Semua orang berdiri di ujung tebing jurang itu.Tak ada seorang pun yang berani mengeluarkan kata-kata.Pertarungan para naga yang berakhir tak terduga.Perasaan campur aduk pasti akan muncul di hati manusia yang menyaksikan kejadian di puncak Thay San ini. Kagum, takut, sedih, marah, dan entah apa lagi.Peristiwa yang berlangsung sedemikian cepat, namun terasa begitu lama. Bagaikan bintang jatuh. Bercahaya menyilaukan, namun kemudian hilang tak membekas.Berapa ribu orang yang mati saat ini?Berapa banyak tubuh terkapar tak bernyawa yang ada di tempat ini?Berapa tinggi banjir darah yang menggenang membasahi alas kaki?Berapa banyak nyawa terbuang?Berapa banyak jiwa terhempas?Berapa banyak air mata tertumpahkan?Kadang-kadang manusia berperang untuk alasan yang tidak jelas sama sekali. Kadang-kadang mereka bahkan saling membunuh tanpa membutuhkan alasan.Kebencian, seperti cinta, kadang memang tidak memerlukan alasan.Demi cinta orang rela membunuh. Karena kebencian pula orang bera
Setiap pemilihan, selalu ada sejenis panitia yang ditugaskan mengurus keperluan acara ini. Mereka telah disumpah untuk berlaku adil, dan tidak turut serta dalam pertarungan. Biasanya berisi Tetua-tetua perguruan yang sudah melakukan Upacara Cuci Tangan dari dunia persilatan.“Yang ingin ikut, silahkan mendaftar,” kata salah seorang Tetua.Ada beberapa orang yang maju.Beng Liong kenal siapa mereka.Ia melihat ada yang tulus.Ia melihat ada juga yang mencoba menggunakan kesempatan baik ini untuk menjadi Bengcu.Di saat hampir semua pendekar besar terluka atau mati dalam pertarungan tadi, inilah kesempatan terbaik untuk merebut posisi Bu Lim Bengcu.Ketua Dunia Persilatan!Siapa yang tidak tertarik kepada gelar itu?Bahkan orang yang tidak bisa silat pun ingin mendapatkan gelar itu.Gelar yang posisinya hampir sama dengan posisi kaisar sendiri.Beng Liong maju.Ia mendaftarkan dirinya. Ia tidak rela posisi yang begitu terhormat itu jatuh ke tangan orang yang tidak pantas menerimanya.Ad
Hasilnya adalah, Su Pang To merasakan ada sebuah gelombang tenaga aneh dalam dirinya sendiri yang membuat gerakan tubuhnya serasa dipelintir. Tubuhnya berjumpalitan tak karuan seperti ada gelombang besar yang menghempaskannya.Inilah kehebatan Thay Kek Kun, yang mampu menggunakan besarnya tenaga lawan untuk menyerang sang lawan itu sendiri.Begitu si Raja Golok dari Selatan ini berputar tak karuan di udara, Beng Liong melompat tinggi dan melakukan sebuah tendangan. Gerakan ini juga terlihat sangat lambat dan tak bertenaga.Tapi akibatnya adalah Su Pang To terlempar bertombak-tombak jauhnya dengan tulang patah-patah. Pergelangan tangannya yang tadi diserang oleh Thay Kek Kun nya Beng Liong, sejak saat ini sampai selamanya tak akan bisa ia gunakan lagi.Ia hanya bisa merintih kesakitan.Karena kasihan, Beng Liong menghampirinya.“Tuan, silahkan makan pil ini. Mudah-mudahan bisa mengurangi sakit, dan bisa segera menyembuhkan luka Tuan.”Pil Akar Bumi adalah salah satu obat mujarab ciptaa
Kali ini Kao Ceng Lun terhempas sepuluh langkah. Gan-siauya pun terhempas kira-kira 7 atau 8 langkah. Karena Gan-siauya terhempasnya lebih sedikit dari Kao Ceng Lun, maka ia memanfaatkan hal ini dengan melesat cepat memburu Kao Ceng Lun.Kao Ceng Lun masih menyisakan 2 langkah terlempar ke belakang, saat dilihatnya Gan-siauya sudah melayang ke depan mengincar kakinya!Ternyata sejak beradu tenaga sampai 2 kali tadi, Gan-siauya bisa memecahkan rahasia kekuatan Kao Ceng Lun. Memang, inti tenaga dari tinju Naga Terbang sebenarnya pada kuatnya kuda-kuda. Oleh karena itu, Gan-siauya langsung menyerang kaki Kao Ceng Lun.Gaya serangannya pun aneh. Seperti ular yang merayap di atas tanah, tubuhnya terlihat melayang rendah hampir menyentuh tanah pula. Dengan kecepatan yang teramat tinggi, ia menyusur tanah dan langsung mengincar tempurung lutut Kao Ceng Lun.Karena masih terlempar oleh dahsyatnya benturan tenaga tadi, tidak ada jalan lain bagi Kao Ceng Lun selain mengerahkan seluruh tenaga da
