Klinik Aborsi

Klinik Aborsi

By:  DeAndra 24  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating
9Chapters
1.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Mia (seorang dokter) yang memulai bisnis (praktik aborsi) dengan sahabatnya bernama Laras. Mia memiliki latar belakang yang buruk. Dimana kejadian itu menghantarkan jiwa Mia akhirnya menjadi seorang Psycopat dan kanibal. Sedangkan Laras adalah pasien skizoafektif yang sering berhalusinasi. Akankah rahasia mereka saling terbongkar?

View More
Klinik Aborsi Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Giovanna Bee
Tema ceritanya aku ga kuat haha maaf..., tapi penulisannya rapi dan mengalir, enak dibaca
2021-10-14 10:15:24
0
9 Chapters

Part 1 : Klinik Aborsi

Cerita ini diangkat dari kisah nyata yang disajikan dengan menu sadis, tragis, dan ending yang tidak biasa.Di mana alurnya akan dibuat maju mundur dan dibutuhkan kejelian pembaca untuk menangkapnya. Penulis hanya memberi pesan dalam novel ini agar kita selalu aware terhadap lingkungan sekitar. Di mana pengidap kelainan mental terkadang berasal dari orang terdekat dan tidak disangka.Jika pembaca jeli, penulis sedikit memberi gambaran tahapan seseorang untuk masuk ke dalam fase kanibal dan psikopat. ****Klinik Aborsi"Kapan kita eksekusi?""Nanti malam."" Ok."Telepon ditutup.  Dokter cantik itu memang sudah terbiasa berurusan dengan bagian tubuh manusia, jadi takkan sulit rasanya jika hanya menggorok leher seorang wanita.***Namaku Laras, aku adalah bidan di sebuah rumah bersalin. Menolong ibu-ibu melahirkan memang sudah menjadi tugasku setiap hari. Tapi rasanya pengabdian itu tidak sebanding dengan pen
Read more

Part 2 : Pertemuan di Kereta

Siang itu aku bergegas ke stasiun. Tiket yang sudah kubeli secara online ternyata salah jadwal. Harusnya aku berangkat malam hari. Ini malah untuk jadwal untuk sore hari. Aku dan kedua anakku harus buru-buru sampai di stasiun.Rencanaku pulang kampung adalah untuk menitipkan dua buah hatiku pada kedua orang tua karena aku sudah tak kuat menyewa kontrakan. Selain itu, anak-anak juga tidak ada yang mengasuh. Atas permintaan ibu dan bapak, akhirnya kuboyong mereka semua untuk sekolah dan tinggal di Solo.  Jam sudah menunjuk pukul empat sore. Segera kunaiki gerbong yang baru saja berhenti di depan kami. Syukurlah kami tidak terlambat. Hanya tak sempat membeli camilan untuk anak-anak, tapi mereka sudah makan tadi pagi. Semoga saja tidak rewel. Kami duduk dengan kursi berhadapan. Dua seat untuk aku dan putri bungsuku. Si sulung duduk bersebelahan dengan seorang perempuan cantik yang usianya mungkin lebih muda dariku. Jika kutaksir, kami hanya beda beberapa tahun
Read more

Part 3 : dr. Mia

"Mama ... Kak Mia potong leher kucing aku!" teriak sang adik saat memergoki Mia yang tengah asyik menggorok leher kucing kampung itu. ***Sejak kecil Mia termasuk anak yang introvert, tapi cerdas luar biasa. Kebiasaannya mengurung diri dan menjauh dari teman-teman sebayanya, menyebabkan dia sering mengalami halusinasi (skizofrenia). Sayangnya, itu diabaikan oleh orang tuanya yang sibuk.  Sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama, sebenarnya keanehan-keanehan pada Mia sering ditemukan oleh kedua orang tuanya. Namun, mereka membiarkan hal tersebut. Lagi-lagi, karena mereka sibuk.Dua kali Mia kepergok sedang menggorok dan menguliti seekor kucing kampung di belakang rumahnya. Ketika ditanya, Mia jawab hanya iseng. Sang adik juga sering memergoki Mia tengah asyik meminum cairan yang sangat mirip darah dari bau amisnya. Tapi, Mia mampu mengelak dan menutupi perbuatannya dengan sangat rapi. Iya, Mia mengidap kelainan jiwa. Kanibalisme tepa
Read more

