Share

Bab 69

Author: Norman Tjio
last update Last Updated: 2022-11-25 14:47:57

“Hujin berpesan bahwa semua kerugian yang ada di kedai anda akan kami ganti. Mulai besok, kami akan mengirimkan beberapa pekerja dan bahan-bahan bangunan. Hujin juga mengucapkan permintaan maaf sebesar-besarnya, karena perbuatan cucunya yang berbuat onar di sini, Kwee Loya.”

“Ah, pertengkaran kecil begini saja, Khu-hujin sampai turun tangan langsung? Aku si tua begini terlalu diberi muka oleh Khu-hujin. Sudah, tidak perlu diganti. Jangan sampai membuat repot Khu-hujin.”

“Tidak apa-apa, Loya. Khu-hujin memaksa. Loya harus menerima permintaan maafnya. Jika ada waktu, Hujin sendiri yang akan datang berkunjung.”

“Waah, sebuah kehormatan besar jika beliau berkunjung. Harap beri kabar sebelum beliau datang, agar kami bisa menyiapkan masakan terbaik bagi beliau,” kata Kwee Lai.

“Iya, kebetulan beliau memang ada rencana ke kota ini. Ada urusan dagang yang harus beliau selesaikan sendiri. Sekarang beliau masih di kediamannya di kota Tho Hoa.”

“Tuan Huan silahkan istirahat sebentar dulu. Kami s
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 70

    Cio San menduga, banyak orang yang akan datang menanyakan permasalahan kemarin. Mereka tentu saja tidak tertarik dengan pertempuran kemarin. Nama Cio San lah yang menarik perhatian mereka. Dan betul saja, berturut-turut, orang-orang dari berbagai macam perkumpulan dan semua partai datang. Dengan alasan memesan makan dan minum. Mereka mulai bertanya hal-hal yang sama. Tentu saja dijawab yang sama pula oleh Cio San dan penghuni Lai Lai.Rupanya orang Kang Ouw sudah mulai mendengar kabar kemunculan pemuda sakti bernama Cio San. Dari umurnya, ciri-cirinya, dan kesaktiannya, bisa jadi inilah Cio San murid pelarian Bu Tong-pay yang buron sambil membawa lari kitab sakti.Di dunia ini, tidak ada yang menarik perhatian kalangan Bu Lim (persilatan) selain kitab sakti. Selain harta karun dan senjata pusaka tentunya.Sejak awal, Cio San memang telah memikirkan segala keputusan yang diambilnya. Ia telah memilih menggunakan nama aslinya saat pertempuran kemarin. Pikiran yang timbul sekejap saja, na

    Last Updated : 2022-11-25
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 71

    Cio San pergi pagi-pagi sekali. Memang ada kalanya dia pergi berbelanja bahan-bahan untuk Lai Lai setiap fajar menjelang. Tapi kali ini, dia telah menyiapkan pakaian yang ringkas. Di jalan, di sebuah gang kecil dan sepi, dia telah berubah dari A San menjadi Cio San.Saat mengobrol kemarin, ia telah tahu di mana Khu-hujin menginap. Tentunya di sebuah rumah miliknya sendiri di kota itu. Kesanalah Cio San pergi.Begitu sampai di depan gerbang, beberapa orang sudah menghadangnya.“Saudara ada keperluan apa pagi-pagi kemari?” tanya salah seorang.“Saya punya pesan yang harus disampaikan kepada Khu-hujin,” kata Cio San.“Khu-hujin tidak menerima tamu sepagi ini. Apa pesanmu? Biar nanti kusampaikan kepada Hujin.”“Seseorang bernama Kam Ki Hiang mengirim pesan. Jika beliau berkenan, saya akan datang kembali nanti malam. Jika nanti malam beliau tidak mau menemui, maka biarlah. Saya akan pulang saja.”“Baik. Pesanmu akan kusampaikan kepada beliau. Siapa namamu, anak muda?”“Nama siauw jin adala

    Last Updated : 2022-11-30
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 72

