek ya, aku tanya sekali lagi, yang di depanku ini, banci atau lelaki? kamu gay, ngak selera lihat perempuan. Tubuhku masih aduhai dibanding pelacur bernama Mira. Lihat sini!" Arini menarik tangan Burhan menyentuh dua kembar miliknya. Naluri kelelakian Burhan mendadak meronta. Refleks lima jarinya bergerak meremas.

buck ...

Suara sesuatu kena injak.

"Au!"pekik Burhan tertahan antara napasnya yang memburu dan kakinya yang sakit. Dengan tatapan sinis Arini menginjak keras kaki Burhan. Mengaduh rasa nyeri di tapak, Burhan memejam matanya, mengumpat sesuatu hak meminta dilepaskan segera. Ia harus memalingkan diri. Ini tidak bisa dibiarkan. Kembali tidak menghiraukan pertanyaan Arini. Ia berpura-pura menatap langit di atas pintu, bermohon pada Tuhan agar Arini segera beranjak dari hadapannya. Sebekum akal sehatnya kalah oleh naluri kelelakiannya.

Sekuat tenaga menahan bulir yang hendak jatuh, Burhan akhirnya menatap dua manik coklat berlensa yang kini justru melorotkan semua pakaiannya pula. Tubuh polos itu kini tersenyum begitu memikat di hadapan Burhan.

"Apa yang anda lakukan, Nyonya? Pak Ilham bisa marah besar sama saya, saya mohon jangan sulitkan saya," ucap Burhan melipat dua tangan, berkali-kali menahan getar di jantungnya.

Menatap lurus tanpa menghiraukan adegan mantan istri bos di hadapan. Padahal segala ornamen di tubuhnya bagai tersengat listrik dadakan. Ia menghirup oksigen sebanyak mungkin, seolah udara sumber nyawa itu akan hilang dari peredaran.

"Dasar, Banci! Cemen, pengecut, baru ditolak dikit udah loyo," umpat Arini mendorong tubuh Burhan keluar rumah. sebelumnya Arini sengaja menyenggol benda keramat milik Burhan. Bibirnya menyunggingkan senyum serupa ejekan, hinaan dan pelampiasan kekecewaan.

Burhan hanya diam. Berterimakasih pada Tuhan, Arini tidak berbuat di luar yang diprediksinya. Lebih baik ia dihina banci atau sejenisnya daripada mengorbankan ibu, dan adik perempuannya yang kini butuh transfusi darah, juga perawatan intensif akibat kecelakaan beberapa bulan lalu.

"Oke, sekarang kamu selamat, kita liat sampai kapan kamu bisa bertahan," tantang Arini tertawa sinis. Menutup pintu dengan bantingan keras.

Burhan mengusap telinganya. Menghela napas kembali melangkah, mendekap sarapan yang ia buat sedari subuh. Ia harus kembali ke rumah ibunya untuk menyiram diri. Sengatan listrik akibat perbuatan Arini masih menyentrum seluruh ornamen di tubuhnya.

Bayang tubuh porprosional itu bermain di mata Burhan.

Arini kembali ke dapur, senyum mengejek masih menempel di bibir. Tertawa puas setelah berhasil membuat suruhan mantan suami itu kelimpungan tak karuan.

Aroma khas nasi goreng menggugah penciuman. Masakan buatan Burhan. Arini tidak habis pikir, lelaki itu diam selayaknya orang bisu, tapi begitu perhatian.

Setiap bangun pagi, Arini sudah disuguhi sarapan dengan rasa masakan sangat enak. Arini selalu memakannya tanpa sisa. Selain lapar. Ia sudah tidak peduli malu. Apalagi urusan sungkan. Hatinya tidak lagi bisa dikenali.

Patah telah mencipta jiwanya mengerdilkan rasa, tak bisa terprediksi sakit itu seperti apa.

Perih, bagai belati menghunjam di segala sisi.

Burhan. Ya, dia kini telah resmi menjadi suami Arini, sah secara agama tapi tidak pada negara. Disaksikan para saksi, begitu juga mantan suami Arini--Ilham yang mengenalkan Burhan, sekaligus mengatur semua skenario pernikahan itu. Bahkan Ilham pula yang mengatur semua rencana peristiwa yang terjadi esok hari untuk Arini.