Part 4 : Klinik

"Nanti saya atur waktunya, sepertinya dia akan pulang minggu depan." Ucap Mia pada seorang laki-laki paruh baya."Baik bu, tolong sisakan bagian untuk saya," jawab lelaki itu sambil mengasah golok miliknya. ***Januari."Akhirnya, rencana kita bisa terwujud juga ya, Mi," ucapku malam itu saat kami tengah duduk di salah satu ruangan. Proses izin praktek klinik yang semula rumit dan sulit keluar, tiba-tiba disetujui. Upaya kami pun tak sia-sia. Rumah yang kami kontrak untuk dijadikan klinik ini adalah milik seorang pengusaha perkebunan teh di daerah Bandung. Beliau memberi harga sewa yang murah karena memang sudah bertahun-tahun tak pernah dihuni sejak istrinya meninggal. Bangunannya pun sudah tua dan lebih mirip rumah zaman Belanda. Kokoh, namun sedikit angker. Di belakangnya masih terdapat lahan sekitar dua ratus lima puluh meter. Diisi pohon-pohon pisang yang tak terawat. Kami mendapat informasi tentang rumah ini dari salah satu rekan Mia. Kat
Read more

Part 5 : Laras

"Miaaa!!" teriaku saat membuka panci itu. Beberapa saat kemudian Mia datang ke pantry disusul Pak Kusnadi yang memang malam itu menginap juga di klinik."A-apa ... itu?" tanyaku setengah gagap."Mana Laras? Itu hanya potongan sosis. Kamu kenapa?" Mia memeriksa isi panci yang kini telah tumpah berserakan di lantai.Aku mengucek mataku perlahan, tak percaya dengan apa yang dikatakan Mia. Tapi Mia meyakinkan terus bahwa apa yang tadi kulihat seperti jari tangan dan kaki itu hanya potongan sosis.Melihat Pak Kusnadi yang langsung sibuk membereskan tumpahan panci itu, aku tetap histeris. Anehnya aku sangat yakin itu adalah jari, tapi Pak Kusnadi pun sama-sama meyakinkanku. Dia mengatakan itu hanyalah sosis. Sehingga aku merasa, dalam kegelapan aku berhalusinasi. Ah sial, ini memang sosis."Kamu butuh istirahat Laras, Skizofrenia-mu aktif karena kau terlalu depresi mengingat kehilangan Seruni." Perkataan Mia sangat meyakinkan dan aku amat percaya itu adalah hasil
Read more

Part 6 : Proses Aborsi

 Dalam kondisi hati masih berkecamuk dan belum bisa melupakan kasus putri keduaku, klinik dan pekerjaanku tetap harus berjalan. Mau bagaimana lagi, toh polisi sudah menutup kasusnya. Tak ada yang bisa kuupayakan lagi selain benar-benar ada cara Tuhan yang lain. Kehidupanku pun kembali berjalan. Pasien kami masih lumayan, tapi Mia mulai membatasi partus pervaginam alias melahirkan normal. Dan kami memang lebih kebanjiran pasien aborsi. "Ras, dua pasien di depan kita ekskusi langsung aja, yuk! Aku sudah mulai ngantuk, biar cepet." Ujar Mia malam itu.Hari itu memang kami agak banyak terima pasien aborsi. Rata-rata mereka datang dari luar kota, bahkan sampai ada yang datang larut malam sekali. Masuklah dua perempuan, kira-kira usianya masih sekitar tujuh belas sampai dua puluh dua tahun. Kulihat sekilas catatan sang pasien. Perempuan dengan rambut sedikit ikal itu masih duduk di bangku sekolah menengah umum, sedangkan yang satunya adal
Read more