    Lagu ini mengalun dengan tenang dan lembut. Permainan khim Cio San indah dan sendu. Di luar, langit menghitam. Bintang-bintang tak berani bersinar. Karena kilaunya kalah bercahaya, dengan butiran-butiran air yang menetes di pipi Khu-hujin.Angin berhenti mendesah. Air kolam berhenti berdecik. Lagu ini sekali saja diperdengarkan, membuat dunia sepi dalam sekejap.Cio San sendiri seperti enggan berhenti. Lagu seperti ini jika dinyanyikan, bisa membuat jiwa merintih mengiba-iba. Tapi jika dihentikan, akan membuat langit bergetar merindukan suara.Tapi Cio San berhenti. Segala sesuatu yang indah, ada saat menghilang. Seperti cinta.Ia telah berhenti bernyanyi dan memainkan dawai. Tapi entah kenapa, lagunya masih terdengar di dalam hati.Lama sekali mereka terdiam. Seperti masih menikmati lagu yang tadi. Di dalam kesunyian.Terkadang kesunyian terdengar lebih indah dari lagu apapun.Khu-hujin lalu membuka mata. Sejak tadi, jiwanya memang tidak berada di situ. Ia selama beberapa saat, kemba

    Last Updated : 2022-11-30
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 73

    “Ketika saya berbicara dengan Hujin, dan Hujin menyinggung tentang Bu Tong-pay dan sahabat Hujin yang meninggal disana. Saya tahu bahwa sinar mata saya berubah. Masih banyak kenangan yang tidak bisa terlupa, sehingga saya tidak bisa menyembunyikan perasaan. Ketika saya merasa bahwa sinar mata saya berubah sendu, secepatnya saya tersadar dan memperhatikan sinar mata Hujin sendiri. Dari yang saya lihat, sinat mata Hujin juga berubah. Mungkin lega, mungkin puas. Saya kurang tahu. Tapi saya waktu kecil kadang-kadang suka main tebak-tebakan. Sinar mata Hujin, seperti sinar mata orang yang senang karena tebakannya benar,” jelas Cio San panjang lebar.“Jadi kau tahu bahwa aku telah membongkar penyamaranmu, hanya dari sinar mataku yang berubah karena melihat perubahan sinar matamu sendiri?” Khu-hujin bertanya, matanya memancarkan kekaguman.“Benar sekali, Hujin.”“Hanya dengan perubahan mata, berani sekali engkau mengambil kesimpulan, Cio San.”“Kadang beberapa hal memang harus dilakukan deng

    Last Updated : 2022-11-30
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 74

    “Kitab ini, tidak hanya cocok untuk kau pelajari, bahkan mungkin harus kau pelajari. Dalam perjalanan hidupmu, akan sangat berguna sekali,” ujar Khu-hujin sambil menyodorkan kitab itu.Cio San menerima dengan penuh hormat.“Kitab Wajah dan Gerak Tubuh.”“Judul yang aneh bukan? Tapi manfaatnya banyak. Kau akan bisa membaca pikiran orang hanya dari bahasa wajah dan tubuhnya. Saat orang berbohong, ada bagian-bagian wajah dan tubuhnya yang bergerak. Jika kau pelajari, kau bisa membedakan orang yang jujur dengan yang tidak. Kau bisa membaca perasaan dan isi hati mereka, cukup dengan melihat raut wajah atau bahasa tubuh. Menarik bukan?”“Menarik sekali, Hujin. Tentu saja Hujin sudah mempelajarinya dan mendapat manfaat yang amat sangat, bukan? Bahkan mungkin, banyak sekali urusan dagang yang Hujin selesaikan dengan buku ini.”“Tepat sekali!”Hujin kemudian berkata,“Dalam perjalananmu, kau akan menemukan banyak rintangan. Banyak kesulitan dan kesusahan. Engkau adalah orang yang cerdas dan be

    Last Updated : 2022-11-30
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 75

