Jam sudah menunjukkan pukul 1 tengah malam. Bara yang masih terjaga, terlihat duduk di sofa dengan setumpuk berkas di atas meja. Entah, sudah berapa jam ia duduk sambil mengerjakan pekerjaan kantor yang sengaja ia bawa.Laptop yang menyala terang di tengah cahaya yang temaram pun, berhasil mengalihkan perhatian Helena. Wanita paruh baya itu berjalan mendekat ke sumber cahaya ketika ingin pergi ke dapur untuk mengambil segelas air."Tuan, Anda belum tidur?" tanyanya, dan langsung dijawab anggukan dari Bara. "Anda ingin segelas kopi? Atau sesuatu yang lain?""Kopi! Tolong buatkan aku secangkir kopi," jawab Bara tanpa menatap Helena dan terus fokus pada dokumen di tangannya.Proyek senilai 1 miliar dollar yang sedang ia kerjakan, rupanya berhasil membuat malamnya tersita selama beberapa waktu. Selain nominalnya yang cukup besar, ternyata proyek ini bisa menjadi jembatan untuk bisa melebarkan sayap di Asia. Namun meski di tengah kesibukan, Bara masih tetap ingin berbicara dengan ibunya.
Bara terperangah. Sorot matanya datar menatap Evelyn. Secara mendadak menjadi ling-ling, tidak tahu harus memberi jawaban apa pada ibunya."Menjadikannya maid mu lagi atau melanjutkan kontrak kalian?" Beberapa hari ini aku terus berpikir, apa yang sebenarnya aku inginkan? Kenapa begitu gigih mencari ibu?Setelah diingat, pada awalnya hanya ingin mencari tahu alasan ibu mengambil Kara dari sisiku. Namun, saat ibu memberiku pertanyaan demikian, entah mengapa aku justru terdiam.Mungkin aku terlalu nyaman, atau terbiasa dengan kehadiran Kara di sisiku. Atau, ada alasan lain yang tidak bisa aku ungkapkan?Suka kah? atau mungkin cinta?Bara duduk termenung di kursi tempat ia bekerja. Sorot matanya lurus ke depan, memandang langit biru dari balik jendela kaca. Namun percayalah, tatapannya sudah kosong sejak beberapa menit yang lalu."Beri aku jawaban, jika ingin menemuinya."Perkataan yang keluar dari mulut Evelyn pada malam itu, kembali mendengung memenuhi isi kepalanya. Padahal dia tidak
"Paman!"Suara Bara meninggi, saat mendengar Carlos menebak perasaannya dengan asal. Rasa hati ingin mengelak, tetapi hal itu juga yang ingin dia ketahui. Carlos langsung tertawa kecil melihat Veyksi Bara yang lebih mirip seperti ibunya."Kenapa, apa paman salah?" goda Carlos."Tidak! Bukan! Ah, maksudku ...."Melihat Bara bingung menjawab pertanyaannya, Carlos lagi-lagi menaikkan dua sudut bibirnya. Dia tersenyum, menyadari anak laki-laki yang ada di hadapannya itu telah tumbuh besar menjadi pria dewasa.Mereka sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah bisa merasakan cinta. Cih, anak muda."Baik, lupakan itu. Mari kita lanjutkan lagi!" jelas Bara yang tak mau menjelaskan lebih panjang pada Carlos.Pria paruh baya yang masih setia menjadi kaki tangan Alfred itu lantas mengangguk. Menyetujui permintaan Bara dan menghentikannya sikap jahilnya. Meski, dia masih belum lega untuk mengorek perasaan Bara."Bagaimana ibu dan ayah saling mengenal? Maksudku 'jatuh cinta', lanjut Bara masih penasaran."