Part 7 : Pasien Istimewa

 "Akan kami kerjakan, tapi tolong buat kesepakatan. Nama anda akan aman, jika anda menjamin klinik ini akan tetap berjalan aman." Ujar Mia pada seorang pria yang didampingi dua asisten pribadi lengkap dengan baju safarinya."Nominal tak jadi masalah, Dok. Selama nama kami bersih, klinik ini akan aman," sahutnya.***"Laras!!" Mia membopongku dalam keadaan setengah tak sadar. Aku mendengar suaranya, tapi sangat jauh.Beberapa menit kemudian aku tersadar. Kulihat Mia sedang mengolesi minyak ke hidungku dan berusaha menepuk pipi yang lama-lama terasa sakit. "Laras, bangun ... Laras!" Mia setengah berteriak. Aku yang sangat lemas tak berdaya hanya berusaha membuka mata. Memberi isyarat kalau aku baik-baik saja. "Uh, syukurlah kau sadar," ucap Mia penuh syukur. Aku bangun, merubah posisi menjadi duduk. Kulihat meja tempat makan Mia tadi. Bersih. Tak ada hidangan yang sempat kulihat sebelum pingsan. Aroma mulut
Read more

Part 8 : Masyarakat Mulai Resah

 "Bawa orang itu malam ini ke tempat biasa, biarkan aku yang menggorok lehernya.""Oke, nanti malam di tempat biasa."***Klinik kami memang terasa berjalan aman-aman saja, namun bukan berarti masyarakat sekitar tidak merasa resah dengan praktek yang kami jalani sekian tahun ini.Aku dan Mia berusaha menjaga hubungan baik dengan lingkungan. Sesekali kami ikuti acara undangan warga sekitar, sampai ikut andil dalam urusan dana. Mia tidak pernah pelit dalam urusan sumbang-menyumbang kegiatan lingkungan sekitar. Bahkan karyawan yang kami pekerjakan itu benar-benar asli warga kampung sekitar. Kata Mia, bagaimanapun kita harus menciptakan lapangan kerja untuk mereka sehingga keberadaan kita terasa bermanfaat. Pernah beberapa kejadian, warga kampung demo di depan klinik kami, tapi Mia selalu bisa mengatasi. Beberapa aparat yang juga teman Mia diturunkan untuk melerai warga. Setelah aparat datang, diskusi tertutup diadakan dan seketika kerumunan
Read more

Part 9 : Aparat Menutup Rapat

 "Tulis saja dalam penyelidikan, penderita skizofrenia itu tak bisa menjadi saksi atas kasus apa pun.""Baik bu, kasus akan kami tutup segera."***Aku sangat gelisah sejak kehilangan putri keduaku. Bagaimanapun hati seorang ibu sangat tajam. Aku terkadang berfikir ini sangat aneh. Jika penculikan, minimal sendal yang ditemukan di depan kamar Pak kusnadi itu bisa jadi barang bukti. Dan perihal jari di dalam panci itu, masih kuyakini adalah bagian tubuh Seruni. Belum lagi, berita tentang hilang dan raibnya pria kampung itu. Polanya sama. Lagi-lagi sendal pria itu ditemukan tak jauh dari belakang kebun pisang klinik kami. Entah. Malam itu aku bertekad dalam hati untuk mendatangi kantor polisi. Kuminta Mia mendampingiku ke kantor polisi untuk membuat laporan. Sungguh aku curiga pada Pak Kusnadi atas hilangnya putri keduaku. Hanya dia satu-satunya orang yang wajib kucurigai. Beberapa kali aku mengendap ke ruangan miliknya ketika dia te
Read more
DMCA.com Protection Status