    Cio San memandang Khu-hujin dengan penuh kekaguman. Belum pernah dia mendengar orang memberi wejangan padanya seperti itu. Begitu dalam. Begitu ringkas. Tetapi sangat membekas.Angin bertiup, menghembus sampai masuk ke dalam ruangan itu. Cio San pun tak tahu lagi, apakah sejuk di dadanya ini adalah karena angin, ataukah karena kata-kata Khu-hujin?Itulah mengapa Khu-hujin menjadi begitu berhasil di dalam hidupnya. Menjadi wanita ‘terkuat’ tidaklah butuh ilmu silat yang hebat. Justru karena tidak mengandalkan ilmu silat, maka Khu-hujin menjadi seperti itu. Seluruh perempuan di muka bumi ini, seharusnya paham. Bahwa mereka tercipta sebagai ‘makhluk terkuat’. Sudah terlalu banyak kisah yang menceritakan, betapa wanita mampu menundukkan laki-laki terhebat sekalipun.“Cio San…..,” sapaan lembut Khu-hujin membuyarkan lamunannya.“Apakah kau tahu apa-apa saja yang telah terjadi di dunia ini, sejak engkau kabur dari Bu Tong-pay dahulu sampai saat ini?” tanya Khu-hujin.“Eh, saya hanya mendeng

    Last Updated : 2022-11-30
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 76

    Dan ia benar. Sedang ada pertarungan di depan sana.Namun, pertarungan yang ini banyak mayat bergelimpangan. Dan hanya satu orang yang berdiri tegak. Yang membuat aneh adalah, mayat-mayat yang bergelimpangan itu. Tak satupun dari mayat itu yang mengeluarkan darah.Yang mati sudah pasti kalah. Yang menang sudah pasti yang masih hidup.Dan yang masih hidup ini berdiri dengan tenang. Tegak bagai karang. Orang-orang yang menontonnya pun sepertinya ikut tersihir dengan ketenangannya. Tak ada seorang pun yang mengeluarkan suara saat ini.Dia berdiri gagah.Bajunya putih. Di malam yang gelap seperti ini, bajunya seperti memantulkan cahaya rembulan. Rambutnya merah menguning. Wajahnya sangat tampan. Saking tampannya, sampai-sampai orang-orang mengira ia bukan manusia.Matanya. Berwarna biru.Walaupun terkesan asing, garis-garis wajah orang Han (orang China asli) masih terlihat jelas dalam raut mukanya yang tampan.Jika ada orang setampan ini, kalau bukan manusia yang sangat baik. Pastilah man

    Last Updated : 2022-11-30
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 77

    Keramaian sudah usai.Menarik sekali ketika sepi kembali datang. Seperti tidak ada satu pun yang terjadi.Benak Cio San tak henti berpikir. Siapakah pendekar berbaju putih tadi? Apakah dia yang disebut Pendekar Pedang Kelana Can Liu Hoa? Tapi dilihat dari umurnya, tidak mungkin si baju putih itu adalah sang pendekar Can Liu Hoa. Si pendekar besar itu menurut kabar sudah cukup sepuh.Lalu siapa dia?Cio San memutuskan berjalan santai sambil berpikir. Kadang memang otaknya bekerja lebih baik kalau sedang berjalan-jalan. Lama ia berjalan dan berputar-putar tak tentu arah. Pikirannya tenggelam dalam banyak hal.Ketika sampai di sebuah gang yang sunyi, dengan serta-merta ia melompat ke atas atap. Gerakannya ini sedemikan cepat, jauh lebih cepat jika kau mengedipkan matamu.Ia telah berada di atas atap. Dan ia tidak sendirian. Seseorang pun sedang berdiri di hadapannya. Orang yang berdiri di hadapannya ini menggunakan baju hitam-hitam. Wajahnya bertopeng. Tapi dari sinar matanya, ia seperti

    Last Updated : 2022-11-30

Latest chapter

  • Kisah Para Penggetar Langit   Penutup Kisah - TAMAT

    PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 253

    Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 252

    Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 251

    Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 250

    Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 249

    Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 248

    Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 247

    Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir

  • Kisah Para Penggetar Langit   246

    Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge

DMCA.com Protection Status