Burhan menikahi Arini sebagai muhallil. Kelak masa aktif kontraknya habis, mereka akan bercerai dan Arini kembali menikah dengan Ilham, suami yang telah mentalak tiga dirinya, setelah tujuh tahun bersama.

Air muka wanita itu tenang bagai telaga, tapi tidak pada hatinya. Pecah berkeping, retak diberbagai sisi, hatinya telah tiada rasa. Ia benci laki-laki.

Niatnya tadi menggoda Burhan bukan karena ingin menggoda sebenar-benar menggoda selayaknya jalang pada mangsa, seperti Mira yang berhasil menggoda suaminya.

Mana mungkin sekelas Arini ingin tidur bersama si culun Burhan, si irit kata, tak pernah bicara sekalipun hal penting.

Hanya kesumat kepada tiap lelaki. Menjadikan dirinya tak lagi bisa dikenali. Burhan seolah menjadi komedian, kelinci percobaan untuk keahlian menggoda ala Arini.

Jika saja tadi Burhan tidak menolak. Dengan senang hati Arini akan membuat video adegan mereka berdua kemudian mengirimnya pada Ilham.

Gila.

Ya, dia telah gila, separuh kewarasannya terenggut cinta buta. Hingga air mata tak lagi merembes melewati pipi mulusnya, melainkan menyusur ke dalam jiwa, begitu menyakitkan.

Belum sembuh kata talak pertama dari mulut Ilham, ia harus dihadapkan dengan begitu banyak konflik hingga membawanya ke tahap ini. Talak tiga telah lolos dari lidah seorang Ilham.

Arini dipaksa menikah dengan laki-laki lain demi bisa kembali kepada mantan suaminya--Ilham.

'Apa bagi mereka pernikahan serupa permainan, hanya karena Arini tidak bisa melawan, tidak lagi memiliki orang tua, Arini benar-benar bertumpu pada Ilham. Lalu, seenaknya mempermainkan ikatan sakral.

Yatim piatu yang hanya memiliki satu saudara, Lela. Lela yang kini jauh di negeri Sumatra Utara, tidak mengetahui kabar Arini, telah mengantongi tabungan talak sebanyak tiga kali.

Orangtua mereka telah tiada. Nasib rumahtangga telah pula mempermainkan rasa.

Sudah satu minggu Arini menikah dengan Burhan. Wanita yang dulu anggun itu kini bagai singa kecil menemukan lawan. Ia sengaja menggoda Burhan. Sebab sakit hati yang begitu mendalam pada Ilham.

Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar mengarungi biduk rumah tangga. Ucapan talak bukan permainan catur, apalagi monopoli kerjasama. Bagi Arini, nikah itu sakral.

Menatap nasi goreng yang masih mengepul asap, dengan wangi seledri menguar, Arini menarik garis bibirnya. Ia benci Ilham, sorot tajam bola mata lentik tanpa eyelash curler, melambangkan permusuhan namun begitu manis ia tahan.

Kesumat mengakar, cinta itu pudar tanpa peduli kesakralan.

Arini tidak peduli siapa Burhan. Bahkan jijik untuk sekadar berdekatan, tapi, wajah angkuh lelaki itu membuat Arini akhirnya merancang perhitungan, agar Burhan paham pernikahan bukan untuk monopoli pekerjaan.

Arini tidak tahu, apa motif Burhan rela menikah dengannya, setelah enam bulan kelak akan menceraikan. Sesuai perjanjian.

Kalian pikir siapa kalian di mataku? umpat Arini.

Seminggu yang lalu,

"Sah," kor suara para saksi di dalam aula yang dipesan oleh Ilham sendiri. Lelaki di samping Arini menunduk dalam.

"Ini tempat kamu sementara, Arini."

Ilham membawa mereka ke sebuah perumahan sederhana tipe 36, sepanjang jalan Burhan hanya diam, Ilham berceloteh apa yang boleh dan tidak boleh.

Arini tertawa dalam hati. Sejak talak tiga yang tercipta tanpa ucapan, bahkan jika Arini ridho, talak fasakh juga sah untuk pernikahan mereka.

Fasakh merupakan jatuh talak tanpa ucapan.

Walau selanjutnya Ilham bersujud meminta maaf, hati Arini telah beku di saat itu.

"Sampai kapan aku akan tinggal di sini bersama kawanmu yang bego itu?" tanya Arini sinis. Menatap Burhan yang mengekor mereka.

Ilham tersenyum penuh arti. Ia tidak sia-sia menjadikan Burhan sebagai muhallil. Arini tidak akan tertarik dengannya.

Kamar mereka bahkan terpisah. Pernikahan macam apa ini?

Tanpa Ilham sadari senyum dengan tatapan kosong tersurat jelas dari cetakan wajah Arini.

Burhan, siap-siaplah patah hati karenaku.

Dan kau ... Ilham, bersiaplah masuk rumah sakit jiwa karena telah mempermainkan hal paling sakral di atas dunia.

Ia melipat tangannya ke dalam kantong. Sekilas Burhan menangkap sorot kesumat itu. Lekas berpaling, degub jantungnya bermasalah kala bersirobok dengan netra sendu milik Arini, sejak kalimat sah serentak disorakkan para saksi dan beberapa kolega Ilham di aula itu.

Burhan seolah merasa harus melindungi wanita itu. Tapi sayang, Arini bagai merpati cantik yang tak dapat ia miliki.

'Ini hanya rasa kasihan' bhatin Burhan menolak setitik rasa iba yang muncul. Tatapan tajam dari Arini menarik lega napas Ilham.

Lebih baik begitu. Lebih baik dia tidak menanggapi pernikahan ini. Lebih baik rasa benci di hatinya semakin mengakar.

Hati Burhan tenang, saat ia tahu, Arini begitu sinis menanggapi kehadirannya.

Namun setelah seminggu pernikahan mereka, Arini seolah sengaja menggodanya berkali-kali. Nyaris membuat Burhan sesak napas menahan naluri kelelakiannya sebagai suami sah.

"Nyonya, kalau keluar jangan pakai handuk begitu, takutnya nyonya masuk angin," ucap Burhan masih menundukkan wajah.

Tiga hari lalu, Burhan menasehati Arini yang memang sengaja keluar kamar hanya dengan lilitan handuk. Tawa Arini serupa ejekan menjawab nasehat Burhan. Ia malah pergi ke dapur mengambil sesuatu di atas meja--seperti sebuah pil.

Entahlah. Burhan tidak berani bertanya.

Semakin hari, Arini semakin agresif, Burhan tidak mengerti kenapa kesinisan Arini bisa berubah kalem. Bahkan liar.

Walau masih menyebutnya banci, dan hinaan lain, Arini masih terus menggoda Burhan berkali-kali. Tentu punya niat terselubung yang tidak diketahui Burhan.

Sampai kapan Burhan bertahan?

Bab terkait

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Bibit Cinta

    "Kau Benar-benar tidak selera melihatku, Banci! apa aku kurang cantik di matamu?"Burhan terbelalak. Baru saja tapak kakinya mendarat di depan pintu. Ia Mendapati Arini dengan lingerie super seksi. Make up tebal dengan alis diukir sembarangan. "Nyonya, apa Nyonya sudah makan? saya akan siapkan segera," ucap Burhan bergidik. Naluri kelelakiannya sekuat tenaga berusaha ia tahan. Wanita di hadapan tidak seperti perempuan kebanyakan. "Kau suamiku, Bukan? mengapa kau tidak ingin menyentuhku. Apa kau jijik?"Arini menarik Burhan, menempel erat ke tubuhnya. "Apa yang kau lakukan, Nyonya?""Apa tubuhku penuh dengan korengan? Katakan hei pria impot---t--ten, kau bahkan tidak ingin sekedar menggandeng tanganku. Di mana-mana istri menyambut suami dengan cium tangan dan memeluknya, apalagi Amrik bisa langsung melumat bibirnya."Wanita itu melebarkan mata. Tersenyum menggoda. Memaksa tubuh Burhan menempel erat di tubuhnya."Nyonya!""Mengapa? Mengapa kau harus takut? aku ini istrimu, apa kau sa

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-08
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Di mana Ibumu?