Pearl. Salah satu restoran bintang 5 yang cukup terkenal di negara itu. Selain kualitas makanan dan juga tempat, mereka juga memiliki pelayanan yang sangat memuaskan menurut pelanggan. Katanya, bahan-bahan yang masuk adalah bahan yang berkualitas. Bahkan tersiar kabar jika restoran ini memiliki perkebunan sendiri untuk menjaga kualitas.Selain bahan, koki, pramusaji, serta staff yang lain juga sangat profesional dibidangnya. Tidak heran, Evelyn langsung terkejut ketika tahu bahwa Kara pernah bekerja disana."Bagaimana dia bisa....?" tanya Evelyn penasaran."Kunjungan dari mentri luar negri, apa Anda ingat? Saat itu Pearl kekurangan orang, karena itu mereka mencari pegawai lepas untuk melayani pelanggan biasa. Sedangkan pramusaji mereka melayani beberapa petinggi yang mampir."Evelyn mengangguk kecil mendengar penjelasan dari Lee. Sembari memahami bagian yang Helena lewatkan ketika melapor tentang Kara padanya."Beruntungnya lagi, mereka menyukai pekerjaannya. Menurut ceritanya, hampi
Musim telah berganti tanpa disadari. Tidak terasa, musim telah memasuki puncak musim panas di pertengahan tahun. Berada di suhu 27 derajat, membuat semua orang melepaskan mantel mereka dan mulai mengenakan pakaian ringan.Tidak hanya itu, sebagian besar dari mereka pun sengaja mengambil cuti panjang untuk sekedar menikmati liburan.. Sama seperti Alexa, yang tiba-tiba merengek di kantor Bara, ingin mengajak pria sibuk itu berlibur.Seakan tidak mengenal rasa takut meski sudah membuat salah satu maid Bara dalam bahaya. Alexa yang beberapa kali tidak bisa menemui kekasihnya lantaran perintah dari Bara sendiri, akhirnya berhasil menerobos masuk."Sayang, ayolah! Beberapa hari ini cuaca sedang bagus. Bagaimana jika kita pergi ke pantai? Cuaca cerah, angin semilir, deburan ombak. Pasti sangat menyenangkan." Alexa mencoba membujuk Bara agar mau pergi berlibur bersamanya. "Ayolah, Sayang. Aku tidak pernah menikmati libur bersamamu. Pergi satu atau dua hari tidak masalah bukan?," rengek Alexa d
Ansel yang sejak tadi duduk, perlahan bangkit berdiri. Tanpa menunggu jawaban dari Bara, ia menarik tangan sahabatnya dan membawanya keluar."Kau mau membawaku kemana? Hei! Ansel!"Ansel hanya diam, tidak memberi Bara jawaban. Bahkan bibirnya tetap menutup sambil terus menarik tangan sahabatnya itu, pergi menuju mobil sedan hitam yang terparkir rapi di samping rumah. Sampai dua pria itumemasuki mobil, barulah ia membuka mulutnya. "Kenapa kau terus bertanya? Sudah ku bilang, aku akan mengobatimu!"Seperti itulah kalimat yang keluar dari mulut Ansel. Seolah tidak peduli dengan rasa penasaran Bara, Ansel langsung mengemudikan mobilnya pergi sejauh 10 kilometer menuju ke Levent.Setidaknya butuh waktu setengah jam bagi sedan hitam itu melaju di jalanan kota yang terbilang lengang. Hingga sampai ke sebuah gedung dua lantai tak jauh dari gedung LE Entertainment."Untuk apa kau membawaku kemari?" tanya Bara penasaran.Ansel hanya melebarkan dua sudut bibirnya lalu turun meninggalkan sahabat
Rasa hangat dari napas Bara, masih terasa memenuhi wajahnya. Pelukan hangat di tengah cuaca panas. Rasa manis yang dihantarkan lidah lawan prianya. Sekali lagi berhasil membuatnya mabuk.Entah sudah berapa lama dia tidak merasakan ciuman itu. Biasanya, satu minggu sekali mereka berciuman di bawah perjanjian gila mereka. Namun mereka terpisah secara tiba-tiba karena perintah Evelyn.Beberapa patah kata yang keluar dari mulut Bara sebelum menyuruhnya turun, sempat terlintas di tengah pikiran kosongnya. Perkataan yang tadi membuatnya bingung, tetapi tidak sempat ia tanyakan.Kara menghentikan langkahnya, saat tiba di depan pintu ruang latihan, lalu menyandarkan dirinya di tembok. Pikirannya berkecamuk, memikirkan arti dari perkataan Bara padanya.Satu kalimat terakhir yang Bara ucapkan, kini menjadi pertanyaan besar di hati Kara, "Untuk yang lain, serahkan padaku. Apa maksudnya kata-kata itu? Hal apa yang kuserahkan padanya?"Kara yang saat itu terbengong, tiba-tiba dikejutkan oleh suara
