Dengan sekali lesatan, Cio San sudah muncul di hadapan orang yang menggotong Beng Liong itu.“Apa yang terjadi, Enghiong?” tanyanya sambil menjura.“Cayhe menemukan Beng Liong-tayhiap di pinggiran jurang di dekat sini.Sambil mengangguk, Cio San memeriksa Beng Liong.Masih hidup!Nafasnya sangat lemah. Bahkan hampir tidak ada. Secepatnya, Cio San langsung menyalurkan tenaga saktinya.Darah yang mengalir dari mulut Beng Liong masih segar. Itu berarti ia baru saja terluka. Melihat mantan kakak seperguruannya dalam keadaan seperti itu, hatinya merasa tergetar juga. Beng Liong kaku seperti mayat. Wajahnya pucat pasi. Begitu Cio San memeriksa jalan darahnya, segera ia menyadari bahwa jalan darah Beng Liong telah terpukul sedemikan hebatnya sehingga alirannya menjadi kacau balau.Jika terlambat beberapa menit saja, Beng Liong pasti meninggal.Dengan segenap kekuatan dan pengetahuannya, Cio San berusaha menyembuhkan Beng Liong. Saluran tenaga sakti yang Cio San berikan kepada Beng Liong seti
Seluruh kejadian ini membutuhkan waktu untuk menulisnya. Padahal semuanya terjadi hanya dalam sekejap mata.Saat Suma Sun melenting tinggi di udara, Kam-tayhiap pun melenting ke atas pula. Sebuah gerakan pedang yang sama sederhananya dengan gerakan pertama tadi, kini telah mengincar perut Suma Sun.Orang jika sedang berada di posisi melenting, maka ia berada dalam bahaya. Karena posisi di udara seperti ini membuatnya tanpa kuda-kuda.Tapi Suma Sun bukan ‘orang’.Suma Sun adalah Dewa Pedang.Disambutnya tusukan itu dengan tangkisan pedang, yang belum juga tercabut dari sarungnya. Pedang berhasil ia tangkis, namun angin pedang yang tidak kalah dahsyat dengan serangan pedang itu sendiri, telah menghempasnya terlempar ke belakang.Punggung Sum Sun membentur tebing batu yang ada di belakangnya. Suara keras terdengar. Bebatuan terpecah-belah akibat tumbukan tubuh Suma Sun.Ia sendiri memang tidak terluka, karena tenaga dalam melindungi tubuhnya. Tapi dari kejadian ini saja, orang yang mampu
Tentu saja angin pedang Kam Sin Kiam.Baju Suma Sun yang seputih salju, kini memerah oleh darah.Cio San yang menyaksikan pertarungan itu, mencoba untuk tetap tenang. Ia masih meletakkan tangan di dada Beng Liong dan menyalurkan tenaga saktinya. Sedikit saja pemusatan pikirannya kacau, maka nyawa Beng Liong akan melayang.Saat ini nyawa Beng Liong pun tergantung pada Suma Sun.Karena jika terjadi sesuatu pada Suma Sun, pikiran Cio San akan kacau. Dan itu akan membunuh Beng Liong.Untunglah penyaluran tenaga ini selesai. Tanpa harus diberitahu pun, Beng Liong dapat mengatur sendiri tenaga yang disalurkan Cio San itu. Thay Kek Kun memberikannya pengetahuan yang sangat mendalam tentang pengerahan tenaga.“Tetaplah bersemadi, Enghiong. Dalam beberapa hari, luka dalammu akan pulih,” kata Cio San alias Lie Sat.“Terima kasih, Siansing,” kata Beng Liong pelan. Ia lalu bersemadi memulihkan tenaganya. Tubuhnya yang tadi dingin, kaku, dan membiru, kini terlihat merah segar dan hangat. Bahkan ha
Suma Sun akhirnya berhasil mencabut pedang dari sarungnya!Tapi gerakannya begitu lambat. Dalam jarak satu langkah, Kam-tayhiap telah mampu membaca gerakan pedangnya.Lalu tangan Suma Sun pun putus!Tangan yang begitu mengagumkan dalam memainkan pedang itu putus dan terkulai!Darah muncrat bagai air bah!Tapi entah bagaimana, Suma Sun bergerak maju dengan sangat cepat.Sangat-sangat cepat!Bahkan Kam-tayhiap pun tidak menyangka ada makhluk di atas bumi yang bisa bergerak secepat itu.Lalu jari tangan kiri Suma Sun telah menempel di kerongkongan Kam-tayhiap!Hanya beberapa orang yang mampu benar-benar melihat kejadian sekejap mata itu dengan jelas. Suma Sun menggunakan tembok yang ada di belakang tubuhnya sebagai dasar pijakan lentingan kakinya. Dengan menggunakan tebing karang itu, gerakannya menjadi dua kali lebih cepat.Apalagi pedang berat yang tadi dipegangnya sudah jatuh berikut tangan kanannya yang memegang pedang itu. Kini kecepatannya menjadi berlipat-lipat. Dengan sisa tenaga
