Cio San tidak menghilang.Dengan satu kali loncatan, ia telah tiba di atas atap Lai Lai. Kemudian turun ke bagian belakang kedai itu. Lalu masuk ke kamarnya, berganti pakaian, dan memasang topengnya kembali. Semua orang sedang sibuk di bagian depan, sehingga tak seorang pun yang tahu jika ia telah masuk ke kamarnya.Tubuhnya kini tidak lagi tegap seperti tadi, melainkan sedikit bungkuk. Rambutnya sudah diikat pula. Kini ia duduk saja di samping mayat gadis yang tadi meninggal di atas tempat tidurnya, menunggu Mey Lan datang. Dan tak berapa lama, Mey Lan memang sudah datang. Tidak datang sendirian, melainkan bersama beberapa orang, mungkin keluarganya.Cio San mempersilahkan mereka masuk. Tak berapa lama, terdengarlah tangisan. Nampaknya memang benar gadis itu bagian keluarga mereka. Cio San tak tega berada di situ, ia segera ke halaman belakang. Dalam kepalanya berkecamuk berbagai macam pikiran.Apakah yang dilakukannya ini sudah benar?Mengapa ia tadi tidak sigap menolong gadis itu?
“Hujin berpesan bahwa semua kerugian yang ada di kedai anda akan kami ganti. Mulai besok, kami akan mengirimkan beberapa pekerja dan bahan-bahan bangunan. Hujin juga mengucapkan permintaan maaf sebesar-besarnya, karena perbuatan cucunya yang berbuat onar di sini, Kwee Loya.”“Ah, pertengkaran kecil begini saja, Khu-hujin sampai turun tangan langsung? Aku si tua begini terlalu diberi muka oleh Khu-hujin. Sudah, tidak perlu diganti. Jangan sampai membuat repot Khu-hujin.”“Tidak apa-apa, Loya. Khu-hujin memaksa. Loya harus menerima permintaan maafnya. Jika ada waktu, Hujin sendiri yang akan datang berkunjung.”“Waah, sebuah kehormatan besar jika beliau berkunjung. Harap beri kabar sebelum beliau datang, agar kami bisa menyiapkan masakan terbaik bagi beliau,” kata Kwee Lai.“Iya, kebetulan beliau memang ada rencana ke kota ini. Ada urusan dagang yang harus beliau selesaikan sendiri. Sekarang beliau masih di kediamannya di kota Tho Hoa.”“Tuan Huan silahkan istirahat sebentar dulu. Kami s
Cio San menduga, banyak orang yang akan datang menanyakan permasalahan kemarin. Mereka tentu saja tidak tertarik dengan pertempuran kemarin. Nama Cio San lah yang menarik perhatian mereka. Dan betul saja, berturut-turut, orang-orang dari berbagai macam perkumpulan dan semua partai datang. Dengan alasan memesan makan dan minum. Mereka mulai bertanya hal-hal yang sama. Tentu saja dijawab yang sama pula oleh Cio San dan penghuni Lai Lai.Rupanya orang Kang Ouw sudah mulai mendengar kabar kemunculan pemuda sakti bernama Cio San. Dari umurnya, ciri-cirinya, dan kesaktiannya, bisa jadi inilah Cio San murid pelarian Bu Tong-pay yang buron sambil membawa lari kitab sakti.Di dunia ini, tidak ada yang menarik perhatian kalangan Bu Lim (persilatan) selain kitab sakti. Selain harta karun dan senjata pusaka tentunya.Sejak awal, Cio San memang telah memikirkan segala keputusan yang diambilnya. Ia telah memilih menggunakan nama aslinya saat pertempuran kemarin. Pikiran yang timbul sekejap saja, na
Cio San pergi pagi-pagi sekali. Memang ada kalanya dia pergi berbelanja bahan-bahan untuk Lai Lai setiap fajar menjelang. Tapi kali ini, dia telah menyiapkan pakaian yang ringkas. Di jalan, di sebuah gang kecil dan sepi, dia telah berubah dari A San menjadi Cio San.Saat mengobrol kemarin, ia telah tahu di mana Khu-hujin menginap. Tentunya di sebuah rumah miliknya sendiri di kota itu. Kesanalah Cio San pergi.Begitu sampai di depan gerbang, beberapa orang sudah menghadangnya.“Saudara ada keperluan apa pagi-pagi kemari?” tanya salah seorang.“Saya punya pesan yang harus disampaikan kepada Khu-hujin,” kata Cio San.“Khu-hujin tidak menerima tamu sepagi ini. Apa pesanmu? Biar nanti kusampaikan kepada Hujin.”“Seseorang bernama Kam Ki Hiang mengirim pesan. Jika beliau berkenan, saya akan datang kembali nanti malam. Jika nanti malam beliau tidak mau menemui, maka biarlah. Saya akan pulang saja.”“Baik. Pesanmu akan kusampaikan kepada beliau. Siapa namamu, anak muda?”“Nama siauw jin adala