Kara terdiam, merasakan jantungnya yang berdegup cukup keras mendengar pertanyaan dari Lee. Hanya satu pertanyaan, tapi langsung membuatnya diam dan berpikir dengan keras.Jika memang benar kontrak itu hasil nepotisme, lantas kenapa? Apakah dia bisa menolak?Pikirannya berkecamuk, ketika tiba-tiba dia teringat perkataan Evelyn sebelum membawanya pada Lee. Perkataan yang membuatnya berlatih dengan keras untuk bisa menjadi model.Balas dendam yang di bicarakan, sebenarnya untuk siapa. Apakah itu untuk dirinya yang dikurung dan hampir mati?Ataukah untuk seorang ibu yang tidak ingin anaknya menikah dengan wanita seperti itu?"Kara... Kara!"Panggilan dari Lee langsung membuyarkan kemelut di pikiran Kara. Memaksanya harus mengambil keputusan dalam seketika. Apa dia akan terus lanjut atau berhenti cukup sampai disini."Ma-maaf. Saya sedikit bingung."Lee yang melihat Veyksi Kara, seakan paham kemelut yang mengusiknya. Alih-alih tetap meminta jawaban, Lee justru duduk di lantai sambil bersa
"Apa kau sungguh-sungguh meminta ku untuk mencarikan suami yang baik untuk kak Kara? Tadi sebelum aku masuk ke ruangan ini, aku melihat Will tengah mengusap pundak kakak ipar ku penuh kasih sayang, apa menurutmu dia pantas untuk menggantikan mu, kak Bara?" Tiba-tiba jari-jari tangan Bara bergerak, fungsi organ tubuh nya pun terdeteksi meningkatkan di alat-alat medis yang terpasang di tubuh nya. "Astaga! Aku baru tahu kalau Rasa cemburu bisa membawa orang kembali dari pintu kematian!" gumam G dalam hati dan menyerahkan Bara pada para dokter yang seharusnya, sebab G sudah harus kembali sebelum Dimitri terbangun dari tidurnya.keesokan hari nya ...."kau sudah bangun, sayang?" Terdengar suara Kara saat Bara membuka matanya."Sayang ..." ucap Bara sambil tersenyum."Ya tuhaaan!! terima kasih!! " ucap Kara penuh haru.Semua orang di dalam ruangan itu pun memanjatkan rasa syukur yang tak terkira karena Bara akhirnya sudah sadar."Ibu ...." Panggil Bara pada Evelyn."Ya sayang, apa kau but
"Elbara Alexandrio dan William Torez, selamat datang!" Ujar Zico saat dirinya sudah terpojok di parkiran atas gedung itu usai lomba lari dengan Bara dan Will dari lantai bawah."Zico, menyerah lah. Tidak ada guna nya kau kabur lagi. Sudah tidak ada tempat untuk kabur." Ucap Will."Kabur? Untuk apa aku kabur?" Jawab Zico sambil tersenyum."Pra gila sepertinya tidak mempan dengan tausiyah seperti itu. Dia akan lebih mempan jika langsung berhadapan dengan ini." Ujar Bara sambil mengarahkan senjatanya pada Zico."Wow, senjata! Kau kira aku takut dengan senjata itu?!" tanya Zico tertawa sambil membuka jasnya.Saat Zico membuka jas nya terlihat lah ada sebuah bom yang terpasang di tubuh Zico. "Kau ingin menembak ku? itu artinya kau sengaja ingin membuat istri mu menjadi janda." Ucap nya sambil tertawa keras.Bara dan Will pun saling pandang."Sekarang kalian tidak punya pilihan lain selain membiarkan ku pergi." Ucap nya dengan senyum terkembang sempurna.Zico merasa dirinya sudah di atas a
"Kau tidak bisa keluar begitu saja. Mereka bisa mengenali mu." ujar Kara lalu memandang ke sekeliling tempat itu hingga akhirnya dia melihat baju ok yang masih terlipat."Kau kenakan ini dulu. Baru setelah itu kita keluar." Ujar Kara.Gabby pun menuruti perkataan Kara untuk mengenakan pakaian yang ditunjukkan Kara."Bagaimana? Udah oke?" tanya Gabby sambil memasang maskernya."Sudah. Begini lebih baik." ujar Kara, Mereka berdua pun keluar dari ruangan itu.Gabby dan Kara berjalan biasa. Untungnya warna baju mereka sama jadi tidak ada yang curiga."Kita lewat sana saja." Tunjuk Gabby."Kenapa tidak lewat sebelah sana saja?" Tunjuk Kara pada arah yang sebaliknya."Aku tadi dari arah sana kak. Tidak ada ada apa-apa disana. Hanya jalan buntu." ucap nya pelan."Benarkah?" Tanya Kara."Ya ampun kak ... benar." Jawab Gabby meyakinkan kakak iparnya.Gabby dan Kara pun kembali berjalan. Setelah mereka berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai ke pintu keluar yang ada di belakang gedung itu."
Kara mencoba berpikiran positif. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari belakang mobil dan membekap mulut Kara dari belakang tanpa Kara sadari."Tuan Zico, wanita ini cantik juga." Ujar anak buah Zico."Ck! Kau jangan macam-macam. Atau tuan Leon akan menghabisi mu!" jawab Zico, yang tak lain adalah paman dari Kara. Dia yang dulunya hidup nyaman, kini harus menjadi buron. Terlihat dari penampilannya yang sudah tidak seperti dulu lagi.Mobil itu pun melaju kencang keluar dari kota itu, menuju sebuah gedung yang kelihatan nya seperti gedung farmasi dari luar.******Saat ini, Bara dan Elka sudah berada di dalam mobil.Di saat Elka sedang menelpon anak buahnya untuk menanyakan apakah ada informasi, telpon Bara berbunyi."siapa?" tanya Elka."Ayah." Jawab Bara dengan wajah tegang."Bara kau dimana saja?!!" teriak Alfred pada putra nya begitu Bara mengangkat telpon itu."Aku sedang mencari Kara bersama dengan Elka, Ayah.""Aku sudah tahu! Kara memang di culik oleh Zico atas perintah organis
Kara menganggap ini hanya wujud dari sikap protektif seorang Elbara.Bara sadar kalau dia tidak akan bisa berdebat dengan ibu hamil ini. Jadi Bara putus kan untuk membiarkan Kara pergi tapi diam-diam mengikuti Kara.Untuk urusan keselamatan Kara dan calon anaknya, Bara tidak mau hanya mengandalkan para bodyguard nya. Jadi selain para bodyguard itu, dia pun akan mengawasi Kara dari jauh."Dasar keras kepala!!" Bara menyubit hidup Kara."Jam berapa kau dan Moon akan pergi?""Setelah menghabiskan sate ini bersama mu." Jawab Kara dengan senyum terkembang di wajahnya sebab akhirnya dia bisa bekerja seperti pekerja lainnya."Baik lah. Tapi berjanji lah kau harus berhati-hati. Sebab di dalam perut mu saat ini ada calon anak kita." Ujar Bara sambil mengelus perut Kara."Siap pak bos!" canda Kara lalu mengambil sate tadi dan mulai makan siang zuper romantis dengan sepiring sate bersama Bara.Usai menghabis sate itu, Kara pun kembali ke ruangan nya untuk bertemu Moon. Mereka sudah berjanji untu
Bara sangat mengenal istrinya itu. Kadang Kara bisa begitu lembut, tapi kadang dia pun bisa jadi sangat bar bar. "Tolong sate dan minuman ini di antar ke ruang pak Bara ya." pinta Kara pada staff kantin usai meletakkan kertas bertuliskan sesuatu di atasnya penutup sate."Dan minuman ini untuk dua wanita yang ada di dalam ruangan itu." tunjuk Kara pada dua gelas jus jeruk."Baik buk." jawab Staff kantin yang sudah mengenali Kara sebagai istri pemilik perusahaan.Sejak kejadian di hotel yang disaksikan oleh semua tamu dan staff hotel serta video-video kejadian yang tersebar luas di media, tidak ada yang tidak mengenali Kara sebagai istri dari Elbara."Sekarang aku tinggal menunggu telpon dari nya." Ujar Kara sambil berjalan ke arah ruangan Bara.Kara yakin, begitu sate ayam itu tiba maka Bara pasti akan menelpon nya.Keadaan di ruangan Bara saat ini sudah sangat di luar kendali Bara. Britany yang tadinya masih bersikap elegan kini malah mulai hilang kendali nya. Britany mulai membalas
Kejadian itu cukup viral dan masuk ke beberapa media, jadi wajah kalau Johan perlu waktu lama untuk self healing nya. Saat Kara dan Moon tekun dengan kerjaannya, Angela terus mengobrol bersama Britany. Sesekali mereka melihat ke arah Kara dari ujung mata mereka.Kara bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja Kara malas untuk ambil pusing. Prinsip Kara masih sama, Anjing menggonggong, Kara tetap berlalu.Jadi apapun yang mereka sedang bicarakan dan yang akan mereka bicarakan, Kara sih tetap akan tidak peduli sama sekali.Volume suara Angela dan Britany pun mulai bertambah."Benarkah seperti itu El?"Angela memanggil nama kecil Britany yang biasa nya hanya Bara yang memanggil Britany dengan panggilan itu. "Angela, please.. Jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Aku sudah tidak ingin di panggil dengan nama itu. Kau membuat ku jadi teringat EMPAT TAHUN KU BERSAMA Bara. MEMBUAT KU TERINGAT BAGAIMANA KAMI MERAJUT CINTA SEWAKTU KAMI KULIAH DULU." Ucap Britany yang terdengar sangat nyar
Bara menarik pinggang Kara dan memeluk Kara sesaat untuk merasakan ketenangan dalam pelukan itu."Yakin tetap mau ngantor?" tanya Kara sekali lagi sambil mengelus kepala suaminya."Heem...kalau gitu sarapan itu di makan dulu ya?" tunjuk Kara pada roti bakar dan segelas susu yang dibawakan oleh pelayan ke kamar."Apakah roti dan susu itu sudah di tambahkan garam?" Tanya Bara. Sejak sadar lidah nya eror, Bara selalu mengecek makanannya sebelum dia makan.Karena keanehan lidahnya Bara minta di taburi garam dulu untuk makanan yang biasanya di taburi gula or yang biasanya terasa manis. Sedang kan untuk makanan yang biasanya gurih Bara minta di taburi gula."Bara.. itu roti bakar dan susu normal. No garam. Ibu sudah mengatakan kalau kau tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi garam Bara. Tidak baik untuk kesehatan mu."Tegah Kara."Sayang kau tahu sendiri kan keadaan ku saat ini. Jujur saja sebenarnya aku sangat lapar." Rengek Bara."Heemm ... Kalau begitu bagaimana kalau aku saja yang suap
Di pagi hari yang cerah ini, Kara tampak tengah mengupas apel, sedangkan Bara yang baru saja sampai di meja makan itu langsung mengambil sepotong apel yNg sudah dipotong Kara tadi lalu memakannya.Namun anehnya Bara justru memuntahkan kembali apel dengan wajah jijiknya, seolah itu adalah makanan paling menjijikkan yang pernah ia makan."Sayang, kau itu kenapa?" tanya Kara panik sambil memberikan tisu pada suaminya."Sayang apakah apel ini kau taburi garam? Kenapa rasa nya asin sekali?" Ucap Bara sambil mengelap bibir kemudian mengelap lidahnya."Garam? Memang nya ada orang makan apel pakai garam? Kau ini ada-ada saja." Kara pun mengambil sepotong apel yang sama yang di makan Bara tadi. "Heeem... ini manis kok! Tidak terasa asin sama sekali." Tukas Kara sambil mengambil satu potong lagi dan memberikan nya pada Bara."No! "Bara langsung menolak apel tersebut.Kara pun akhirnya memakan apel yang di tolak Bara tadi."Ya sudah kalau gitu aku minta di buat kan jus mangga aja gimana?" tawar