Share

Kesumat

Penulis: Inoeng Loebis
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-27 16:42:07

Meli dan Ronald sangat paham bagaimana watak Ilham. Tidak suka bekerjasama, emosian, ego tinggi. Tidak ingin terlihat lemah. Makanya Ilham akrab dengan perusahaan Franve, karena itu satu-satunya perusahaan yang tidak terlibat bisnis dengan keluarga Penang. "Arini," suara bariton seseorang menyapa.

Meli dan Ronal saling pandang. Rian mencebik licik. Berlalu sebelum Arini berbuat lebih mengerikan. "Awas kalau sampai terjadi sesuatu pada lelaki tadi, lehermu taruhannya," ancam Arini pelan tapi tajam tepat ke telinga Rian sebelum Ilham datang mendekat. Rian mematikan power ponselnya setelah celotehan Karin panjang lebar. Mengapa juga keponakannya itu jadi terkesan menyukai Burhan?

Bukan cuma Rian yang kesal, tapi Arini tak kalah sinis menatap kesal pada Karina.

Rian.tidak jadi menelpon anak buahnya. Ia berdecak gusar. Ancaman Arini ternyata berefek. Manusia yang tadinya hendak menonton gratis drama adu jetos.terutama anak-anak Arya, Bagas dan lainnya. Mundur teratur.

Kibasan tangan Rian mengendalikan acara kembali tenang.

Mereka semua tidak ingin Jansen Kamandanu mengetahui ada ribut-ribut lalu membatalkan pembagian hasil perusahaan.

Pembagian yang memang diadakan sekali setahun berketepatan dengan hari ulang tahun sang nenek.

Ilham mendekati Arini, Lelaki itu tidak tahu sama sekali apa yang baru saja terjadi. Ia berpapasan dengan Burhan sebelum masuk ke dalam.

"Kau datang?" tanyanya tanpa curiga.

"Hanya mengantar Nyonya," jawab Burhan singkat, langsung berlalu. Walaupun berteman sejak kecil, tapi, Ilham tidak pernah akrab berdekatan apalagi selalu bersama Burhan. Kerap dibantu, menerima sumbangan amal dari keluarga Ilham. Membuat Ilham merasa Burhan bukan circle bagian hidupnya.

Keluarga Burhan memang berdiri pada garis bawah keluarga Ilham. Sedari dulu.

"Ada apa ini, Om?" tanya Ilham menatap Rian yang menyeka sudut bibir. Melirik Meli. Ibunya hanya mengedikkan bahu.

"Cuma insiden kecil, tidak ada masalah." Ronald menepuk pundak Ilham. Tersenyum semringah.

"Tidak ada masalah, Nak. Hanya salah paham sedikit. Silakan bersama Arini." Ronald Menarik tangan Meli berlalu.

"Sebentar, mengapa bibir Om Rian berdarah?" tanya Ilham pada Arini, heran.

"Sudah papi bilang, Om Rian cuma kena insiden kecil, udah, gak usah diurus." Ronald mengambil alih menjawab.

"Arini kamu gak kenapa-napa, kan, sayang?" Ilham memindai tubuh Arini takut terjadi sesuatu. Arini menggeleng. Sorot bahagia menguar dari bola mata Ilham. Saat menyadari Arini datang lebih awal di pesta kakeknya itu, ia merasa wanita itu masih mencintainya.

Menatap Arini yang begitu mempesona malam ini, di hati kecilnya menyesal sekali menganggurkan diri untuk datang sendiri.

Ilham berpikir kalau Arini datang karena masih mencintainya. Padahal karena permintaan Meli dan juga kesumat yang mengakar di hati Arini Wanita itu kini tidak lagi bisa membedakan antara cinta dan dendam.

Tanpa sadar Ilham memangkas jarak antara dirinya dan Arini, menyentuh lembut lengan sang mantan istri.

Arini hendak menepis, tapi, ia takut mengacaukan acara. Akhirnya ia memilih diam saja, padahal sangat ingin menepis, rasa itu telah menguap, hatinya telanjur hambar.

Saat tangan Ilham membimbingnya ke kursi panjang dengan bahan jati berukir naga meliuk.

Arini tetap diam. Kadang reaksinya jutek, jika ia tidak mampu mengontrol emosi.

Kadang Arini sengaja lembut dan mendayu, memancing naluri. Hal itu sengaja ia lakukan untuk mengejek Ilham, bukan karena keinginan.

Ia sendiri sudah tidak mengenali dirinya lagi. "Terimakasih sudah hadir di acara ini," ucap Ilham hati-hati. Wanita itu balas menatapnya, malas. Tanpa respon, pun tanpa ekspresi.

Wajah sendu Arini membuat hati Ilham menyesal telah menyakiti. Arini lagi-lagi diam. Hening--sehening hatinya.

Rian mencelos kesal setelah melihat kedua pasang manusia duduk bersama. Berarti kabar yang Mira berikan hoax. Artinya Ilham dan Arini tidak bercerai. Fix. Hati Rian panas bukan main, ingin segera mendamprat Mira, si mata-mata yang tiada guna.

Padahal ia sangat paham karakter Arini yang legowo namun posesif. Sedangkan Ilham si santai pemilik ego tinggi, dan emosi yang sukar dikendalikan. Kecuali dengan diam dan kesabaran. Tapi, perempuan seperti Arini tidak mungkin hanya akan diam dan sabar saat si emosian smart itu masuk dalam perangkap Mira. Rian harus membayar mahal untuk sebuah kata yang terlontar.