Tidak ada yang berani melangkah duluan.Mereka semua sudah mengurungnya. Tapi tak ada satu pun yang berani melangkah maju.Beberapa orang melangkah ke depan. Tapi mereka tidak menyerang.“Biar bagaimanapun, Cio-siansing telah menolong nyawaku saat keracunan kemarin. Aku maju untuk membelanya,” kata salah seorang.Beberapa orang yang lain pun ikut maju dan teriak, “Benar!”Puluhan orang yang maju ini adalah orang-orang yang beberapa hari lalu sempat ditolong Cio San saat mereka keracunan jarum beracun. Orang-orang golongan ‘bawah’. Kaum LiokLim yang selama ini dianggap rendah, tidak terhormat, dan tidak masuk hitungan dalam dunia Kang Ouw.Mereka semua kini di pihak Cio San.Cio San berkata kepada mereka,“Para Enghiong semua, ini bukan urusan para Enghiong. Harap jangan menyia-nyiakan nyawa. Tidak ada hutang-piutang di antara kita.”“Hutang nyawa bayar nyawa. Masa urusan ‘kecil’ seperti ini, In-hiap (Tuan Penolong) tidak paham?” kata mereka.Kadang-kadang, ketulusan terbaik hanya bisa
Seumur hidup, baru pertama kali ini mereka menyaksikan hal seperti ini!Bagaimana Cio San melakukan hal menakjubkan seperti itu?Mengeluarkan tenaga sebesar itu tanpa kelelahan sama sekali?Para Ciangbunjin dan Tetua itu lupa atau mungkin tidak tahu, bahwa Cio San menguasai ilmu Menghisap Matahari. Ilmu milik Ma Kauw itu membuatnya mampu menghisap tenaga dalam orang lain.Hebatnya Cio San adalah, ia mampu menggabungkan ilmu itu dengan ilmu lainnya. Sehingga sambil melancarkan 18 Tapak Naga yang membutuhkan tenaga amat besar itu, ia sekaligus mampu juga melancarkan ilmu Menghisap Matahari. Sehingga orang yang diserangnya selain terhempas oleh tenaga Cio San, tenaga dalam mereka pun terhisap pula!Itulah sebabnya kenapa mereka tidak bisa bangun lagi. Seluruh tenaga dalam mereka terhisap hanya dalam satu serangan.Dengan kemampuannya ini, Cio San tak akan pernah kehabisan tenaga, karena setiap tenaga yang ia keluarkan, selalu berhasil mendapatkan gantinya.Dengan ilmu Tongkat Pemukul Anj
Kadang-kadang, ketinggian budi manusia begitu mengagumkan, sampai-sampai malaikat pun terkagum-kagum.Tapi kadang, kerendahan akhlak manusia begitu menjijikkan, sampai iblis dan setan pun bergidik ketakutan.Keadaan di gunung Thay San ini menggambarkan kedua hal tersebut.Cio San tak tahu lagi ia berada di pemahaman yang mana. Berada di jalur yang mana. Batas antara pendekar, pengecut, pembunuh, dan korban, sudah menjadi sedemikian kabur baginya.Sekarang semua sunyi.Alangkah berbeda keadaannya dengan beberapa saat yang lalu, yang bergema dan menggetarkan jiwa!Tapi kesunyian seperti ini malah lebih menggetarkan jiwa.Hawa kematian jauh lebih menakutkan saat dihadapi sendirian. Itulah mengapa manusia menjadi lebih berani saat jumlah mereka banyak. Dan menjadi pengecut saat ia sendirian.Cio San melangkah maju.Langkahnya perlahan dan hati-hati.Entah tubuh siapa yang ia injak. Entah mayat siapa yang ia langkahi.Puluhan orang di hadapannya masih mengurungnya.Dari ribuan menjadi pulu
Cahaya putih yang keluar dari tangannya membentuk gelombak angin deras yang bergerak bagai liukan naga, menghunjam menghantam ketiga orang Tetua perguruan utama itu.Tapi mereka bukan pendekar-pendekar kroco yang tadi dihajar Cio San. Mereka adalah ketua perguruan silat paling utama di Tionggoan. Bahkan mungkin paling utama di dunia!Menerima serangan itu, mereka berkelit dengan mudah. Pengalaman, pemahaman, dan pengetahuan mereka tentang pertarungan, jauh lebih matang daripada Cio San.Sedahsyat apapun 18 Tapak Naga, jika mampu menghindarinya, tentu saja tak akan melukai. Dan itulah rahasia dalam menghadapi 18 Tapak Naga.Jangan dihadapi langsung dengan tenaga juga, tetapi harus dihindari, lalu cari celah kosong untuk menyerang!Begitu 18 Tapak Naga dikeluarkan, ada celah sepersekian detik yang bisa dimanfaatkan. Karena orang yang mengeluarkan ilmu itu memerlukan tenaga dan kekuatan yang besar, sehingga untuk mengisi ulang tenaga itu diperlukan waktu sepersekian detik.Sepersekian de