Ansel yang sejak tadi duduk, perlahan bangkit berdiri. Tanpa menunggu jawaban dari Bara, ia menarik tangan sahabatnya dan membawanya keluar."Kau mau membawaku kemana? Hei! Ansel!"Ansel hanya diam, tidak memberi Bara jawaban. Bahkan bibirnya tetap menutup sambil terus menarik tangan sahabatnya itu, pergi menuju mobil sedan hitam yang terparkir rapi di samping rumah. Sampai dua pria itumemasuki mobil, barulah ia membuka mulutnya. "Kenapa kau terus bertanya? Sudah ku bilang, aku akan mengobatimu!"Seperti itulah kalimat yang keluar dari mulut Ansel. Seolah tidak peduli dengan rasa penasaran Bara, Ansel langsung mengemudikan mobilnya pergi sejauh 10 kilometer menuju ke Levent.Setidaknya butuh waktu setengah jam bagi sedan hitam itu melaju di jalanan kota yang terbilang lengang. Hingga sampai ke sebuah gedung dua lantai tak jauh dari gedung LE Entertainment."Untuk apa kau membawaku kemari?" tanya Bara penasaran.Ansel hanya melebarkan dua sudut bibirnya lalu turun meninggalkan sahabat
Rasa hangat dari napas Bara, masih terasa memenuhi wajahnya. Pelukan hangat di tengah cuaca panas. Rasa manis yang dihantarkan lidah lawan prianya. Sekali lagi berhasil membuatnya mabuk.Entah sudah berapa lama dia tidak merasakan ciuman itu. Biasanya, satu minggu sekali mereka berciuman di bawah perjanjian gila mereka. Namun mereka terpisah secara tiba-tiba karena perintah Evelyn.Beberapa patah kata yang keluar dari mulut Bara sebelum menyuruhnya turun, sempat terlintas di tengah pikiran kosongnya. Perkataan yang tadi membuatnya bingung, tetapi tidak sempat ia tanyakan.Kara menghentikan langkahnya, saat tiba di depan pintu ruang latihan, lalu menyandarkan dirinya di tembok. Pikirannya berkecamuk, memikirkan arti dari perkataan Bara padanya.Satu kalimat terakhir yang Bara ucapkan, kini menjadi pertanyaan besar di hati Kara, "Untuk yang lain, serahkan padaku. Apa maksudnya kata-kata itu? Hal apa yang kuserahkan padanya?"Kara yang saat itu terbengong, tiba-tiba dikejutkan oleh suara
Kara terdiam, merasakan jantungnya yang berdegup cukup keras mendengar pertanyaan dari Lee. Hanya satu pertanyaan, tapi langsung membuatnya diam dan berpikir dengan keras.Jika memang benar kontrak itu hasil nepotisme, lantas kenapa? Apakah dia bisa menolak?Pikirannya berkecamuk, ketika tiba-tiba dia teringat perkataan Evelyn sebelum membawanya pada Lee. Perkataan yang membuatnya berlatih dengan keras untuk bisa menjadi model.Balas dendam yang di bicarakan, sebenarnya untuk siapa. Apakah itu untuk dirinya yang dikurung dan hampir mati?Ataukah untuk seorang ibu yang tidak ingin anaknya menikah dengan wanita seperti itu?"Kara... Kara!"Panggilan dari Lee langsung membuyarkan kemelut di pikiran Kara. Memaksanya harus mengambil keputusan dalam seketika. Apa dia akan terus lanjut atau berhenti cukup sampai disini."Ma-maaf. Saya sedikit bingung."Lee yang melihat Veyksi Kara, seakan paham kemelut yang mengusiknya. Alih-alih tetap meminta jawaban, Lee justru duduk di lantai sambil bersa
Lirih, tapi perkataannya dapat didengar dengan baik oleh Kara. Beberapa patah kata yang berhasil membuat pertahanan air matanya hancur dalam sekejap.Bulir bening itu menetes dari salah satu mata indahnya.Jatuh, membasahi pipinya."Begitukah? Jadi hanya karena aku bukan anak kandung Ibu, ibu memperlakukanku sebagai sapi perah?"Lagi-lagi ia berharap sesuatu yang tak seharusnya. Berharap bahwa pendengarannya saja yang sedikit terganggu. Namun reaksi Viola sudah memberinya jawaban."Itu... ma-maksudnya, dia anak kandung - tidak... maksudnya, kau juga sudah kuanggap sebagai anak kandung."Kara tertawa miris mendengar ucapan orang yang selama ini ia panggil dengan sebutan Ibu itu, "Sekarang aku sudah mengerti semuanya. Betapa bodohnya aku, harusnya aku tau kalau anda memang tak pernah menganggapku sebagai anak. Jadi, katakan dimana orang tua kandungku berada!"Kara berjalan mendekat. Memangkas jarak antara dirinya dan Viola. Setiap langkah maju yang dia ambil, membuat Viola mengambil lan