    "Ini namanya Berlian, yang ini Intan dan yang kecil Menik." Burhan menyiapkan teh hangat untuk Arini. Memperkenalkan satu persatu adiknya. "Assalamualaikum Kakak," salim Berlian meraih tangan Arini. Disusul adik-adik Burhan yang lain."Panggilnya Nyonya, bukan Kakak." Burhan melotot pada Berlian. Arini malah tersenyum."Biarkan mereka memanggil dengan apapun, tidak salah, panggil nama juga bagiku sah-sah saja. Kenapa kamu yang sewot," cibir Arini pada Burhan."Ini teh--nya, Nyonya. Silakan diminum!" ucap Burhan pelan. Menunduk, masih melirik adiknya tanda tak suka, Burhan takut Arini merasa tidak dihargai.Berlian yang tidak tahu menahu urusan abangnya dan Arini, mencelos, mencibir mengejek Burhan, merasa menang--sudah dibela Arini.Berlian ke dapur menyiapkan keripik pisang ke dalam pinggan. Menaruhnya di depan Arini. "Kak Arini masih muda gini, masa dipanggil nyonya, jelek, ah." Berlian protes pada Burhan.Berlian, intan dan Menik berdiri sejajar, bersandar pada dinding. Seperti

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-08
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Bersua Mertua

    "Apa Nyonya mau menemui ibu saya?""Ternyata lebih pintar Menik daripada kamu," ketus Arini arogan. Tersenyum licik."Nyonya tidak bisa menemui ibu saya sekarang, beberapa menit lagi Pak Ilham akan datang, saya tidak mau ada kesalahpahaman di antara kita. Mungkin bisa lain kali. Ibu saya di rawat di rumah sakit umum. Sore atau malam, Nyonya bisa menjenguknya. Sekarang saya antar Nyonya pulang.""Saya akan minta izin supaya kamu hari ini libur, izin urusan itu--gampang. Kalau cuma izin diri kamu--aku bisa. Kenapa tidak bisa kulakukan minta izin dari Ilham. Apalagi cuma sekelas Franve.""Nyonya," ucapnya terbata."Assalamualaikum, sayang. Izinin si jadul gak masuk kerja, ya. Aku mau jenguk Bu Dena." Jeda sejenak."Oke sayang, bye."Burhan memutar bola matanya. Arini kerap berubah-ubah dalam satu waktu. Mendadak menelpon Ilham, bersayang-sayang hanya demi dirinya. Terkadang jutek, kadang diam-diam menangis.Baiklah. Aku akan mencari tahu, ada apa denganmu? Aku akan segera menyembuhkan lu

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-19
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Muhallilku Cemburu

    Waktu beranjak menuju sore. Arini kembali pulang ke rumah tipe sederhana itu. Berlian menjaga Dena.Wajah tampan nan rupawan lebih dulu menyambut mereka, Arini dan Burhan, di depan pintu, siapa lagi kalau bukan mantan suaminya. Arini hendak membuka pintu berbahan asal Jepara unik dan klasik.Ya, Ilham merenovasi semua ornamen rumah kecil menjadi besar dan artistik. Lelaki di depan mereka tersenyum merentang tangan. "Apa kabar Arini sayang? Kenapa istriku ini semakin cantik setiap hari, aku sudah tidak sabar kita kembali rujuk dah tidur seranjang."Ilham melingkarkan tangannya di pinggang Arini. Hendak mengecup kening sang mantan istri.Namun sayang, tangan wanita yang sedang menelan kesumat itu, menepis pelan lingkaran kuat di pinggangnya."Kita belum suami istri, Ilham. Kamu harus ingat, aku sekarang berstatus istri Burhan. Dan belum disentuhnya secuil pun. Jangan bilang kau sudah berpindah keyakinan, karena dalam Islam tidak sah menikah jika berniat bercerai. Jika sedari awal Burhan

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-19
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Muhallilku Keren