"Mira, awas kau! kau harus kubuat berhitung tentang jumlah malu ini," umpat Rian kesal.

Meli dan Ronal kembali ke tempat duduk. Setelah melihat Arini berdampingan dengan Ilham tampak mesra. Mereka merasa telah berhasil menyatukan keduanya.

"Lihat, Pi anak, kita. Semoga awal yang baik. Aku takut Arini jatuh cinta pada Burhan," bisik Meli pelan di telinga Ronald.

"Siapa Burhan?" tanya Ronald bingung, dan Meli telanjur ceplos mengatakan. Awalnya Ronald hanya tahu Ilham dan Arini berkonflik.

Ia pikir itu hal biasa dalam berumah tangga.

Akhirnya Meli terpaksa bercerita. Ronald tampak merenung setelah mendengar cerita istrinya. Ronald sama sekali tidak mengetahui perihal nikah muhallil yang dilakukan putranya. Meli sengaja menyembunyikan. Toh, mereka akan kembali menjadi suami istri setelah drama ini. Begitu pikir Meli. Ia takut, putra tercinta dan suaminya terlibat perang mulut.

"Jadi pemuda yang meninju Rian tadi namanya Burhan? Dan dia seorang Muhallil."

“Ya Benar.”

"Ya, aku takut bukan hanya Burhan yang tidak ingin bercerai dari Arini. Tapi, lebih dari itu. Mereka satu rumah. Bayangkan! Jika Arini yang jatuh cinta, apa jadinya Ilham nanti. Aku tidak bisa membayangkan," ucap Ronald, membuat Meli mendesah pelan, resah.

Sesak memikirkaan nasib putra semata wayangnya yang salah langkah.

"Aku juga tidak tahu apa jadinya jika Ilham tidak lagi bisa rujuk pada Arini. Keegoisannya sebagai lelaki dengan memasukkan Mira dalam kehidupan, kini, harus ia sesali."

"Harusnya anak kita seperti Papi. Semarah apapun mama. Seribu kali dalam sehari meminta cerai, Papi selalu tersenyum menanggapi, karena papi tau sejatinya wanita memang sangat mudah mengucapkan kata talak. Untuk itu Allah memberi hak veto pada diri tiap lelaki, bukan wanita." Ronald ikut mendesah panjang. Memijit pelipisnya kecewa.

"Kalau wanita yang punya hak veto talak, dijamin seluruh pernikahan di dunia ini isinya janda dan duda. Menikah hanya untuk bercerai," tambah Ronald kemudian.

"Ma sya Allah sekali hukum Tuhan ya, Pi." Meli menggenggam tangan Ronald. Keduanya hening.

Menatap anak dan mantan menantu dari kejauhan.

Di kursi yang terpisah. Arini yang sebelum berangkat masih berbicara sayang pada Ilham. Kini tampak diam. Pikirannya melayang.

'Di mana si bodoh itu? Apa dia memata-mataiku sampai begitu berani datang ke sini?'

"Kok diam, sayang, apa kamu diganggu seseorang?" tanya Ilham memangkas jarak pada mantan istri.

"Siapa yang berani mengganggu istri seorang Ilham Arya Penang? bukankah semua orang di sini mengetahui kalau aku masih menjadi istrimh." Arini menyunggingkan senyum mengejek. Jawaban Arini benar. Siapa yang akan mengganggunya di luaran? tentu saja tidak ada yang berani.

Tentu hanya keluarga Penang sendiri yang berani mengganggunya, seperti Rian. Itu yang dimaksud Arini. Tapi Ilham tidak membaca signal yang diberikan.

"Bicaralah dengan biasa, Sayang! Mas mohon, jangan rentangkan jarak antara kita, kamu kerap berubah-ubah. Mas seolah tidak mengenal kamu," ucap Ilham menggenggam lembut tangan Arini.

"Aku harus bicara apa, Mas?" Akhirnya Arini membalas kalimat Ilham--jutek. Ia begitu jijik melihat mantan suaminya itu. Entah menguap ke mana semua cinta sempurna yang pernah mereka miliki. Memanggil Ilham dengan sebutan Mas- membuat mual dirinya.

"Setidaknya katakan kamu mencintaiku, seperti yang sering kamu lakukan dulu," ulas Ilham lagi. Menunduk menahan retinanya agar tidak berkaca, entah mengapa. Malam ini ia terlihat begitu menyesal. Takut kehilangan.

"Oh ... itu. Aku tidak ingin menjadi munafik. Mengaku mencintai ternyata mengkhianati," ucap Arini datar tanpa ekspresi. Menyindir telak.

"Arini, aku menyesal atas semua yang terjadi, aku menyesal melepaskan kalimat talak di awal, dan andai kamu tidak mengucapkan sarat pra nikah," ucap Ilham merangkul Arini lebih dekat. Menyesali pernah ingin memberi pelajaran pada Arini, justru itu bagian dari yang ia sesali sampai kini.

"Mas, sudahlah! Tidak perlu menyesal. Mungkin memang sudah sampai di sini takdir jodoh kita. Aku yakin suatu hari Mas akan menemukan cinta yang lain selama aku masih belum bercerai dari Burhan, yang mungkin bisa mengerti sifat Mas yang begitu gaul serta bebas kepada teman wanita," Arini melepas genggaman tangan Ilham.