Dengan menggunakan Thay Kek Kun, ia segera menarik telapak tangannya. Dengan ilmu ini, ia tidak perlu khawatir tangannya akan terus menempel di dada musuhnya itu tanpa bisa ia tarik lagi.“Ah, anda dari Ma Kauw?” tanya Beng Liong.“Aku tak punya hubungan dengan penyembah iblis,” jawab Ho Thay Hoa marah, tapi mulutnya masih tersenyum.“Ah, maafkan.” Bahkan di saat bertanding seperti ini pun, Beng Liong masih sangat sopan.Ia tetap saja bingung dalam hatinya. Hanya orang Ma Kauw yang memiliki ilmu Menghisap Matahari. Selain mereka, Beng Liong belum pernah mendengar ada orang lain yang mampu melakukannya.“Silahkan serang lagi,” kata Ho Thay Hoa sambil tersenyum.Pantas saja ia menyuruh orang lain untuk menyerangnya. Dengan berdiri diam, ia menerima serangan lawan dan menerima ‘sumbangan’ tenaga dari lawannya itu.Pertarungan seperti ini tentu saja sangat menguntungkannya. Ia tidak perlu keluar tenaga sama sekali. Orang lain malah memberi tenaga kepadanya.Beng Liong bingung harus melaku
Serta-merta Beng Liong merasa tambah bersemangat. Ia menyukai tantangan baru.“Awas serangan!” seru Beng Liong sambil bergerak menyerang. Serangannya kali ini berupa gerak tipu Bu Tong-pay yang bernama ‘Tangan Meminta Hati Memberi’. Gerakan ini berupa sebuah tinju yang menghunjam ke arah dada.Lam Han To menangkis tinju itu dengan menggunakan cakarnya yang mengincar siku Beng Liong. Mau tidak mau, Beng Liong harus menghentikan serangannya. Tapi dengan cerdas Beng Liong hanya melangkah sedikit kesamping. Sikunya selamat, dan kini tinjunya sudah merangsek masuk ke dada Lam Han To.Terpaksa Lam Han To mundur sedikit untuk menghindari tinju itu. Sebagai ahli silat, ia hanya perlu mundur sedikit saja. Karena setiap gerakan ahli silat pasti harus diperhitungkan matang dan tidak menyia-nyiakan gerakan atau tenaga.Ia selamat dari tinju itu. Tapi begitu tinju itu terhenti, Beng Liong segera menjentikkan jarinya!Kekuatan jentikan jari itu begitu kuatnya, sampai-sampai saat menghantam dada Lam
“Terima kasih Enghiong sudah banyak mengalah,” kata Beng Liong menjura sambil tersenyum ramah.Biarpun Lam Han To menyerah dengan mudah, menghadapinya adalah sebuah kesulitan besar. Lam Han To menguasai cara-cara menipu lawan. Mempengaruhi lawan. Memperdaya dan mendikte lawan.Ia menipu tetapi tidak curang.Seluruh gerakannya memang sudah dipersiapkannya terlebih dahulu. Setiap serangan, gerakan bertahan, dan lainnya, semua telah dirancang sedemikian rupa agar dapat menjebak lawan!Bahkan saat Lam Han To terkena pukulan pun, itu semua karena Lam Han To telah merencanakan bahwa ia harus terpukul. Agar dapat memancing lawan bergerak sesuai keinginan Lam Han To sendiri.Sungguh cerdas!Kekuatan dikalahkan oleh kecerdikan!Bahkan Beng Liong hanya bisa selamat karena ilmu ‘Menyalurkan Tenaga’ nya tadi. Memang bukan ilmu Menghisap Matahari, tapi lumayan berguna juga.Mau tidak mau, Beng Liong harus mengakui, bahwa Lam Han To adalah petarung yang paling berat yang pernah dihadapinya sampai s
Kepercayaan seorang laki-laki kepada sahabatnya, hanya akan muncul jika sahabatnya itu juga memberikan kepercayaan kepadanya.Oleh karena itu, seseorang tidak boleh berharap akan menemukan sahabat sejati, sebelum dirinya sendiri pantas untuk disebut sahabat sejati.Ia tidak mungkin mencari sahabat yang dapat dipercaya, sebelum dirinya sendiri pantas dipercaya.Ia tidak pantas meminta sahabatnya berkorban untuknya, sebelum dirinya sendiri berkorban untuk sahabatnya.Dan Cukat Tong yakin seyakin-yakinnya terhadap dirinya sendiri. Ia adalah orang yang dapat dipercaya, dan ia telah mengorbankan dirinya demi sahabat-sahabatnya. Oleh karena itu, pantas pulalah baginya untuk tetap tenang, karena ia yakin sahabat-sahabatnya ini tentu tak akan membuatnya kecewa.Karena sahabat sejati adalah jodoh.Jika kau tak menemukan mereka. Merekalah yang akan menemukanmu.Cukat Tong duduk diatas sebuah pohon. Bukan keanehan, karena banyak pula penonton yang menyaksikan pertandingan dari atas pohon.Pertan
PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per
Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora
Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit
Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin
Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag
Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding
Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad
Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir
Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge