Izora memandang Darius yang terbaring dengan selang infus di tangan dan perban yang melilit perut dan tangannya. kondisinya tidak begitu buruk. Izora mendengus.
‘Jadi hanya segini kemampuanmu, Kayman?’
Ia mendongak ke semua sudut ruangan, matanya mencari-cari dan menemukan satu CCTV di salah satu sudutnya.Apakah sekarang dia harus bersandiwara?
Secepat kilat kedua alisnya menukik ke bawah dan matanya menjadi sayu memandang Darius.Air matanya menetes dan ia segera berhambur ke arah Darius. Mengusap wajah pria yang masih tak sadarkan itu. Berharap bisa meremukkannya saat ini juga kendati air matanya meleleh.
‘Kau terlalu beruntung, Darius,’ bisiknya dalam hati. ‘Orang jahat seperti dirimu sangat diberkahi. Bukankah itu tidak adil?’
Tak sedikit pun Darius bergerak. Matanya terpejam damai seolah tak memiliki kesalahan apa pun dalam hidupnya.
‘Kau senang diberkahi, Dari
Ada hal lain yang disesali Izora selain tinggal di sisi Darius setelah lelaki itu menghancurkan hidupnya, yaitu malam ini. Saat ia melepaskan segala topeng kepura-puraannya di depan orang lain, di depan pria yang dia waspadai.Lelaki yang selalu menggeram seperti monster ini tengah memeluknya di atas tikar tipis dan kasar dalam keadaan telanjang bulat. Tubuhnya menempel pada pria itu. Aroma keringat memenuhi mereka.Dari sekian banyak tempat yang bisa ia jadikan tempat rehat, mengapa harus ke gudang panas, pengap dan gelap ini?Ah, dia sudah memasang lampu rupanya. Lampu neon yang tidak membantu banyak.Meski sudah sadar, tapi rasanya Izora belum ingin beranjak dari dekapan yang kuat itu.Tidak, pelukan lengannya terlalu erat sampai aku tak bisa meloloskan diri, benaknya menyangkal.Diliriknya rahang bertekstur kasar itu. Jejak-jejak kasar dari cambangnya yang sudah dicukur menggelitik ujung jarinya saat ia menyentuhnya. Hidung y
Darius menatap perban yang melilit di perutnya, tepat di titik luka yang ia dapatkan dari orang yang tiba-tiba menyerangnya dengan brutal.Gerakan dan rasa dari serangan itu sama. Pelakunya adalah orang yang sama yang menyerangnya di hotel. Gerakannya buas seperti petarung jalanan yang tidak kenal ampun.KEPARAT!Darius mengerang marah. Sudah dua kali dia masuk ke rumah sakit dalam waktu dekat.“BHANU!” Dipanggilnya pengawalnya berang. “Sepertinya percuma saja aku memiliki banyak pengawal. Kalian tidak bisa menemukan pelakunya dan membiarkanku diserang untuk kedua kalinya!”“Maafkan saya, Tuan.” Bhanu menunduk. “Saya akan menemukan pelakunya segera.”“Aku tidak suka janjimu, Bhanu. Lakukan dengan cepat!”“Baik.”Selepas kepergian pengawal pribadi yang usianya sudah kepala empat itu, Darius melepaskan selang infus di punggung tangannya dengan kas
“Aku cuma ingin anak dari Marina. Bukan dari wanita itu. Dia tidak berhak hamil dan seenaknya punya anak sementara Marina tidak bisa.”Izora terbahak. Jadi begitu alasan Darius. Alasan yang terdengar kekanakan, tapi mampu menghancurkan hidupnya. Wanita itu tertawa pahit sambil memegang pembatas rooftop rumah sakit.Rasanya seperti ada gempa yang melanda hatinya. “Air mataku bahkan sudah habis menangisi kemalanganku.” Ia menyeringai dengan mata bergetar lalu tertawa lagi.Sebuah jas tiba-tiba disampirkan pada kedua bahunya. Izora menoleh dan mendapati Bandit yang menatapnya kaku. Lelaki itu tak mengatakan apa-apa. Ia mundur beberapa langkah dan berdiri tidak jauh di belakang Izora, memberikan jarak untuk wanita itu.Izora tersenyum tipis meski ia tak menyukai perhatian kecil itu. “Apa begini rasanya punya pengawal? Dilindungi dan dijaga.”Bandit tak meyukai senyum itu. Senyum pahit yang seharusnya tidak ada di bib
“Kita tidak bisa melakukannya, Kayman.”Izora menatap cemas kedua mata Bandit. Ia berharap lelaki ini hanya bersimpati padanya. Tidak yang lain.Bandit meraih kaki Izora dan meletakkannya di atas pahanya kemudian tanpa disangka-sangka ia mengecup betis wanita itu. Pelan dan dalam. Matanya terlihat bingung sekaligus memuja.Izora terhenyak. Ia terdiam kaku dan menatap Bandit ngeri.“Jangan,” ucap Izora ketika Bandit hendak mencium punggung kakinya. “Aku bisa memberikannya untukmu, seks—tapi tidak dengan cinta. Itu mustahil, Kayman.”Bandit terlihat semakin bingung seolah tidak menyadari arti perasaannya sama sekali.“Aku tidak bisa memberikan apa yang ada di hatimu.”“Apa yang ada di hatiku?”Tatapan bingung itu membuat Izora frustrasi. Dengan apa dia harus menjelaskannya, bahwa yang ada di dalam hati pria ini sangatlah berbahaya.&l
Tiara melarikan mata ke lain arah, bukan karena ia takut kepada lelaki tinggi itu. Sejak dulu ia memang tidak pernah sanggup menatap wajah Darius, mengingat betapa laki-laki itu sudah menghancurkan kehidupan putrinya.“Kami hanya berselisih kecil. Kami sengaja datang pagi untuk menemuimu karena tidak sempat menjenguk di rumah sakit. Ayah juga dirawat beberapa hari yang lalu.” Adnan menjelaskan dengan suara yang ramah dan bersahabat.Tiara tidak mengerti. Apa karena terlalu berambisi mengembangkan perusahaan, mereka menjadi lupa siapa orang yang ada di hadapan mereka ini?“Terima kasih atas perhatian kalian. Kalian datang pagi sekali. Apa sudah sarapan?”“Ya, ini terlalu pagi. Kami belum sempat karena buru-buru kemari.”“Mari sarapan dulu.”Tiara sangat memahami jenis senyuman yang terpatri di wajah Darius. Senyum merendahkan yang teramat jelas. Keramahan itu jelas sangat palsu.Mer
Kening Bhanu mengerut bingung.Lalu Darius melanjutkan, “Dia cukup cerdik melawanku, jadi aku harus lebih cerdik darinya.”Ada banyak rencana dari raut wajah Darius yang tak bisa Bhanu tebak. Majikannya ini selalu punya pemikiran yang tidak terduga, berubah-ubah dan tak bisa diprediksi sekalipun oleh pengawal berpengalaman sepertinya.“Kau tahu yang harus kau lakukan ‘kan, Bhanu?”Bhanu mengangguk dan memberikan sorot mata mengerti. Meskipun tidak memahami makna sesungguhnya dari rencana Darius, tapi ia mengetahui dengan pasti apa langkah pertama yang harus dia lakukan.Darius kembali menekuni laptopnya, memberikan tanda bahwa sudah saatnya Bhanu keluar dari ruang kerjanya.Bhanu membuka pintu ruangan Darius untuk keluar, tapi kehadiran Izora di depan pintu membuat Bhanu sedikit terkejut, namun ia berhasil menguasai diri dalam beberapa detik.“Darius sibuk?”Bhanu menatap ma
Izora bisa merasakan bagaimana napas hangat beraroma mint itu menyerbu wajahnya, hidungnya dan semakin dekat dengan bibirnya.Jantungnya memompa gila-gilaan dan ia tahu jantung Bandit tidak lebih tenang dari miliknya. Rasa panas yang aneh menjalar tiba-tiba dari dada sampai ke tungkai kakinya saat tangan lelaki itu merayap di pinggangnya.Bandit seolah memberikan waktu untuk Izora menolak dan Izora seharusnya melakukan itu. Ia semestinya mengikuti akal sehatnya, tapi dadanya yang berdenyut antusias sampai terasa perih membuat kakinya terus terpaku di tempat.Kelima indranya masih berfungsi dengan baik—hanya akalnya yang menguap—saat samar-samar di tengah keheningan yang mendebarkan itu ia mendengar suara kenop pintu yang diputar.Sedetik sebelum pintu terbuka, Izora segera mendorong tubuh Bandit menjauh. Sepertinya Bandit tidak menyadari suara pintu, ia terengah dan kebingungan memandang Izora.Dan saat itulah Darius m
Bandit memberondong dinding gudang dengan pukulan penuh kemarahan. Geramannya menggema di seluruh sudut seperti amukan binatang liar.Lampu neon yang dayanya rendah itu memperlihatkan noda-noda darah yang memenuhi dinding. Buku-buku jarinya terluka dan meneteskan darah.Lagi-lagi dia menjadi tidak berguna.Izora dilecehkan di depan matanya dan dia tidak melakukan apa-apa. Bandit menerjang lantai, memberikan sekali lagi pukulan telak, sekali lagi lalu menjadi berkali-kali tanpa henti.Kemejanya sudah basah kuyup karena keringat. Anak-anak rambut jatuh menutupi dahinya, menambah kesan liar dan berbahaya pada lelaki itu.Raut tenang Izora yang palsu, sorot matanya yang membutuhkan pertolongan, tubuh kecilnya yang dicengkeram dengan kasar.“AAAAAAAARRGGGHHHHHH!” Bandit mendongak ke langit-langit gudang yang dipenuhi sarang laba-laba. Sekujur tubuhnya mengeras dengan urat-urat yang menonjol.Seharusn