"Apa yang kamu katakan? Aku tidak pernah mencintai wanita lain. Burhan segera menceraikan kamu. Aku sampai tidak kuat membayangkan kalian tidur berdua sebelum ia benar-benar menjatuhkan talak. Mengapa hukum agama rumit sekali."

"Ingat, Mas! Rujuk setelah talak tiga itu tidak seenak makan nasi cepat saji. Tersedia secepatnya. Padahal banyak prosedur yang harus dilalui. Hukum agama tidak rumit, justru menjagaku dari bajingan-bajingan syahwat seperti kalian." Ilham tersedak. Mata Arini berubah nyalang lagi. Wajah yang dulu begitu cantik kini terlihat guratan-guratan lelah bergaris kerut. Sepertinya Arini tidak peduli akan make up lagi. Pelajaran hidup telah membuatnya melempar cinta sejauh mungkin.

"Arini, maafkan aku!" Ilham meraih tangan mungil itu. Ada yang menganak di pipinya. Arini memejam mata lelahnya. Ingin menepis segera tangan Ilham, namun urung ia lakukan. Ia lelah dengan semua drama ini.

"Sudahlah jangan minta maaf melulu, aku sudah memaafkan. Tapi, apa yang kamu lakukan bagai menancap paku pada sebuah papan, meskipun paku itu lepas, copot dari tancapannya, tetap meninggalkan bekas. Papan itu sudah bolong. Andai ditambal, dia tidak akan serupa bentuknya." Arini memanggil aku-kamu. Lupa pada panggilan 'Mas'

Demi melihat sepasang mata sedang mengarah ke mereka. Suara mereka bisa membuat orang lain curiga. Ia harus membiarkan Ilham berdekatan dengannya.

Terutama paman bungsu Ilham. Yang sejak Arini menginjak kaki di rumah Ilham, masih berpakaian sekolah abu-abu. Rian telah jatuh cinta padanya. Sorot mata dari sudut pintu membuat Arini kembali menggenggam tangan Ilham. Berbicara dengan begitu mudah seolah tanpa beban padahal hanya acting semata demi nama baik Ronald. Ilham terdiam. Hatinya bagai tersayat. Istrinya yang dulu tidak lagi ditemukan.

Di hadapannya Arini seperti bunglon, orang lain yang kerap berubah wujud sesuai lingkungan. “Aku mencintai kamu Arini, dulu dan sekarang. Tidak akan pernah berubah,” bisik Ilham mendekat ke telinga Arini.

“Aku juga mencintai kamu, Sayang,” balas Arini sengaja sedikit keras. Ilham mengerut kening, heran. Ia melihat sekeliling, mengapa Arini jadi berubah lagi.

"Mas, ingat! Ini kulakukan demi Mama, bukan kamu," tegas Arini berbisik pelan, sadar ia mengucapkan itu agar lelaki seperti Rian tidak curiga kalau ia dan Ilham sudah bercerai.

Kalimat Arini barusan memudarkan senyum yang sempat menghiasi wajah Ilham kala tangannya digenggam kembali oleh Arini lalu mengucapkan cinta. Seluet tidak nyaman, mampir di jiwa Arini. Hatinya sangat teriris sembilu. Ia merasa begitu tak berharga dengan mudah ditalak dan dirujuk berulang kali.

Di sisi yang berbeda, luka itu masih terbebat cinta.

Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar. Apakah Ilham merasa bosan? Ia tidak pernah mengatakan apapun tentang kebosanan. Atau memang ia menginginkan buah hati darah daging sendiri. Arini tidak bisa mengabulkan itu semua.

Sisi lain hati Arini tak bisa menampik. Beberapa hari tak bertemu Ilham, rindu itu pernah menghampiri sangat ia sesali. Rindu yang tidak seharusnya ada. Cinta sejak belasan tahun lalu. Amblas seketika hanya karena hasutan setan. Semat best couple yang pernah mereka raih di bangku sekolah, hancur berkeping tak bersisa. Tapi cinta? Masihkah ada? Masihkah sama?

“Mengapa kau mengucapkan cinta dan bersedia rujuk jika tidak mencintaiku lagi, Arini.” Ilham menatap Arini intens.

“Karena menunjukkan diri kita masih berstatus istri itu melindungi diriku dari paman mesummu," jawab Arini tersenyum miring.

Ilham terkesiap. Ya, Arini benar, lebih baik menunjukkan diri pada khalayak bahwa mereka baik-baik saja.

Daripada harus berurusan dengan manusia sekelas bejatnya Rian. Karena itu, mau tidak mau Arini mengiyakan ajakan Meli yang memintanya untuk datang ke acara penting ini.

Karena setiap tahun Jansen Kamandanu akan membagikan lima puluh persen harta keuntungan perusahaan untuk anak dan cucunya. Meskipun tidak menyetujui dan tidak menyukai Meli menikah dengan Ronald.

Kamandanu masih memberikan hak Ronald sebagai anak.

Hal itu juga yang membuat Arini meradang tapi tidak memperlihatkan kepada keluarga Penang. Rasa sakit yang tak terceritakan. Arini mengingat dengan jelas tiap detail cerita Lian sang paman pasca perceraiannya dengan Ilham, bahwa keluarga Kamandanu hutang kelicikan dengan keluarga mereka.

Lubuk hati Arini paling dalam ia tidak lagi bisa mendeskripsikan apa sebenarnya yang terjadi pada hatinya.

Ada sesuatu kesumat mengakar setelah Lian sang paman menceritakan pada Arini kisah harta dan kematian kakek Arini.

"Pokoknya kita rujuk Arini, aku tidak tahan. Aku merindukanmu," ucap Ilham masih terus merongrong penasaran.

Bukankah pandangan Arini pada layar komputer di butik itu, dan tangisan kerinduannya menandakan cinta itu masih sama. Lalu, mengapa sekarang berubah? Ilham bersenandika, bingung dengan sikap Arini yang kerap berubah-ubah.

Ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi dengan mantan istrinya.

Sedangkan Arini berpikir dengan dunianya—sesuatu telah mengubah cinta menjadi dendam. "Begitu mudah mengatakan rindu. Apa dia tidak sadar selama ini menyakitiku." Begitu pula yang ada di pikiran Arini. Bukan hanya Ilham, tapi, seluruh keluarga kecuali Ronald dan Meli. Karena dua sepasang itu tidak mengetahui apapun perihal kejadian yang ada di hati Arini mengenai Kamandanu di masa lalu, yang mengakibatkan kesumat mengakar.

"Baiklah Ilham, aku terima tawaranmu, kita akan kembali rujuk, jika memang semua bisa diperbaiki kenapa tidak! Tapi, saratnya tentu saja kau harus menunggu aku bermalam, satu ranjang, beradu peluh bersama Burhan," ucap Arini tenang.

Ilham terdiam, Arini bosan dengan ulah keluarga Ilham, dulu hatinya tidaklah seperih ini, mengenang ayah yang sudah meninggal. Warisan perusahaan yang diambil dengan begitu licik oleh keluarga Jansen Kamandanu. Semua yang diceritakan sang paman membuat Arini melancarkan rencana perhitungan dengan keluarga suaminya itu.

Meli adalah satu-satunya orang yang mencintai Arini dengan tulus.

Tapi semua tidak akan bisa kembali normal. Talak tiga yang sah meski tanpa ucapan, begitu tajam bagai siluet silet menancap. Meluwak luka yang bertahun-tahun telah sembuh di hati Arini. Demi cintanya pada Ilham, ia menyampingkan kesumat yang pernah hadir.

Luka dalam yang berdarah, terbebat kering, kini menguap kembali bernanah. Aromanya mematikan sel. Ia membenci cinta.

“Jansen membagikan keuntungan perusahaan untuk anak cucunya. Yang ia ambil itu harta ayah kami, kakek kamu, Arini. Jansen orang jahat.” Kalimat demi kalimat paman Lian bermain di rungunya. Ilham yang duduk di sebelah Arini mengerut.bingung.

Pandangan mata sang mantan istri kosong. "Kamu melamun, Sayang?”

“Bukannya aku udah bilang akan rujuk. Jangan mempertanyakan hal yang tidak perlu kamu tanyakan,” ucap Arini tegas. Ilham terkesiap, namun mampu menetralisiir suasana, Ilham menganggap Arini hanya butuh waktu untuk tenang.

“Terimakasih. Aku akan berusaha membuat kamu jatuh cinta berkali-kali lagi. Eh, malam ini ... kamu sangat cantik, sayang," rayu Ilham lagi.

"Selamat malam semuanya, Nenek dan Kakek sudah hadir. Harap semua tenang." Suara lantang bernada arogan, berdentang dari pengeras suara setiap sudut jauh terdengar. Mata Arini tidak lepas memindai tajam. Sorotnya berubah beringas. Keping hatinya hancur berantakan.

"Sabar Arini, tenanglah. Jadikan lelaki di sampingmu kelimpungan untuk kembali, dan suka rela melakukan apa saja demi dirimu," bisik sudut hati wanita cantik itu penuh kesumat dendam. Bara semakin menyala saat dua manusia berambut putih namun tetap berwibawa, naik ke atas kursi kebesaran. Napas Arini tertahan. Berusaha menetralkan diri. Untuk tidak terlihat sakit di dadanya.

"Kamu juga tidak kalah tampan dari apapun, kurasa karena itu Mira sangat terpesona," bisik Arini sarkas.

"Arini!" Ilham terkejut mendengar jawaban mantan istrinya itu.

"Hmm. Ada apa?" tanya Arini tidak memindahkan matanya dari kursi kebesaran.

"Bisakah kita tidak membahas Mira saat bersua, aku hanya dijebak, percayalah!"

"Lalu kita harus membahas apa? sosok Muhallil impoten itu? sepertinya menjadi istri dari lelaki itu sungguh ide cemerlang darimu, sebab tidak akan ada wanita yang berminat, siapa yang mau dengan pria dingin?"

"Maafkan aku."

"Untuk?"

"Semuanya."

"Terlambat!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Erna Wati
wadoh koinnya banyak bgt kak ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Perjalanan Talak

    "Kamu terlambat mengatakan maaf. Sakit itu sungguh sadis mengoyak dan mengobrak abrik jantung ini." Retina perempuan itu mengambang. Nanar menahan air mata. Ingatannya melayang setiap slide kejadian demi kejadian sebelum akhirnya talak tiga sah secara agama antara ia dan Ilham. Slideshow perjalanan sebuah guncangan arasy berawal, dari sebuah kesalahan yang tak diniatkan. Semua peristiwa demi peristiwa bermain-main di kepala Arini. Jangan coba-coba menyalah dengan hukum Allah, karena Allah SWT sebaik-baik pembuat makar. Mata Arini memejam lagi. Gambaran masa-masa jatuhnya talak menyerbu ingatannya. "Kau ingat, Arini. Aku Ilham Arya Penang, walau mama dan papiku tidak cocok dengan keluarga Jansen, tapi, aku adalah cucu laki-laki satu-satunya." "Terus, tujuanmu apa mengatakan itu padaku?" "Baiklah, bukankah kau meminta talak dariku?" "Ya, mana? Katakan sekarang juga, talak aku! ayo talak!" "Dasar keras kepala! apa sama sekali tujuh tahun tidak berbekas dari ingatanmu tentang kita

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-28
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Petaka Pertama

    Ilham dipecat, padahal ia salah satu pewaris perusahaan. Tentu saja hal yang tidak masuk akal. Faktanya lelaki itu memang dipecat. Semua permainan dari Rian si ambisius.Paman kandung Ilham itu dibantu Mira untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. *Kehadiran Mira yang direncanakan Rian, telah berhasil mengacaukan rumahtangga Arini dan Ilham.Wanita tak tahu diri itu acap kali mengganggu kenyamanan Arini di rumahnya sendiri, sejak Ilham mengiyakan tentang kesepakatan kerjasama di Franve.Mira sengaja melontarkan kalimat-kalimat bagai penggosok perkakas keluar dari bibirnya untuk Arini setiap mengantar tugas dari Pram untuk Ilham."Tanya saja sama suamimu. Kami berdua sering ketahuan bersama, Pak Rian cemburu padanya, kau tau, Arini? Putra bungsu keluarga Penang itu sangat mencintaiku. Ia lebih memilih aku daripada keponakannya. Makanya Ilham dipecat dari Perusahaan Plastik Penang. Aku kasian padanya, tak tega hidupnya yang biasa bergelimang harta harus dicemooh para kolega sendiri. K

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-31
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Aku Ini Istrimu

    Cerai adalah bom yang mengguncang Arasy.Kata yang paling Allah laknat adalah cerai. Jika ada solusi lain, mengapa harus bercerai? Emosi, bujukan setan, rayuan hormon egoisme telah menang melawan gumpalan kecil bernama hati. Petaka pertama di rumahtangga Arini-Ilham. (Ada yang cerai. Apa aku harus potong tumpeng?)Status baru memenuhi beranda Mira. Arini melotot tak percaya. Belum lima menit dari ia keluar rumah, Mira sudah mengetahui. Bertabungan talak seharusnya membuat Ilham berhati-hati. Sebab setan, iblis ada di mana-mana. Akhirnya kabar talak itu pun sampai ke telinga Mira. Wanita itu bahagia bukan main, selama ini sangat penasaran karena tidak pernah berhasil menggoda Ilham. Kesempatan baginya telah datang, dengan berani, ia datang ke rumah Ilham. Kebahagiaan menyelimuti hati Mira, demi mendengar tabungan talak rasanya ia sanggup memindahkan Monas ke Kalimantan saja. Setelah sebelumnya Mira tahu betul rumahtangga incarannya itu sedang tidak baik-baik saja sejak kedatangan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Ceraikan aku!

    Slideshow perjalanan talak tiga Arini. Perempuan itu terus bercerita. Entah mengapa lidahnya mendadak mengeluarkan kata-kata tanpa jeda. "Ceritakan semua padaku, Nyonya. Jangan malu! aku berjanji akan membelamu, luahkan semua yang ada di hatimu. Aku siap mendengar apapun itu. Burhan mendengarkan cerita kisah pilu itu sambil menatap istrinya. Sesekali ia fokus melihat jalanan.Arini memejam mata. Membayangkan kejadian setelah pertengkaran antara ia dan Ilham. Ilham pergi dari rumah. Di tengah jalan Mira datang dengan skenarionya."Kau tidak bosan jika aku bercerita tentang bosmu Ilham itu bagian dari laki-laki jahannam?" tanya Arini sinis. "Bukankah kau dibayarnya untuk meniduriku lalu kembali menceraikan?""Bagaimana jika aku tidak mau bercerai dengan Nyonya? apa Nyonya mau hidup bersamaku?" tanya Burhan menatap dua manik mata Arini, intens. Wanita itu berdecih. Membuang pandangannya ke samping jendela mobil."Kau mau hidup denganku selamanya? hanya lelaki bodoh yang ingin hidup de

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-04
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   PERANGKAP PELAKOR

    "Kalian tinggal di sini saja, Nak. Paman sudah beli rumah di pinggiran, walaupun sederhana tapi Alhamdulillah sangat nyaman. Jangan menumpang di rumah Meli, walaupun Paman tau, dia sangat menyayangimu." Ketika talak dua jatuh untuk Arini. Lian sang paman yang menyembunyikan catatan dosa tentang kakek Ilham alias Jansen akhirnya harus menceritakan liciknya keluarga Penang pada Arini di sore itu. "Jadi-jadi, se- sebenarnya pabrik tekstil itu milik Kakek Rusdi, Paman?" tanya Arini kaget, ia seakan tak percaya ternyata keluarga Penang sungguh licik. Sekian tahun bersama sama sekali ia tak menyangka Lian menyembunyikan kisah masa lalu keluarga suaminya."Iya, Nak. Jansen sangat lihai. Kakek Ilham itu berdarah dingin demi harta. Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hajatnya tanpa peduli kemanusiaan bahkan nyawa sekalipun," ungkap Lian menunduk. Kaca-kaca bening menaungi pelupuk matanya. "Kalau paman tau mereka begitu, mengapa papa dan paman sendiri menerima pinangan Ilham, tidak mung

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-04
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Dasar Pecundang!

    Bertahun-tahun pacaran, bukanlah tolak ukur seseorang untuk bisa mempertahankan rumah tangga. Bahkan setelah tujuh tahun mengarungi bahtera bersama, ikatan sakral bisa saja teberai. Selama tujuh tahun, rumah tangga Arini dalam kondisi stabil. Tidak ada riak kecil, apalagi besar. Hidupnya tenang. Walaupun Ilham memiliki karakter tak bisa membendung emosi. Arini selalu mampu meluluhkan suaminya. Tenang, tapi, hambar begitu kondisi kehidupan yang mereka jalani. Bagi Ilham memberi fasilitas untuk Arini sudah merupakan kebahagiaan. Arini kerap termenung sendirian, tak ada suara tangisan bayi untuk menyemarakkan hidupnya. Saudara satu-satunya tinggal jauh terpisah. Sebatang kara itu menyakitkan. Terkadang manusia tidak mengerti ada kebutuhan bercerita pada diri tiap wanita. Ilham tidak mengerti, sang istri butuh sesuatu selain daripada uang dan ranjang. Kekurangan yang sukar disatukan. Kehambaran di tujuh tahun rumahtangganya, membawa petaka lebih mudah menyusup ke tengah area. Hadirnya

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-05
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Sejenak Satu Ranjang

    "Apa kamu lupa dengan Arini, Ilham?" Meli menelpon Ilham setelah mendengar kabar dari Kayla bahwa Ilham berhasil mengerjakan sempurna pekerjaannya dan pergi bersenang-senang dengan Mira. Kayla termakan omongan Pram. Bahwa yang selingkuh dengan Mira itu ya--Ilham. Bukan dirinya--Pram. Kayla yang mengenal Meli dengan baik langsung menelpon, memberi kabar bahwa Ilham pergi bersama Mira. Panas dingin hati Meli mendengarnya. Menit itu juga, sigap menekan tombol angka di layar--menelpon putra tercinta. "Arini juga sudah lupa dengan Ilham, Ma," jawabnya malas berdebat. "Ini sudah dua bulan Ilham, hentikan keegoisanmu, lepas sebulan lagi Arini sudah tiga kali suci kau tidak lagi bisa mengucapkan kata rujuk padanya. Arini tidak akan pernah kembali, selamat atas ketololan kamu sebagai imam di rumahtangga." "Huh, mama, berhentilah mengurusi rumah tangga Ilham." "Apa kamu bilang?" Ah, Ilham mengatup mulutnya, menyesal melemparkan kalimat itu pada mamanya. "Ya, maaf. Ilham hanya ingin ... eh,

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08
  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Aku Sudah Selesai, Kamu?

    "Di kafe jaya ada tempat istirahat melepas lelah, kita bisa sejenak satu ranjang?" "M-maksud kamu?" "Ishh kamu gemesin tau, baru dibilang kalimat ranjang aja, udah merah gitu mukanya." Mira mengusap pipi kanan Ilham. Mengerling nakal. "Ngapain ngomong gitu?!" tanya Ilham sedikit kasar. "Ish, makin gemes. Kamu tu tipe suami ideal tau, Arini kok cembuker amat sih." Mira pura-pura senyum paksa. Padahal hatinya jengkel minta ampun menyebut nama Arini. "Huh. Ya iya. Kamu juga, Kirain apaan ngomong gitu, bikin kaget aja." Ilham melungsur nafas lelah. "Kamu juga bikin kaget teriak gitu cuma nanya maksud. Biasa aja deh, Ham. Kita lagian udah sama dewasa. Masa becandaan gitu dianggap seriusan sih." "Aku spontan teriak, kaget." "Kalo iya emang kamu mau gitu kita satu ranjang," tantang Mira memainkan alisnya. Ilham memilih tidak menjawab pertanyaan Mira. Melihat rona muka Ilham yang memerah, Mira Tersenyum tipis. Salam hati ia berujar. 'aku berhasil'Lampu kerlap-kerlip khas sebuah kafe

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12

Bab terbaru

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Ilham Terbelalak

    Binar seribu bintang berloncatan dari mata Arini. "Terimakasih."Kata tak perlu terucap apapun. Karena sikap lebih terlihat dari sekadar kata.Bahagia lebih dari sejuta kali bahagia. Terkadang hanya menunggu jalan takdir. Bahagia di ujung segera menanti.*“Kakek masuk rumah sakit, segera ke sana!” Suara Ronald terburu menelpon putra semata wayangnya--Ilham. "Siapa yang sakit?" tanya Mira melihat suaminya terburu-buru. "Kakek," jawab Ilham singkat. "Kamu sarapan dulu. Kalau aku ngak salah Bu Meli sudah sedari subuh ke rumah Kakek.""Kenapa ngak bilang?""Kamu ngak nanya," ucap Mira sambil merapikan meja makan. Wangi soto kesukaan Ilham menguar menggugah selera. "Kamu pintar masak? Sotonya wangi, tapi aku harus cepat. Dari nada suara papi sepertinya kesehatan Kakek tidak bisa dianggap enteng.""Hanya memasak yang bisa membuatmu tetap memperlakukan aku selayaknya istri. Hati dan pikiranmu sudah dipenuhi nama Arini." Ilham terdiam mendengar kata-kata Mira."Kita akan nikah resmi. Ak

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Cincin Cantik

    Terimakasih Burhan. Aku bahagia," ucapnya terisak-isak. Meski menangis. Binar bintang berloncatan dari mata indah milik Arini."Kita akan menikah secara sah setelah bayi ini lahir. Kita besarkan bersama-sama dengan Satya."Cinta itu tidak bersyarat apapun. Takdir akan berpihak pada kuasa sang pemiliknya. Manusia hanya bisa menjalani tanpa bisa mencegah apalagi mengubah skenario takdir itu.*"Aku tidak akan menceraikanmu Arini! Kau dengar. Kita tidak akan bercerai. Anak itu anak yang kutunggu-tunggu. Artinya kau bahagia saat kita bulan madu kembali waktu itu. Berhasil bukan? Aku mohon! Kita akan belajar bersama memperbaiki segalanya."Suara Ilham di depan ranjang pasien saat Arini diperbolehkan pulang, masih meracau. Burhan membiarkan saja. Tak ada gunanya melarang. Ia percaya pada Arini.Pengadilan sudah menerima segala berkas Arini. Talak tiga bukan decapan lidah saat merasakan perisa makanan. Ikatan sakral bukan mainan. Jangan pernah bermain pada kata talak. Satu-satunya kalimat

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Binar Bahagia

    "Cek USG hari ini.""Siap, Dok!" Para perawat lalu lalang mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.Arini dibawa ke tempat tidur khusus. Setelah cairan berupa gel dioles oleh salah satu perawat di sekitar rahimnya. Terlihat jelas di layar ada yang berbeda di rahim itu.Jiya ditahan Burhan dalam ruang dokter Wiguna.Dokter menerima hasil USG, setelah mencatat semua hasil test. Ia kembali ke ruangannya, Arini dibawa ke kamar inap lagi."Pak Burhan.""Ya, Pak. bagaimana hasilnya?""Anda sepertinya sangat menyayangi istri anda. Sampai tidak sabaran menunggu hasil."Kikuk Burhan tertawa pelan. Memasang senyum tipis. Sedangkan Jiya menahan jantungnya untuk tidak emosi."Saya akan jelaskan sedikit tentang kehamilan pada anda sebelum kita masuk menyimpulkan keadaan istri anda. Ini tujuannya agar anda paham situasi dan kondisi wanita hamil itu bermacam-macam.""Terimakasih, Pak. Saya siap mendengar."Dokter itu tersenyum lalu mengambil hasil uSG."Sebenarnya normal kondisi seorang ibu hami

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   DNA yang Tak disangka

    "Ya Dokter, Bagaimana hasilnya?" Burhan tidak sabar saat dokter jaga masuk ke ruang inap Arini. "Positif. Selamat Pak Burhan istri anda hamil."Glek Burhan maupun Arini sama-sama terdiam pilu."Bulan lalu saya menstruasi, Dok?" Arini menyangkal. Apa hasil testpack itu salah."Menstruasi?" Kening dokter mengerjit. Menatap perawat yang ikut bersamanya. "Cek urine bHCG segera!" Perintah penuh pada perawat."Dok, apa tidak sebaiknya menunggu besok pagi. Urine pagi hari setelah pasien bangun tidur tingkat keakuratannya lebih sempurna."Dokter serba salah. Ia segan pada Burhan karena telah lama menunggu. Apamyanh dikatakan perawat ada benarnya. Pagi hari setelah bangun dari tidur. Kadar hormon bHCG akan terkumpul sempurna."Urine baru, hari ini juga!" Perintah sang dokter.Akhirnya perawat mengangguk. Keluar sebentar lalu memberikan onemed urine pada Burhan."Silakan ditampung kembali urine pasien, Pak. Kita akan melakukan test urine ulang."Burhan menerima wadah kecil yang diberikan pe

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Arini Hamil

    Menyambar tas, masih dengan terburu memasang sepatu, dan wanita itu sibuk mengikutinya dari belakang, berbalik ke dalam rumah dengan sepatu yang sudah terpasang, ternyata kunci mobil tertinggal di meja makan, perempuan bertubuh semampai itu turut ikut maju mundur dengan kesibukan dadakan.Semua karena sesosok wanita sempurna yang baru saja datang membuyarkan segala angan. Entah mengapa hati Mira sedikit bahagia. Tapi, lelaki di depannya kehilangan fokus pikiran sebab, kedatangan wanita sempurna yang telah memberi map tebal.Salahkah Mira bahagia?Apa aku sejahat itu, bahagia di atas penderitaan wanita lain, ah, tidak. Terlihat Arini lebih dari kata bahagia bersama BurhanSeolah dikejar deadline entah karena apa, Mira tak bertanya. Ilham tergesa membuka pintu mobil, masuk ke dalam, menyalakan mobil. Berpaling menatap wanita yang mendadak raut wajahnya ikut cemas.Wanita itu berusaha menahan sesuatu agar tidak terjatuh di hadapan. Pun menahan tanya ada apa dengan kepergian mendadak sua

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Perjanjian Selesai

    "Itu urusan asisten saya, sudah saya katakan--tenang saja. Hasilnya 99% akurat dan valid.""Oke. Saya ke sana sekarang." "Apa ini, Nak?" Meli melihat Map yang di bawa Arini."Maafin Arini, Ma. Arini tidak bisa mengabulkan permintaan mama."Meli mengambil map yang lumayan tebal itu.Sertifikat rumah atas nama Burhan, Villa pemberian Ilham atas nama Arini. Beserta kunci-kuncinya.Dan ...Surat cerai resmi dari pengadilan agama."Arini!" Suara Ilham bergetar menahan jantungnya yang detaknya kini bermasalah. "Arini sudah siapkan notaris untuk membalikkan nama atas nama mama atau nama Ilham."Arini sama sekali tidak menggubris Ilham yang menatapnya begitu intens. Gejolak amarah, emosi bercampur rasa harga diri yang terinjak-injak. "Arini, kamu?" Air mata Meli merebak. Tidak menyangka sama sekali gadis yang selama ini ia puja, sedari remaja ia curahkan kasih sayang, dengan begitu berani menolak dan merenggangkan tali kekeluargaan."Jika suatu hari Arini memilih pergi, mau kah mama mengan

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Hasil Test DNA

    "Issh genit. Mesum. Dasar lelaki!" umpat Arini berkali-kali.Burhan tertawa terbahak-bahak melihat bibir Arini yang mengerucut merajuk, akibat selalu diganggu Burhan. "Kemarin sok sokan godain, sekarang malah takut, bilangin suami sendiri mesum.""Kemarin otakku belum dirukiyah, he." Arini tertawa ngakak, pinggangnya masih digelitiki Burhan."Masih mual?" Burhan menghentikan tangannya. Arini berpaling menatap wajah Burhan. Mengangguk kecil."Sedikit, kadang tengkuk terasa berat."Burhan menghela napasnya berat. "Bolehkah aku bertanya sesuatu?"Arini mengerjit. Mengapa tiba-tiba Burhan berubah serius. Menyandarkan kepalanya di bahu Burhan memberi kode ia tidak keberatan."Kau tidak keberatan tinggal di gubuk begini?"Arini tersenyum tipis mendengar pertanyaan Burhan. "Kirain mau nanya apa-an, rumah ini bisa kita pugar lebih besar.""Ya, kau tidak keberatan dengan adik-adikku.""Aku hidup sendirian, mana mungkin keberatan, aku tau rasanya begitu sakit hidup sendiri, makanya aku mener

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Dia istriku, kau mau apa?

    "Kakak udah sholat?" Berlian menghampiri ranjang Arini, Satya terlelap di sampingnya."Ya, solat duduk aja, Ber, mana Burhan?" Arini menyapu sekitar. Ia mendapat Burhan yang sedang khusuk sholat. Senyumnya mengembang. Sudah berapa lama ia lalai terhadap ibadah pada Tuhan.Burhan dan Berlian orang yang selalu membantunya mengingat maha kuasa. Akhir-akhir ini hatinya tenang, setelah beberapa hari terakhir tidak meninggalkan ibadah wajib itu. Ia salut, Menik yang kakinya tidak sempurna saja bisa rutin menunaikan ibadah, masa ia yang sempurna lupa siapa pemilik kesempurnaan itu.Setelah selesai ibadah menghadap Tuhan Burhan menghampiri ranjang Arini. Memasang senyum tipis-nya. Mengedikkan bahu."Apa kau terlalu merindukan suamimu ini sampai bangun tidur dan mau tidur lagi kau harus menyebut namaku," ucap Burhan menggoda Arini, menaik turunkan satu alisnya."Astaghfirullah, apa tadi sholatmu tidak khusuk sampai-sampai mendengar suara tanyaku?""Hei, sholat khusuk itu bukan tentang mendeng

  • Kontrak Cinta Sang Muhallil   Otewe Tes DNA

    Perihal wanita yang bersama Ilham. Meskipun tidak dicintai, Mira Aruna, nekad ke rumah sakit untuk menjenguk Arini.Selain ia sendiri harus cek kontrol, sekalian berkunjung rasanya tidak masalah,tapi, Mira terngiang kalimat pertemuannya dengan Rian di depan rumah sendiri. Saat kaki Mira baru saja melangkah. Rian berdiri dengan arogan di depan pagar rumah Ilham."Hei, Gundik! Bagaimana nikmatnya hidupmu masuk ke keluargaku," ucapan tajam itu tidak lagi mengiris hati Mira. Ia sudah kebal."Kau mau apa Rian?""Kau tau bocah kecil di rumah sakit yang kini menjadi kelemahan Arini, aku yakin itu bayi kita, sayang. Bagaimana? Apa kau ingin bersua sebagai ibu yang tidak bertanggungjawab?""Apa?" Mata Mira terbelalak kaget. Benarkah yang diucapkan Rian. Anak yang selama ini diasuh oleh Arini adalah anak mereka.Artinya kurun waktu dia menjadi budak Rian ternyata anak itu tidak ada pada Rian, ia hanya sapi peras, kambing congek yang mau diperalat oleh Rian. Andai Mira tau di mana bayinya, tent

DMCA.com Protection Status