Hening pun menyeruak diantara keduanya. Hembusan angin serta deburan ombah, berusaha memecah keheningan, namun tidak berhasil. Mungkin, seperti inilah yang diinginkan oleh Kara.Manik indah itu kembali menitihkan bulir bening. Kala sepintas kenangan akan perlakuan keluarganya, membangkitkan rasa sakit yang sempat redup.Dia bukan tak sengaja melakukan itu, justru sebaliknya. Sengaja mengingat agar dia bisa menangis, menghabiskan seluruh air matanya untuk satu alasan. Setelah itu, dia ingin melupakan segalanya.Fokus untuk terus bekerja dan mulai menikmati hidupnya sendiri, mungkin seperti itu.Bara memilih untuk diam meski tahu Kara kembali menangis. Duduk menikmati sebotol minuman bersoda, sambil menatap deburan ombak. Membiarkan gadis itu meluapkan rasa sedihnya adalah pilihan yang dia ambil.Setelah beberapa menit berlalu, isak tangis yang sempat ia dengar sayup-sayup itu, kini mulai berhenti. Nampaknya, Kara telah puas meluapkan segala rasa sakit di hatinya."Sudah lebih baik?" ta
************Florida**********Negara bagian Amerika Serikat yang berbentuk semenanjung ini beriklim subtropis. Bahkan, Key West, salah satu kota yang berbentuk selat di Florida, suhunya tidak pernah kurang dari 16 derajat celcius.Berbatasan dengan Teluk Meksiko sebelah barat dan Samudra Atlantik sebelah timur, membuat negara ini tidak lepas dari suasana pantai. Begitulah alasan Florida dipilih untuk pembuatan video klip.Sehari setelah Kara tiba, dia pun langsung dihadapkan dengan pasir pantai, serta laut biru. Awan putih di antara langit cerah, menjadi awal yang pas pengambilan take video pertama mereka di Florida.Meski Kara baru pemula, namun dia tidak membuat kru kesulitan. Pengambilan dua atau tiga kali take, menjadi hal lumrah, bahkan patut mendapat apresiasi. Hal ini tentu menjadi hal yang memuaskan bagi yang lain, termasuk Kara."CUT! Bagus, kau melakukannya dengan baik!""Kerja bagus!""Istirahatlah, besok malam kita pindah lokasi," ucap sutradara yang langsung mendapatkan a
Cepat pergi ganti baju. Ada hal yang ingin aku katakan!""Ba-baik."Kara terlihat mencincing dress bagian bawah, lalu segera pergi untuk berganti baju. Mengingat, pesan yang dikirim oleh Bara semalam, tentang keberadaan kedua orang tuanya."Dasar bodoh! Kenapa malah meledeknya? Assshhh, sial!" gumamnya melihat Kara berlari menjauh darinya.Seperti kata pepatah zaman dulu. Cinta itu memang buta, dan apapun yang berhubungan dengannya pasti tidak jauh bedanya. Begitulah yang dirasakan Bara saat melihat Kara tersenyum pada seseorang dan melakukan hal gila yang lain.Tidak sampai setengah jam, Kara keluar dari ruang ganti dengan dress musim panas. Riasan di wajahnya pun juga sudah dihapus, hanya menyisakan lipstik merah dan itu pun tipis.Melihat Kara berjalan ke arahnya, Bara kembali tertegun. Sudah sangat lama baginya, mungkin sekitar satu bulan lebih, sejak terakhir kali dia melihat wajah Kara secara langsung.Kini sudah saatnya mengakui. Bahwa gadis yang dulu melayaninya dengan pakaian
Entah mengapa, justru Rere yang begitu antusias saat melihat buket bunga yang baru saja diterima Kara. Padahal, penerimanya tidak seantusias Rere."Tidak tahu, coba aku lihat."Kara mengambil secarik kertas yang terselip di antara bunga. Hanya ada beberapa patah kata dan nama penerima, tetapi tidak ditemukan nama pengirimnya. Namun, membaca kata-kata yang tertulis di sana, Kara dengan mudah menebak siapa pengirimnya.'Pondasi dalam pembangunan, tunggu sebentar lagi.'Garis simetris berhasil ditarik lurus, mengulas senyum manis di wajahnya. Seulas senyum yang langsung mengundang perhatian Rere."Benar-benar luar biasa. Kau memiliki penggemar," ejeknya. "Apa kau tau makna dari Anyelir putih?""Apa?"Dianthus caryophyllus, secara harfiah diterjemahkan menjadi Bunga para dewa' atau 'Bunga cinta'. Nama carnation berasal dari kata 'Corone' yang berarti karangan bunga atau dari kata 'coronation' yang berarti penobatan, karena dahulu digunakan dalam upacara pemberian mahkota pada zaman Yunani