Lagu ini mengalun dengan tenang dan lembut. Permainan khim Cio San indah dan sendu. Di luar, langit menghitam. Bintang-bintang tak berani bersinar. Karena kilaunya kalah bercahaya, dengan butiran-butiran air yang menetes di pipi Khu-hujin.Angin berhenti mendesah. Air kolam berhenti berdecik. Lagu ini sekali saja diperdengarkan, membuat dunia sepi dalam sekejap.Cio San sendiri seperti enggan berhenti. Lagu seperti ini jika dinyanyikan, bisa membuat jiwa merintih mengiba-iba. Tapi jika dihentikan, akan membuat langit bergetar merindukan suara.Tapi Cio San berhenti. Segala sesuatu yang indah, ada saat menghilang. Seperti cinta.Ia telah berhenti bernyanyi dan memainkan dawai. Tapi entah kenapa, lagunya masih terdengar di dalam hati.Lama sekali mereka terdiam. Seperti masih menikmati lagu yang tadi. Di dalam kesunyian.Terkadang kesunyian terdengar lebih indah dari lagu apapun.Khu-hujin lalu membuka mata. Sejak tadi, jiwanya memang tidak berada di situ. Ia selama beberapa saat, kemba
“Ketika saya berbicara dengan Hujin, dan Hujin menyinggung tentang Bu Tong-pay dan sahabat Hujin yang meninggal disana. Saya tahu bahwa sinar mata saya berubah. Masih banyak kenangan yang tidak bisa terlupa, sehingga saya tidak bisa menyembunyikan perasaan. Ketika saya merasa bahwa sinar mata saya berubah sendu, secepatnya saya tersadar dan memperhatikan sinar mata Hujin sendiri. Dari yang saya lihat, sinat mata Hujin juga berubah. Mungkin lega, mungkin puas. Saya kurang tahu. Tapi saya waktu kecil kadang-kadang suka main tebak-tebakan. Sinar mata Hujin, seperti sinar mata orang yang senang karena tebakannya benar,” jelas Cio San panjang lebar.“Jadi kau tahu bahwa aku telah membongkar penyamaranmu, hanya dari sinar mataku yang berubah karena melihat perubahan sinar matamu sendiri?” Khu-hujin bertanya, matanya memancarkan kekaguman.“Benar sekali, Hujin.”“Hanya dengan perubahan mata, berani sekali engkau mengambil kesimpulan, Cio San.”“Kadang beberapa hal memang harus dilakukan deng
“Kitab ini, tidak hanya cocok untuk kau pelajari, bahkan mungkin harus kau pelajari. Dalam perjalanan hidupmu, akan sangat berguna sekali,” ujar Khu-hujin sambil menyodorkan kitab itu.Cio San menerima dengan penuh hormat.“Kitab Wajah dan Gerak Tubuh.”“Judul yang aneh bukan? Tapi manfaatnya banyak. Kau akan bisa membaca pikiran orang hanya dari bahasa wajah dan tubuhnya. Saat orang berbohong, ada bagian-bagian wajah dan tubuhnya yang bergerak. Jika kau pelajari, kau bisa membedakan orang yang jujur dengan yang tidak. Kau bisa membaca perasaan dan isi hati mereka, cukup dengan melihat raut wajah atau bahasa tubuh. Menarik bukan?”“Menarik sekali, Hujin. Tentu saja Hujin sudah mempelajarinya dan mendapat manfaat yang amat sangat, bukan? Bahkan mungkin, banyak sekali urusan dagang yang Hujin selesaikan dengan buku ini.”“Tepat sekali!”Hujin kemudian berkata,“Dalam perjalananmu, kau akan menemukan banyak rintangan. Banyak kesulitan dan kesusahan. Engkau adalah orang yang cerdas dan be
Cio San memandang Khu-hujin dengan penuh kekaguman. Belum pernah dia mendengar orang memberi wejangan padanya seperti itu. Begitu dalam. Begitu ringkas. Tetapi sangat membekas.Angin bertiup, menghembus sampai masuk ke dalam ruangan itu. Cio San pun tak tahu lagi, apakah sejuk di dadanya ini adalah karena angin, ataukah karena kata-kata Khu-hujin?Itulah mengapa Khu-hujin menjadi begitu berhasil di dalam hidupnya. Menjadi wanita ‘terkuat’ tidaklah butuh ilmu silat yang hebat. Justru karena tidak mengandalkan ilmu silat, maka Khu-hujin menjadi seperti itu. Seluruh perempuan di muka bumi ini, seharusnya paham. Bahwa mereka tercipta sebagai ‘makhluk terkuat’. Sudah terlalu banyak kisah yang menceritakan, betapa wanita mampu menundukkan laki-laki terhebat sekalipun.“Cio San…..,” sapaan lembut Khu-hujin membuyarkan lamunannya.“Apakah kau tahu apa-apa saja yang telah terjadi di dunia ini, sejak engkau kabur dari Bu Tong-pay dahulu sampai saat ini?” tanya Khu-hujin.“Eh, saya hanya mendeng