    Villa eksotis di sebuah bukit permai, di kelilingi hutan alami, jalan masuk sudah tertanam paving blok menuju villa, kiri kanan ditanami mawar merah yang batang pohonnya tergunting dan susun rapi. Sungguh pemandangan sangat indah. Bangunan bermode kuno menjulang di antara pondokan kecil mirip saung sekitar lima bangunan segala sisi terhampar mengelilingi Villa dengan ungu mendominasi. Suara ramai tawa riuh terdengar dari dalam Villa, menandakan sedang berlangsung acara spektakuler di dalamnya, mengingat pemilik Villa tersembunyi di antara hutan natural itu adalah Keluarga Jansen Prakash Kamandanu Penang. Salah satu konglomerat di sebuah provinsi metropolitan. Malam ini Kakek Jansen Prakash ulang tahun pernikahannya. Pemilik sebuah perusahaan fashion terkenal, pemilik ribuan distro merk ternama itu sedang membaca daftar pembagian bagi hasil harta. Beberapa perusahaan ditangani dan dikelola oleh putra bungsunya bernama Rian Prakharsa Penang, membuat Rian besar kepala. Seorang putra bai

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-23
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Kesumat

    Meli dan Ronald sangat paham bagaimana watak Ilham. Tidak suka bekerjasama, emosian, ego tinggi. Tidak ingin terlihat lemah. Makanya Ilham akrab dengan perusahaan Franve, karena itu satu-satunya perusahaan yang tidak terlibat bisnis dengan keluarga Penang. "Arini," suara bariton seseorang menyapa. Meli dan Ronal saling pandang. Rian mencebik licik. Berlalu sebelum Arini berbuat lebih mengerikan. "Awas kalau sampai terjadi sesuatu pada lelaki tadi, lehermu taruhannya," ancam Arini pelan tapi tajam tepat ke telinga Rian sebelum Ilham datang mendekat. Rian mematikan power ponselnya setelah celotehan Karin panjang lebar. Mengapa juga keponakannya itu jadi terkesan menyukai Burhan?Bukan cuma Rian yang kesal, tapi Arini tak kalah sinis menatap kesal pada Karina.Rian.tidak jadi menelpon anak buahnya. Ia berdecak gusar. Ancaman Arini ternyata berefek. Manusia yang tadinya hendak menonton gratis drama adu jetos.terutama anak-anak Arya, Bagas dan lainnya. Mundur teratur. Kibasan tangan Rian

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-27
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Perjalanan Talak

    "Kamu terlambat mengatakan maaf. Sakit itu sungguh sadis mengoyak dan mengobrak abrik jantung ini." Retina perempuan itu mengambang. Nanar menahan air mata. Ingatannya melayang setiap slide kejadian demi kejadian sebelum akhirnya talak tiga sah secara agama antara ia dan Ilham. Slideshow perjalanan sebuah guncangan arasy berawal, dari sebuah kesalahan yang tak diniatkan. Semua peristiwa demi peristiwa bermain-main di kepala Arini. Jangan coba-coba menyalah dengan hukum Allah, karena Allah SWT sebaik-baik pembuat makar. Mata Arini memejam lagi. Gambaran masa-masa jatuhnya talak menyerbu ingatannya. "Kau ingat, Arini. Aku Ilham Arya Penang, walau mama dan papiku tidak cocok dengan keluarga Jansen, tapi, aku adalah cucu laki-laki satu-satunya." "Terus, tujuanmu apa mengatakan itu padaku?" "Baiklah, bukankah kau meminta talak dariku?" "Ya, mana? Katakan sekarang juga, talak aku! ayo talak!" "Dasar keras kepala! apa sama sekali tujuh tahun tidak berbekas dari ingatanmu tentang kita

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-28
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Petaka Pertama

    Ilham dipecat, padahal ia salah satu pewaris perusahaan. Tentu saja hal yang tidak masuk akal. Faktanya lelaki itu memang dipecat. Semua permainan dari Rian si ambisius.Paman kandung Ilham itu dibantu Mira untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. *Kehadiran Mira yang direncanakan Rian, telah berhasil mengacaukan rumahtangga Arini dan Ilham.Wanita tak tahu diri itu acap kali mengganggu kenyamanan Arini di rumahnya sendiri, sejak Ilham mengiyakan tentang kesepakatan kerjasama di Franve.Mira sengaja melontarkan kalimat-kalimat bagai penggosok perkakas keluar dari bibirnya untuk Arini setiap mengantar tugas dari Pram untuk Ilham."Tanya saja sama suamimu. Kami berdua sering ketahuan bersama, Pak Rian cemburu padanya, kau tau, Arini? Putra bungsu keluarga Penang itu sangat mencintaiku. Ia lebih memilih aku daripada keponakannya. Makanya Ilham dipecat dari Perusahaan Plastik Penang. Aku kasian padanya, tak tega hidupnya yang biasa bergelimang harta harus dicemooh para kolega sendiri. K

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-31

Bab terbaru

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Ilham Terbelalak

    Binar seribu bintang berloncatan dari mata Arini. "Terimakasih."Kata tak perlu terucap apapun. Karena sikap lebih terlihat dari sekadar kata.Bahagia lebih dari sejuta kali bahagia. Terkadang hanya menunggu jalan takdir. Bahagia di ujung segera menanti.*“Kakek masuk rumah sakit, segera ke sana!” Suara Ronald terburu menelpon putra semata wayangnya--Ilham. "Siapa yang sakit?" tanya Mira melihat suaminya terburu-buru. "Kakek," jawab Ilham singkat. "Kamu sarapan dulu. Kalau aku ngak salah Bu Meli sudah sedari subuh ke rumah Kakek.""Kenapa ngak bilang?""Kamu ngak nanya," ucap Mira sambil merapikan meja makan. Wangi soto kesukaan Ilham menguar menggugah selera. "Kamu pintar masak? Sotonya wangi, tapi aku harus cepat. Dari nada suara papi sepertinya kesehatan Kakek tidak bisa dianggap enteng.""Hanya memasak yang bisa membuatmu tetap memperlakukan aku selayaknya istri. Hati dan pikiranmu sudah dipenuhi nama Arini." Ilham terdiam mendengar kata-kata Mira."Kita akan nikah resmi. Ak

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Cincin Cantik

    Terimakasih Burhan. Aku bahagia," ucapnya terisak-isak. Meski menangis. Binar bintang berloncatan dari mata indah milik Arini."Kita akan menikah secara sah setelah bayi ini lahir. Kita besarkan bersama-sama dengan Satya."Cinta itu tidak bersyarat apapun. Takdir akan berpihak pada kuasa sang pemiliknya. Manusia hanya bisa menjalani tanpa bisa mencegah apalagi mengubah skenario takdir itu.*"Aku tidak akan menceraikanmu Arini! Kau dengar. Kita tidak akan bercerai. Anak itu anak yang kutunggu-tunggu. Artinya kau bahagia saat kita bulan madu kembali waktu itu. Berhasil bukan? Aku mohon! Kita akan belajar bersama memperbaiki segalanya."Suara Ilham di depan ranjang pasien saat Arini diperbolehkan pulang, masih meracau. Burhan membiarkan saja. Tak ada gunanya melarang. Ia percaya pada Arini.Pengadilan sudah menerima segala berkas Arini. Talak tiga bukan decapan lidah saat merasakan perisa makanan. Ikatan sakral bukan mainan. Jangan pernah bermain pada kata talak. Satu-satunya kalimat

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Binar Bahagia

    "Cek USG hari ini.""Siap, Dok!" Para perawat lalu lalang mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.Arini dibawa ke tempat tidur khusus. Setelah cairan berupa gel dioles oleh salah satu perawat di sekitar rahimnya. Terlihat jelas di layar ada yang berbeda di rahim itu.Jiya ditahan Burhan dalam ruang dokter Wiguna.Dokter menerima hasil USG, setelah mencatat semua hasil test. Ia kembali ke ruangannya, Arini dibawa ke kamar inap lagi."Pak Burhan.""Ya, Pak. bagaimana hasilnya?""Anda sepertinya sangat menyayangi istri anda. Sampai tidak sabaran menunggu hasil."Kikuk Burhan tertawa pelan. Memasang senyum tipis. Sedangkan Jiya menahan jantungnya untuk tidak emosi."Saya akan jelaskan sedikit tentang kehamilan pada anda sebelum kita masuk menyimpulkan keadaan istri anda. Ini tujuannya agar anda paham situasi dan kondisi wanita hamil itu bermacam-macam.""Terimakasih, Pak. Saya siap mendengar."Dokter itu tersenyum lalu mengambil hasil uSG."Sebenarnya normal kondisi seorang ibu hami

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   DNA yang Tak disangka

    "Ya Dokter, Bagaimana hasilnya?" Burhan tidak sabar saat dokter jaga masuk ke ruang inap Arini. "Positif. Selamat Pak Burhan istri anda hamil."Glek Burhan maupun Arini sama-sama terdiam pilu."Bulan lalu saya menstruasi, Dok?" Arini menyangkal. Apa hasil testpack itu salah."Menstruasi?" Kening dokter mengerjit. Menatap perawat yang ikut bersamanya. "Cek urine bHCG segera!" Perintah penuh pada perawat."Dok, apa tidak sebaiknya menunggu besok pagi. Urine pagi hari setelah pasien bangun tidur tingkat keakuratannya lebih sempurna."Dokter serba salah. Ia segan pada Burhan karena telah lama menunggu. Apamyanh dikatakan perawat ada benarnya. Pagi hari setelah bangun dari tidur. Kadar hormon bHCG akan terkumpul sempurna."Urine baru, hari ini juga!" Perintah sang dokter.Akhirnya perawat mengangguk. Keluar sebentar lalu memberikan onemed urine pada Burhan."Silakan ditampung kembali urine pasien, Pak. Kita akan melakukan test urine ulang."Burhan menerima wadah kecil yang diberikan pe

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Arini Hamil

    Menyambar tas, masih dengan terburu memasang sepatu, dan wanita itu sibuk mengikutinya dari belakang, berbalik ke dalam rumah dengan sepatu yang sudah terpasang, ternyata kunci mobil tertinggal di meja makan, perempuan bertubuh semampai itu turut ikut maju mundur dengan kesibukan dadakan.Semua karena sesosok wanita sempurna yang baru saja datang membuyarkan segala angan. Entah mengapa hati Mira sedikit bahagia. Tapi, lelaki di depannya kehilangan fokus pikiran sebab, kedatangan wanita sempurna yang telah memberi map tebal.Salahkah Mira bahagia?Apa aku sejahat itu, bahagia di atas penderitaan wanita lain, ah, tidak. Terlihat Arini lebih dari kata bahagia bersama BurhanSeolah dikejar deadline entah karena apa, Mira tak bertanya. Ilham tergesa membuka pintu mobil, masuk ke dalam, menyalakan mobil. Berpaling menatap wanita yang mendadak raut wajahnya ikut cemas.Wanita itu berusaha menahan sesuatu agar tidak terjatuh di hadapan. Pun menahan tanya ada apa dengan kepergian mendadak sua

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Perjanjian Selesai

    "Itu urusan asisten saya, sudah saya katakan--tenang saja. Hasilnya 99% akurat dan valid.""Oke. Saya ke sana sekarang." "Apa ini, Nak?" Meli melihat Map yang di bawa Arini."Maafin Arini, Ma. Arini tidak bisa mengabulkan permintaan mama."Meli mengambil map yang lumayan tebal itu.Sertifikat rumah atas nama Burhan, Villa pemberian Ilham atas nama Arini. Beserta kunci-kuncinya.Dan ...Surat cerai resmi dari pengadilan agama."Arini!" Suara Ilham bergetar menahan jantungnya yang detaknya kini bermasalah. "Arini sudah siapkan notaris untuk membalikkan nama atas nama mama atau nama Ilham."Arini sama sekali tidak menggubris Ilham yang menatapnya begitu intens. Gejolak amarah, emosi bercampur rasa harga diri yang terinjak-injak. "Arini, kamu?" Air mata Meli merebak. Tidak menyangka sama sekali gadis yang selama ini ia puja, sedari remaja ia curahkan kasih sayang, dengan begitu berani menolak dan merenggangkan tali kekeluargaan."Jika suatu hari Arini memilih pergi, mau kah mama mengan

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Hasil Test DNA

    "Issh genit. Mesum. Dasar lelaki!" umpat Arini berkali-kali.Burhan tertawa terbahak-bahak melihat bibir Arini yang mengerucut merajuk, akibat selalu diganggu Burhan. "Kemarin sok sokan godain, sekarang malah takut, bilangin suami sendiri mesum.""Kemarin otakku belum dirukiyah, he." Arini tertawa ngakak, pinggangnya masih digelitiki Burhan."Masih mual?" Burhan menghentikan tangannya. Arini berpaling menatap wajah Burhan. Mengangguk kecil."Sedikit, kadang tengkuk terasa berat."Burhan menghela napasnya berat. "Bolehkah aku bertanya sesuatu?"Arini mengerjit. Mengapa tiba-tiba Burhan berubah serius. Menyandarkan kepalanya di bahu Burhan memberi kode ia tidak keberatan."Kau tidak keberatan tinggal di gubuk begini?"Arini tersenyum tipis mendengar pertanyaan Burhan. "Kirain mau nanya apa-an, rumah ini bisa kita pugar lebih besar.""Ya, kau tidak keberatan dengan adik-adikku.""Aku hidup sendirian, mana mungkin keberatan, aku tau rasanya begitu sakit hidup sendiri, makanya aku mener

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Dia istriku, kau mau apa?

    "Kakak udah sholat?" Berlian menghampiri ranjang Arini, Satya terlelap di sampingnya."Ya, solat duduk aja, Ber, mana Burhan?" Arini menyapu sekitar. Ia mendapat Burhan yang sedang khusuk sholat. Senyumnya mengembang. Sudah berapa lama ia lalai terhadap ibadah pada Tuhan.Burhan dan Berlian orang yang selalu membantunya mengingat maha kuasa. Akhir-akhir ini hatinya tenang, setelah beberapa hari terakhir tidak meninggalkan ibadah wajib itu. Ia salut, Menik yang kakinya tidak sempurna saja bisa rutin menunaikan ibadah, masa ia yang sempurna lupa siapa pemilik kesempurnaan itu.Setelah selesai ibadah menghadap Tuhan Burhan menghampiri ranjang Arini. Memasang senyum tipis-nya. Mengedikkan bahu."Apa kau terlalu merindukan suamimu ini sampai bangun tidur dan mau tidur lagi kau harus menyebut namaku," ucap Burhan menggoda Arini, menaik turunkan satu alisnya."Astaghfirullah, apa tadi sholatmu tidak khusuk sampai-sampai mendengar suara tanyaku?""Hei, sholat khusuk itu bukan tentang mendeng

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Otewe Tes DNA

    Perihal wanita yang bersama Ilham. Meskipun tidak dicintai, Mira Aruna, nekad ke rumah sakit untuk menjenguk Arini.Selain ia sendiri harus cek kontrol, sekalian berkunjung rasanya tidak masalah,tapi, Mira terngiang kalimat pertemuannya dengan Rian di depan rumah sendiri. Saat kaki Mira baru saja melangkah. Rian berdiri dengan arogan di depan pagar rumah Ilham."Hei, Gundik! Bagaimana nikmatnya hidupmu masuk ke keluargaku," ucapan tajam itu tidak lagi mengiris hati Mira. Ia sudah kebal."Kau mau apa Rian?""Kau tau bocah kecil di rumah sakit yang kini menjadi kelemahan Arini, aku yakin itu bayi kita, sayang. Bagaimana? Apa kau ingin bersua sebagai ibu yang tidak bertanggungjawab?""Apa?" Mata Mira terbelalak kaget. Benarkah yang diucapkan Rian. Anak yang selama ini diasuh oleh Arini adalah anak mereka.Artinya kurun waktu dia menjadi budak Rian ternyata anak itu tidak ada pada Rian, ia hanya sapi peras, kambing congek yang mau diperalat oleh Rian. Andai Mira tau di mana bayinya, tent

DMCA.com Protection Status